OBLIGASI SYARIAH
1
6. Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik
usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
7. Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten (bila
sesuai dengan ketentuan).
8. Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
9. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang.[2]
“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok.” (Q.S Luqman:34)
“Allah memberikan rahmat-Nya pada setiap orang yang bersikap baik ketika
menjual,membeli dan membuat suatu pernyataan.” (HR Bukhari)
1. Obligasi Mudharabah
Obligasi Mudharabah adalah skema kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan
atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan menggunakan term
2
indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja
pendapatan yang dibagihasilkan.[3]
Alasan memilih penerbitan obligasi syariah dengan struktur mudharabah, dikarenakan
obligasi syariah mudharabah ini telah memiliki pedoman khusus, yaitu dengan disahkannya
Fatwa No. 33/DSN-MUI /IX/2002. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa obligasi syariah
mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah. Selain itu
pemilihan obligasi mudharabah juga disebabkan karena :
a. Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang
relatif panjang.
b. Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing).
c. Mudharabah merupakan pencampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha)
sehingga menjadikan strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan
jaminan (collateral) atas asset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang
menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas asset yang didanai.
d. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur mudharabah dan bai bi-
tharman ajil menjadi mudharabah dan ijarah.
3
Pihak-pihak yang terlibat dalam obligasi mudharabah adalah investor, (sukuk
holders atau shahibul maal), Special Purpose Vehicle (SPV) atau Kontrak Investasi Kolektif
(KIK), dan perusahaan (emiten atau mudharib). Investor membeli sukukmudharabah setelah
mempertimbangkan prospectus yang diterbitkan oleh perusahaan dan informasi-informasi
lain yang relevan. Investor yang membeli sertifikat sukuk mudharabah berarti telah menjadi
shahibul maal bagi emiten yang komposisinya adalah sebesar rasio total nilai sertifikat sukuk
dibagi total modal yang dibutuhkan. Komposisi ini juga merupakan porsi bagian pembagian
hasil dari pengelolaan dana.
Total modal yang terkumpul pada SPV dan para investor diberikan kepada Mudharib
(emiten) oleh SPV. Pembagian hasil antara SPV dan emiten didasarkan atas nisbah yang
disepakati antara SPV dan emiten.
Pendapatan bagi hasil akan diterima secara periodik oleh SPV sesuai nisbahnya,
kemudian SPV akan membagikannya secara periodik kepada para
pemegang sukukmudharabah sesuai dengan komposisi kepemilikan masing-
masing sukuk. Pokok sukukakan dibayar kembali pada saat jatuh tempo sebesar nilai
penyertaan masing-masing investor.
2. Obligasi Ijarah
Ijarah adalah pemilikan hak atas manfaat penggunaan suatu asset sebagai ganti
pembayaran. Obligasi ijarah adalah surat berharga yang berisi akad pembiyaan berdasarkan
prinsip syariah yang diterbitkan oleh perusahaan (emiten), pemerintah atau institusi lainnya
yang mewajibkan penerbit obligasi untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
berupa fee hasil penyewaan asset serta membayar dana pokok obligasi pada saat jatuh
tempo.[4]
Penerbitan obligasi ijarah ini harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional-MUI melalui Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004
tentang obligasi syariah ijarah. Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa obligasi syariah ijarah
adalah obligasi yang berdasarkan akad ijarah dengan memperhatikan substansi Fatwa Dewan
Nasional Syariah-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.
Dalam praktik, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Investor sebagai penyewa (musta‟jir) dan emiten sebagai perwakilan (agent) investor dan
pemilik properti sebagai orang yang menyewakan properti (mu‟jir). Dengan cara ini ada dua
jenis kontrak yaitu: kontrak antara investor dengan emiten disebut kontrak wakala (agent
contract) dan kontrak antara emiten dengan pemilik properti disebut kontrak ijarah.
b. Investor menyewakan properti kepada emiten dengan kontrak ijarah dan menerbitkan
obligasi syariah ijarah. Emiten wajib membayar margin/fee kepada investor dan membayar
dana obligasi syariah setelah waktu yang telah ditetapkan (pada waktu obligasi jatuh tempo).
4
Struktur Obligasi Syariah Ijaroh
5
BAB II
REKSADANA SYARIAH
6
3). Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan
syariah Islam.
7
b). Perusahaan yang secara khusus bergerak sebagai perusahaan manajemen investasi (PMI)
atau investment manajemen company.
2). Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak sebagai
penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana. Dana yang terkumpul dari
sekian banyak investor bukan merupakan bagian kekayaan manajer investasi maupun bank
kustodian, tetapi milik para investor yang disimpan atas nama reksadana dari bank kustodian.
Baik manajer investasi maupun bank kustodian yang akan melakukan kegiatan ini terlabih
dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam.
3). Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar uang (bank) dan
pengawas yang dilakukan oleh Bapepam.
8
Tindakan yang dimaksud ayat 1 meliputi:
Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
Bai al-Ma’dum yaitu melakukan penjualan atas barang yang belum dimiliki (short
selling);
Insider trading yaitu menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai
informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang;
Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah)
hutangnya lebih dominan dari modalnya.
Kondisi Emiten yang Tidak LayakSuatu Emiten tidak layak diinvestasikan oleh Reksa Dana
Syariah:
apabila struktur hutang terhadap modal sangat bergantung kepada pembiayaan dari
hutang yang pada intinya merupakan pembiayaan yang mengandung unsur riba;
apabila suatu emiten memiliki nisbah hutang terhadap modal lebih dari 82% (hutang
45%, modal 55 %);
apabila manajemen suatu perusahaan diketahui telah bertindak melanggar prinsip
usaha yang Islami.
9
Perhitungan hasil investasi yang dapat diterima oleh Reksa Dana Syari’ah dan hasil
investasi yang harus dipisahkan dilakukan oleh Bank Kustodian dan setidak-tidaknya
setiap tiga bulan dilaporkan kepada Manajer Investasi untuk kemudian disampaikan
kepada para pemodal dan Dewan Syari’ah Nasional.
Hasil investasi yang harus dipisahkan yang berasal dari non halal akan digunakan
untuk kemaslahatan umat yang penggunaannya akan ditentukan kemudian oleh
Dewan Syari’ah Nasional serta dilaporkan secara transparan.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Fatwa DSN MUI No 33/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syariah adalah suatu
surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten
kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo. Setelah perusahaan menerbitkan obligasi syariah, maka
perusahaan tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah
tersebut. Prinsip obligasi syariah antara lain: Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau
suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah
untuk menentukan manfaat yang timbul.
Dasar hukum obligasi syariah mudharabah adalah : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu.” (Q.S Al-Maidah:1)
Obligasi Syariah sebagai sumber pendanaan dan sekaligus investasi, memungkinkan
berbagai bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan dari riba.
Berdasarkan pengertian obligasi syariah, maka obligasi syariah dapat memberi : Bagi hasil
berdasarkan akad Mudharabah, Muqaradhah, Qiradh atau Musyarakah.
Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman Pelaksanaan ini akan diatur kemudian oleh
Dewan Syari’ah Nasional.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul dan Mustofa Edwin Nasution. 2007. Investasi Pada Pasar Modal
Syariah.Jakarta: Kencana.
Huda, Nurul dan Mustofa Edwin Nasution. 2009. Current Issues Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Prenada Media.
Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Obligasi Syariah@hendrakholik.net
Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Prenada Media.
Sofiani Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Investasi
Halal di Reksa Dana Syari’ah, cet.1 (Jakarta : Renaisan,2005), hal. 16.
Ibid, hal.32.
Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional
Syari’ah, SistemKeuangan dan Investasi Syari’ah, cet.I,(Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 33-36.
12