Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,
manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini
cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan
tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial,
pengangguran, masalah dalam pernikahan, krisis ekonomi, tekanan pekerjaan
dan diskriminasi meningkatkan resiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati,
2005 dalam Wijayanti et al 2013).
Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat,
termasuk skizofrenia, mencapai 1,7 per mil atau 1-2 orang dari 1.000 warga
di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebagian besar belum mendapat
pengobatan yang tepat (http://www.depkes.go.id diperoleh tanggal 10 Juli
2018).
Secara umum gangguan jiwa dibedakan menjadi dua kategori yaitu
psikotik dan non-psikotik yang meliputi gangguan cemas, psikoseksual,
kepribadian, alkoholisme, dan menarik diri. Gangguan jiwa psikotik meliputi
gangguan jiwa organik dan non- organik. Gangguan jiwa organik meliputi
delirium, epilepsi dan dimensia, sedangkan gangguan jiwa non-organik
meliputi skizofrenia, waham, gangguan mood, psikosa (mania, depresi),
gaduh, gelisah, dan halusinasi (Kusumawati, 2010 : 48).
Halusinasi merupakan gejala mayor dari skizofrenia. Meskipun bentuk
halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri
individu atau dari luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara
nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal atau multipel (Yosep, 2009 : 34).

1
2

Penanganan klien dengan halusinasi memerlukan perhatian oleh tim


kesehatan karena apabila halusinasi tidak ditangani dengan secara baik, maka
dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain
dan juga lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan halusinasi dengar klien
sering berisikan perintah melukai dirinya sendiri maupun orang lain (Rogers,
et al., 1990 dalam Dunn & Birchwood, 2009 dalam Wahyuniet al., 2011).
Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit antara lain
melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok,
melatih kemampuan klien dengan stimulus dan melatih keluarga untuk
merawat pasien dengan halusinasi.
Berdasarkan prevalensi yang ada dan beratnya masalah jika tidak
diatasi maka timbul pertanyaan kelompok, “Bagaimana Asuhan Keperawatan
pada Tn A dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
yang mengalami gangguan sensori persepsi : halusinasi
b. Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sensori persepsi : halusinasi
c. Memberikan saran dan alternatif pemecahan masalah terhadap
hambatan yang ditemukan pada pelaksanaan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi.

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Penulis mengumpulkan daftar
3

pustaka yang berhubungan dengan masalah halusinasi dan menggunakannya


sebagai acuan teoritis.

D. Manfaat Penulisan
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk :
1. Profesi perawat
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di
rumah Sakit Jiwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan jiwa khususnya dengan masalah gangguan sensori persepsi:
halusinasi.
2. Keluarga
Memberikan pengetahuan serta masukan kepada keluarga tentang
cara menangani, merawat, mencegah kekambuhan dan dapat
berkomunikasi dengan baik kepada anggota keluarga yang mengalami
gangguan sensori persepsi: halusinasi.
3. Institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dan referensi bagi institusi pendidikan
dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang
akan datang.
4. Penulis
Menambah pengalaman dalam mengaplikasikan asuhan
keperawatan jiwa khususnya pada klien dengan gangguan sensori
persepsi: halusinasi.

E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan teoritis meliputi: konsep dasar gangguan jiwa
(definisi, klasifikasi dan penyebab gangguan jiwa), konsep
halusinasi (definisi, jenis-jenis halusinasi, proses terjadinya
4

halusinasi), penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan


medis
BAB III : Teori asuhan keperawatan yang terdiri dari: pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
BAB IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Bab ini berisi tentang konsep gangguan sensori persepsi halusinasi dan
konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi.

A. Pengertian
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai gangguan sensori persepsi
dimana tidak adanya stimulus eksternal. Jenis halusinasi yang sering terjadi
adalah pendengaran (mendengar suara-suara), penglihatan (melihat seseorang
atau sesuatu), penciuman, pengecapan dan perabaan (Varcarolis et al., 2006 :
395)
Halusinasi adalah satu gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2011 : 147).
Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling
sering adalah suara orang, berbicara pada klien atau membicarakan klien.
Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat berupa suara orang yang dikenal
atau tidak dikenal. Berbentuk halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh
klien untuk mengambil tindakan, seringkali membahayakan diri sendiri atau
orang lain dan dianggap berbahaya (Videbeck, 2008 : 362).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa
adanya objek yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah dimana
klien mendengar suara, terutama suara-suara orang yang membicarakan apa
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal
dan kemudian diikuti oleh klien.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor Predisposisi (penyebab)
6

Tidak ada hal yang menyebabkan skizofrenia. Skizofrenia adalah


hasil akhir dari interaksi kompleks antara ribuan gen dan banyak faktor
risiko lingkungan, tidak ada penyebab tunggal dari skizofrenia. Skizofrenia
adalah gangguan neurobiologis kompleks sirkuit otak neurotransmitter,
defisit neuroanatomikal, kelaianan neuroelektrikal dan disregulasi
neurosirkulatori.
a. Genetik
Genetik memainkan peran pada skizofrenia tetapi sulit untuk
memisahkan pengaruh genetik dan lingkungan. Tujuan dari penelitian
genetik adalah untuk memetakan kerentanan genetik yang dapat
mengembangkan skizofrenia dan kemudian mengembangkan tindakan
genetik sebagai modalitas tritmen. Cacat genetik tertentu
menyebabkan skizofrenia belum teridentifikasi, namun kemajuan
telah dibuat ke arah mengidentifikasi mekanisme dan lokasi gen
potensial.
b. Neurobiologi
Studi menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan
neurokimia dalam kehidupan dan otak postmortem orang dengan
skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa korteks prefrontal dan
korteks limbik mungkin tidak sepenuhnya berkembang pada otak
orang dengan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi (pencetus)


a. Biologis
Salah satu stressor yang mungkin adalah gangguan umpan
balik otak yang mengatur jumlah informasi yang dapat diproses pada
waktu tertentu. Penurunan fungsi lobus frontal mengganggu
kemampuan untuk melakukan umpan balik ini. kemampuan untuk
mengatur ganglia basalis menjadi menurun dan akhirnya transmisi
pesan melambat dan transmisi ke lobus frontal tidak pernah terjadi.
Hasilnya adalah pengolahan informasi berlebihan.
7

Stressor biologis lain yang mungkin terjadi adalah mekanisme


gating yang tidak normal. Penurunan gating ditunjukkan dengan
ketidakmampuan seseorang menyeleksi rangsangan yang ada.

b. Gejala pemicu
Stres tertentu sering mendahului episode baru dari penyakit ini.
Pemicu umum respon neurobiologis berkaitan dengan kesehatan,
lingkungan, sikap dan perilaku. Klien dengan skizofrenia dapat belajar
mengenali pemicu yang biasanya direspon sangat reaktif.

3. Penilaian terhadap stressor


Model diatesis stres menyampaikan bahwa gejala skizofrenia
berkembang berdasarkan pada hubungan antara jumlah stres yang dialami
oleh seseorang dan ambang batas toleransi stres internal. Model ini penting
karena hal tersebut mengintegrasikan faktor biologis, psikologis dan sosial
budaya.

4. Sumber Koping
Gangguan jiwa adalah penyakit menakutkan dan sangat
menjengkelkan yang membutuhkan penyesuaian oleh klien dan keluarga.
Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua tentang penyakit,
ketersediaan ruangan, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan
untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan, memperngaruhi jalannya
penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi.

5. Mekanisme Koping
Pada fase gangguan jiwa aktif, klien menggunakan beberapa
mekanisme pertahanan yang tidak disadari sebagai upaya untuk
melindungi diri dari pengalaman menakutkan oleh penyakit mereka.
8

a. Regresi berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan


pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya untuk mengelola
ansietas, menyisakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari.
b. Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi yang
membingungkan dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang
lain atau sesuatu.
c. Menarik diri berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan
keasyikan dengan pengalaman internal.
d. Pengingkaran sering digunakan oleh klien dan keluarga. Mekanisme
koping ini adalah sama dengan penolakan yang terjadi setiap kali
seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan
ansietas.

6. Rentang Respon (adaptif-maladaptif)


Rentang respon neurobiology meliputi kontinum dari
responadaptif, seperti pemikiran logis dan persepsi yang akurat kerespon
maladaptive seperti distorsi pemikiran dan halusinasi.

Respon adaptif Respon maladaptif

a. Pikiran logis a. Pikiran kadang a. Gangguan

b. Persepsi akurat menyimpang pikiran/waham

c. Emosi konsisten b. Ilusi b. Halusinasi

dengan c. Reaksi emosional c. Kesulitan untuk

pengalaman berlebihan/kurang memproses

d. Perilaku sesuai d. Perilaku ganjil/tidak emosi

e. Hubungan sosial e. lazim d. Ketidakteraturan

f. Menarik diri e. Isolasi sosial

Rentan Respon Halusinasi menurut Stuart (2013 hal 293)


9

C. Pohon Diagnosa
Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan persepsi sensori : halusinasi Core problem

Isolasi sosial Cause

Harga diri rendah

D. Diagnosa Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Pengkajian
Pengkajian menurut Keliat (2009 : 80) meliputi aspek identitas
klien, alasan masuk, factor predisposisi, factor presipitasi, fisik,
psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme
koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek
medis.
Proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan menurut
Keliat (2009 hal 109) adalah sebagai berikut :
1) Jenis dan isi halusinasi
Jenis halusinasi menurut data objektif dan subjektifnya.
Data objektif dapat dikaji dengan melakukan wawancara dengan
pasien. Melalui data ini, perawat dapat mengetahui isi halusinasi
klien.
2) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami klien. Hal ini dilakukan untuk
menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi
10

dan untuk menghindari situasi yang menyebabkan munculnya


halusinasi sehingga klien tidak larut oleh halusinasinya.
3) Respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan klien ketika
halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan pada klien
tentang perasaan atau tindakan klien saat halusinasi terjadi.
Perawat dapat mengobservaasi perilaku klien saat halusinasi itu
muncul

2. Diagnose
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi adalah sebagai berikut (Keliat, 2009 hal
113):
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

E. Rencana Tindakan Keperawatan


Setelah diagnosa keperawatan ditetapkan, perawat melakukan
tindakan keperawatan bukan hanya pada klien, tetapi kepada keluarga juga.
Tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi adalah
sebagai berikut (Keliat, 2009 hal 113) :
Tindakan keperawatan untuk klien :
1. Bina hubungan saling percaya
Prinsip komunikasi terapeutik dengan cara sapa klien dengan ramah baik
secara verbal maupun nonverbal, perkenalkan diri dengan sopan,
tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan klien
2. Bantu klien mengenal halusinasi
Perawat dapat bediskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar, dilihat atau dirasa), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan terjadinya halusinasi muncul dan respon pasien saat
halusinasi muncul.
11

3. Latih pasien mengontrol halusinasi


Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat
mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien. Keempat
cara tersebut meliputi :
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.
Pasien dilatih mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak memedulikan halusinasinya.
Tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam
mengajarkan pasien adalah sebagai berikut :
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik
3) Meminta pasien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien
b. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu
mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang
lain, terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
c. Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur.dengan
beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi.
Tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas
yang terjadwal yaitu :
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
3) Melatih pasien melakukan aktivitas
12

4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas


yang telah dilatih.
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan
d. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Pasien juga harus dilatih untuk minum obat secara teratur
sesuai dengan program terapi dokter. Berikut ini intervensi yang
dapat dilakukan perawat agar pasien patuh minum obat :
1) Jelaskan kegunaan obat
2) Jelaskan akibat jika putus obat
3) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
4) Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis)

4. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi

Anda mungkin juga menyukai