Gabungan Fix
Gabungan Fix
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dimasyarakat karena frekuensi kejadiannya yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh
kenaikan sekresi kolesterol. Angka kejadiannya lebih dari 20% dari populasi
penduduk dunia dan insiden terus meningkat dengan bertambahnya usia. Selain
usia, faktor gaya hidup yang tidak sehat merupakan salah salah faktor pencetus
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, atau biliary calculus. Kolelitiasis
atau batu empedu dikenal ada tiga jenis, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau
batu bilirubin, dan batu campuran. Kandung empedu terletak dibawah hati, di isi
perut bagian kanan atas, tepat dibawah lobus kanan hepar. Kandung empedu ini
keadaan dan gejala yang dialami pasien. Tatalaksana kolelitiasis dapat berupa terapi
non bedah dan bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis yaitu dengan sediaan
garam empedu dan pengeluaran secara endoskopik. Sedangkan terapi bedah dapat
1
2
bedah modern dimana operasi abdomen melalui irisan kecil biasanya Operasi
dilakukan melalui tiga lubang kecil. berukuran 0,5-1 cm. dibandingkan dengan
prosedur Tradisional yang memerlukan irisan yang lebih besar, dimana tangan ahli
dalam abdomen dan pelvis kolelitiasis termasuk salah satunya. ( Ahmad fuadli,
2010)
Penyakit batu empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan
sudah menjadi masalah kesehatan yang penting di negara barat. Kolelitiasis sudah
banyak ditemukan pada umumnya, 13,1% pada pria dan 33,7% pada wanita dari
11.840 orang yang dilakukan otopsi terdiagnosis kolelitiasis. Dari 20 juta orang di
negara Barat, 20% perempuan dan 8% laki-laki usia diatas 40 tahun menderita
kolelitiasis. Kolelitiasis umumnya timbul pada orang dewasa yang berusia 20-50
tahun, kira-kira 20% penderita kolelitiasis berumur diatas 40 tahun, wanita lebih
dengan diabetes mellitus lebih beresiko karena memiliki kadar kolesterol yang
mendapat perhatian karena jarang terdeteksi atau sering juga terjadi kesalahan
dalam mendiagnosis. Kurang dari 50% penderita kolelitiasis tidak memiliki dan
tidak menunjukan keluhan, dan hampir 30% penderita saja yang menderita nyeri.
salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
3
batu pada kandung empedu atau saluran empedu dapat menggunakan CT-
Scan(Ginting, 2012).
banyak penderita batu kandung empedu sebenarnya bisa terdeteksi secara dini
Angka kejadian koletlitiasis ini tidak berbeda jauh dengan angka kejadian
negara lain yang ada di Asia Tenggara, hanya saja baru mendapatkan perhatian
klinis dan publikasi penelitian batu empedu masih terbatas karena sebagian besar
Hepatologi ditemukan 73% pasien yang menderita batu empedu pigmen dan 27%
lainnya menderita batu kolesterol. Hal ini sesuai dengan angka di negara tetangga
seperti Singapura, Thailand dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor infeksi
empedu oleh kuman E.Coli ikut berperan penting dalam timbulnya batu
bukitting, pada tahun 2017 angka kejadian kolelitiasis yaitu sebanyak 146
penderita. Terdiri atas 140 pasien yang sehat dan pulang kerumah, sedangkan 6
suri lantai II pada tahun 2017 terdapat 53 pasien yang menderita Kolelitiasis,
4
sedangkan pada tahun 2018 dari tanggal 1 januari sampai dengan 30 mei 2018
diagnosa kolelitiasis. (Catatan laporan pasien rawat inap diruangan bedah ambun
Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dengan
Rawat Inap Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Tahun 2018”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2018
2. Tujuan Khusus
Rawat Inap Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad Mochtar
Ruangan Rawat Inap Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad
Rawat Inap Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad Mochtar
Rawat Inap Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad Mochtar
Ruangan Rawat Inap Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad
Rawat Inap Bedah ambun suri lantai II RSUD Dr. Achmad Mochtar
C. Manfaat
2. Bagi Perawat
Hasil karya ilmiah akhir ners ini dapat memberikan manfaat bagi
op Laparaskopi Kolelitiasis
4. Bagi Mahasiswa
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP KOLELITIASIS
1. DEFENISI
2007)
normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
2. ETIOLOGI
menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-
pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin,
2014).
3) Obesitas
kolesterol
4) Wanita
2014).
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
10
pada saluran empedu lainnya (Smeltzer dan Bare, 2002 dalam Amelia
2013).
empedu
2) Statis empedu
tanpa faktor resiko. Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
3) Kegemukan (obesitas)
4) Faktor keturunan
5) Aktivitas fisik
6) Kehamilan
7) Hiperlipidemia
2006).
Air 97,5 gm % 95 gm %
Elektrolit - -
a. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-
b. Bilirubin
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini
diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi
4. KLASIFIKASI
a. Batu kolesterol
70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu
13
1) Supersaturasi kolesterol
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam
3) Batu campuran
2014).
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang
berupa sebagai :
2) Batu Kombinasi
1) Batu Kolesterol
Batu Kolesterol
a. Fase Supersaturasi
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan
supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1
: 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap (Erpecum, 2011).
terjadi supersaturasi.
tinggi.
5) Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
sirkulasi enterohepatik).
17
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti
batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-
sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal
empedu.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup
waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana
kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti
batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut (Guyton & Hall, 2008).
a. Saturasi bilirubin
Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa
juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki
melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan
2010).
pembentukan foto polos abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan
koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang dapat
7. PATOFISIOLOGI
kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
8. MANIFESTASI KLINIS
atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada
banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering
riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang
tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
TANDA : TANDA:
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme abdomen
2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada
2. Kadang terdapat nyeri di kuadran
kuadran kanan atas kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan nyeri
4. Ikterus ringan
GEJALA: GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang Rasa nyeri (kolik empedu),
Menetap Tempat : abdomen bagian atas (mid
2. Mual dan muntah epigastrium),
3. Febris (38,5°°C) Sifat : terpusat di epigastrium
menyebar ke arah skapula kanan
2. Nausea dan muntah
3. Intoleransi dengan makanan
berlemak
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan Radiologis
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
c. USG
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain.
Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
pankreas.
24
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal
g. CT Scan
10. PENATALAKSANAAN
Terdapat dua bentuk penatalaksanaan medis yaitu bedah, non bedah dan
1) Farmakologis
Chenodiol/Chenix
Sjamsuhidayat, 2010).
b. Pembedahan
1) Kolesistektomi terbuka
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
2) Kolesistektomi laparaskopi
c. Disolusi medis
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. Kurang dari 10% batu
diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
d. Disolusi kontak
melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
1. Kolesistotomi
oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
11. KOMPLIKASI
kandung empedu.
30
lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus Girsang (2013)
b. Kolik bilier
c. Perikolistitis
e. Fistel kolesistoenterik
kembali dan batu muncul lagi) (Garden, 2007 dalam Beat, 2008).
31
12. PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.
b. Pencegahan Sekunder
disebut kolesistektomi
c. Pencegahan Tersier
2017)
B. ANATOMI FISIOLOGI
yang terletak di bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati) di antara
lobus kanan dan lobus kiri hati. Panjang kurang lebih 7,5 – 12 cm, dengan
bentuk bulat dengan ujung yang buntu. Korpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu yang sebagian besar menempel dan tertanam didalam
jaringan hati sedangkan Kolum adalah bagian sempit dari kandung empedu
diameter antara 1-3 mm. Dinding lumennya terdapat katup berbentuk spiral
yang disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut mengatur cairan
34
dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi yang
Doherty, 2015).
cabang dari arteri hepatikus kanan yang terletak di belakang dari arteri duktus
(dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic ducts, dan ujung hepar)
(Williams, 2013).
35
daripada tahanan sfingter. Aliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor yaitu
sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan dari
Menurut Guyton & Hall, 2008 empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu :
absorpsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara
lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
36
oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum.
serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan
kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan
umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau
yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
a. Hormonal
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
empedu.
b. Neurogen
Air 97,5 gm % 95 gm %
Elektrolit - -
d. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-
e. Bilirubin
heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti
bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian
(Garden,2007).
40
C. KONSEP LAPAROSKOPI
1. Definisi Laparoskopi
tradisional yang memerlukan irisan yang lebih besar, dimana tangan ahli
(Leo et al., 2006) dan gold standard (Tayeb et al., 2005) untuk
rumah sakit lebih pendek, dan lebih cepat kembali ke aktivitas harian yang
Leo et al., 2006). Bedah laparoskopi berhubungan dengan insisi kulit yang
2. Instrument laparoskopi
Ada dua tipe laparoskop yaitu: (1) sistem teleskop batang, yang biasanya
dihubungkan dengan kamera video (single chip atau three chip); (2)
karena gas terdapat tubuh manusia dan dapat diserap oleh jaringan dan
Conner (2006) adalah sebagai berikut: meja operasi elektrik (bila tersedia),
electrocautery dissection tools, yang terdiri dari: L-shaped hook dan spade-
Gambar 9.
Instrumen laparoskopi: (a) ruang laparoskopi modern; (b) Laparoscpy set; (c)
Veress needle dan trokar; (d) Irrigator, cauter monopolar dan bipolar; (e)
3. Penggunaan Laparoskopi
Gambar 10
4. Koleistektomi
oleh Karl Lungenbach dari Jerman pada tahun 1882. Lebih dari satu abad,
teknik baru ini. Awalnya banyak operasi yang didorong oleh permintaan
lain pasien cepat pulih, sedikit nyeri, dan lebih cepat kembali bekerja
lebih pendek, dan lebih cepat kembali ke aktivitas harian yang normal
(Vittimberga et al., 1998; MacFadyen, 2004; Tayeb et al., 2005; Leo et al.,
pasien (Haris, 2008). Pendekatan ini juga lebih hemat bagi penyelenggara
5. Prosedur
dalam abdomen melalui trokar (pipa lubang dengan pengunci agar gas
yaitu (1) Port untuk laparoskop yang ditempatkan dekat umbilicus (port
dipergunakan (10 mm atau 5 mm); (2) Port untuk operasi merupakan port
abdomen; (3) dan (4) Port pembantu, jumlahnya dua buah, ditempatkan
pada lateral sarung rectus dan di bawah tepi bawah liver (port C dan D)
forcep yang tidak traumatik. Tarik kandung empedu ke arah luar untuk
dilakukan klip tiga buah pada ductus cysticus, sedangkan ductus cysticus
dengan cara klip dua buah dan dipotong diantaranya. Kandung empedu
Gambar. 11
dan arteri cystica; (c) Melakukan klip; (d) Membebaskan kandung empedu dari
perlekatan di liver
48
1. PENGKAJIAN
2) Keluhan Utama
Pre Op: biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
Post Op: klien mengatakan terdapat luka jahit bekas operasi yang
ditutupi kassa dan dibaluti kain pada perut kanan bagian atas, klien
Pada saat pengkajian luka post op, terdapat bekas luka operasi
pengkajian pada luka post op, luka masih lembab. Pasien biasanya
mengeluh nyeri pada luka post op. Namun nyeri akan berkurang jika
pasien beristirahat.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan
klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
(TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.
Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
50
1) Data Psikologis
2) Data Sosial
3) Data Spiritual
2. ANALISA DATA
MASALAH
NO DATA ETILOGI
KEPERAWATAN
Pre operasi
1 DS: Proses inflamasi Nyeri akut
a. Pasien biasanya
mengatakan nyeri
pada perut kanan
b. Nyeri menjalar ke
daerah punggung
c. Nyeri terasa hilang
timbul
d. Nyeri berkurang jika
beristirahat
DO:
a. Pasien biasanya
tampak meringis
b. Pasien biasanya
tampak memegang
daerah perut
c. Pasien biasanya
tampak gelisah
d. TTV biasanya
mengalami
peningkatan
2 DS: Mual muntah Ketidakseimbangan
a. Pasien biasanya (intake tidak nutrisi kurang dari
mengatakan tidak adekuat) kebutuhan tubuh
nafsu makan
b. Pasien biasanya
mengatakan
mengalami
penurunan berat
badan selama satu
bulan terakhir
c. Pasien biasanya
mengatakan mual
dan muntah saat
makan
DO:
a. Pasien biasanya
tampak lemas
b. Turgor kulit kering
c. Mukosa bibir kering
d. Porsi diit dihabiskan
kurang dari ½ porsi
52
b. Pasien mengatakan
luka belum kering
DO:
a. Tampak luka jahit
post operasi di peruti
sebelah kanan yang
ditutupi kassa dan
b. Luka tampak basah
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre operasi
b. Post operasi
laparoskopi
post laparoskopi
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
58
Nutrition Monitoring
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
3. Defisit NOC NIC:
perawatan diri
Activity Intolerance Self-Care Assistance:
Mobility: physical Bathing / Hygiene
Impaired
Pertimbangkan budaya
Self Care Deficit
Hygiene pasien ketika
Sensory perception, mempromosikan aktivitas
Auditory disturbed.
perawatan diri.
Kriterta hasil : Pertimbangkan usia pasien
ketika mempromosikan
Perawatan diri
aktivitas perawatan diri
ostomi : tindakan
pribadi Menentukan jumlah dan
mempertahankan jenis bantuan yang
ostomi untuk
dibutuhkan
eliminasi
Perawatan diri : Tempat handuk, sabun,
Aktivitas deodoran, alat pencukur,
kehidupan sehari-
dan aksesoris lainnya yang
hari (ADL)
mampu untuk dibutuhkan di samping
60
BAB III
BUKITTINGGI
TAHUN 2018
A. Pengkajian
58 tahun 6 bulan dan berasal dari lubuk sikaping. Ny. M mengatakan sudah
menikah dengan Tn. A yang saat ini berada dirumah karna keterbatasan
Ny. M masuk kerumah sakit dan dirawat diruang bedah ambun suri
laparaskopi kolelitiasis.
68
Ny. M datang kerumah sakit dia antarkan oleh anaknya bernama Ny.
1. Riwayat Kesehatan
Bukittinggi tanggal 27 Juli 2018 pukul 09.00 WIB kiriman dari poli bedah
Pada saat pengkajian pada tanggal 30 juli 2018 jam 11.00 WIB.
telah selesai post operasi laparaskopi kolelitiasis pada tanggal 30 juli 2018
jam 10.30 WIB. Saat ini pasien terpasang IVFD RL 28 gtt/i drip ketorolac
1 ampul pada tangan sebelah kiri, tampak luka post operasi yang ditutupi
kassa dibagian abdomen, pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi,
pasien juga mengatakan perutnya terasa aneh disertai dengan mual. Pasien
tampak lelah dan mengatuk saat dipindahkan dari kamar operasi ke ruangan
bedah ambun suri lantai II. Pasien tampak hanya berbaring ditempat tidur
dan aktifitas sehari-hari pasien dibantu oleh keluarga. Setelah 1 jam berada
diruang bedah ambun suri lantai II Pasien selalu bertanya kepada perawat
sejak 3 tahun yang lalu dan pernah mencapai 180/120 mmhg yang
mengandung garam dan santan dan terlebih orang tua Ny. M juga
jika ia merasa lehernya terasa berat dan kepalanya terasa sakit, obat
memiliki riwayat penyakit gastritis, sejak 5 tahun yang lalu hal itu
disebabkan karna pasien sering telat makan karna sibuk bekerja sebagai
petani. Pasien mengatakan tidak makan obat maag karena ia merasa jika
2) Riwayat alergi
3) Kebiasaan merokok/kopi/obat-obatan/alkohol/lain-lain
kopi, Alkohol dan lain lain. Hanya saja Ny. M mengkonsumsi obat
4) Rawatan sebelumnya
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal serumah
X : Meninggal
dengan orang tua suaminya. Pasien mengatakan memiliki 5 orang anak yang
yang bernama Ny.S dan keluarganya. Pasien mengatakan tidak ada anggota
Hipertensi.
71
3. Pengkajian Fisiologis
hal ini disebabkan pola hidup yang tidak sehat da nada riwayat hipertensi
penyakit jantung, demam rematik, edema mata kaki, ataupun nyeri dada
lainnya.
jam 12.00 WIB pada sistem pernafasan, tampak dada pasien simetris kiri
dan kanan, kedalaman nafas normal, tidak ada pernafasan cuping hidung,
dan tidak ada penggunaan otot bantu nafas. Frekuensi nafas 20 x/menit,
fremitus sama kiri dan kanan, bunyi nafas vesikuler. Pasien tidak mengalami
sianosis, ekstremitas teraba dingin. Fungsi mental pasien baik, pasien juga
S1S2, frekuensi denyut jantung 80 x/menit, irama teratur dan kualitas baik..
Tidak teraba adanya getaran dan dorongan pada jantung. Irama nadi teratur.
Tekanan darah 110/80 mmHg. Suhu 36 0C. Pengisisan kapiler < dari 3 detik.
Pasien tidak mengalami varises. Bentuk kuku pasien normal, tidak ada
rambut tipis. Warna mukosa bibir merah muda, mukosa bibir lembab.
72
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, dan pasien tidak ada mengalami
diaphoresis.
sinus rhythm.
Pada saat pengkajian lanjutan pada tanggal 30 juli 2018 jam 18.00
WIB Pasien pada saat sebelum dirawat mengatakan biasanya makan 3x satu
buah dan sayuran. Pada saat ini pasien mendapat diet makanan lunak (ML)
dari rumah sakit dan hanya mampu menghabiskan 2 sendok dari takaran
makanan yang diberikan oleh ahli gizi. Pasien makan 3 kali sehari dengan
menu dan angka kecukupan gizi yang telah diatur oleh ahli Gizi rumah sakit.
Makanan terakhir yang dimakan adalah nasi lunak dengan ikan padang dan
sayur serta buah pepaya. Ny. M mengatakan semenjak sakit ada perubahan
setengah porsi makanan yang disiapkan, akan tetapi saat sakit hanya mampu
17.00 WIB, kira kira jika ditakarkan sekitar 5 sendok makan dengan
dan nyeri di bagian perut sebelah atas. Pasien mengatakan tidak ada alergi
terhadap makanan.
adalah 46 kg dan terjadi perubahan pada berat badan selama Ny. M sakit,
gelas dalam sehari. Dari hasil pemeriksaan fisik. Bentuk tubuh pasien
normal, BB: 45 kg dan TB: 160 cm. Pasien tidak terpasang NGT, pasien
pembesaran pada kelenjar tiroid, bising usus (+) normal 8 x/menit, terdapat
nyeri tekan pada ulu hati dan bagian abdomen bagian kanan atas.
c. Eliminasi
belum BAB sejak ia selesai operasi. BAK pasien normal, pasien BAK 2-3 x
sehari, pasien mengatakan BAK pertama kali setelah operasi jam 17.30 WIB
kurang lebih 300 cc. Sebelumnya saat dirumah pasien mengatakan tidak
ada masala dengan BAB maupun BAKnya hanya saja terkadang agak nyeri
saat BAK. Semenjak dirawat dari tanggal 27 juli 2018-29 juli 2018 pasien
mengatakan tidak ada masalah pada BAB dan BAK pasien.. Pada saat ini
bisa berjalan kekamar mandi. Pasien tidak mengalami retensi urin, disuria,
sakit ia tidak bekerja lagi. Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan duduk
dan berkumpul dengan teman lainnya Pondokan yang berada ditepi sawah
untuk melepas lelah. Pasien mengatakan saat ini dirinya tidak bisa
beraktifitas karena jika bergerak pasien merasa sakit pada luka post operasi
sehari-hari dibantu oleh keluarga karena jika pasien bergerak nyeri pada
luka pasien meningkat. Pasien belum mampu berjalan atau turun dari tempat
tidur karena nyeri dan ngilu pada luka post operasi. Pasien mengatakan juga
belum terbiasa karena perubahan bentuk fisik pada Ny. M yang biasanya
Saat sebelum sakit tidur pasien nyenyak, biasanya pasien sekitar jam
21.00 sudah tertidur, sekarang pasien sesekali terbangun malam hari, karena
75
nyeri yang tiba-tiba dirasakan pasien. Siang hari pasien juga tidur kurang
lebih 1 jam. Pasien mengatakan setelah bangun dirinya merasa tidak merasa
segar. Pasien mengatakan ada gangguan dengan tidurnya akibat nyeri yang
ia rasakan.
e. Proteksi
Alhamdulillah tidak ada bekas luka atau memar dibadan Ny. M. Pasien
pernah mengalami demam dan biasanya akan hilang setelah meminum obat
abdomen pasien yang belum kering. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan
f. Indra/sense
panca indra, baik itu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan
peraba. Dari hasil pemeriksaan fisik penglihatan pasien normal, pasien tidak
normal, pasien bisa membedakan bau minyak wangi dan bau minyak angin.
Pendengaran normal, pasien tidak menggunakan alat bantu dengar dan tidak
tuli. Indra pengecap normal, pasien bisa membedakan rasa manis, pahit,
asam dan asin. Indra peraba pasien normal, pasien bisa merasakan goresan
g. Neurologi
lemah pada kaki dan tangannya. Ny. M tidak pernah mengalami stroke. Dari
hasil pemeriksaan fisik pasien, GCS 15, kesadaran kompos mentis, status
mental terorientasi baik itu waktu, tempat dan orang. Pasien tidak ada
afasia atau disfagia. Ukuran pupil kiri dan kanan 3 mm, reaksi pupil kiri dan
Nervus Kranialis:
h. Endokrin
i. Seksualitas
hubungan seksual dan pasien tidak mau dikaji terlalu dalam tentang
nyeri pada luka post operasi Lapatomi kolelitiasis bagian abdomen kanan
atas frekuensi hilang timbul kualitas sedang skala nyeri 6-7 durasi + 10
menit dan muncul lebih dari 3x sehari penjalaran nyeri menjalar hingga
kepinggang faktor pencetus nyeri timbul dan meningkat saat bergerak dan
saat pasien bergerak secara tiba tiba. Pasien tampak meringis ketika nyeri,
diciptakan Allah pada bentuk tubuhnya dia menerimanya dengan ikhlas, dan
pasien menganggap ini semua ujian dari Allah. Ny. M belum bisa beraktifitas
seperti biasanya karena belum terbiasa dengan keadaan seperti ini. Pasien
walaupun dalam kondisi yang berbeda. Ny. M tetap mensyukuri nikmat yang
Ny. M mengatakan tidak bisa mengerjakan shalat seperti biasanya, dan hanya
keluarga selalu mendukung setiap kegiatan yang dilakukan, dan keluarga selalu
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang karena
ingin beraktifitas kembali. Pasien tampak tegang dan sering bertanya mengenai
kurang tepatnya penanganan terhadap penyakit pasien. Pasien juga tidak tau
yang diberikan.
80
7. Pemeriksaan penunjang
A. Hematologi
B. Kimia klinik
C. Pemeriksaan Urinalisa
a. Bakteri : (+)
c. PH :8.0
d. Bj :1,015
81
D. Pemeriksaan diagnostik
rhythm.
E. Pemeriksaan TTV
Hari/Tanggal Jam
Senin, 30 Juli 2018 06.00 WIB
TD: 120/90 mmHg, N: 80 x/i, RR: 20 x/i, S: 37 °C
11.00 WIB
TD: 110/80 mmHg, N: 86 x/i, RR: 21 x/i, S: 36 °C
18.00 WIB
TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/i, RR: 18 x/i, S: 36.5 °C
F. Pemeriksaan fisik
BB/TB = 45 kg/160 cm
a. Kepala
Inspeksi: Keadaan kepala pasien bersih, tidak ada ketombe, rambut tipis
b. Mata
c. Hidung
Inspeksi: Keadaan simetris, warna sama dengan kulit daerah lain, tidak ada
lesi, tidak ada sumbatan, tidak ada perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
d. Telinga
Inspeksi: bentuk dan ukuran telinga simetris ki/ka, integritas kulit bagus,
warna sama dengan kulit lain, tidak ada serumen, tidak ada tanda-tanda
e. Mulut
Inspeksi: gigi tidak lengkap, tidak ada caries, tidak ada perdarahan dan
radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit-langit utuh, tidak ada tanda-
f. Leher
g. Dada/thorax
1) Paru
menit
Auskultasi: Vesikuler
2) Jantung
Perkusi: Batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri LMCS RIC V
h. Abdomen
Inspeksi: perut tidak membuncit, tidak ada lesi tampak luka post op
Perkusi: tympani
i. Ekstremitas
sebelah kiri, akral hangat, CRT < 3 detik, tidak ada edema
5555 5555
84
j. Integumen
Kulit berwarna sawo matang, teraba hangat, kulit tidak pucat, kulit keriput.
k. Sirkulasi
gejala yang
ditimbulkanya
melindungi
lambung dan
duodenum
agar tidak
sampai terjadi
ulkus
H. Discharge Planning
diantisipasi yaitu tanggal 01 Juli 2018 Jam 15.00 WIB. karena sesuai dengan
jadwal pemberian terapi medis yang dibutuhkan oleh pasien. Sumber keuangan
Mengubah pola hidup agar lebih sehat, meningkatkan asupan bergizi yang
kesehatan, menjaga kebersihan diri atau personal hygiene agar tidak terjadi
infeksi pada luka, dan memotivasi untuk tetap semangat dalam menjalani
Data Fokus
Analisa Data
Do:
a. Pasien tampak post operasi laparaskopi
kolelitiasis pada abdomen sebelah kanan
atas pasien
b. Tampak luka post operasi diabdomen
sebelah kanan atas
c. Tampak luka tertutupi kassa dan kain
d. Tampak ± 1-1,5 cm
e. TTV
TD:110/80 mmhg
N:86x/i
P:21x/i
S:36 C
Do:
a. Pasien tampak susah bergerak
b. Pasien tampak meringis saat bergerak
c. Pasien tampak terbaring ditempat tidur
d. Pasien tampak aktifitas sehari-hari
dibantu oleh keluarga
e. Pasien tampak belum sanggup berjalan
dan turun dari tempat tidur
7 Ds : Kurang informasi Defisiensi
a. Pasien mengatakan tidak mengetahui Pengetahuan
dengan jelas penyakitnya
b. Pasien mengatakan tidak mengetahui cara
perawatan dirinya
Do :
a. Pasien tampak gelisah
b. Pasien selalu bertanya tentang
penyakitnya
c. Pasien terlihat bingung ketika ditanya
seputar penyakit dan kesehatanya
d. Pendidikan terakhir Ny. M adalah SD
B. Diagnosa Keperawatan
kolelitiasis
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka post operasi
laparaskopi kolelitiasis
C. Intervensi
2 Resiko infeksi Risk control Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
berhubungan dengan Infection Control Monitor ,WBC
Kriteria Hasil :
(Kontrol infeksi) Monitor kerentanan terhadap infeksi
Tindakan pembedahan Batasi pengunjung
Klien bebas dari tanda dan Partahankan teknik aspesis pada pasien
sehingga memungkinkan gejala infeksi yang beresiko
Mendeskripsikan proses Inspeksi kulit dan membran mukosa
microorganisme masuk penularan penyakit, factor terhadap kemerahan, panas, drainase
yang mempengaruhi Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
penularan serta Dorong masukkan nutrisi yang cukup
penatalaksanaannya, Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
Menunjukkan kemampuan sesuai resep
untuk mencegah timbulnya Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
infeksi gejala infeksi
Jumlah leukosit dalam Ajarkan cara menghindari infeksi
batas normal Laporkan kecurigaan infeksi
Menunjukkan perilaku
hidup sehat.
3 Gangguan pola tidur Sleep: extent and pattern Sleep Enhancement Determinasi efek-efek medikasi terhadap
pola tidur
berhubungan dengan
Kriteria Hasil :
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
nyeri akibat post op
Jumlah jam tidur dalam Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas
laparaskopi kolelitiasis batas normal 6-8 jam/hari sebelum tidur (membaca)
Pola tidur, kualitas dalam Ciptakan lingkungan yang nyaman
batas normal Kolaborasikan pemberian obat tidur
93
4 Hambatan mobilitas fisik Joint Movement : Active Exercise Therapy: a. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien
berhubungan dengan Mobility Level Ambulation untuk melakukan program latihan secara
perubahan bentuk fisik Self care : ADLs rutin
dan nyeri pada luka post Transfer performance b. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
operasi yang aman kepada klien dan keluarga.
Kriteria Hasil : c. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk,
a. Klien meningkat dalam kursi roda, dan walker
aktivitas fisik d. Beri penguatan positif untuk berlatih
b. Mengerti tujuan dari mandiri dalam batasan yang aman.
peningkatan mobilitas e. Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara
c. Memverbalisasikan pemakaian kursi roda & cara berpindah dari
perasaan dalam kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
meningkatkan kekuatan f. Dorong klien melakukan latihan untuk
dan kemampuan berpindah memperkuat anggota tubuh
d. Memperagakan g. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan alat Bantu penggunaan kursi roda
untuk mobilisasi (walker) h. Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
94
(farmakologis/non
farmakologis).
g. Mengajarkan teknik non A:
farmakologis (relaksasi, Masalah keperawatan
distraksi dll) untuk mengatasi nyeri akut belum
nyeri. teratasi
h. Kolaborasi memberikan P:
analgetik untuk mengurangi Lanjutkan intervensi a,
nyeri. b, c, d, e, f, g, h.
2 Resiko infeksi 30 juli 2018 a. Memonitor tanda dan gejala S: Ardyan
berhubungan dengan 13.30 WIB infeksi sistemik dan lokal a. Pasien mengatakan Darmawan
Tindakan b. Memonitor ,WBC post operasi batu
pembedahan c. Memonitor kerentanan empedu pada perut
sehingga terhadap infeksi pasien
memungkinkan d. Membatasi pengunjung b. Pasien mengatakan
microorganisme e. Mempertahankan teknik terdapat luka t post
masuk aspesis pada pasien yang operasi diperut
beresiko sebelah kanan
f. MengInspeksi kulit dan c. Pasien mengatakan
membran mukosa terhadap luka tertutupi kassa
kemerahan, panas, dan dibaluti kain
g. Menginspeksi kondisi luka / d. Pasien mengatakan
insisi bedah luka masih belum
h. Mendorong/Memotivasi kering dan masih
Pasien masukkan nutrisi masih memakai
yang cukup perban
O:
97
Intervensi
a,c,d,e,f,g,h,i
mempercepat proses
penyembuhan luka O:
g. Mengajarkan pada klien & e. pasien tampak
keluarga untuk dapat masih susah
mengatur posisi secara bergerak
mandiri dan menjaga f. pasien tampak
keseimbangan selama latihan meringis
ataupun dalam aktivitas b. pasien tampak
sehari hari. masih dibantu saat
h. Mengajarkan pada klien/ mengubah posisi
keluarga untuk tubuh pasien
memperhatikan postur tubuh c. tampak aktifitas
yg benar untuk menghindari sehari-hari pasien
kelelahan, keram & cedera. masih dibantu oleh
i. Kolaborasikan ke ahli terapi keluarga
fisik untuk program latihan.
A:
Masalah keperawatan
hambatan mobilitas
fisik belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi a,
b, c, d, e, f, g, h, i, .
7 Defisiensi 30 Juli 2018 a. Mengkaji pengetahuan pasien S : Ardyan
Pengetahuan b.d 19.00 WIB tentang penyakitnya Pasien mengatakan Darmawan
kurang informasi b. Memberikan penilaian mulai paham tentang
tentang tingkat pengetahuan penyakitnya
101
(farmakologis/non P:
farmakologis). Lanjutkan intervensi a,
g. Mengajarkan teknik non b, c, d, e, f, g, h.
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.
h. Kolaborasi memberikan
analgetik untuk mengurangi
nyeri.
2 Resiko infeksi 31 juli 2018 a. Memonitor tanda dan gejala S: Ardyan
berhubungan dengan infeksi sistemik dan lokal a. Pasien mengatakan Darmawan
Tindakan 13.00 WIB b. Memonitor ,WBC post operasi batu
pembedahan c. Memonitor kerentanan empedu pada perut
sehingga terhadap infeksi pasien
memungkinkan d. Membatasi pengunjung b. Pasien mengatakan
microorganisme e. Mempertahankan teknik terdapat luka t post
masuk aspesis pada pasien yang operasi diperut
beresiko sebelah kanan
f. MengInspeksi kulit dan c. Pasien mengatakan
membran mukosa terhadap luka tertutupi kassa
kemerahan, panas, dan dibaluti kain
g. Menginspeksi kondisi luka / O:
insisi bedah a. Pasien tampak post
h. Mendorong/Memotivasi operasi laparaskopi
Pasien masukkan nutrisi kolelitiasis pada
yang cukup abdomen sebelah
kanan atas pasien
105
h. Menginstuksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan
dengan cara yang tepat
2 Shif malam b. Menganjurkan pasien a. TTV pada pukul 05.00 WIB : Perawat
istirahat yang cukup TD: 120/80mmHg Bedah
(20.00-08.0 IB) a. Membantu dan Nadi : 80x/mnt
Menganjurkan Pernafasan : 18x/mnt
keluarga membantu
Suhu : 36.7ºC
ADL pasien
b. Memantau TTV b. Ceftriaxone 1 gr
pasien Ranitidin 50 mg
c. Melakukan Evidence c. Hasil evidance based jurnal
Based Jurnal ambulasi berhasil menurunkan nyeri
dini dari skala 4 ke skala 3
d. Memberi penyuluhan
diit rendah lemak
e. Menganjurkan pasien
membatasi tamu
f. Memberikan obat
sesuai orderan dokter
A:
113
BAB IV
TELAAH JURNAL
Pada BAB ini penulis melakukan telaah terhadap 3 jurnal yang berjudul
pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap penurunan intensitas nyeri pada
pada pasien post operasi laparoskopi di RSUD Kudus, dan efektifitas terapi aroma
Penelitian ini dilakukan oleh Iin pinandita, Ery Purwanti, dan Bambang
utoyo dengan judul pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien post operasi laparoskopi. Tujuan dari penelitian ini
penurunan intensitas nyeri pada pasien post laparoskopi di Rumah Sakit PKU
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat inap RSU PKU
Jumlah populasi pasien laparoskopi dalam 1 tahun terakhir adalah berjumlah 168
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai
% dan jika populasinya kurang dari 100 maka jumlah sampelnya adalah seluruh
118
dari jumlah populasi. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu :kriteria inkulsi umur 15
- 50 tahun, pasien post operasi laparoskopi hari ke-1, pasien mendapatkan terapi
analgetik yang sama, 7-8 jam setelah pemberian analgetik, pasien sadar, pasien
yang masuk ICU, pasien tidak kooperatif (Aziz, 2007 dalam Pinandita, 2012).
kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien. Manajemen nyeri
terbatas pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh
emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua
efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari hari (Smeltzer and Bare,
dengan memakai obat tidur. Namun pemakaian yang berlebihan membawa efek
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit
(Smeltzer and Bare, 2002). Teknik relaksasi merupakan salah satu metode
sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2001
dalam Purwanti,2012).
menurunkan nyeri pasca operasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-
otot skeletal dalam nyeri pasca-operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan
dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif
dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol
diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri
Berbagai macam bentuk relaksasi yang sudah ada adalah relaksasi otot,
(Utami, 1993). Dari bentuk relaksasi di atas belum pernah dimunculkan kajian
tentang teknik relaksasi genggam jari. Relaksasi genggam jari adalah sebuah
120
teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang
berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita. Teknik
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa Intensitas nyeri pre test pada
memiliki rata-rata (mean) 6.64, sedangkan pre test pada kelompok control
memiliki rata-rata (mean) 6.58, yang berarti kedua kelompok tersebut memiliki
hasil rata-rata yang tidak jauh berbeda, dikarenakan pre test pada kedua
kelompok ini dilakukan pada hari pertama (24 jam setelah operasi), dimana
ditemukan nyeri yang berat dan sangat berat. Hal ini sesuai dengan penelitian
Ekstein (2006) tentang studi prospektif intensitas nyeri dalam 24 jam dan
penelitian tersebut ditemui 0-4 jam post operasi kategori hebat dan setelah 24
Intensitas nyeri post test pada responden yang dilakukan relaksasi genggam
jari memiliki rata-rata (mean) 4.88 sedangkan post test pada kelompok kontrol
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol post test. Pada kelompok
energi pada meredian (energi channel) yang terletak pada jari tangan kita.
intensitas nyeri. Hal ini dikarenakan pada hari pertama (24 jam setelah operasi),
luka post operasi masih dalam fase inflamasi dimana fase inflamasi berlangsung
sampai 5 hari pasca operasi dan pasien masih berada dalam kondisi merasakan
relaksasi genggam jari masih berpusat pada rasa nyeri dan ketidaknyamanan
post test tanpa perlakuan relaksasi genggam jari, nyeri tersebut tidak mengalami
eksperimen adalah 1.764, sedangkan perbedaan rata-rata pre test-post test pada
test-post test pada kelompok kontrol adalah 0.117. Perbedaan rata-rata intensitas
dialami, keadaan ini dapat dihubungkan dengan karakteristik yang dimiliki oleh
nyeri.
Pada kelompok eksperimen, intensitas nyeri pre tes memiliki mean 6.64 dan
intensitas nyeri post test memiliki mean 4.88. Pada kelompok kontrol, intensitas
nyeri pre tes memiliki mean 6.58 dan intensitas nyeri post test memiliki mean
6.47. dapat disimpulkan dari tindakan yang telah dilakukan skala nyeri
tersebut (p < 0.05), artinya terdapat pengaruh teknik relaksasi genggam jari
didapatkan hasil bahwa terdapat perubahan skala nyeri pada pasien post operasi
(Wallace, 1971. Beech dkk, 1982). Relaksasi merupakan kebebasan mental dan
fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan
motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada
Penelitian yang dilakukan oleh Yuni Rustianawati, Sri Karyati, dan Rizka
nyeri pada pasien post operasi laparoskopi di RSUD kudus meiliki tujuan untuk
Group. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien operasi laparoskopi di RSUD
sebanyak 20 responden. Uji analisa data dengan uji Independent Samples T test.
upaya pengontrolan nyeri (Potter, 2005 dalam Rustianawati, 2013). Pasien post
pengembalian fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan
latihan napas dan batuk efektif dan mobilisasi dini. Perawatan post laparoskopi
konsep diri dan mempersiapkan pulang, hal ini dilakukan sejak pasien masih di
keterbatasan gerak. Nyeri bukanlah akibat sisa pembedahan yang tidak dapat
dihindari tetapi ini merupakan komplikasi bermakna pada sebagian besar pasien.
timbulnya dan beratnya rasa nyeri pasca bedah dipengaruhi fisik, psikis atau
emosi, karakter individu dan sosial kultural maupun pengalaman masa lalu
terhadap rasa nyeri. Derajat kecemasan penderita pra bedah dan pasca bedah
kesadaran, takut akan terjadinya penyulit dari anestesi dan pembedahan, rasa
takut akan rasa nyeri yang hebat setelah pembedahan selesai (Rustianawati,
2013).
latihan gerak sendi, gaya berjalan, toleransi aktivitas sesuai kemampuan dan
ruang pulih sadar (recovery room) dengan miring kanan/kiri dan memberikan
tindakan rentang gerak secara pasif. Menurut Kasdu (2005) mobilisasi dini post
operasi laparoskopi dapat dilakukan secara bertahap, setelah operasi, pada 6 jam
pertama pasien harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan
menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat
125
miring kekiri dan kekanan untuk mencegah trombosis dan trombo emboli.
Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk. Setelah pasien
Rustianawati, 2013).
memicu penurunan nyeri dan penyembuhan luka lebih cepat. Terapi latihan dan
bukan saja pada bagian yang mengalami cedera tetapi juga pada keseluruhan
anggota tubuh. Terapi latihan dapat berupa passive dan active exercise, terapi
Rustianwati, 2013).
Menurut Potter & Perry (2005) mobilisasi dini sangat penting sebagai
gangguan fungsi tubuh, aliran darah tersumbat dan peningkatan intensitas nyeri.
dengan cara menghilangkan konsentrasi pasien pada lokasi nyeri atau daerah
2013).
126
setiap bulannya. Pada bulan Juli 2012 sebanyak 8 kasus, bulan Agustus 2012
pasien bedah adalah nyeri akut, meskipun sudah diberikan tindakan medis
dengan obat analgetik, pasien masih merasakan nyeri yang hebat. Dalam hal ini
distraksi relaksasi napas dalam. Selan itu intervensi untuk melakukan mobilisasi
mobilisasi dini dapat dilakukan secara aktif dan pasif, mulai di ruang pulih sadar
0.009, hari ke 2 didapatkan nilai p value 0.000 dan hari ke 3 didapatkan nilai p
value 0.000. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan rata-rata intensitas nyeri
didapatkan hasil bahwa terdapat perubahan skala nyeri setelah diberikan terapi
ambulasi pada pasien post laparoskopi kolelitiasis. Hal ini didukung oleh hasil
rentang gerak sendi terhadap lingkup gerak sendi pada pasien fraktur femur post
operasi orif di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
gerak dapat meningkatkan lingkup gerak sendi. Penelitian yang dilakukan oleh
127
menurunkan nyeri.
pada pasien post laparoskopi. Jenis desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah quasy eksperiment dengan rancangan penelitian pre test and
post test designs with control group. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
post laparoskopi di Rumah Sakit Awal Bross dan Rumah Sakit Syafira Pekan
dengan memilih 30 orang sampel. Penelitian dilakukan mulai dari tanggal 15-23
penelitian menunjukkan bahwa aroma terapi jeruk nipis sangat signifikan untuk
ruang antara dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses
Pasien harus puasa empat hingga enam jam sebelumnya, dibuat banyak buang
air besar agar ususnya mengempis. Sebelum puasa pasien laparoskopi diberikan
makanan cair atau bubur, makanan yang mudah diserap, tapi rendah sisa, untuk
operasi pertama yang dilakukan adalah membuat sayatan di bawah lipatan pusar
CO2 sampai batas kira-kira 12-15 milimeter Hg. Dengan pemberian gas CO2 itu,
perut pasien akan menggembung. Itu bertujuan agar usus tertekan ke bawah dan
menciptakan ruang di dalam perut. Setelah perut terisi gas CO2, alat trocar
dimasukkan. Alat itu seperti pipa dengan klep untuk akses kamera dan alat-alat
lain selama pembedahan. Ada empat trocar yang dipasang di tubuh. Pertama,
terletak di pusar. Kedua, kira-kira letaknya 2-4 cm dari tulang dada (antara dada
dan pusar) selebar 5-10 mm. Trocar ketiga dipasang di pertengahan trocar kedua
agak ke sebelah kanan (di bawah tulang iga), selebar 2-3 atau 5 mm. Trocar
mm. Melalui trocar inilah alat-alat, seperti gunting, pisau ultrasonik, dan
tubuh kita dan bagian yang perlu dibuang melalui kamera tersebut yang
terhadap pasien dan anggota keluarga. Penatalaksanaan nyeri akan lebih efektif
2014).
melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman.
digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon
salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf
Hidung memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000 bau yang
bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati),emosi, ingatan, dan
aroma lavender efektif untuk menurunkan nyeri dan kecemasan kala I pada
lemon dapat memberikan efek rileks pada pasien pre operasi sectio cessaria
(p<0,05).
Hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata intensitas nyeri post laparoskopi
sebelum diberikan aroma lemon pada kelompok eksperimen adalah 5,07 dengan
standar deviasi 0,704 dan 2,60 sesudah diberikan aroma lemon dengan standar
deviasi 0,737. Perbedaan nilai mean pre-test dan post-test pada kelompok
eksperimen adalah sebesar 2,47. Hasil analisa diperoleh p (0,000) < α (0,05),
maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara mean intensitas
nyeri post laparoskopi sebelum dan sesudah diberikan aroma lemon pada
kelompok eksperimen.
pada kelompok kontrol adalah 4,73 dengan standar deviasi 1,033 dan 4,47
sesudah tanpa diberikan aroma lemon dengan standar deviasi 0,915. Perbedaan
131
nilai mean pretest dan postest pada kelompok control adalah sebesar 0,26. Hasil
analisa diperoleh p (0,164) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara mean intensitas nyeri post laparoskopi sebelum
lemon pada kelompok eksperimen adalah 2,6 dengan standar deviasi 0,737 dan
4,47 pada kelompok kontrol tanpa menghirup aroma lemon dengan standar
deviasi 0,915. Melalui uji statistik diperoleh nilai p (0,000) < α (0,05), maka
skala nyeri sebelum dengan rata-rata skala nyeri sesudah menghirup aroma
didapatkan hasil bahwa terdapat perubahan skala nyeri yang signifikan setelah
diberikan terapi aroma lemon pada pasien post laparoskopi kolelitiasis. Hal ini
Inggris, bahwa bau yang dihasilkan aroma terapi berkaitan dengan gugus steroid
penenang kimia alami yang akan menstimulus neurokimia otak. Bau yang
Enkrfalin memiliki fungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan menghasilkan
terapi efektif menurunkan intensias nyeri yang dirasakan pasien (Kim Nam &
BAB V
PEMBAHASAN
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium
akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak
riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang
134
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
1. Pengkajian
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
gejala di teori dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien kelolaan
yaitu pasien dengan post laparoskopi kolelitiasis. Hal ini sesuai dengan hasil
Bukittinggi pada tanggal 27 Juli 2018 pukul 09.00 WIB kiriman dari poli
bedah. dibawa oleh keluarganya dengan keluhan nyeri pada perut bagian
pasien bisa muntah 2-3 kali. Keluarga pasien mengatakan nyeri perut bagian
136
kanan atas pasien akan semakin bertambah sesaat pasien makan makanan
yang berlemak.
Pada saat pengkajian pada tanggal 30 juli 2018 jam 11.00 WIB.
telah selesai post operasi laparaskopi kolelitiasis pada tanggal 30 juli 2018
jam 10.30 WIB. Saat ini pasien terpasang IVFD RL 28 gtt/i drip ketorolac
1 ampul pada tangan sebelah kiri, tampak luka post operasi yang ditutupi
kassa dibagian abdomen, pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi,
pasien juga mengatakan perutnya terasa aneh disertai dengan mual. Pasien
tampak lelah dan mengatuk saat dipindahkan dari kamar operasi ke ruangan
bedah ambun suri lantai II. Pasien tampak hanya berbaring ditempat tidur
dan aktifitas sehari-hari pasien dibantu oleh keluarga. Setelah 1 jam berada
diruang bedah ambun suri lantai II Pasien selalu bertanya kepada perawat
2. Diagnosa Keperawatan
tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien dimasa lalu yang
berikut :
laparaskopi kolelitiasis
Diagnosa Teoritis
a. Pre operasi
b. Post operasi
138
laparatomi
post laparatomi
Diagnosa Kasus
laparaskopi kolelitiasis
3. Intervensi Keperawatan
dimana tujuan yang terpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan dan
rencana keperawatan yang telah disusun oleh Nanda, NIC, NOC sebagai
yang dilakukan pada kasus maupun teori. Adapun pada tahap pelaksaan ini
kesulitan yang mungkin terjadi dapat diatasi. Selain itu keberhasilan tahap
ini dikarenakan adanya kerja sama yang baik antara penulis, pasien dan
relaksasi genggam jari terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post
teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun
yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita.
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Dengan relaksasi pasien dapat
dapat berkurang.
latihan gerak sendi, gaya berjalan, toleransi aktivitas sesuai kemampuan dan
kesejajaran tubuh.
memicu penurunan nyeri dan penyembuhan luka lebih cepat. Terapi latihan
tubuh bukan saja pada bagian yang mengalami cedera tetapi juga pada
keseluruhan anggota tubuh. Terapi latihan dapat berupa passive dan active
exercise, terapi latihan juga dapat berupa transfer, posisioning dan ambulasi
berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem
yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang
terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk
mengubah bau tersebut menjadi impuls listrik yang dipancarkan ke otak dan
141
pengobatan pasien.
4. Implementasi Keperawatan
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada
laparaskopi kolelitiasi
2018.
tubuh yang rusak menjadi baru. Orang yang sedang sakit membutuhkan
144
istirahat dan tidur lebih banyak dari pada saat sehat karena orang yang
dan keluarga, menyediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi
dalam batasan yang aman, mengajarkan pada klien & keluarga tentang
cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat
cara penggunaan kursi roda, mengajarkan pada klien & keluarga untuk
ahli terapi fisik untuk program latihan.. Implementasi ini dilakukan pada
yang sudah telah dilakukan oleh Yusuf pada tahun 2013 tentang
cepat. Hal ini sejalan dengan pendapat Carpenito (2000) bahwa salah
mobilisasi dini pada pasien post operasi kepada pasien dan keluarga
5. Evaluasi
dan penatalaksanaan yang sudah berhasil dicapai (Potter dan Perry, 2005).
hari pertama sampai hari ke tiga yaitu masalah teratasi sebagian. Pasien
dapat berjalan dengan baik. Pasien sudah boleh pulang yaitu pada
pada hari pertama sampai hari ketiga yaitu masalah teratasi karena
keadaan luka pasien bagus, sudah kering dan tidak ada muncul tanda-
tanda infeksi. Pasien sudah boleh pulang yaitu pada tanggal 1 Agustus
pulang juga dijelaskan tentang obat-obat yang akan dibawa pulang serta
laparaskopi kolelitiasis
pada hari pertama sampai hari ketiga yaitu masalah teratasi karena
147
pasien sudah tampak rileks. Pola tidur pasien sudah mulai stabil. Pasien
sudah boleh pulang yaitu pada tanggal 1 Agustus 2018, pasien juga
pada hari pertama sampai hari ketiga yaitu masalah teratasi, pasien
menggunakan alat bantu. Pasien sudah boleh pulang yaitu pada tanggal
1 Agustus 2018.
pada hari pertama sampai hari ketiga yaitu masalah belum teratasi,
sudah boleh pulang yaitu pada tanggal 1 Agustus 2018. Pasien juga
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
susah untuk tidur dikarnakan yang ia rasakan dan merasa kesulitan dalam
beraktifitas.
pola tidur berhubungan dengan nyeri Post op, Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri pada luka post op, dan Kurang pengetahuan
telah dirumuskan
nyeri akut dan Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada
dari tanggal 30 juli-1 agustus yang terbagi dalam 3 shift, pagi,siang dan
dan 3 rawatan.
skala nyeri pada pasien post operasi laparoskopi walaupun penurunan skala
laparoskopi
post laparoskopi
op, dan
yang didapatkan
151
Dapat disimpulkan diagnose teori dan kasus yang didapat hampir sama
B. Saran
terutama pada:
terutama rawat inap dalam memberikan pelayanan yang lebih baik dan
tentang penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini, L. (2016). Upaya Peningkatan Nutrisi Pada Pasien Post op kolelitiasi Di Rsu
Assalam Gemolong. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Berger, Williams. (1999). Fundamental of nursing: collaborating for optimal health. USA:
Apleton & Lange.
Black & Hawks. (2005). Medical surgical nursing clinical management for positive
outcomes (ed.7). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders.
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta:
EGC.
Bukit, E.K. (2003). Kualitas tidur & faktor-faktor gangguan tidur klien lanjut usia yang
dirawat inap di ruang penyakit dalam medan
Ditya, W (2016). Hubungan Mobilisasi Dini dengan Proses Penyembuhan Luka pada
Pasien Pasca Laparatomi di Bangsal Bedah Pria dan Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Artikel penelitian.
Firmansyah, M. (2015). Diagnosis dan Tata Laksana Kolesistitis Akalkulus Akut. SMF
Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Kota Tangerang
Fitri, Milla. (2012). Hubungan intensitas nyeri luka section caesarea dengan kualitas tidur
pada pasien postpartum hari ke-2 di ruang inap RSUD Sumedang.
153
Girsang, J. (2011). Karakteristik Penderita Kolelitiasis Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2010-2011. Staf Pengajar Departemen
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Indrawati, N. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Batu Saluran Kemih Di
Lantai 5 Bedah Rspad Gatot Soebroto. Karya Ilmiah Akhir. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia: Depok
Karyati, S. (2013). Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada
Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Kudus
Kereh, D. (2016). Hubungan antara jenis batu dan perubahan mukosa kandung empedu
pada pasien batu kandung empedu. Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado
Kozier. Barbara, et.all. (2004). Fundamentals of nursing: conceps, process, and practice.
7th Ed. USA: Pearson Prentice Hall.
Kusumawati & Hartono. (2012). Buku ajar keperawatn jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Mulya, R. (2015). Pemberian mobilisasi dini terhadap lamanya penyembuhan lka post
operasi apendiktomi pada asuhan Ny.S di Ruang Kantil 2 RSU Karanganyar.
Narilawati, O. (2015). Pemberian terapi aroma lemon terhadap penurunan skala nyeri
dengan asuhan keperawatan pada Ny. N pada pasien apendiktomi RSU Sidoarjo
Purwandari, F. (2013). Efektifitas terapi aroma lemon terhadap penurunan skala nyeri
pada pasien post laparatomi
Rahmalia, S. (2013). Efektifitas terapi aroma lemon terhadap penurunan skala nyeri pada
pasien post laparatomi
Rahman, A. (2015). Hubungan Antara Nyeri Dan Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Pada
Pasien Post Laparatomi Di Irna Ruang Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Sriyanto, (2016). Upaya Penanganan Kerusakan Integritas Jaringan Pada Pasien Post
Orif Fraktur Radius Ulna Hari Ke 0 Di Rsop. Dr. Soeharso Surakarta. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Thresia, A (2017). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Cholesistitis
Di Ruang G1 Rumkital. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang
Tuah Surabaya
Wahyuni, S. (2017). Pengaruh ambulasi dini terhadap pemulihan pasien post operasi
abdomen di RS. Kota Medan. Tesis Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan