4. Mengapa keluhan disertai mual, muntah tiap habis makan, perut terasa sebah dan sering
bersendawa?
Efek samping OAINS pada GIT. Dalam lambung, COX-1 menghasilkan prostaglandin (PGE₂
dan PGI₂) yang menstimulasi mucus, sekresi bikarbonat, dan menyebabkan vasodilatasi
(kesemuanya menjaga mukosa lambung, lihat atas). OAINS nonselektif menghambat COX-1
sehingga mengurangi efek sitoprotektif prostaglandin (menyebabkan efek serius pada GIT
bagian atas, termasuk perdarahan dan ulserasi). OAINS COX -2 selektif yang baru (colecoxib)
mempunyai efek toksisitas GIT yang jauh lebih sedikit. Selain itu OAINS merusak mukosa
secara local melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Efek obat ini juga terhadap agregasi
trombosit akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus.
Proses peradangan mukosa sementara, yanng mungkin tidak menimbulkan gejala atau
menyebabkan berbagai derajat nyeri epigastrium, mual dan muntah. Pada kasus yang lebih
parah, mungkin dapat terjadi erosi mukosa, ulkus, perdarahan, hematemesis, melena, atau
kehilangan darah masif.
PATOGENESIS. Lumen lambung sangat asam. Suasana ini berperan untuk pencernaan namun
berpotensi merusak mukosa. Musin disekresikan oleh sel foveolar permukaan, membentuk
lapisan mukus tipis yang mencegah partikel makanan yang besar untuk menyentuh epitel.
Lapisan mukus juga melindungi mukosa dan mempunyai ph netral karena sekresi ion
bikarbonat oleh sel epitel permukaan. Sehingga jaringan yang kaya akan pembuluh darah
masuk ke mukosa lambung membawa oksigen, bikarbonat, dan nutrisi sambil membersihkan
asam, yang berdifusi kembali ke lamina propria. Gastritis kronik atau akut terjadi ketika salah
satu mekanisme pelindung terganggu. Sebagai contoh, pengurangan sintesis musin karena
usia tua. Penggunaan obat NSAIDs bisa mengganggu proses sitoproteksi yang biasa dilakukan
oleh sekresi prostaglandin atau pengurangan bikarbonat, kedua bahan ini meningkatkan
kerentanan mukosa lambung terhadap cedera. Kondisi bahan kimia keras, terutama asam
atau basa juga mengakibatkan cedera lambung.
Cedera peptik akut fokal adalah komplikasi yang sering terjadi pada terapi dengan NSAIDs, lesi
berupa:
Ulkus stres, mengenai pasien yang sakit parah dengan syok, sepsis atau trauma berat
Ulkus curling, di duodenum proksimal dan berasosiasi dengan luka bakar atau trauma
yang berat.
Ulkus cushing, terjadi di lambung, duodenum atau esofagus, dengan penyakit
intrakranial dan terjadi perforasi.
PATOGENESIS. Ulkus akibat NSAIDs disebabkan iritasi bahan kimia langsung atau bisa juga
inhibisi cyclooxygenase yang mencegah sintesis prostaglandin. Hal ini menghilangkan efek
proteksi prostaglandin yaitu meningkatkan sekresi bikarbonat dan meningkatkan perfusi
vaskular. Lesi yang berasosiasi dengan cedera intrakranial disebabkan oleh stimulasi langsung
nukleus vagus, yang menyebabkan hipersekresi asam lambung. Asidosis sistemik,
berkontribusi pada cedera mukosa dengan menurunkan ph intrasel dari sel mukosa. Hipoksia
dan aliran darah berkurang disebabkan oleh vasokontriksi splanchnic akibat stres.
GAMBARAN KLINIS. Mual, muntahm dan hematemesis berwarna seperti kopi. Perdarahan
dari ulkus atau erosi lambung superfisial.
GASTRITIS KRONIK
Gejala dan ciri yang berasosiasi dengan gastritis kronik biasanya kurang parah, tapi lebih lama
daripada gejala atau ciri dari gastritis akut. Mual dan rasa tidak enak di abdomen atas kadang-
kadang dengan muntah tetapi hematemesis jarang. Penyebab tersering adalah infeksi bakteri
Helicobacter pylori. Penyebab lain adalah cedera radiasi dan refluks empedu kronis
Berkaitan dengan infeksi H.pylori atau penggunaan NSAIDs. PUP terjadi di setiap bagian
saluran cerna, yang terpajan cairan asam lambung, tetapi paling sering pada antrum lambung
dan bagian pertama duodenum. Juga mungkin terjadi di esofagus sebagai akibat GERD atau
karena sekresi asam oleh mukosa ektopik lambung dan usus halus.
PATOGENESIS. Infeksi H.pylori dan penggunaan NSAIDs merupakan penyebab utama PUP.
Ketidakseimbangan mukosa dan daya rusak, yang menyebabkan gastritis kronik juga
menyababkan PUP. Dengan demikian, PUP umumnya terjadi dengan latar belakang gastritis
kronik.
Hiperasiditas lambung. Asiditas yang mendorong PUP, disebabkan oleh infeksi H.pylori,
hiperplasia sel parietal, respons sekresi yang berlebihan atau rusaknya inhibisi dari
mekanisme stimulasi seperti pelepasan gastrin. Kofaktor dalam ulserogenesis peptik, antara
lain penggunaan NSAIDs
GAMBARAN KLINIS. Lesi kronik, berulang, terjadi pada usia pertengahan sampai dewasa tua.
Keluhan berupa rasa nyeri terbakar atau nyeri epigastrium, juga dapat bermanifestasi dengan
komplikasi anemia defisiensi besi, perdarahan nyata atau perforasi. Nyeri tersebut cenderung
terjadi pada 1 sampai 3 jam setelah makan siang, lebih nyeri pada malam hari. Mual, muntah,
kembung dan bersendawa juga mungkin terjadi
Pengobatan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.Target
penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan,
mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
Non Medikamentosa
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan
merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya,
namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah
kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup, yaitu :
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan
untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam sebelum tidur
Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES
sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel
Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah
makanan yang dimakan karena keduanya dapat
menimbulkan distensi lambung
Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan
Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi
tekanan intraabdomen
Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh,
peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat
menstimulasi sekresi asam
Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat
menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin,
diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta
adrenergic, progesterone.
Medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi
medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai
dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau
termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian
obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada
pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan
sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan
penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI).
Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat
dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis
reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.
Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan
GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan
digunakan pendekatan terapi step down.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD :
Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak
menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat
tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi
terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.
Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin.
Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat
ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih
condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.
Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam
mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar
darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi,
tremor, dan diskinesia.
Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih jarang
dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya dalam
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat
ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.
Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung
serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta
penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus,
sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu.
Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan
ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase
yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung
dari derajat esofagitisnya.
Pencegahan
Beberapa peralatan kemungkinan digunakan untuk meringankan gastroesophageal reflux.
Mengangkat kepala pada tempat tidur kira-kira 6 inci mencegah asam mengalir dari kerongkongan
sebagaimana seseorang tidur. Makanan dan obat-obatan yang menjadi penyebab harus dihindari, sama
seperti merokok. Pemberian obat bethanechol atau metoclopramide juga biasa digunakan untuk
membuat sphincter bagian bawah lebih ketat. Makanan dan minuman yang secara kuat merangsang
perut untuk menghasilkan asam atau yang menghambat pengosongan perut harus dihindari sebaiknya.