Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PSIKOLOGI

KESULITAN BELAJAR
PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Disusun Oleh :
Nama : Hazmy Alwiyah
NIM : 1705075064
Mata Kuliah : Psikologi
Kelas :B

PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Setiap anak unik dan luar biasa. Beberapa anak mempunyai perbedaan yang kita
sebut anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus dapat berarti banyak hal.
Kadang-kadang anak belajar secara berbeda, atau mendengarkan dengan alat bantu, atau
membaca dengan huruf Braille. Seorang anak mungkin mempunyai kesulitan untuk
berkomunikasi atau memberikan perhatian. Seorang anak dapat lahir dengan kebutuhan
khusus, karena kecelakaan atau kondisi kesehatannya. Kadang-kadang seorang anak akan
mengembangkan perilaku tertentu dan kemudian menjadi terhambat perkembangannnya.
Tetapi apapun masalah yang dialami seorang anak dalam proses belajarnya, emosi, tingkah
laku, atau tubuh fisiknya, ia tetap seorang manusia.
2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah:
1. Definisi kesulitan belajar
2. Faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar
3. Karateristik anak berkesulitan belajar
4. Sebab-sebab kesulitan belajar
5. Identifikasi anak berkesultan belajar

3. Tujuan
Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi kesulitan belajar
2. Untuk mengetahui berbagai macam faktor yang menimbulkan kesulitan belajar
3. Untuk mengetahui karateristik anak berkesulitan belajar
4. Untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar
5. Untuk dapat mengidentifikasi anak berkesulitan belajar
BAB 2

LANDASAN TEORI

A. Definisi Kesulitan Belajar


Anak berkesulitan belajar termasuk ke dalam kelompok tersendiri yang disebut
learning diabilities atau berkesulitan belajar. Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai
gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.
Meskipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkat kecerdasan normal atau
bahkan di atas normal. Anak-anak yang berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan
dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang normal,
menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu atau
kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika anak mulai mempelajari
mata-mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja. Keragaman
jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami seorang anak memang menimbulkan adanya
klasifikasi yang cermat tentang kesulitan belajar ini. Oleh karena itu muncul berbagai istilah
atau sebutan bagi kesulitan belajar seperti telah diutarakan di atas. Akan tetapi di dalam
kenyataan, kesulitan yang satu seringkali dibarengi oleh kesulitan lain sehingga terjadi
tumpang tindih antar kesulitan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar
atau learning disabilities merupakan istilah generik yang merujuk kepada keragaman
kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam
kesulitan- kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.

B. Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Kesulitan Belajar


Kephart (1967) mengelompokkan penyebab kesulitan belajar ini dalam tiga
kategori utama yaitu: kerusakan otak, gangguan emosional, dan pengalaman. Kerusakan
otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam kasus-kasus encephalitis, meningitis,
dan toksik. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang diperlukan
untuk proses belajar pada anak dan remaja. Demikian pula anak-anak yang mengalami
disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction) pada saat lahir akan menjadi masalah
besar pada saat anak mengalami proses belajar.
1. Faktor Gangguan Emosional Faktor gangguan emosional yang menimbulkan kesulitan
belajar terjadi karena adanya trauma emosional yang berkepanjangan yang mengganggu
hubungan funsional sistem urat syaraf. Dalam kondisi seperti ini perilaku-perilaku yang
terjadi seringkali seperti perilaku pada kasus kerusakan otak. Namun demikian tidak
semua trauma emosional menimbulkan gangguan belajar.

2. Faktor Pengalaman Faktor ‘pengalaman’ yang dapat menimbulkan kesulitan belajar


mencakup faktor- faktor seperti kesenjangan perkembangan atau kemiskinan
pengalaman lingkungan. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak yang terbatas
memperoleh rangsangan lingkungan yang layak, atau tidak pernah memperoleh
kesempatan menangani peralatan dan mainan tertentu, dimana kesempatan semacam itu
dapat mempermudah anak dalam mengembangkan keterampilan manipulatif dalam
penggunaan alat tulis seperti pensil dan ballpoint. Kemiskinan pengalaman lain seperti
kurangnya rangsangan auditif menyebabkan anak kurang memiliki perbendaharaan
bahasa (berkata-kata) yang diperlukan untuk berpikir logis dan bernalar. Biasanya
kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi orang tua
sehingga seringkali berkaitan erat dengan masalah kekurangan gizi yang pada akhirnya
dapat mengganggu optimalisasi perkembangan dan keberfungsian otak.

C. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar


Anak yang berprestasi rendah (underachiviers) umumnya kita temui di sekolah
karena tidak menguasai mata pelajaran tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan
kurikulum yang berlaku. Sebagian besar dari mereka mempunyai nilai pelajaran yang sangat
rendah ditandai pula dengan hasil tes IQ berada di bawah rerata normal. Untuk golongan ini
disebut dengan istilah lain, yaitu slow learners. Pencapaian prestasi rendah umumnya
disebabkan oleh faktor minimal brain dysfuncton, dyslexia, atau perceptual disability. Di
Amerika Serikat anal yang berprestasi rendah disebut dengan istilah spesific learning
disability.
1. Aspek Kognitif Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah
merupakan contoh klasik dari kekurangan keberfungsian aspek kognitif anak berkesulitan
belajar. Tidak jarang anak yang mengalami kesulitan membaca menunjukkan kemampuan
berhitung atau matematika yang tinggi. Kasus semacam tadi membuktikan bahwa anak
berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan
tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik
(academic retardation) yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan
anak dengan apa yang dicapainya secara nyata.

2. Aspek Bahasa Di dalam proses belajar kemampuan berbahasa merupakan alat untuk
memahami dan menyatakan pikiran. Oleh karena itu pula aspek kemampuan bahasa
seringkali tidak dipisahkan dari aspek kognitif karena proses berbahasa pada hakikatnya
adalah proses kognitif. Tampak jelas bahwa masalah kemampuan berbahasa anak akan
berpengaruh signifikan terhadap kegagalan belajar.

3. Aspek Motorik Masalah motorik merupakan masalah yang umumnya dikaitkan dengan
kesulitan belajar. Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut
keterampilan motorik- perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan
meniru rancangan atau pola. Kemampuan ini sangat diperlukan menggambar, menulis, atau
menggunakan gunting. Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik
antara tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki anak
berkesulitan belajar.

4. Aspek Sosial dan Emosi Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik
sosial-emosional anak berkesulitan belajar ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an.
Kelabilan emosional ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen. Ke-
impulsif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan berbuat.

D. Sebab-Sebab Kesulitan Belajar


1. Ketidakberfungsian Minimal Otak (minimal brain dysfunction) Ketidakberfungsian
minimal otak digunakan untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada
anak. Ketidakberfungsian ini bisa didapatkan dalam berbagai macam kombinasi
kesulitan seperti: persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori, pengendalian perhatian,
impulse(dorongan), atau fungsi motorik. Sekalipun sistem seperti itu bisa mulai tampak
pada usia taman kanak-kanak, tetapi untuk anak tertentu mungkin belum tampak pada
saat anak memasuki sekolah dasar. Mereka mungkin menghadapi kesulitan untuk
mengikuti kegiatan kelas seperti membaca, mengeja, dan berhitung; kesulitan dalam
memahami konsep konkrit maupun abstrak; penampilannya cenderung kacau atau tak
beraturan-tinggi dalam bidang tertentu dan rendah dalam bidang lainnya. Mereka sering
menunjukkan gejala kurang mampu memusatkan perhatian, ketidakstabilan emosi,
frustrasi, dan sikap permusuhan. Beberapa simptom spesifik dari ketidakberfungsian
otak minimal ialah:
1. Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep.
2. Kelemahan dalam membedakan ukuran.
3. Kelemahan dalam membedakan kiri-kanan dan atas-bawah.
4. Kelemahan tilikan ruang.
5. Kelemahan orientasi waktu.
6. Kelemahan dalam memperkirakan jarak.
7. Kelemahan membedakan bagian-keseluruhan.
8. Kelemahan memahami keutuhan.
9. Gangguan bicara dan komunikasi.
10. Kelemahan membedakan stimulus auditif.
2. Perkembangan bahasa yang lamban.
a) Seringkali kehilangan pendengaran.
b) Seringkali berbicara tak teratur.
3. Gangguan funsi motorik
a) Seringkali gemetar atau menunjukkan kekakuan gerak.
b) Hiperaktivitas.
c) Hipoaktivitas.
4. Aphasia Aphasia merujuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-
ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 30 tahunan. Ketidakcakapan bicara ini
tidak dapat dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ
bicara, atau faktor lingkungan. Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dengan simptom
yang cukup kompleks. Secara garis besar simptom aphasia dapat digolongkan ke dalam
tiga karakteristik utama berikut ini.
a. Receptive aphasia
i. Tidak dapat mengidentifikasi apa yang didengar.
ii. Tidak dapat melacak arah.
iii. Kemiskinan kosakata.
iv. Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.
v. Tidak dapat memahami apa yang dia baca.

b. Expressive aphasia
i. Jarang bicara di kelas.
ii. Kesulitan dalam melakukan peniruan.
iii. Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.
iv. Jarang menampilkan gesture (gerak tangan
v. Ketidakcakapan menggambar dan menulis.

c. Dyslexia Disleksia (dyslexia) atau ketidakcakapan membaca, adalah jenis lain


gangguan belajar. Semula istilah disleksia ini digunakan di dalam dunia medis,
tetapi saat ini digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi anak-anak
berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetisi dengan temannya di
sekolah.
BAB 3

IDENTIFIKASI

A. Anak Berkesulitan Belajar.


Anak berkesulitan belajar merupakan kelompok tersendiri. Kesulitan belajar lebih
didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di
dalam proses belajar. Prinsip-prinsip dasar evaluasi bagi seluruh anak berkesulitan belajar
perlu diketahui dan dipahami. Prinsip-prinsip dasar tersebut ialah:
1. Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak, dapat dipahami oleh
anak.
2. Evaluasi harus dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas
seorang guru atau ahli lain yang mengetahui masalah kesulitan belajar.
3. Kriteria penetapan kesulitan belajar hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut:
a) Seorang anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika anak tidak mampu
mencapai prestasi sesuai dengan usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih
bidang:
o Ekspresi lisan
o Mendengarkan pemahaman
o Ekspresi tulisan
o Keterampilan membaca dasar
o Membaca pemahaman
o Perhitungan matematis, atau Berpikir matematis
b) Seorang anak tidak diidentifikasikan sebagai mengalami kesulitan belajar jika
kesenjangan antara kecakapan dan prestasi disebabkan oleh:
o Hambatan visual, pendengaran, atau motorik
o Keterbelakangan mental
o Gangguan emosional
o Ketidakberuntungan lingkungan, budaya, atau ekonomis.
4. Pelaporan hasil identifikasi hendaknya menyatakan:

a) Kesulitan belajar khusus apa yang dialami anak


b) Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis kesulitan
c) Perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukan pengamatan,
d) Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian akademik anak,
e) Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan,
f) Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa pendidikan
dan layanan khusus,
g) Pertimbangan tentang pengaruh ketakberuntungan lingkungan, budaya, dan
ekonomi.

B. Masalah Dan Dampak Dari Anak Berkesulitan Belajar

Telah diungkapkan di atas bahwa perilaku bermasalah yang muncul sebagai akibat
dari kesulitan belajar sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi kesulitan itu. Namun
demikian, secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama
akan terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial,
dan stabilitas emosi. Bagi anak sendiri kondisi seperti ini dapat menimbulkan kegagalan
dalam memenuhi tuntutan dan tugas belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak
mampu menguasai tugas-tugas perkembangan yang harus dicapainya. Bagi keluarga,
kondisi anak seperti itu dapat menimbulkan kekhawatiran orang tua, apalagi jika orang tua
tidak memahami masalah yang dialami anaknya. Kekecewaan, perasaan, dan pikiran aneh
bisa muncul pada orang tua dan tak mustahil menimbulkan frustasi orang tua atau keluarga.
Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku bermasalah karena kesulitan belajar
menimbulkan dampat terhadap perlunya penempatan dan pelayanan khusus. Meskipun
demikian penempatan dan pelayanan khusus ini tidak berarti perlu penyelenggaraan kelas
khusus bagi anak kesulitan belajar. Penyelenggaraan kelas khusus akan membawa dampak
kurang baik karena anak tidak bisa berkomunikasi atau berinteraksi dengan teman
sebayanya yang normal.
Penempatan dan layanan khusus tersebut akan lebih baik jika diwujudkan dalam
layanan semacam resource room, dimana anak memperoleh layanan tanpa harus
dipisahkan dari kelompoknya. Dalam layanan semacam ini, perlu tersedia guru khusus
yang dapat memberikan layanan dan konsultasi bagi guru kelas dimana anak tersebut ada.
Melalui kegiatan bersama antara guru kelas dan guru khusus tadi, rancangan layanan
pendidikan dan psikologis dikembangkan. Mengingat harapan tersebut di Indonesia masih
sulit diwujudkan, maka hal yang paling mungkin ialah membekali para guru dan calon guru
sekolah dasar dengan pengetahuan/keterampilan memahami dan membantu anak
berkesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Delphie,Bandi (2007). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting


Pendidikan Inklusi. Sleman:Penerbit KTSP Somantri.Sutjihati (2006). Psikologi Anak
Luar Biasa. Bandung :Penerbit Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai