Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.

2 Oktober 2016, 117-123

POSTPARTUM BLUES
PADA PERSALINAN DI BAWAH USIA DUA PULUH TAHUN

Istiani Nur Chasanah 1, Kurniasari Pratiwi 1, Sri Martuti 2


1
Akademi Kebidanan Yogyakarta,
Jl Parangtritis KM 6, Sewon, Yogyakarta
2
Puskesmas Dlingo Bantul
Jl. Koripan Dlingo Bantul

kiky_kurniasari@rocketmail.com

Abstract

Postpartum blues or baby blues is a feeling of sadness experienced by mothers after childbirth related to the baby.
Postpartum blues is like an iceberg that is difficult to detect because there are still many people who do not
understand about the event. Nevertheless, postpartum blues not being handled properly is one of the factors
precipitating the occurrence of postpartum depression, can be fatal for mother and baby. Postpartum blues more
common in women who marry in their early age. Indonesia has high percentage of early age marriage in the world
(ranked 37) and is the second highest in ASEAN after Cambodia. Based on data, there was increasing number of
woman cases delivering labor and having children in the village Panggungharjo Sewon Bantul from year 2013 to
2015. Research objectives are to determine the postpartum blues in labor under the age of 20 years. This study is a
descriptive study with retrospective design. The study population consists of women who gave birth under the age
of 20 years in the village of Panggungharjo, Sewon, Bantul using total sampling (33 subjects). The result showed
that 45.5% of respondents who experienced postpartum blues and 54.5% did not experience postpartumblues.

Keywords: postpartum blues; Labor under the age of 20 years; maternity

Abstrak

Postpartum blues atau baby blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh ibu setelah melahirkan berkaitan
dengan bayinya. Postpartum blues merupakan fenomena gunung es yang sulit dideteksi karena masyarakat masih
banyak yang belum paham mengenai kejadian tersebut. Padahal postpartum blues yang tidak tertangani dengan
tepat merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi postpartum yang dapat berakibat fatal bagi ibu dan
bayinya. Postpartum blues banyak terjadi pada wanita yang menikah muda. Indonesia termasuk Negara dengan
prosentase pernikahan usia muda tertinggi di dunia (ranking 37) dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.
Berdasarkan data, terdapat peningkatan jumlah kasus persalinan di desa Panggungharjo Sewon Bantul pada tahun
2013 sampai 2015. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui postpartum blues pada persalinan dibawah usia 20
tahun. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain retrospektif. Populasi penelitian ini adalah
ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun di Desa Panggungharjo Sewon Bantul dengan menggunakan total
sampling, berjumlah 33 orang. Hasil penelitian mendapatkan hasil 45.5% responden yang mengalami postpartum
blues dan 54.5% tidak mengalami postpartum blues.

Kata Kunci: postpartum blues; persalinan di bawah usia 20 tahun; bersalin

PENDAHULUAN sedangkan multipara adalah wanita yang


telah melahirkan seorang anak lebih dari satu
Postpartum blues merupakan perasaan sedih kali, dan grandemultipara adalah wanita
yang dialami oleh ibu melahirkan, hal ini yang telah melahirkan 5 orang anak atau
dapat terjadi pada semua ibu postpartum dari lebih (Varney, 2006). Ibu primipara
etnik dan ras manapun, dan dapat terjadi merupakan kelompok yang paling rentan
pada ibu primipara maupun multipara mengalami depresi postpartum dibandingkan
(Henshaw, 2007). Primipara merupakan ibu multipara atau grandemultipara (Elvira.
wanita yang telah melahirkan seorang anak 2006).
yang cukup besar untuk hidup di dunia luar,

117
118 Postpartum blues pada persalinan dibawah usia dua puluh tahun

Postpartum blues dapat dipicu oleh perasaan (WHO) yaitu antara 10-24 tahun. Menurut
belum siap menghadapi lahirnya bayi atau Departemen Kesehatan, remaja adalah
timbulnya kesadaran akan meningkatkan individu yang berusia 10 sampai 19 tahun
tanggungjawab sebagai ibu. Ibu primipara dan belum kawin. Menurut Badan
kebanyakan mengalami postpartum blues Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
berat pada periode immediate postpartum (BKKBN), remaja adalah individu yang
yang akan meningkatkan kejadian depresi berusia 10 sampai 19 tahun. Apabila pada
postpartum. Freudenthal, Crost & Kaminski kurun waktu tersebut remaja melakukan
(1999) menyebutkan bahwa dari 37 ibu pernikahan, maka masa persiapan pernikahan
primipara, 14% mengalami postpartum blues yang merupakan tugas perkembangan yang
tingkat berat, sedangkan dari 65 ibu paling penting dalam tahun-tahun remaja
multipara, 12% mengalami postpartum blues dilewatkan.
tingkat berat.
Pernikahan merupakan hal yang penting bagi
Ibu yang mengalami depresi postpartum manusia. Seseorang yang menikah akan
mengalami penurunan minat dan ketertarikan memperoleh keseimbangan baik dari segi
terhadap bayi dan tidak mampu merawat biologis, sosial, dan juga psikologis. Selain
bayinya secara optimal sehingga tidak cinta dalam pernikahan juga diperlukan
bersemangat menyusui, sehingga kebersihan, saling pengertian yang mendalam. Kesediaan
kesehatan serta tumbuh kembang bayi tidak untuk saling menerima pasangan masing-
optimal. Depresi postpartum dan postpartum masing dengan latar belakang dan
blues sangat berkaitan, apabila postpartum kepribadian yang berbeda berarti mereka
blues terjadi berkepanjangan maka terjadilah harus bersedia menerima dan memasuki
depresi postpartum. Pada ibu yang lingkungan sosial budaya pasangannya, dan
mengalami depresi postpartum, besar karenanya diperlukan keterbukaan, toleransi
kemungkinan bayi tidak mendapat ASI dan yang sangat tinggi, saling menyesuaikan diri,
ditolak oleh orang tuanya serta adanya serta menetapkan pembagian tugas antara
masalah dalam proses bounding attachment suami istri. Hal-hal tersebut memperkuat
(Elvira, 2006). alasan bahwa persiapan pernikahan menjadi
hal yang penting.
Pada umumnya, persalinan dilakukan oleh
individu yang sudah berumur diatas 20 Hasil penelitian United Nation International
tahun, hal ini terjadi karena adanya batas Children’s Emergency Found (UNICEF) di
usia dalam pernikahan. Batas usia dalam Indonesia menemukan angka kejadian
pernikahan sangat penting karena hal ini pernikahan anak berusia 15 tahun berkisar
berkaitan dengan kematangan emosional, 11%, sedangkan yang menikah di saat usia
fisik maupun psikologis sehingga persiapan tepat 18 tahun sekitar 35% (UNICEF, 2012).
mengenai cara membina keluarga dan aspek- Pernikahan usia dini paling banyak terjadi di
aspek dalam pernikahan masih terbatas. Afrika dan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara
Apabila persiapan kurang akan menimbulkan didapatkan data bahwa sekitar 10 juta anak
masalah (Praromdhani, 2001). Berbagai usia di bawah 18 tahun telah menikah,
masalah yang dapat ditimbulkan akibat sedangkan di Afrika diperkirakan 42% dari
persalinan remaja di bawah umur populasi anak, menikah sebelum mereka
diantaranya adalah postpartum blues. berusia 18 tahun, secara umum pernikahan
dini lebih sering terjadi pada anak
Remaja berasal dari basa latin “adolescere” perempuan dibandingkan anak laki-laki,
yang berarti tumbuh ke arah kematangan. sekitar 5 % anak laki-laki menikah sebelum
Kematangan yang dimaksud hanya berusia 19 tahun (Larasati, 2009). Indonesia
kematangan fisik saja, tetapi juga termasuk negara dengan prosentase
kematangan sosial dan psikologis. Batas usia pernikahan usia muda tertinggi didunia
remaja menurut World Health Organization (ranking 37) dan tertinggi kedua di ASEAN

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.2 Oktober 2016, 117-123


Chasanah, Pratiwi, & Martuti 119
setelah Kamboja. Pada tahun 2010 terdapat muda, dan 68 laki-laki muda. Kejadian
158 negara dengan usia legal minimum pernikahan usia muda tertinggi di kabupaten
menikah adalah 18 tahun keatas, dan di Bantul yaitu Kecamatan Sewon yang
Indonesia masih di luar itu (BKKBN, 2012). berjumlah 19 remaja, dan selanjutnya
kecamatan Kasihan dengan jumlah 14 remaja
Data di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdiri dari perempuan dan laki-laki
angka Usia Kawin Pertama (UKP) wanita (Kementrian Agama Bantul, 2014).
yang menikah pada usia kurang dari sama
dengan 15 tahun adalah 3,78%, sedangkan Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
wanita yang menikah pada usia 16-18 tahun peneliti di Kantor Urusan Agama (KUA)
sebanyak 22,37% (BKKBN, 2012). Kejadian Kecamatan Sewon Bantul diketahui alasan
persalinan di bawah umur 20 tahun secara mengapa angka pernikahan di usia 20 tahun
keseluruhan terjadi ditiap-tiap provinsi yang tergolong tinggi. Sebagian besar alasan
ada di Indonesia, begitu pula dengan Daerah orangtua yang menikahkan anaknya di
Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terkenal bawah usia 20 tahun karena takut anaknya
sebagai kota pelajar dan kota budaya juga akan hamil di luar nikah, selain itu ada yang
tidak terhindar dari kejadian persalinan telah hamil di luar nikah, tidak ada biaya
dibawah umur 20 tahun. untuk melanjutkan pendidikan, budaya, serta
sudah menjadi kebiasaan didaerah tersebut.
Berdasarkan studi tahun 2014, Bantul Adanya pernikahan usia muda selanjutnya
menempati urutan pertama di DIY dengan mendorong terjadinya kejadian persalinan
jumlah 177 mempelai yang mengajukan usia muda. Berdasarkan hasil studi
dispensasi nikah di Pengadilan Agama (PA) pendahuluan kasus persalinan dibawah umur
sebagai syarat menikah dibawah umur dan 20 tahun di Desa Panggungharjo Sewon
selanjutnya diikuti Kabupaten Gunung Kidul Bantul dari tahun 2013-2015 sebanyak 33
dengan total 161 mempelai yang orang. Dengan demikian peneliti tertarik
mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan untuk melakukan penelitian tentang
Agama. Pernikahan di bawah umur 20 tahun postpartum blues pada persalinan di bawah
yang telah menjadi fenomena, tentulah usia 20 tahun.
menjadi hal yang ironis jika dipandang dari
kemajuan tingkat pendidikan yang telah METODE
dicapai DIY khususnya Kabupaten Bantul
(Dinkes DIY, 2015). Faktor yang Penelitian ini menggunakan metode
mempengaruhi nikah muda di Yogyakarta deskriptif karena dimaksudkan untuk
adalah budaya dan pendapat orang tua menyelidiki fenomena, yang hasilnya
tentang anak diatas 20 tahun belum menikah dipaparkan dalam bentuk deskripsi. Desain
maka dikatakan tidak laku. yang digunakan dalam penelitian ini adalah
retrospektif, yaitu penelitian yang melihat ke
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar belakang, artinya pengumpulan data dimulai
(Riskesdas) 2007 dalam BKKBN (2012), dari efek atau akibat yang telah terjadi.
jumlah dari wanita muda berusia 15-19 tahun Kemudian dari efek tersebut ditelusuri
yang menikah lebih besar jika dibandingkan penyebabnya atau variabel-variabel yang
dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun. mempengaruhi tersebut (Notoadmodjo,
Menurut Kementerian Agama ketentuan 2012). Retrospektif rancangan bangun
batas usia minimal menikah bagi perempuan dengan melihat ke belakang dari suatu
adalah 16 tahun dan laki-laki adalah 19 kejadian yang berhubungan dengan kejadian
tahun. Berdasarkan data dari Kementerian kesakitan yang diteliti. Dengan kata lain dari
Agama Bantul terdapat 102 remaja yang efek ke faktor risiko atau mencari
melakukan pernikahan dibawah umur 20 penyebab/kausa/faktor risiko dari penelitian.
tahun dalam kurun waktu Januari sampai
dengan Desember 2014. Jumlah remaja yang Populasi pada penelitian ini adalah ibu-ibu
menikah usia muda diantaranya 34 wanita yang menikah dan sudah melahirkan pada

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.2 Oktober 2016, 117-123


120 Postpartum blues pada persalinan dibawah usia dua puluh tahun

usia kurang dari 20 tahun di Desa


Panggungharjo Sewon Bantul yang Tabel 1.
berjumlah 35 orang. Hal tersebut sesuai Karakteristik responden berdasarkan umur,
dengan data dari KUA Kecamatan Sewon, pendidikan dan pekerjaan
dimana populasi ibu-ibu yang menikah No Variabel Frekuensi %
dibawah umur 20 tahun secara keseluruhan 1 Umur
16 4 12,1
adalah 35 orang dari tahun 2013-2015.
17 5 15,2
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini 18 9 27,3
adalah 35 orang, peneliti menggunakan 19 15 45,5
teknik total sampling yaitu memberi hak Total 33 100
yang sama kepada setiap subjek untuk 2 Pekerjaan
memperoleh kesempatan dipilih menjadi Ibu Rumah Tangga 19 57,6
sampel. Namun demikian, terdapat 2 Buruh 8 24,2
responden yang pindah rumah ke luar kota, Swasta 6 18,2
sehingga jumlah sampel yang digunakan Total 33 100
dalam penelitian ini adalah 33 orang. 3 Pendidikan
SMP 21 63,6
Variabel yang digunakan dalam penelitian SMA 12 36,4
ini variabel tunggal yaitu postpartum blues Total 33 100
pada persalinan dibawah usia 20 tahun.
Pengukuran postpartum blues dilakukan
Tabel 2.
dengan memberikan kuisioner Edinburgh Kondisi Psikologis ibu bersalin yang berusia
Postnatal Depression Scale (EPDS). dibawah 20 tahun
Analisis data menggunakan teknik statistik Kondisi Psikologis Frekuensi %
deskriptif. Mengalami Postpartum Blues 18 54,5
Tidak mengalami Postpartum
HASIL DAN PEMBAHASAN Blues 15 45,5
Total 33 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
responden yang berusia 16 tahun yaitu ada 4
orang (12,1%), untuk yang berusia 17 tahun Tabel 3.
yaitu ada 5 orang (15,2%), untuk yang Indikator terjadinya postpartum blues pada
berusia 18 tahun yaitu ada 9 orang (27,3), responden berdasarkan Edinburgh Postnatal
selain itu ada yang berusia 19 tahun yaitu Depression Scale (EPDS)
ada 15 orang (45,5%). Sebagian besar Indikator Jumlah
Cemas 32
responden adalah ibu rumah tangga yang
Bingung 16
tidak bekerja yaitu sebanyak 19 orang
Gelisah 18
(57,6%), sedangkan ada yang bekerja
Postpartum Letih 33
sebagai buruh ada 8 orang (24,2%) dan
blues
untuk yang lain bekerja sebagai karyawan Lupa 8
swasta ada 6 orang (18,2%). Sebagian besar Susah tidur 28
responden yang memiliki tingkat pendidikan Menangis 4
rendah (SMP) yaitu 21 orang (63,6%),
sedangkan berpendidikan tinggi (SMA) yaitu
12 orang (36,4%). Selengkapnya disajikan Berdasarkan tabel 3 diketahui dari 32
dalam tabel 1. Berdasarkan tabel 2 dapat responden mayoritas responden mengalami
diketahui bahwa dari 33 responden diketahui cemas, letih dan susah tidur. Analisis hasil
18 responden yang tidak mengalami penelitian di Desa Panggungharjo, Sewon,
postpartum blues dengan prosentase 54,5% Bantul terjadinya pospartum blues terjadi
dan 15 responden mengalami postpartum pada responden yang melahirkan dibawah
blues dengan persentase 45,5%. usia 20 tahun ada lima belas orang (45,5%)

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.2 Oktober 2016, 117-123


Chasanah, Pratiwi, & Martuti 121
yang mengalami postpartum blues dan singkat. Hal ini didukung Urbayatun (2010)
delapan belas orang (54,5%) yang tidak yang menyebutkan bahwa dukungan sosial
mengalami postpartum blues dari tiga puluh berhubungan negatif dengan kecenderungan
tiga responden. depresi postpartum pada ibu primipara.

Untuk melengkapi data tentang postpartum Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
blues peneliti melakukan wawancara kepada postpartum blues diantaranya dukungan
responden. Berdasarkan hasil wawancara, sosial, paritas, tingkat pendidikan dan
paritas merupakan salah satu faktor yang perencanaan kehamilan oleh karena itu
mempengaruhi seorang ibu bersalin seperti yang diungkapkan oleh responden
mengalami postpartum blues, selain itu ibu meskipun bersalin dibawah usia 20 tahun
yang mengalami postpartum blues juga tetapi mendapatkan dukungan yang penuh
merasa bahwa dirinya belum siap dalam oleh keluarga sehingga tidak mengalami
mengurus anaknya. postpartum blues selain itu disebabkan
karena pribadi responden dalam menghadapi
Stressor psikososial adalah suatu peristiwa masa postpartum. Hal ini menjadi analisis
atau kejadian yang mengakibatkan seseorang bagi peneliti bahwa ibu yang melahirkan
harus melakukan penyesuaian atau adaptasi dibawah usia 20 tahun pada kenyataannya
terhadap kondisi yang dialami. Persalinan tidak semua mengalami postpartum blues
merupakan suatu peristiwa yang rumit dan karena dari ibu menikmati keadaannya dan
menimbulkan stress bagi seorang ibu. sudah siap memiliki anak. Rahmandani,
Pendukung teori stress menjelaskan bahwa Karyono & Dewi (2009) menyebutkan
setiap peristiwa menimbulkan stress, misalya adanya faktor internal dan faktor eksternal
proses persalinan, dapat merangsang reaksi yang mempengaruhi kejadian depresi
untuk terjadinya postpartum blues. postpartum. Faktor internal diantaranya
adalah isi kognitif, karakteristik kepribadian,
Kehamilan dan persalinan pada remaja dan sikap hati yang terbuka. Sementara
menjadi salah satu faktor pendukung faktor eksternal diantaranya adalah
terjadinya postpartum blues. Penyebab lain dukungan sosial, penguatan positif, dan
postpartum blues selain usia persalinan tekanan dari luar.
dibawah usia 20 tahun adalah kesiapan
remaja dalam perubahan perannya sebagai Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
ibu, antara lain: kesiapan fisik, mental, sebanyak tiga puluh tiga responden
finansial dan sosial (Henshaw, 2007). menjawab kelelahan dalam mengurus
Melahirkan di bawah usia 20 tahun anaknya, selain itu ada tiga puluh dua
menyebabkan kurangnya kematangan dalam responden yang menjawab cemas dengan
berpikir, sehingga akan menyebabkan keadaannya terutama dalam mengurus
kurang siapnya mental seseorang dalam anaknya merasa belum bisa memberikan
mengurus anak dan rumah tangga. Dalam yang terbaik selain itu ada dua puluh delapan
kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia responden yang mengalami susah tidur
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah karena terbebani oleh kelahiran bayinya, ada
20-30 tahun. juga dari delapan belas responden
mengalami gelisah karena kepikiran
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa anaknya, enam belas responden mengalami
Panggungharjo didapatkan hasil bahwa binggung dalam mengurus anaknya terutama
sebagian besar responden yang bersalin saat menangis binggung harus bagaimana,
dibawah 20 tahun tidak mengalami delapan responden mengalami lupa atas
postpartum blues karena mendapatkan kelahiran anaknya sehingga menyebabkan
dukungan sosial dari keluarga terutama dari postpartum blues empat responden
suami. Adanya dukungan sosial membuat mengalami tangisan yang kuat ketika
responden dapat mengatasinya dan melewati bayinya menangis responden juga menangis.
masa postpartum blues dengan waktu yang Berdasarkan hasil penelitian bahwa

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.2 Oktober 2016, 117-123


122 Postpartum blues pada persalinan dibawah usia dua puluh tahun

pendidikan terbanyak yang mengalami Hasil penelitian ini menunjukkan status


postpartum blues adalah SD-SMP, yaitu dua kehamilan mempengaruhi terjadinya
belas responden (54,5%) hal ini sesuai postpartum blues. Hasil penelitian ini sesuai
dengan pendapat yang mengatakan bahwa dengan Bobak (2004) yang menyatakan
pendidikan rendah lebih sering mengalami salah satu faktor yang dapat menyebabkan
postpartum blues dibandingkan dengan postpartum bues adalah kehamilan yang
pendidikan tinggi. Pendidikan dalam tidak diinginkan. Suami memegang peranan
penelitian ini adalah jenjang pendidikan penting dalam terjadinya postpartum blues
formal yang ditempuh oleh ibu yang dan diharapkan suami menyadai bahwa istri
mempunyai bayi sampai memperoleh ijazah sangat membutuhkannya pada saat– saat
yang sah. Hasil penelitian ini sesuai dengan tertentu dan suami diharapkan ada saat istri
penelitian Latipun (2001) yang mengatakan sangat membutuhkannya. Dukungan itu
bahwa pendidikan sesorang akan tidak hanya berupa dukungan material tetapi
mempengaruhi cara berpikir dan cara dukungan psikologis, penilaian, informasi,
pandang terhadap diri dan lingkungannya, dan finansial sangat dibutuhkan oleh istri,
karena itu akan berbeda sikap responden jadi dukungan yang diberikan itu dikemas
yang mempunyai pendidikan tinggi secara utuh sehingga istri merasa nyaman
dibandingkan dengan yang berpendidikan dan dapat persalinan dengan baik.
rendah dalam menyikapi proses selama
persalinan sehingga pada pendidikan rendah Dukungan suami merupakan strategi coping
terjadi postpartum blues. penting pada saat mengalami stress dan
berfungsi sebagai strategi preventif untuk
Berdasarkan hasil penelitan didapatkan hasil mengurangi stress dan konsekuensi
sebagian besar responden yang mengalami negatifnya. Untuk itu dukungan suami sangat
postpartum blues adalah primipara yaitu 14 dibutuhkan oleh perempuan setelah
responden 63,6% terdapat hubungan antara mengalami postpartum blues.
paritas dengan kejadian postpartum. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang menyebutkan SIMPULAN
bahwa proses persalinan, lamanya persalinan
hingga komplikasi yang dialami setelah Berdasarkan hasil penelitian jumlah
persalinan dapat mempengaruhi kondisi responden didominasi usia 19 tahun (45,5%),
psikologis seorang ibu, dimana semakin Pekerjaan responden mayoritas ibu rumah
besar trauma fisik yang dialami maka tangga (IRT) sebanyak 57,6 % dan
semakin besar trauma psikis yang muncul pendidikan responden mayoritas SMP
hal ini semakin berat dirasakan wanita yang (63,6%). Ibu yang mengalami postpartum
pertama kali melahirkan anak mereka. Blues yaitu sebesar 45,5 % (15 responden),
Adanya perubahan selama kehamilan Ibu yang tidak mengalami Postpartum Blues
khususnya peningkatan hormon dapat yaitu sebanyak 18 responden atau 54,5%. Ibu
menimbulkan tingkat kecemasan yang yang mengalami postpartum blues sebagian
semakin berat serta rasa khawatir menerima besar mengalami keletihan dalam mengurus
peran baru menjadi krisis situasi yang terjadi anaknya, serta mengalami cemas dalam
sehingga hal ini dapat menimbulkan mengurus anaknya.
terjadinya postpartum blues (Handerson &
Jones, 2006 ). Menurut Bobak (2004) hal ini DAFTAR PUSTAKA
sesuai dengan kriteria ibu yang mengalami
gangguan emosional adalah ibu primipara BKKBN.(2012). Kajian pernikahan Dini
yang belum berpengalaman dalam mengasuh Pada Beberapa Profinsi Di Indonesia
anak. Hal ini berisiko terjadinya postpartum Dampak Over population Akar
blues. Masalah Dan Peran Kelembagaan Di
Daerah, www.bkkbn.go.id. Diunduh
tanggal 5 November 2015

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.2 Oktober 2016, 117-123


Chasanah, Pratiwi, & Martuti 123

Bobak , L. (2004). Keperawatan maternitas.


Jakarta : EGC. Latipun. (2001). Psikologi konseling.
Dinkes DIY.(2015).Profil DIY 2015. Dinas Malang: UMM Press
Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Notoadmodjo, S. (2012). Metode penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Elvira, S.D. (2006). Depresi pasca
persalinan. Jakarta: Balai Penerbit Praromdhani. (2011). Kesehatan reproduksi
Fakultas Kedokteran Universitas wanita. Jakarta : Mulia Medika.
Indonesia.
Rahmandani, A., Karyono, Dewi, E.K.
Freudenthal, N.M., Crost, M., & Kaminski, (2009). Strategi penanggulangan
M. (1999). Severe post-delivery (coping) pada ibu yang mengalami
blues: associated factors. Arch postpartum blues di Rumah Sakit
Womens Ment Health, 2, 37-44. Umum Daerah kota Semarang.
Jurnal Psikologi Undip, 5(1)
Henderson, C., & Jones, K. (2006). Buku
ajar konsep kebidanan. Jakarta. EGC Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2007).
Pedoman Pewawancara Petugas
Henshaw, C. (2007). Mood disturbance in Pengumpul Data. Jakarta: Badan
the early puerperium:a review. Litbangkes, Depkes RI.
Archives Of Women’s Mental Health,
6(2), 33-42. Urbayatun, S. (2010). Dukungan sosial dan
kecenderungan depresi post partum
Kementerian Agama Bantul.(2014). Daftar pada ibu primipara di daerah gempa
pernikahan, rujuk,dan cerai menurut Bantul. Humanitas, 7(2), 114-122
umurnya. Data diperoleh tanggal 17
November 2014. Varney, H. (2006). Buku ajar asuhan
kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC
Larasati, T. (2009). Kualitas hidup pada
wanita yang sudah memasuki masa
menopouse. Skripsi. Jakarta.
Universitas Gunadarma.

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.2 Oktober 2016, 117-123

Anda mungkin juga menyukai