Anda di halaman 1dari 23

EKOLOGI TUMBUHAN

“Mutualisme Tumbuhan”

Dosen pembimbing: Dr. H. Elfis, M.si

Disusun oleh:

Wika palhani
(156511071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2017
1.1. Simbiosis
Sekitar 3,6 miliar tahun lalu, organisme hidup pertama, Prokariota, muncul
di Bumi. Dan hari ini, ada lebih dari 8 juta spesies eukariotik hadir di Bumi. Ini
transformasi mencengangkan adalah hasil evolusi lambat dan bertahap. Dalam
perjalanan ini selama evolusi, atau kelangsungan hidup, seleksi alam adalah mesin
yang paling kuat. Secara otomatis memperpanjang hidup organisme yang cocok
untuk bertahan hidup, dan memastikan reproduksi generasi masa depan. Orang-
orang yang tidak begitu kuat, mulai beradaptasi.
Mustahil bagi setiap spesies untuk bertahan hidup saja. Di sini, untuk
bertahan hidup tidak mengacu pada organisme hidup-waktu, melainkan transfer
konsisten gen-nya ke generasi masa depan. Sifat dan lingkungan kita penuh dengan
sumber daya, yang jika digunakan dengan bijaksana, setiap spesies dapat
memastikan keberadaannya selama berabad-abad. Dan semua yang mereka
butuhkan untuk belajar adalah interaksi, terutama biologi, dengan spesies dan
organisme lain.
Istilah ekologi hubungan bersama oleh dua organisme sebagai simbiosis. Ini
berarti interaksi jangka panjang antara spesies biologi yang berbeda, yang
menguntungkan baik kedua atau setidaknya salah satu pihak. Telah terjadi
perdebatan antara beberapa ekologi, seperti apa yang harus menjadi lingkup, dan
jenis simbiosis. Namun, mereka mencapai konsensus, ketika datang ke hubungan
simbiosis mutualisme.
Dalam suatu lingkungan yang kompleks yang berisi berbagai macam
organisme, aktivitas metabolisme suatu organisme akan berpengaruh terhadap
lingkungannya. Mikroorganisme seperti halnya organisme lain yang berada dalam
lingkungan yang komplek senantiasa berhubungan baik dengan pengaruh faktor
abiotik dan pengaruh faktor biotik. Sedikit sekali di alam ada suatu jenis
mikroorganisme yang hidup secara individual. Sekalipun suatu biakan
mikroorganisme murni yang tumbuh dalam suatu medium, tetap akan
beruhubungan dengan pengaruh faktor lingkungan secara terbatas.
Mikroorganisme umumnya hidup dalam bentuk asosiasi membentuk suatu
konsorsium laksana suatu “Orkestra” yang satu dengan lainnya bekerja sama.
Beberapa macam simbiosis diantara nya :
1. Simbiosis mutualisme adalah hubungan timbal balik antara dua mahluk hidup
yang saling menguntungkan satu sama lain. Beberapa contoh simbiosis mutualisme
dapat kita temukan pada interaksi antara lebah dan bunga, burung jalak dan
kerbau, ikan remora dan ikan hiu, kelelawar dan kantung semar, burung plofer dan
buaya, serta pada interaksi antara rayap dan flagelata.
2. Simbiosis komensalisme adalah hubungan timbal balik antara dua mahluk
hidup yang mana salah satu diantaranya mendapatkan keuntungan, sedangkan
yang lain tidak mendapat pengaruh apapun. Beberapa contoh simbiosis
komensalisme dapat kita temukan pada interaksi antara sirih dan tumbuhan
inangnya, tumbuhan paku dan pohon jati, udang dan mentimun laut, serta pada
interaksi antara ikan badut dan anemon laut.
3. Simbiosis parasitisme adalah hubungan timbal balik antara dua mahluk hidup
yang mana salah satu diantaranya mendapatkan keuntungan, sedangkan yang lain
mendapatkan kerugian. Beberapa contoh simbiosis parasitisme dapat kita temukan
pada interaksi antara cacing pita dan manusia, benalu dan tanaman inangnya, kutu
dan hewan yang diganggunya, serta pada jamur panu dan manusia.
4. Simbiosis netralisme adalah hubungan timbal balik antara dua mahluk hidup
yang tidak saling menguntungkan maupun merugikan. Contoh simbiosis ini
misalnya terjadi pada burung hantu dan kambing di ekosistem padang rumput, sapi
dan semut, atau pada monyet dan jangkrik.
5. Simbiosis kompetisi adalah hubungan timbal balik antara dua mahluk hidup
yang mana keduanya saling berkompetisi untuk mendapatkan kebutuhannya.
Contoh simbiosis kompetisi dapat ditemukan pada interaksi antara serigala dan
harimau di ekosistem savana, kambing dan sapi di ekosistem padang rumput, serta
pada tanaman tumpang sari.
Hubungan mikroorganisme dapat terjadi baik dengan sesama
mikroorganisme, dengan hewan dan dengan tumbuhan. Hubungan ini membentuk
suatu pola interaksi yang spesifik yang dikenal dengan simbiosis. Interaksi antar
mikroorganisme yang menempati suatu habitat yang sama akan memberikan
pengaruh positif, saling menguntungkan dan pengaruh negatif; saling merugikan
dan netral; tidak ada pengaruh yang berarti. Interaksi yang “netral” sebenarnya
jarang terjadi hanya dapat terjadi dalam keadaan dorman seperti endospora.

1.2 Simbiosis Mutualisme


Simbiosis Mutualisme adalah interaksi yang erat dan khusus antara dua
makhluk hidup yang berbeda jenis namun saling menguntungkan bagi kedua pihak.
Sedangkan pengertian secara terpisah, dimana pengertian simbiosis adalah pola
interaksi yang erat dan khusus antara dua makhluk hidup yang berlainan jenis.
Istilah simbiosis berasal dari bahasa Yunani dari kata symyang berarti dengan
danbiosisyang diartikan sebagai kehidupan. Simbiosis merupakan interaksi dua
organisme yang hidupnya berdampingan. Makhluk hidup yang bersimbiosis
disebut dengan simbion. Sedangkan pengertian mutualisme adalah hubungan
sesama makhluk hidup yang saling menguntungkan kedua pihak.Meski berbeda,
namun organisme tersebut terikat dan terkait serta tetap hidup berdampingan.
Jumlah populasi mikroorganisme dalam suatu komunitas supaya dapat mencapai
jumlah yang optimal, maka mikroorganisme berinteraksi dan mempengaruhi
organisme lain. Mikroorganisme harus berkompetisi dengan organisme lain dalam
memperoleh nutrisi dari lingkungannya, sehingga dapat terus “lulus hidup” dan
dapat berkembangbiak dengan sukses.
Interaksi antar mikroorganisme dapat saling menguntungkan, interaksi
semacam ini disebut mutualisme. Hubungan interaksi mutualisme dapat terjadi
antar mikroorganisme yang berkerjasama dalam proses metabolisme. Biasanya
satu jenis mikroorganisme menyediakan nutrisi bagi mikroorganisme lain
begitupula sebaliknya.
1.2.1. Contoh simbiosis mutualisme
Contohnya Fungi Mikoriza Arbuskular adalah suatu bentuk simbiosis
mutualistik antara fungi (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi.
Simbiosis antara FMA dengan perakaran tanaman bersifat mutualistik atau saling
menguntungkan karena tanaman inang memberi sebagian fotosintat pada fungi,
sebaliknya tanaman inang mendapatkan nutrien dari fungi.
BAB II
PERANAN

2.1. Peranan Mutualisme tumbuhan dalam ekosistem tumbuhan


Adapun keuntungan/ perananan simbiosis mutualisme bagi ekosistem
tumbuhan adalah anatara lain:
1. Keuntungan dari keberadaan FMA adalah meningkatkan serapan fosfat oleh
tanaman walaupun sesungguhnya serapan unsur-unsur hara yang lain dan air juga
ikut meningkat. Keuntungan FMA yang paling besar pada tumbuhan adalah dalam
meningkatkan penyerapan ion yang biasanya berdifusi secara lambat menuju akar
atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat, NH4+, K+, dan NO3-.
Oleh karena beragamnya keuntungan yang diperoleh, maka sangat penting
mengenalkan pupuk hayati fungi mikoriza arbuskular kepada petani untuk
pertanian organik masa depan yang ramah lingkungan.
Fungi mikoriza arbuskular dalam asosiasinya mempunyai kisaran inang yang
sangat luas, tetapi tingkat efektivitasnya berbeda, beberapa jenis FMA tertentu
menunjukkan spesifikasi untuk memilih dan berasosiasi dengan suatu jenis
tanaman inang tertentu. Pemberian campuran spesies Glomus mosseae dan
Scutellospora calospora pada bibit kakao menghasilkan pertumbuhan bibit terbaik
dibandingkan dengan pemberian G. mosseae saja atau S. calospora saja. Cara yang
paling umum dipakai dalam memroduksi inokulan FMA adalah dengan metode
kultur pot yaitu FMA yang telah diketahui keefektifannya diinokulasikan pada
tanaman inang tertentu pada medium padat yang steril. Untuk memproduksi FMA
yang akan digunakan sebagai inokulan di lapangan dalam bentuk pupuk hayati,
diperlukan teknik yang paling sesuai terutama dalam memilih tanaman inang dan
media tanam yang digunakan. Oleh karena itu, pemilihan tanaman inang di antara
tanaman jagung dan sorgum (yang memiliki perakaran luas), serta Centrosema
pubescens (CP) dan Calopogonium mucunoides (CM) yang memiliki bintil akar
untuk menghasilkan inokulum yang banyak, perlu diujikan pada media zeolit P-1
dan P-3 agar ditemukan kombinasi yang paling efektif untuk produksi inokulum
FMA. Peranan lain bagi tumbuhan :
a. Meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut seorang peneliti mengatakan
bahwa apabila tanaman tahunan tertentu diberikan mikoriza, maka tanaman
tersebut adapat tumbuh 6-15 kali lebih besar ketika berumur 2 tahun.
b. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit akar ataupun
tanah serta seranagn nematode akar. Hal ini disebabkan karena mikoriza dapat
menghasilkan minyak atsiri yang bersifat racun. Selain itu, mikoriza jugga dapat
mengambil persediaan makanan bagi jamur penyakit tersebut.
c. Meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur-unsur hara penting
yang terdapat dalam tanah, seperti unsur N, P, K, Ca, Cu, Mn, dan Mg. Hal ini
disebabkan karena akar tanaman dibantu oleh miselium jamur mikoriza
eksternal dengan memperrluas permukaan penyerapan akar. Kerjasama
simbiosis mutualisme yang terjadi antara tanaman dan mikoriza dilakukan oleh
tanaman dengan memberikan sisa karbohidrat dan gula yang tidak terpakai
kepada mikoriza yang kemudian ditukar oleh unsur-unsur tersebut.
d. Menghasikan ZPT (Zat Perangsang Tubuh) pada akar yang menyebabkan
tanaman dapat tumbuh subur dan tidak mudah stress ketika mendapat
perlakuan lingkungan yang berbeda.
e. Meningkatkan aerasi dalam tanah. Hal tersebut berhubungan dengan
kemampuan mikoriza dalam memperbaiki agregat tanah.
f. Memacu perkembangan mikroba saprofit non patogenik disekitar perakaran
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan sehat dan subur.

2. Suatu interaksi mutualisme yang terdapat pada tanaman kedelai dengan


Synechoccus sp. Jika disemprotkan ke daun Bakteri Synechoccus sp mampu
meningkatkan pertumbuhan dan memperluas ukuran daun sehingga hasil
fotosintat yang dihasilkan pada tanaman kedelai lebih tinggi sekitar 15.50
gram/tanaman dalam bobot kering brangkasan dibandingkan dengan tanpa
perlakuan bakteri. Sedangkan bakteri itu sendiri hanya mengambil sedikit nutisi
dari tanaman kedelai untuk pertumbuhannya tanpa menggangu siklus hidup dari
tanaman kedelai itu sendiri, selain itu bakteri ini dapat melakukan proses
fotointesis sendiri dan dapat pula memfiksasi molekul nitrogen. Selain itu, karena
simbiosis ini berdasarkan bantuan manusia untuk menyemprotkan bakteri, maka
teknologi ini merupakan langkah tepat karena merupakan teknologi yang ramah
lingkungan Jika dikaitkan dengan peranannya didalam jaring-jaring makanan,
tanaman kedelai memiliki fungsi sebagai produsen yang bersifat autotrof yang
dapat memberikan energi kepada konsumen tingkat 1.
Sedangkan Synechoccus sp juga berperan sebagai produsen karena
merupakan bakteri fotosintetik karena mampu melakukan fotosintesis sendiri dan
berperan pula sebagai konsumen tingkat 1 karena juga mengambil sedikit hasil
fotosintat dari tanaman kedelai. Namun pada akhirnya bakteri yang berada pada
daun itu sendiri juga akan dimakan oleh konsumen tingkat 1 seperti ulat dan
belalang karena ukurannya yang terlalu kecil. Selanjutnya konsumen tingkat 1 akan
dimakan oleh konsumen tingakat 2 sampai seterusnya pada konsumen tingkat 4
dan pada akhirnya berakhir pada proses dekomposer yang dilakukan oleh bakteri
pengurai. Hasil dari dekomposer kemudian dipecah menjadi unsur-unsur organik
di dalam tanah dimana unsur hara tersebut akan diserap oleh tanaman dalam
proses pertumbuhannya.

3. Terjadi suatu interaksi mutualisme yang terdapat pada tanaman Wijen dan
lebah. Wijen adalah tanaman yang bunganya dapat menyerbuk sendiri (self
pollinated crop). Namun demikian dapat pula terjadi penyerbukan silang yang
dilakukan oleh lebah termasuk lebah madu. Lebah madu tidak menusuk dan
mengisap cairan buah/bakal buah, oleh karenanya lebah madu bukan sebagai
hama. Dengan bantuan penyerbukan oleh lebah madu, hasil wijen dapat meningkat,
sedangkan bagi lebah madu dengan mengonsumsi tepung sari wijen ketahanan dan
masa hidupnya dapat meningkat. Jika dikaitkan dengan peranannya didalam jaring-
jaring makanan, tanaman wijen sebagai produsen yang bersifat autotrof yang dapat
memberikan energi kepada konsumen tingkat 1.
Sedangkan lebah sebagai konsumen tingkat 2 sampai seterusnya pada
konsumen tingkat 4 dan pada akhirnya berakhir pada proses dekomposer yang
dilakukan oleh bakteri pengurai. Hasil dari dekomposer kemudian dipecah menjadi
unsur-unsur organik di dalam tanah dimana unsur hara tersebut akan diserap oleh
tanaman wijen dalam proses pertumbuhannya.
4. Peranan kelapa sawit dengan Elaeidobius kamerunicus dalam jaring-jaring
makanan keterkaitan simbiosis mutualisme antara Elaeidobius kamerunicus dengan
kelapa sawit dalam jaring-jaring makanan sangatlah penting. Kelapa sawit sebagai
produsen memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup konsumennya. Ulat bulu,
serangga Elaeidobius kamerunicus, dan serangga lainnya (konsumen 1)
membutuhkan makanan dari kelapa sawit. Lalat Tachinid dari ordo Diptera dan
burung merupakan konsumen tingkat dua yang memakan ulat dan kumbang,
sedangkan ular sebagai konsumen tingkat 3 memakan burung, katak, kelelawar buah,
dan tikus. Beragamnya tingkat spesies pada tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh
musim berbuah tanaman kelapa sawit. Setelah ular mati akan diuraikan oleh mikroba
pengurai. Kedua organisme tersebut (kelapa sawit dan Elaeidobius kamerunicus)
memiliki pengaruh penting dalam jaring-jaring makanan dan ekosistemnya.
Jika kelapa sawit tidak berbunga maka kumbang Elaeidobius kamerunicus
sebagai konsumen tingkat 1 tidak akan mendapat makanan sehingga nantinya
populasi dari kumbang Elaeidobius kamerunicus menurun. Seperti dalam piramida
rantai makanan, jika salah satu komponen mengalami masalah maka jaring-jaring
makanan itu akan bermasalah. Dan juga jika kumbang Elaeidobius kamerunicus
mengalami penurunan populasi karena populasi tikus (konsumen tingkat 2)
meningkat, maka kelapa sawit tidak akan bisa mengalami pembuahan dan merugikan
bagi manusia secara ekonomis.
5. Sejak berabad-abad lalu dan bahkan hingga saat ini, karang (Scleractinia)
dianggap sebagai batu atau tumbuhan walaupun sesungguhnya mereka merupakan
hewan. Karang itu sendiri merupakan salah satu kelompok Coelenterata berbentuk
polyp yaitu semacam bentuk tabung dengan mulut di bagian atas yang dikelilingi oleh
tentakel. Secara morfologis, binatang ini berbentuk mirip satu dengan lainnya
(species); pembedanya adalah keragaman rangka yang dibentukkannya. Oleh sebab
itu, taksonomi karang didasarkan kepada rangka bentukannya. Karena kemampu-
annya ini maka karang bersifat menetap (sessile). Dengan tipe hidup ini membawa
konsekuensi terhadap sifat konservatif dalam kehidupannya.
Salah satu sifat konservatif dari biota karang adalah adanya proses simbiosis
dengan zooxanthellae. Proses terbentuknya simbiosis atau yang dikenal dengan
endosimbiosis ini mengundang perdebatan sejak awalnya, yakni apakah terbentuknya
endosimbiosis sejak anakan karang (planula) mulai dilepaskan oleh induknya atau
melalui infeksi dari lepasan planula yang keluar tanpa pembekalan (Veron, 1995).
Apabila teori pertama yang terjadi maka bagaimanapun juga awal evolusinya akan
mengalami proses infeksi yang kemudian secara turun temurun mengalami proses
pembekalan sebagaimana teori pertama diterima kebenarannya. Di sini tidak
memperdebatkan keduanya, namun lebih ditekankan bahwa pada kenyataannya
terdapat endosimbiosis dengan perannya yang besar dalam mekanisme kehidupan
fungsional binatang karang.
Pada kondisi awal evolusi dipahami bahwa simbiosis antara zooxanthellae
dengan karang dalam ekosistem laut pada dasarnya merupakan suatu kejadian yang
diawali oleh adanya bertemunya zooxanthellae dengan karang dengan peluang yang
tinggi oleh sebab karang hidup menetap dan zooxanthellae bersifat planktonik.
Bertemunya keduanya merupakan mendapat peluang yang besar oleh adanya kondisi
dinamik air laut. Oleh Perez (1982) dikemukakan bahwa proses recognisi dan pada
akhirnya relokasi zooxanthellae pada karang merupakan fenomena respon biotik
sebagai turunan dari aktivitas fisik dinamik air laut dan proses interkoneksitas
kimiawi. Dengan demikian peluang bertemunya keduanya sangat dimungkinkan
terjadi di laut dengan dua pertimbangan tersebut.
Pada kebanyakan karang, relokasi zooxanthellae umumnya terdapat pada
jaringan mesoglea dan gastrodermis baik di tentakel maupun mesentrinya. (Veron,
1995). Untuk menempuh ini diperlukan tahapan-tahapan endosimbiosis. Tahapan
endosimbiosis tersebut oleh Lenhoff dan Muscatine (1974) diterangkan melalui 4
mekanisme, yaitu :
a. Kontak dan Pengenalan (Recognition). Meskipun terdapat argumentasi bahwa
infeksi zooxanthellae pada jaringan seluler inangnya terjadi pada saat pelepasan
planula, namun tahap ini diperlukan pada setiap perkembangan dari binatang karang.
Proses ini merupakan proses yang transport yang tidak saja mencakup proses fisik
akan tetapi juga biokomiawi.
b. Endocytosis. Merupakan proses pemasukan suatu algae selular ke dalam
jaringan inang. Prosesnya dilakukan setelah mengalami tahap pengenalan dengan
kecepatan dan jumlah yang bergantung kepada jenis dan kapasitas dari binatang
karang.
c. Relokasi intraselluler dari simbiont, ini berkaitan dengan sistem endoskeleton
dari binatang karang. Proses enzymatik yang membantu pelaksanaannya ditentukan
oleh fluktuasi pH seluler.
Pertumbuhan dan regulasi kuantitasnya. Proses ini terjadi setelah relokasi dan
berlangsung dengan bergantung kepada perubahan faktor-faktor eksternal penentu
(khususnya faktor limiting) pertumbuhan. Bleaching merupakan salah satu fenomena
regulasi dari zooxanthellae dalam jaringan binatang karang. Terapan fungsional
simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer nutrisi
diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan
tentakel-nya untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya memper-
gunakan bantuan nematocyte suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan
proteksi dan melumpuhkan biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun
mempunyai kemampuan feeding active, akan tetapi kebanyakan proporsi terbesar
makanan karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae
ini merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai
jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari
cahaya matahari melalui fotosintesis.
Biasanya mereka ditemukan dalam jumlah yang besar dalam setiap polyp
hidup bersimbiosis dan memberikan warna pada polyp, energi dari fotosintesis dan
90% kebutuhan karbon polyp. Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting dari
karang (polyp) dan memberikan sebanyak 95% hasil fotosintesisnya (energi dan
nutrisi) kepada polyp. Assosasi yang erat ini sangat efisien, sehingga karang dapat
bertahan hidup bahkan di perairan yang sangat miskin hara. Keberhasilan hubungan
ini dapat dilihat dari besarnya keragaman dan usia karang yang sangat tua, berevolusi
pertama kali lebih dari 200 juta tahun yang lalu. Berdasarkan transfer nutrisi ini maka
dapat dinyatakan bahwa karang dapat menyediakan nutrisinya baik melalui feeding
active dan feeding passive. Feeding active dilakukan dengan menembakkan
nematocyte ke arah mangsa dan mentransfernya melalui mulut yang terdapat di
bagian atas; sedangkan feeding passive diperoleh melalui transfer hasil fotosintesis
zooxanthellae. Sejauh diketahui hampir semua karang dapat melakukan melalui
feeding passive.
Karang mempunyai bentuk rangka untuk menyokong badannya yang
sederhana. Karang pembentuk terumbu mempunyai kerangka dari kalsium karbonat
yang proses pembentukannya memerlukan waktu lama sebagai hasil dari
simbiosisnya dengan zooxanthellae (Goreou, 1961 dalam Lenhoff dan Muscatine,
1974). Karang ini kebanyakan dari kelompok schleractinia yang dikenal sebagai
hermatipik atau pembentuk terumbu. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
dinyatakan bahwa simbiosis mempunyai peran penting dalam proses kehidupan
karang. Adanya simbiosis, maka secara phototropikal dapat memperpanjang
kehidupan karang dalam suatu periode tertentu. Apabila dikaitkan dengan konsep
spesiasi binatang karang, maka peran aktif simbiosis zooxanthellae dalam jaringan
karang dan biogeografinya bahwa bersama dengan faktor lingkungan dapat
dinyatakan sebagai penggerak dalam proses microevolusi dalam kehidupan karang.
Secara nyata keadaan yang merugikan dari ketergantungan terhadap cahaya
timbul karena kebutuhan dari simbiosis alamiah. Sejauh diketahui, hanya sedikit
sekali species karang dapat eksis secara fakultatif (karang yang dapat hidup untuk
jangka waktu tak terbatas dengan atau tanpa adanya zooxanthellae atau yang biasa
disebut aposymbiosis), yakni hanya Astrangia danae (Jasques, 1983) dan mungkin
Madracis Sp, nampaknya termasuk dalam kelompok ini. Kemudian memunculkan
pertanyaan mengapa terjadi simbiosis fakultatif pada karang. Hal ini mungkin dapat
dterangkan dalam kejadian dua tahap, yaitu pertama adanya hubungan yang
sederhana dengan rantai secara fisiologis (kemungkinan masih dapat
menggantungkan dari nutrisi eksternal), kedua adanya bentuk simpanan dari dasar
genetis tiap jenis karang yang terjadi dari evolusi multispecies yang sinkron yang
kemungkinan paralel dengan evolusi metochondria dari protozoa.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa konsep simbiosis menjadi demikian
penting dalam kehidupan karang dan kelestarian ekosistem bentukannya. Hubungan
intra maupun ekstraspesifik yang terus berlangsung dalam proses pembentukan
kestabilan ekosistem terumbu karang secara filosofis termasuk dalam konsep
microevolusi yang ditampilkan oleh hubungan simbiosis antara zooxanthellae dan
binatang karang.
BAB III
CONTOH-CONTOH SIMBIOSIS MUTUALISME

3.1 Contoh- contoh mutualisme tumbuhan


1. Fungi Mikoriza Arbuskular adalah suatu bentuk simbiosis mutualistik antara
fungi (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi

Sumber: http://wahid-biyobe.blogspot.co.id/2013/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Gambar 1. Simbiosis mutualisme fungi mikoriza dengan akar tumbuhan tingkat tinggi

2. Interaksi antara Tanaman Kedelai dengan bakteri Synechoccus sp yang


menghasilkan hubungan simbiosis mutualisme. Bakteri pada tanaman ini
mengambil sedikit nutrisi pada kedelai untuk pertumbuhannya, namun tidak
mengganggu siklus hidup tanaman tersebut. Sedangkan pada tanaman kedelai
mendapatkan keuntungan karena bakteri tersebut mampu meningkatkan
pertumbuhan dan memperluas ukuran daun sehingga hasil fotosintat yang
dihasilkan pada tanaman kedelai lebih tinggi (Soedrajad & Avivi, 2005).

Sumber : https://maulanasidik05.wordpress.com/2015/06/07/artikel-ilmiah-mikrobiologi/

Gambar 2. Tanaman Kedelai dengan bakteri Synechoccus sp

3. Interaksi antara Tanaman Wijen dengan lebah madu yang menghasilkan


hubungan simbiosis mutualisme. Dengan bantuan penyerbukan oleh lebah
madu, hasil wijen dapat meningkat, sedangkan bagi lebah madu dengan
mengonsumsi tepung sari wijen ketahanan dan masa hidupnya dapat
meningkat.
sumber: http://google.com
Gambar 3. simbiosis mutualisme tumbuhan wijen dengan lebah madu

4. Bakteri Rhizobium dengan tumbuhan kacang-kacangan


Bakteri Rhizobium pengikat nitrogen bersimbiosis dengan tumbuhan
kacang-kacangan di bagian akarnya. Simbiosis tersebut membentuk bintil akar.
Bintil akar memungkinkan tumbuhan mengambil nitrogen lebih banyak untuk
membuat protein. Sebagai gantinya, bakteri mendapat karbohidrat dari
tumbuhan.
Sumber : https://maulanasidik05.wordpress.com/2015/06/07/artikel-ilmiah-
mikrobiologi/ gambar kedelei

Gambar. 4. Tanaman kedelai dengan bakteri Synechoccus sp.

5. Lumut kerak merupakan simbiosis alga dan jamur. Jamur memperoleh


makanan dari hasil fotosintesis alga. Sementara itu, alga terhindar dari bahaya
kekeringan karena ada jamur. Bentuk pasangan tumbuhan tingkat rendah ini
menjadi satu kekuatan yang besar menjadi tumbuhan perintis, karena mereka
(lichenes) menjadi mampu hidup di batu-batuan di mana jenis tumbuhan lain
tidak bias tumbuh di sana. Batuan yang telah ditumbuhi oleh lichens akhirnya
menjadi lapuk dan berubah menjadi tanah untuk tumbuhnya jenis tumbuhan
lainnya. Bentuk pasangan tumbuhan yang bersifat kekerabatan atau simbiosis
yang saling menguntungkan tersebut memberikan petunjuk kepada manusia
untuk bias menirunya dalam kehidupan manusia dan untuk kesejahteraan
hidupnya, sepertihalnya pada lichenes yang bersifat simbiosis mutualistis dan
diisyaratkan dalam Q.S.Al-Hujurat:13.
Sumber : http://gooogle.com

Gambar 5. simbiosis mutualisme lumut kerak dan jamur

6. Hubungan kupu-kupu dengan tumbuhan merupakan suatu hubungan yang


saling menguntungkan . Setiap spesies kupu-kupu memiliki hubungan yang
spesifik dengan satu jenis tumbuhan (Achmad, 1998). Keberadaan kupu-kupu
tidak lepas dari daya dukung habitatnya dan berhubungan erat dengan
ketersedianya vegetasi yang berfungsi sebagai pakan dan tempat berlindung
atau bernaung. Kehadiran dan keanekaragaman kupukupu di suatu tempat
berbeda-beda. Kupukupu banyak dijumpai di daerah tropika, hidup di dalam
berbagai tipe habitat, mulai dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi.
Kehadiran sekelompok kupu-kupu disuatu tempat menandakan kondisi
lingkungan diwilayah tersebut masih baik. Kupu-kupu merupakan salah satu
keanekaragaman hayati yang melimpah di bumi Indonesia.
Kupu–kupu sering ditemukan di daerah hutan, pinggiran hutan, semak
belukar, ladang dan di sepanjang aliran air. Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya jenis tanaman, udara yang bersih, dan
pencahayaan yang cukup. Kehadiran kupu-kupu juga dapat dijadikan
bioindikator terhadap perubahan kualitas lingkungan. kupu-kupu merupakan
sumber makanan yang sangat penting bagi perkembangan kupu-kupu, baik
pada saat larva maupun saat menjadi imago. Kebanyakan larva kupu-kupu
memakan daun dan bagian tanaman yang lain. Larva yang lebih besar
umumnya menggigiti tepi daun dan mengkomsumsi semua bagian daun,
kecuali tulang-tulang daun yang besar, sedang larva yang lebih muda memakan
daun dengan cara melubanginya. Apabila kedua tumbuhan ini tersedia disuatu
habitat, maka memungkinkan kupu-kupu dapat melangsungkan hidupnya dari
generasi ke generasi di habitat tersebut.

Sumer : http://google.com

Gambar 6. simbosis mutualisme kupu-kupu dengan bunga


7. Hubungan antara jamur dan pohon yang ditumpanginya.

Sumber: http://google.com
Gambar 7. Jamur dan pohon yang di tumpanginya

8. Anggrek epifit batang membentuk umbi Anggrek merupakan tumbuhan epifit


Epifit adalah tumbuhan hijau yang tumbuh menempel pada batang tumbuhan
yang tinggi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan cahaya matahari guna
proses fotosintesis. Jadi, epifit tidak mengambil makanan dari tumbuhan yang
ditumpanginya.
Sumber: https://kotakhitams.wordpress.com/2014/10/24/tanaman-angrek/

Gambar 8. Anggrek epifit batang membentuk umbi Anggrek

9. kelapa sawit dengan Elaeidobius kamerunicus


Dalam simbiosis tersebut serangga Elaeidobius kamerunicus membantu
penyerbukan dari kelapa sawit dan dapat meningkatkan produksi tandan buah
dan juga adanya E. kamerunicus sangat signifikan dalam meningkatkan nilai
fruit set tandan kelapa sawit. Hal ini disebabkan karena serangga penyerbuk
ini mampu menjangkau buah bagian dalam, sehingga proses penyerbukan
bunga pada tandan sebelah dalam dapat terjadi. Jadi hubungan mereka sangat
penting bagi kehidupan satu sama lain, serangga mendapatkan nutrisi dari
buah sawitnya, sedangkan tanaman kelapa sawit sendiri dibantu
penyerbukannya. Cara alami tersebut menggantikan cara penyerbukan buatan
“assisted pollination” yang selama ini kurang efektif dan mahal.
Sumber: http://database.prota.org/PROTAhtml/Elaeis%20guineensis_En.htm
Gambar 9. kelapa sawit dengan Elaeidobius kamerunicus
DAFTAR PUSTAKA

Soedrajad, R. & Avivi, sholeh.2005. Efek Aplikasi Synechocuccus sp dan Pupuk NPK
Terhadap Parameter Agronomi Kedelai. Jurnal Buletin Agronomi. Vol 33. No 3.
Halaman 17-23.

Harlina, et.al: Peranan Vegetasi Terhadap Kehadiran Kupu-Kupu Graphium androcles


Boisduval (Lepidoptera:Papilionidae) Di Sekitar Areal Isata Pattunuang Dan
Bantimurung, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan.

Marian, Viva Rini & Rozalinda Vida.2010 Pengaruh Tanaman Inang Dan Media Tanam
Pada Produksi Fungi Mikoriz Arbuskular. Jurnal Agrotropika. vol 15. No 1.
Halaman 37 – 43.

Nurhayati. 2012. Pengaruh Berbagai Jenis Tanaman Inang Dan Beberapa Jenis Sumber
Inokulum Terhadap Infektivitas Dan Efektivitasmikoriza. Jurnal Agrista. Vol.
16 No. 2. Halaman 12

Djufri.2002. Penentuan Pola Distribusi, Asosiasi, dan Interaksi Spesies Tumbuhan


Khususnya Padang Rumput di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal B i
o d i v e r s i t a s. Vol 3. No 1. Halaman 181-188.

Nasution, Hakiki Teguh. Rosmayati & Husni, Yusuf.2013. Respon Pertumbuhan Dan
Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Yang Diberi Fungi Mikoriza
Arbuskular (Fma) Pada Tanah Salin. Jurnal Online Agroekoteknologi ISSN No.
2337-6597. Vol 2. No 1. Halaman 421-427.

Hairiah, Dkk Interaksi Antara Pohon - Tanah - Tanaman Semusim: Kunci Keberhasilan
Atau Kegagalan Dalam Sistem Agroforestri

Hapsoh. 2008. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Budidaya Kedelai di


Lahan Kering. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang
Ilmu Budidaya Pertanian pada Fakultas Pertanian, Medan.

Atman.2009. Strategi Peningkatan Produksi Kedelai Di Indonesia. Jurnal BPTP,


Sumatera Barat. vol 1. No 2. Halaman 156-159.

Kurniawati, Nia & Martono Edi.2015. Peran Tumbuhan Berbunga Sebagai Media
Konservasi Artropoda Musuh Alami. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia.
Vol 19. No 2. Halaman 53–59.

Anda mungkin juga menyukai