Anda di halaman 1dari 11

A.

Definisi
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Trauma kapitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak
dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, sosial, atau
sebagai gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan pada fungsi otak.
(Black, 1997)

B. Etiologi
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.

C. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan nilai Skala Glasgow (SKG) :
1. Minor
a. SKG 13-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari )0menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada Fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. SKG 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
22 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. SKG 3-8 kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
b. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

1
D. Manifestasi klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebukingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kenalemparan benda tumpul.
Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepalamembentur objek yang secara
relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung,
seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan danrobekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan folume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan

2
hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam
empat bentuk yaitu' cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. 1enis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

F. Pathway

Trauma Kepala

Ekstra Kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya Terputusnya Jaringan otak rusak


kontinuitas Resiko kontinuitas jaringan (kontusio laserasi)
jaringan kulit, perdarahan tulang
otot, dan
vaskuler - Perubahan autoregulasi
Nyeri akut -Oedema serebral

Gangguan suplai
darah Kerjang

Iskemia
- Bersihan jalan nafas
- Obstruksi jalan nafas
- Dispnea
Hipoksia Kerusakan memori - Henti nafas
- Perubahan pola
nafas
Resiko perfusi
serebral tidak
efektif Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

3
G. Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri.
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK.
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi

H. Pemeriksaan diagnostic
1. Laboratorium : darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Rotgen foto
3. CT Scan
4. MRI

I. Penatalaksanaan medis dan farmakologis


Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi
6. Pemberian obat-obat untuk Vaskulasisasi
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi

Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus
30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama
23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan
dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour ). Pemberian nalokson
(bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam
selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita
trauma saraf spinal akut

4
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA CAPITIS RINGAN (TCR)

A. Pengkajian Primer
1. Airway
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah
penekanan/bendungan pada vena jugularis
c. Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
2. Breathing
a. Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
b. Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
3. Circulation
a. Kaji adanya perdarahan
b. Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis pada
kuku, bibir)
c. Monitoring tanda-tanda vital
d. Pemberian cairan dan elektrolit
e. Monitoring intake dan output
4. Disability
Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap cahaya
5. Exposure
Kaji adanya luka

B. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma)
ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastic

5
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi,
disritmia
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
inpulsif
4. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi
5. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera Tanda : Muntah
(mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia)
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
7. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon
terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti. Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan
pendengaran. Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang,
reflek tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese,
quadreplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian
tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama

6
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
9. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan
karena respirasi)
10. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
11. Kulit
Gejala : laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran
cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
12. Gangguan kognitif
Gejala : Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
13. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang ulang,
disartris, anomia. n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
4. Gangguan memori berhubungan dengan hipoksia
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)

7
D. Intervensi

NO. DIAGNOSA NOC NIC


1. Resiko perfusi  Circulation status 1. Observasi adanya
serebral tidak  Tissue prefusion : cerebral paretese
efektif Kriteria hasil : 2. Kaji adanya daerah
berhubungan 1. Tekanan systole dan tertentu yang hanya
dengan cedera diastole dalam rentang peka terhadap
kepala yang diharapkan panas/dingin/tajam/tum
2. Tidak ada tanda-tanda pul.
peningkatan TIK (tidak 3. Instruksikan kepada
lebih dari 15 mmHg keluarga untuk
3. Menunjukkan fungsi mengobservasi kulit
sensori motori cranial jika ada isi atau
yang utuh laserasi
4. Tidak ada ortosttik 4. Kolaborasi pemberian
hipertensi obat
5. Berkomunikasi dengan 5. Berikan HE
jelas
2. Resiko  Blood lose severity 1 Obsevasi tanda-tanda
perdarahan  Blood koagulation perdarahan
berhubungan Kriteria hasil : 2 Kaji nilai HB dan HT
dengan trauma 1. Tidak ada hematuria dan sebelum dan sesudah
hematemesis terjadinya perdarahan
2. Tekanan darah dalam 3 Pertahankan bed rest
batas normal sistole dan selama perdarahan
diastole aktif
3. Tidak ada distensi 4 Kolaborasi dalam
abdominal pemberian produk
4. Hemoglobin dan darah
hematrokrit dalam batas 5 Berikan HE
normal
5. Plasma, PT, PTT dalam

8
batas normal
3. Bersihan jalan  Respiratory status : 1. Observasi adanya
nafas tidak ventilation obstruksi jalan nafas
efektif  Respiratory status : airway 2. Kaji auskultasi suara
berhubungan patency nafas, catat adanya
dengan Kriteria hasil : suara tambahan
hipersekresi 1. Mendemonstrasikan 3. Buka jalan nafas,
jalan nafas batuk efektif dan suara gunakan tehnik chin lift
nafas yang bersih, tidak atau jaw thrust bila
ada sianosis dan dyspneu perlu
2. Menunjukkan jalan nafas 4. Kolaborasi pemberian
yang paten O2
3. Mampu mengidentifikasi 5. Berikan HE
dan mencegah faktor
yang dapat menghambat
jalan nafas
4. Gangguan  Tissue perfusion cerebral 1. Observasi tingkat
memori  Acute confusion level kesedaran
berhubungan  Environment 2. Kaji adanya memori
dengan hipoksia interpretation syndrome baru, rentang
impaired perhatian, memori
Kriteria hasil : masa lalu, suasana hati,
1. Orientasi kognitif : mempengaruhi, dan
mampu untuk perilaku
mengidentifikasi orang, 3. Beritahu dokter dari
tempat, dan waktu secara perubahan dalam
akurat kondisi pasien
2. Konsentrasi : mampu 4. Kolaborasi pemberian
focus pada stimulus obat
tertentu 5. Berikan HE
3. Ingatan (memori) :
mampu untuk
mendapatkan kembali

9
secara kognitif dan
menyampaikan kembali
informasi yang disimpan
sebelumnya
4. Menyatakan mampu
mengingat lebih baik
5. Nyeri akut  Pain level 1. Observasi reaksi
berhubungan  Pain control nonverbal dari
dengan agen  Comfort level ketidaknyamanan
pencedera fisik Kriteria hasil : 2. Kaji nyeri secara
(trauma) 1. Mampu mengontrol nyeri komprehensif
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Ajarkan tehnik
berkurang dengan relaksasi untuk
menggunakan mengurangi nyeri
manegemen nyeri 4. Kolaborasi pemberian
3. Mampu mengenali nyeri analgesic
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Berikan HE
setelah nyeri berkurang

10
DAFTAR PUSTAKA

Amin hudanurarif, hardhikusuma (2015) NANDA NIC-NOC jilid 1 Jogjakarta Media


Action
Arif Mansjoer. 20010.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2012.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. 2001.
Critical Care Nursing, 2011, A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa:
Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC Carpenito, L.J.
Tim pokja SDKI DPP PPNI (2016) Standar Diagnosis Keperwatan Indonesia Jakarta
Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

11

Anda mungkin juga menyukai