Model jembatan beton balok-T (T-Beam) merupakan jembatan beton yang terdiri atas
gelagar utama arah longitudinal yang berbentuk balok-T dengan slab beton yang
membentangi diantara gelagar (Sutami.1976). Jembatan tipe ini digunakan secara luas dalam
konstruksi jalan raya tersusun dar slab beton yang didukung secara integral dengan gelagar.
Pada konstruksi balok-T, bagian sayap dan badan
balok harus dibuat menyatu (monolit) atau harus dilekatkan secara efektif sehingga menjadi
satu kesatuan (SNI, 2002:56).
Penggunaannya akan ekonomis pada bentang 40-80 ft (± 15-25 m) pada kondisi
normal tanpa ada kesalahan pekerjaan. Karena kondisi lalu lintas atau batasan-batasan ruang
bebas, konstruksi beton pracetak atau beton prategang dimungkinkan untuk digunakan. Akan
tetapi perlu dijamin penyediaan tahanan geser dan daya lekat pada pertemuan gelagar dan
slab untuk diasumsikan sebagai satu kesatuan struktur balok-T.
Bila gelagar searah dengan arah lalu lintas, tulangan utama slab diletakkan pada arah
tegak lurus arah lalu lintas tersebut (arah melintang). Pada slab dengan tupuan sederhana,
bentang jembatan diambil jarak dari pusat ke pusat tumpuan tetapi tidak perlu lebih dari
jarak bersih, ditambah tebal slab. Untuk slab menerus diatas tumpuan lebih dari dua buah
gelagar, jarak bersih termasuk sebagai panjang bentang.
Menurut Sutami dalam Supriyadi (2007:69) mengemukakan bahwa rasio tinggi balok
dan panjang bentang yang digunakan dalam jembatan balok-T biasanya antara 0,065-
0,075. Tinggi balok yang ekonomis akan diperoleh bila jumlah tulangan desak pada
tumpuan bagian dalam (interior support) sesedikit mungkin. Jarak gelagar ekonomis
biasanya berkisar 7-9 ft (± 2-3 m) dengan slab yang menonjol (overhang) maksimal 2 ft 6
in (± 2 m). Bila slab dibuat menjadi satu kesatuan dengan gelagar, lebar efektif dalam
desain tidak boleh lebih dari jarak pusat ke pusat gelagar, seperempat panjang bentang
gelagar, seperempat panjang bentang gelagar atau 12 kali tebal slab terkecil ditambah
lebar badan gelagar. Untuk gelagar terluar, lebar efektif kantilever tidak boleh lebih dari
setengah jarak bersih terhadap gelagar berikutnya, atau seperduabelas panjang bentang
atau 6 kali tebal slab.
Untuk balok berusuk yang dapat dilihat dibawah lantai dan menyatu dengan lantai,
harus dibuat kesepakatan mengenai lebar efektif flens. Pada SKSNI T15-1991-03 Pasal
3.1.10 dicantumkan ketentuan untuk lebar efektif balok T yang harus ditetapkan. Total
lebar efektif dari balok T tidak boleh melebihi seperempat bentang balok l dan lebar
efektif dari flens yang membentang pada tiap sisi badan balok sebesar 8 kali tebal plat atau
diperhitungkan sebesar setengah jarak bersih dari badan balok yang bersebelahan.
Untuk balok T berlaku:
b = bw + b1 + b2 < ¼ l
Dengan bw adalah lebar badan balok dari penampang persegi
b1 = 8 x h1 atau ½ L1
b2 = 8 x h2 atau ½ L2
Untuk balok yang berbentuk L ditetapkan b = bw + b1 dengan b1 adalah harga terkecil
dari b1 = 1/12 l atau 6 h, ataupun ½ L1
Gambar 4. 3 Penampang Balok T dengan Diagram Regangan dan Tegangan (C < H1)
Di dalam perhitungan sebuah balok dianggap sebagai balok T maka berarti seluruh
daerah tekan harus terdapat pada daerah flens (c < h1), hal ini sesuai dengan yang
ditunjukkan pada gambar dibawah.
Bila c < h1 maka balok dapat dianggap sebagai balok persegi dengan lebar b (sebagai
pengganti bw) dan tinggi efektif d. Jika a = 0,85 c terletak pada daerah flens berarti tak
memadai. Dalam diagram - beton yang diskematisasikan, tanpa diperpendek tinggi dari
daerah tekan ditetapkan sama dengan c.
Hanya dalam hitungannya diasumsikan a = 0,85 c. Oleh karena penampang beton di
bawah garis netral dianggap retak, maka sebagai sisanya penampang “persegi empat”
balok b x h yang telah retak diabaikan sehingga tergambar bentuk balok T.
Bila c > h1 maka seperti pada gambar Oleh karena daerah tekan kini tidak terbatas
sampai diflens saja, maka perhitungan momen disini berdasarkan bentuk balok dengan
ukuran bwxh. Pada balok T yang ditumpu menerus, letak flens terdapat disekitar tumpuan
pada balok bagian tarik. Pada titik tumpuan, balok T dihitung sebagai balok persegi (b w x
h).
Gambar 4. 4 Penampang Balok T dengan Diagram Regangan dan Tegangan (C > H1)
= 0,005
Mencari nilai koefisien penulangan pada balok tulangan tunggal apa ganda
1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200
a 70,93
c = = = 83,45 mm
1 0,85
1 1
Vc = fc'.b.d = 20 x 400 x 784 = 467487,277 N
3 3
1 1
ø. Vc = x 0,6 x 467487,277 = 140246,183 N < Vu maka perlu
2 2
Rancangan Sengkang
jarak sengkang yang diperlukan dicari
1 1
Smaksimum = d = x 784 = 392 mm
2 2
Atau jarak sengkan mksimun
Smaksimum = 600 mm
digunakan spasi jarak = 300 mm, dengan luas tulangan minimum :
1 1
f c '.b.s 20 x 400 x300
=
3
Av min = 3 = 894,427 mm2
fy 200
= 4651,2 x 106N.m
Mnf > Mi, maka balok berperilaku sebagai balok – T persegi,
Mencari nilai k dari kemampuan penampang balok
Mu 239065,050 x10 3
k= = = 1,215 Mpa
bd 2 0,8 x400 x784 2
= 0,006
1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200
a 70,93
c = = = 83,45 mm
1 0,85
= 0,019
1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200
a 189,138
c = = = 222,515 mm
1 0,85
3) Perhitungan balok diafragma untuk mengikat balok agar tidak terjadi perubahan
kesamping
Perhitungan balok diafragma hanya ditinjau dari momen penurunan (defleksi)
karena diasumsikan sebagai pengaku balok gelagar.
I = 1/12 bh3 = 1/12 x 25 x 503 = 260416 cm4 = 26 x 108 mm4
1,4 1, 4
min = = = 0,007
fy 200
a 56,75
c = = = 66,76 mm
1 0,85
1) Beban Khusus
Menurut PPJJR(1987)beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja
atau berpengaruh terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya
gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan.
2) Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton). Sedangkan besarnya
ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai:
Tumpuan rol
σmaks = Qall
σmin ≤ Qall
dimana Q adalah tegangan yang di izinkan
SF Safety factor
V Total gayavertikal
H Total gayahorisontal
C Nilaiadhesipondasi
Ab Luaspondasi
My Total momenLengan x
Mx Total momenLengan y
E Eksentrisitas
Σ Tegangan
Gambar 4. 12 Reaksi Tanah Aktif
B Lebarpondasi
L Bentang/panjangpondasi
Mu =
Mn = Mu / Ø ≤
Rn =
ρ perlu = { √ ( )}
ρ min =
Av = 2 . ¼ . π . d2
S =
Vsada =
6) Tekanan Tanah
Menurut Potma (1959) dalam Suwono (1989) tekanan tanah aktif dari material
diluar abutmen diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Ka = tg2[ ]
Koefisien tanah diperlukan untuk menghitung gaya yang bekerja permeter dari
lebar tekanan tanah aktif, dengan rumus sebagai berikut :
Ta1 = q x Ka x H
Ta2 = 0,5 x γ x Ka x H2
Ta total = Ta1 + Ta 2
Dimana :
- Ka = Koefisien tanah
- Q = Beban merata
- H = Tinggi abutmen
- Ta =Tekanan aktif
( )
ukuranya : dalam Kg atau cm.
( )
Tongkeng yang diperkenankan jadi : 30
( )
( Tongkeng = stuit )
Dengan ketentuan
= untuk tiang-tiang kayu = 1.00
V = Untuk tiang-tiang beton = 0,45
( )
dimana dipakai nilai jenis tiangV dipakai = 4)
R= Axh + VxAx2hx2A = H.
R = Beban kritis
A=
P= R