Anda di halaman 1dari 20

4.

2 URAIAN MATERI II: MENENTUKAN MODEL KONSTRUKSI ATAS DAN


BAWAH JEMBATAN BETON TYPE BALOK T (T-BEAM)

Model jembatan beton balok-T (T-Beam) merupakan jembatan beton yang terdiri atas
gelagar utama arah longitudinal yang berbentuk balok-T dengan slab beton yang
membentangi diantara gelagar (Sutami.1976). Jembatan tipe ini digunakan secara luas dalam
konstruksi jalan raya tersusun dar slab beton yang didukung secara integral dengan gelagar.
Pada konstruksi balok-T, bagian sayap dan badan
balok harus dibuat menyatu (monolit) atau harus dilekatkan secara efektif sehingga menjadi
satu kesatuan (SNI, 2002:56).
Penggunaannya akan ekonomis pada bentang 40-80 ft (± 15-25 m) pada kondisi
normal tanpa ada kesalahan pekerjaan. Karena kondisi lalu lintas atau batasan-batasan ruang
bebas, konstruksi beton pracetak atau beton prategang dimungkinkan untuk digunakan. Akan
tetapi perlu dijamin penyediaan tahanan geser dan daya lekat pada pertemuan gelagar dan
slab untuk diasumsikan sebagai satu kesatuan struktur balok-T.

Gambar 4. 1 Memanjang Jembatan sederhana

4.2.1 Karakteristik Balok T


Jembatan beton balok-T lebih sederhana dalam desain dan relatif mudah untuk
dibangun, serta akan ekonomis bila dibangun pada bentang yang sesuai. Jenis-jenis
jembatan balok-T berdasarkan fabrikasinya, antara lain:
1. Jembatan balok-T dengan balok dan lantai dicetak ditempat (cast in place) secara
monolit.
2. Jembatan balok-T dengan balok pracetak dan lantai dicetak ditempat.
3. Jembatan balok-T dengan balok dan lantai pracetak.
Berdasarkan klas jembatan balok T, muatan yang digunakan di dalam perhitungan
standar jembatan tipe balok-T dapat dibedakan seperti berikut:
1. Jembatan tipe balok-T, kelas I
2. Jembatan tipe balok-T, kelas II

Tabel 4. 1 Kelas Jembatan Balok-T


Kelas Lebar (m) % Loading
A 1,00 + 7,00 + 1,00 100 % Loading BM
B 0,50 + 6,00 + 0,50 70 % Loading BM
C 0,50 + 3,50 + 0,50 70 % Loading BM
Sumber : Sutami, SNI dalam Manu:1995:12

Bila gelagar searah dengan arah lalu lintas, tulangan utama slab diletakkan pada arah
tegak lurus arah lalu lintas tersebut (arah melintang). Pada slab dengan tupuan sederhana,
bentang jembatan diambil jarak dari pusat ke pusat tumpuan tetapi tidak perlu lebih dari
jarak bersih, ditambah tebal slab. Untuk slab menerus diatas tumpuan lebih dari dua buah
gelagar, jarak bersih termasuk sebagai panjang bentang.
Menurut Sutami dalam Supriyadi (2007:69) mengemukakan bahwa rasio tinggi balok
dan panjang bentang yang digunakan dalam jembatan balok-T biasanya antara 0,065-
0,075. Tinggi balok yang ekonomis akan diperoleh bila jumlah tulangan desak pada
tumpuan bagian dalam (interior support) sesedikit mungkin. Jarak gelagar ekonomis
biasanya berkisar 7-9 ft (± 2-3 m) dengan slab yang menonjol (overhang) maksimal 2 ft 6
in (± 2 m). Bila slab dibuat menjadi satu kesatuan dengan gelagar, lebar efektif dalam
desain tidak boleh lebih dari jarak pusat ke pusat gelagar, seperempat panjang bentang
gelagar, seperempat panjang bentang gelagar atau 12 kali tebal slab terkecil ditambah
lebar badan gelagar. Untuk gelagar terluar, lebar efektif kantilever tidak boleh lebih dari
setengah jarak bersih terhadap gelagar berikutnya, atau seperduabelas panjang bentang
atau 6 kali tebal slab.

4.2.2 Syarat Balok T (T-Beam)


Balok T merupakan balok yang berbentuk seperti huruf T yang dicor monolit dengan
plat. Apabila balok beton dicor monolit dengan lantai/plat, maka lendutan pada balok akan
mengakibatkan bagian lantai yang bersebelahan harus ikut melendut. Tegangan tekan
timbul baik pada bagian badan balok persegi maupun pada bagian sambungan lantai.
Gambar 4. 2 Lebar Efektif dari Balok T

Untuk balok berusuk yang dapat dilihat dibawah lantai dan menyatu dengan lantai,
harus dibuat kesepakatan mengenai lebar efektif flens. Pada SKSNI T15-1991-03 Pasal
3.1.10 dicantumkan ketentuan untuk lebar efektif balok T yang harus ditetapkan. Total
lebar efektif dari balok T tidak boleh melebihi seperempat bentang balok l dan lebar
efektif dari flens yang membentang pada tiap sisi badan balok sebesar 8 kali tebal plat atau
diperhitungkan sebesar setengah jarak bersih dari badan balok yang bersebelahan.
Untuk balok T berlaku:
b = bw + b1 + b2 < ¼ l
Dengan bw adalah lebar badan balok dari penampang persegi
b1 = 8 x h1 atau ½ L1
b2 = 8 x h2 atau ½ L2
Untuk balok yang berbentuk L ditetapkan b = bw + b1 dengan b1 adalah harga terkecil
dari b1 = 1/12 l atau 6 h, ataupun ½ L1
Gambar 4. 3 Penampang Balok T dengan Diagram Regangan dan Tegangan (C < H1)

Di dalam perhitungan sebuah balok dianggap sebagai balok T maka berarti seluruh
daerah tekan harus terdapat pada daerah flens (c < h1), hal ini sesuai dengan yang
ditunjukkan pada gambar dibawah.
Bila c < h1 maka balok dapat dianggap sebagai balok persegi dengan lebar b (sebagai
pengganti bw) dan tinggi efektif d. Jika a = 0,85 c terletak pada daerah flens berarti tak
memadai. Dalam diagram - beton yang diskematisasikan, tanpa diperpendek tinggi dari
daerah tekan ditetapkan sama dengan c.
Hanya dalam hitungannya diasumsikan a = 0,85 c. Oleh karena penampang beton di
bawah garis netral dianggap retak, maka sebagai sisanya penampang “persegi empat”
balok b x h yang telah retak diabaikan sehingga tergambar bentuk balok T.
Bila c > h1 maka seperti pada gambar Oleh karena daerah tekan kini tidak terbatas
sampai diflens saja, maka perhitungan momen disini berdasarkan bentuk balok dengan
ukuran bwxh. Pada balok T yang ditumpu menerus, letak flens terdapat disekitar tumpuan
pada balok bagian tarik. Pada titik tumpuan, balok T dihitung sebagai balok persegi (b w x
h).

Gambar 4. 4 Penampang Balok T dengan Diagram Regangan dan Tegangan (C > H1)

4.2.3. Rancangan Beton Berdasarkan SNI


Pada bahasan ini menjelaskan contoh dasar pengunaan rumusan rancangan balok T
dari bahan beton kedalam perhitungan konstruksi balok sederhana , dimana penerapa ini
dilakukan untuk memberikan arah bagi pembelajar untuk me refreshing kembali materi
balok T. Dari hasil teori singkat diatas dapat di aplikasi rumusan untuk diterapkan pada
contoh perhitungan balok T. permasalahan yang muncul adalah pada bagian plat tidak
mampu mereduksi timbulya tegangan tarik sehingga balok dapat diasumsikan balok
prismatic. Ada pemikiran pada lebar b efektif pada balok dapat diganti dengan sejumlah
luasan tulangan , itu hanya diijinkan pada balok komposit (gabungan baja dan beton)
karena ada nilai transformasi luasan baja tulangan kedalam bagian section property
composite. Sedangkan pada balok beton tumpuan sebenarnya boleh dilakukan hanya
belum teruji, maka pada balok tumpuan masin mengunakan asumbi balok prismatis

4.2.4 Studi Kasus


1). Studi Kasus Pada Balok T di posisi Tumpuan
Pada bagian ini balok pada ujung tumpuan akan menerima moment negative karena
balok berada pada tumpuan jepit elastic. Pada bagian tumpuan beton T bagian atas
menerima tarik sehingga tidak berfungsi sebagai balok T secara keseluruhan karena bagian
sayap plat tidak mampu untuk menahan timbulnya tarikan sesuai fifat mekanis beton.
Merencana Penerapan jika balok Pada Tumpuan tidak mampu menahan tarikan :
Msupport = 221495,417 N.m
V = 237621,200 N
b = 400 mm
h = 850 mm
d = 850-40-10-16 = 784 mm
Mencari kemampuan k dari penampang balok beton
Mu 221495 ,417 x10 3
k = = = 1,126 Mpa
bd 2 0,8x400 x784 2

0,85 fc'  2k  0,85 .20  2.1,126 


 perlu = 1  1   = 1  1  
fy  0,85 fc'  200  0,85 .20 

= 0,005
Mencari nilai koefisien penulangan pada balok tulangan tunggal apa ganda
1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200

 perlu < min maka digunakan min = 0,007

As =  bd = 0,007 x 400 x 784 = 2195,20 mm2


Dipakai baja tulangan 3 ø 32 ( As = 2411,52 mm2 ),
Kontrol diperlukan untuk keseimbangan pula tulangan tekan dari nilai tulangan tarik
sebesar
NT = ND
Asf y 2411,52 x 200
a = = = 70,93 mm
0,85 f c ' b 0,85 x 20 x 400

a 70,93
c = = = 83,45 mm
1 0,85

d c  784  83,45 


fs = 600   = 600   = 5036,91Mpa > fy ..OK
 c   83,45 
 a  83,45 
Mn = As.fy  d   = (2411,52 x 200 ) x  784  
 2  2 
= 358002202 Nmm = 358002,202 Nm
Mn
= 1,616 Nm
Mu
Perencanaan tulangan geser pada balok akibat gaya lintang :
Vu = 237621,200 N

1 1 
Vc = fc'.b.d =  20  x 400 x 784 = 467487,277 N
3 3 
1 1
ø. Vc = x 0,6 x 467487,277 = 140246,183 N < Vu maka perlu
2 2

Rancangan Sengkang
jarak sengkang yang diperlukan dicari
1 1
Smaksimum = d = x 784 = 392 mm
2 2
Atau jarak sengkan mksimun
Smaksimum = 600 mm
digunakan spasi jarak = 300 mm, dengan luas tulangan minimum :
1 1 
f c '.b.s  20  x 400 x300
=  
3
Av min = 3 = 894,427 mm2
fy 200

Dipakai tulangan ø10 mm ( Av = 226,195 mm2 ), maka jarak sengkang :


Av . f y 2 x 226 ,195 x 200
s= = = 151,736 mm
1 1 
f c '.b  20  x 400
3 3 
Jadi dipakai tulangan ø10 – 150 mm untuk geser, dan tulangan tarik3ø16 untuk
lentur., dan tulangan tekan 2 - 16mm

Gambar 4. 5 Penulangan pada Tumpuan dan lapangan Balok

2). Studi Kasus Pada Balok T di daerah segmen bentang lapangan


Rancangan balok T pada daerah lapangan dapat dilakukan persegmen sesuai dengan
hasil statika momen per segmen pada bagian lapangan, dengan memberikan system
block pada tiap bentang balok. Pada daerah, dimana balok melentur postif sehingga
tarikan berada pada bagian bawah balok dan tekan berada pada atas balok dapat
diprediksi besarnya, pemanfaatan balok T juga dapat diberlakukan dengan perindahan
posisi garis lengkun Momen positif menuju momen negative dimana momen = nol, maka
pengunaan balok T dapat dipertimbangan untuk memanfaatkan tekanan pada material
beton bagian balok dan plat lantai selebar b efektif
Penerapan balok T dapat diaplikasikan pada tiap segmen lapangan bentang balok terbagi
pada segmen 1, 2,3 dan 4 dengan masing masing segmen

Gambar 4. 6 Penampang Balok T

Mencari Lebar efektif balok ( b ), dipilih yang terkecil di antara :


b = ¼ x L = ¼ x 1000 = 250
b = bw + 16 hf = 400 + (16 x 200) = 3600 mm
b = jarak p.k.p = 2000
1) Kontrol pada segmen lokasi 1 sebagai jarak 1/4 panjang bentang balok
M1 = 239065,050 N.m
Kontrol efektifitas penampang balok – T
Dianggap seluruh flent menerima desakan sepenuhnya.
 hf   200 
Mnf = 0,85.fc’.b.h  d   = 0,85.20.2000.200  784  
 2   2 

= 4651,2 x 106N.m
Mnf > Mi, maka balok berperilaku sebagai balok – T persegi,
Mencari nilai k dari kemampuan penampang balok
Mu 239065,050 x10 3
k= = = 1,215 Mpa
bd 2 0,8 x400 x784 2

0,85 fc'  2k  0,85 .20  2.1,215 


 perlu = 1  1   = 1  1  
fy   
0,85 fc'  
200  0,85 .20 

= 0,006
1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200

 perlu < min  =  perlu = 0,007

As =  bd = 0,007 x 400 x 784 = 2195,2 mm2


Dipakai baja tulangan 3ø32 (As = 2411,52 mm2)
NT = ND
Asf y 2411,52 x 200
a = = = 70,93 mm
0,85 f c ' b 0,85 x 20 x 400

a 70,93
c = = = 83,45 mm
1 0,85

d c  784  83,45 


fs = 600   = 600   = 5036,91Mpa > fy ..OK
 c   83,45 
 a  83,45 
Mn = As.fy  d   = (2411,52 x 200 ) x  784  
 2  2 
= 358002202 Nmm = 358002,202 Nm
Mn
= 1,616 Nm
Mu
Untuk angka keamanan perbandingan antara momen nominal dan momen
rencana lebih dari 1 sehingga dapat dikatakan aman
Cek daktailitas tulangan :

  0,510 d  
As max = 0,0319.hf b  bw   1
  
  hf 
  0,510 x784 
= 0,0319.200 2000  400   1
  200 
= 15309,9584 mm2
As min = min bd = 0,007 x 400 x 784 = 2195,2 mm2
Dengan demikian penampang balok memenuhi syarat daktailitas,

2) Pada titik segmen 2 dan 3 daerah dimana erbentuk momen maksimum .


M3 = 664486,250 N.m < Mnf = 4651,2 x 106 N.m
Maka perilaku balok diasumsikan sebagai balok – T persegi
Mu 664486,250 x10 3
k= = = 3,378 Mpa
bd 2 0,8 x400 x784 2

0,85 fc'  2k  0,85 .20  2.3,378 


 perlu = 1  1   = 1  1  
fy   
0,85 fc'  
200  0,85 .20 

= 0,019
1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200

0,85 fc'.1  600 


 max = 0,75  
fy  600  f 
 y 
0,85.20.0,85  600 
= 0,75  
200  600  200 
= 0,0406
min <  perlu <  max  = 0,019

As =  bd = 0,019 x 400 x 784 = 5958,4 mm2


Dipakai baja tulangan 8ø16 (As = 6430,72 mm2)
NT = ND
Asf y 6430,72 x 200
a = = = 189,138 mm
0,85 f c ' b 0,85 x 20 x 400

a 189,138
c = = = 222,515 mm
1 0,85

d c  (784  40 )  222 ,515 


fs = 600   = 600  
 c   222,515 
= 1408,853 Mpa > fy ......OK
 a  189,138 
Mn = As.fy  d   = (6430,72 x 200 ) x  744  
 2  2 
= 835261784 N mm= 835,261x103 Nm
Mn
= 1,25 Nm
Mu
Untuk angka keamanan perbandingan antara momen nominal dan momen
rencana lebih dari 1 sehingga dapat dikatakan aman
Tulangan disusun 2 lapis
daktual = 784 – 40 – 25 x 2 = 1438 mm
Gambar 4. 7 Penampang Penulangan balok tumpuan dan lapangan

3) Perhitungan balok diafragma untuk mengikat balok agar tidak terjadi perubahan
kesamping
Perhitungan balok diafragma hanya ditinjau dari momen penurunan (defleksi)
karena diasumsikan sebagai pengaku balok gelagar.
I = 1/12 bh3 = 1/12 x 25 x 503 = 260416 cm4 = 26 x 108 mm4

Mdl = = = 19,27 x 106 N mm


Mdl = Mu
mencari nilai
Mu 19,27 x106
k= = = 2,09 Mpa
bd 2
0,8 x 250 x 460 2

0,85 fc'  2k  0,85 .20  2.2,09 


 = 0,0085
 perlu = 1  1   = 1  1 
fy  0,85 fc'  200  0,85 .20 

1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200

0,85 fc'.1  600 


 max = 0,75  
fy  600  f 
 y 
0,85.20.0,85  600 
= 0,75  
200  600  200 
= 0,0406
min <  perlu <  max  = 0,0085

As =  bd = 0,0085x 250 x 460 = 977,5 mm2


Dipakai baja tulangan 2ø16 (As = 1205,76 mm2)
NT = ND
Asf y 1205 ,76 x 200
a = = = 56,75 mm
0,85 f c ' b 0,85 x 20 x 250

a 56,75
c = = = 66,76 mm
1 0,85

d c  460  66,76 


fs = 600   = 600   = 3534 Mpa > fy ......
 c   66,76 
 a  56,75 
Mn = As.fy  d   = (1205,76 x 200 ) x  460  
 2  2 
= 104,08 x 106 Nmm = 104,08 x 106 Nm
Mn
= 5,47 Nm
Mu
Untuk angka keamanan perbandingan antara momen nominal dan momen
rencana lebih dari 1 sehingga dapat dikatakan aman.

Gambar 4. 8 Penampang penulangan balok diafragma

4.2.5 Gaya Pada Tumpuan


Jembatan harus ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan pada tumpuan
bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari matrial jembatan akibat
perbedaan suhu atau akibat-akibat lain. Koefisien gesek karet dengan baja atau beton
adalah 0,15 sampai dengan 0,18.

1) Beban Khusus
Menurut PPJJR(1987)beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja
atau berpengaruh terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya
gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan.
2) Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton). Sedangkan besarnya
ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai:
Tumpuan rol

o Dengan 1 atau 2 rol : 0,01

o Dengan 3 rol atau lebih : 0,05

Gambar 4. 9 Landasan/Tumpuan Sendi Dan Roll

Gambar 4. 10 Varian Tumpuan /Landasan Lebih Dari 2 Roda Penumpu

Tumpuan gesekan bahan material landasan


o Antara tembaga dengan campuran tembaga keras = 0,15
o Antara baja dengan baja atau baja tuang = 0,25
o Antara karet dengan baja/beton = 0,15 sampai 0,18
Gambar 4. 11 Tumpuan typi kaet Elastometric

tumpuan-tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratan spesifikasi dari


pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan atas hasil percobaan.

3) Konstruksi Bawah Jembatan


Beberapa syarat untuk pekerjaan pondasi dangkal yang harus diperhatikan. 1)
memiliki fungsi mampu mendukung dan menyalurkan dengan baik beban konstruksi
yang dipikulnya ke bada tanah.2) memiliki nilai struktural tidak mengalami penurunan
dan tidak berubah bentuk saat pembebanan terjadi..Kegunaan Struktur pondasi adalah
bagian dari suatu sistem rekayasa teknik yang mempunyai fungsi untuk memikul beban
konstruksi dan beban luar yang bekerja serta beratnya sendiri konstruksi dan pada
akhirnya didistribusikan dan disebarkan pada lapisan tanah dan batuan yang berada
dibawahnya untuk distabilisasi menjadi bagian sebaran gaya dan tegangan..

4) Pemilihan Konstruksi Pondasi Jembatan


Pemilihan pondasi sebagai landasan /tumpuan berfungsi untuk menyalurkan beban
bangunan ke lapisan tanah sehingga tanah dapat mereduksi beban beban konstruksi
melalui kekuatan lapisan tanah. Maka diperlukan pertimbangan untuk menentukan
kelayakan jenis pondasi didasarkan antara lain
1) Faktor Tanah
a) Struktur lapisan tanah memiliki jenis dan macam tanah, bagaimanan struktur tanah
memberikan rekasi akibat pembebanan konstruksi bangunan .
b) kekuatan tanah.(σt), sebelum digunakan tanah harus melalui pengujian kekuatan
tanah melalui uji triaksial, uji geser dan butiran gradasi
c) kedalaman rencana pondasi (h) yang dipilih, kedalaman tanah keras mempengaruhi
pada posisi kekuatan pondasi dangkal dan pondasi dalam misal untuk kemampuan
tiang pancang.
d) letak permukaan air tanah, posisi air tanah pada kondisi normal, jenuh dan kering
dapat memberikan pertimbangan catatan dalam pembuatan pondasi
2) Faktor beban.
a) Jumlah lantai bangunan, meliputi, fungsi, kegunaan memberikan factor beban
tersendiri dari bangunan.
b) tinggi bangunan, ketinggian bangunan yang direncanakan dapat mempengaruhi
posisi pilihan pondasi.
c) Bahan dan dimensi penampang, panjang bentang dari komponen struktur dapatt
memberikan pilihan dalam penentuan pondasi.
Penentuan jenis dan macam pondasi serta bentuk model pondasi didasarkan pada
beban, kemudahan pengerjaan dan pembiayaan konstruksi, letak daya dukung tanahyang
baik dari sisi tegangan bahan tanah merupakan faktor utama untuk menentukan macam
dan model/ bentuk. Dibawah ini tabel yang mengambarkan bentuk model pondasi yang
dipilih sesuai dengan kedalaman dan kemampuan daya dukung tanah.
Tabel 4. 2 Model Pondasi pada kedalaman konstruksi

Sumber Mekanika tanah (Suyono S. 1983)

5) Jenis Pondasi Jembatan


Pemilihan jenis pondasi didasarkan pada kemampuan mereduksi beban konstruksi
dalam bentuk kesatuan dalam suatu bangunan, jenis pondasi dibedakan1) pondasi
dangkal dan 2) pondasi dalam.
1).Pondasi Dangkal
Pondasi dari bahan masif dapat berupa bentuk segi empat, lingkaran atau bentuk
lain dari bahan beton, batu kali, bata, gabungan konstruksi yang berada pada
kedalaman < 3 meter berlandaskan pada lapisan tanah yang memiliki kekuatan
dukung baik, macam pondasi dangkal ditinjau dari bahan konstruksi, bentuk. bila
tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau ke dalamam 2-3 m
2).Pondasi Dalam
Pondasi dari bahan masif bentuk segi empat, bulat yang dimasukan kedalam tanah
hingga mencapai lapisan tanah keras sebagai lapisan dukung pondasi, dengan susunan
poda posisi simetris berangkai dengan ikatan plat dan rib pada bagian ujung atas
pondasi

4.2.6 Kelompok Jenis Pondasi


1) Pondasi dangkal dapat dikategorikan berdasarkan bentuk dan kedalaman dari muka
tanah asal
 Pondasi plat setempat (telapak).
 Pondasi batu kali dan plat Menerus (lajur).
 Pondasi Rakit (raft fondation).
 Pondasi Konstruksi Sarang Laba-laba.
2) Pondasi dalam dapat dikategorikan berdasarkan bentuk, kedalamam dan kedalaman
dari muka tanah asal
 Pondasi Tiang Pancang.
 Pondasi Bored Pile.
 Pondasi Franki Pile.
 Pondasi Sumuran.

4.2.7 Beban dan Gaya selama Pelaksanaan Abutmen


Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan syarat-syarat
pelaksanaan.

4.2.8 Merencana Stabilitas Abutment Jembatan


Abutment adalah bangunan bawah yang pada umumnya terletak disebelah bawah
bangunan jembatan.. Fungsinya sebagai penerima atau pemikul beban-baban yang
diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkannya ke pondasi. Beban-beban
tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah. Suyono. (1982) dalam Suwono
(1989) stabilitas abutment sebagai berikut :
1) Syarat aman terhadap guling
Dimana :
Guling akan terjadi jika momen yang menyebabkan guling melampui momen yang
menahan.

SF = ∑ >2

2) Syarat aman terhadap geser


Geserakan terjadi jika gaya yang menyebabkan geser melampaui syarat yang sudah
ditentukan.


>2

3) Syarat aman terhadap eksentrisitas


∑ ∑
e= ∑

4) Kontrol terhadap tegangan



σ= ( )

σmaks = Qall
σmin ≤ Qall
dimana Q adalah tegangan yang di izinkan

SF Safety factor
V Total gayavertikal
H Total gayahorisontal
C Nilaiadhesipondasi
Ab Luaspondasi
My Total momenLengan x
Mx Total momenLengan y
E Eksentrisitas

Σ Tegangan
Gambar 4. 12 Reaksi Tanah Aktif
B Lebarpondasi
L Bentang/panjangpondasi

5) Batas –batas penulangan


Menurut Peraturan Beton Indonesia (PBI.1971, dan SNI ) batas – batas
penulangan dapat diperoleh sebagai berikut :
Dimana Mh (momem horisontal) maksimal diambil dari hasil kombinasi pembeban
dari masing masing kombinasi, formula perhitungan dapat dijelaskan dibawah ini
 Mu = 1,6 x Mh( SKSNI – T – 15 – 1991 – 03 )

 Mu =

 Mn = Mu / Ø ≤
 Rn =

Kebutuhan koefisin penulangan

 ρ perlu = { √ ( )}

 ρ min =

kebutuhan Tulangan pokok :


As = ρ minx b x d
kebutuhan Tulangan bagi :
As bagi = 20 % . As pokok
Kontrol tulangan geser pada penampang
Ø Vc = √

Av = 2 . ¼ . π . d2

S =

Vsada =

Vsada> Vsperlu ......................(aman)

6) Tekanan Tanah
Menurut Potma (1959) dalam Suwono (1989) tekanan tanah aktif dari material
diluar abutmen diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Ka = tg2[ ]

Koefisien tanah diperlukan untuk menghitung gaya yang bekerja permeter dari
lebar tekanan tanah aktif, dengan rumus sebagai berikut :
Ta1 = q x Ka x H
Ta2 = 0,5 x γ x Ka x H2
Ta total = Ta1 + Ta 2
Dimana :
- Ka = Koefisien tanah
- Q = Beban merata
- H = Tinggi abutmen
- Ta =Tekanan aktif

Gambar 4. 13 Tekanan Aktif Pada Dinding Abutmen

4.2.9 Rancangan Pemancangan


Pada bagian ini dijelaskan rumus dari sumber Potma (1959) umumnya masih banyak
dipakai rumus-rumus sederhana dalam pemancangan, didasarkan pada kedalaman pile
yang dimasukan kedalam lapisa tanah yaitu :
1) Pada pemancangan tiang pendek mengunakan Rumus EYTELWUN:

( )
ukuranya : dalam Kg atau cm.

P = Beban tiang yang diizinkan.


M = Berat balok pancang, didasarkan dari ukuran dan berat jenis material
yang dipakai ( luas penampang ( x panjang tiangx berat jenis material)
m = Berat tiang hammer
H = Tinggi jatuh balok pancang.
h = Besar benanam tiang pancang masuk ketanah ketika pukulan terakhir.
V = Koefisien keamanan ( 5 ).
Beban tiang diketahui, ketika besar benaman tiang masuk kedalam lapisan tanah yang
diperkenankan dapat diketahui ( ) sbb :

( )
Tongkeng yang diperkenankan jadi : 30

2) Mengunakan rumus pendekatan teori ROTTERDAM


Kekuatan tiang didasarkan pada

( )
( Tongkeng = stuit )

Dengan ketentuan
= untuk tiang-tiang kayu = 1.00
V = Untuk tiang-tiang beton = 0,45

3). Pendekatan dengan teori . RUMUS BRISC :


Kekuatan tiang didasarkan pada

( )
dimana dipakai nilai jenis tiangV dipakai = 4)

4). Pendekatan mengunakan pada tanah lunak teori RUMUS REDTENBACHER


Kekuatan tiang

R= Axh + VxAx2hx2A = H.

R = Beban kritis

A=

E = Modulus kenyal bahan tiang .(untuk kayu 100.000 kg/cm2).


F = Penampang tiang rata-rata
L = Panjan tiang
h = Benaman pada tiang ketika pukulan hamer terakhir
M = Berat balok pancang
m = Berat tiang
H = Tinggi jatuh setelah dibagi ( H = tinggi jatuh dibagi 1,75 )

Berdasarkan rumus diatas R dapat diketahui :


Dimana nilai

Beban tiang yang diperkenankan adalah :

P= R

Tongkeng yang diperkenankan pada nilai h didapat dengan memakai h = 0,


maka didapat R (Stuit).
ambil R1 = 0,85 R besaran nilai dimasukkan dalam rumus sebagai R dan dihitung
benaman tiang pada pukulan terahir yang diperkenankan ( ).
Maka pendekatan Tongkeng yang diperkenankan kedalaman : 30

Anda mungkin juga menyukai