Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

”Pemasangan Infus”

DISUSUN OLEH :

NAMA : INKA PRATIWI

NIM : P201801036

KELAS :L1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA


KENDARI

2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
saya dapat menyelesaikan Laporan pendahuluan tentang Pemasangan Infus.

Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan ini.

Akhir kata kami berharap semoga laporan pendahuluan tentang


pemasangan infus untuk klien ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

2
DAFTAR ISI

Halaman judul…………………………………………………………………………………………1

Kata pengantar………………………………………………………………………………………..2

Daftar isi…………………………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….….4

A. Latar belakang……………………………………………………………………….……..4
B. Rumusan masalah…………………………………………………………………………5
C. Tujuan penulisan…………………………………………………………………………..5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………...6

A. Kebutuhan cairan tubuh bagi manusia………………………………………….. 6


B. Faktor yang berpengaruh dalam pengaturan cairan………………………. 6
C. Jenis cairan………………………………………………………………………………….. 7
D. Gangguan/masalah dalam pemenuhan kebutuhan cairan……………… 8
E. Pemasangan infus………………………………………………………………………. 10
F. Jenis dan kegunaan selang infus………………………………………………….. 17
G. Cara menghitung tetsan infus……………………………………………………... 17

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………..17

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………… 20
B. Saran………………………………………………………………………………………….. 20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………… 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia


secara fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan
hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian
padat dari tubuh. Secara keseluruhan, presentase cairan tubuh berbeda
berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75% dari
total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa
55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain
itu, presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada
lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka
cairan tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan
tubuh lebih sedikit dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak pada tubuh
wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria
dewasa.

Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah atau gangguan dalam


pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit adalah dengan pemberian cairan
melalui infus. Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan
memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan
pemberian makanan.

Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam


tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
(Yuda, 2010). Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu memasukkan cairan
atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu
tertentu dengan menggunakan infus set (Potter, 2005).

4
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian
caian tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan
fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori
yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada
pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan lain. (Lachman,
2008)

Salah satu tugas penting bidan adalah memberikan pelayanan yang


aman dan nyaman bagi klien. Salah satunya yaitu dengan memberikan cairan
infus kepada klien yang sedang mengalami kekurangan cairan. Seorang bidan
memiliki tanggung jawab penuh dalam memperhatikan status kesehatan
dengan memberikan asuhan khususnya pemberian cairan infus kepada klien.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pemasangan infus?

2. Apakah fungsi dari pemasangan infus?

C. Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa mampu mengetahui cara pemasangan infus.

2. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dari pemasangan infus.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia


secara fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan
hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian
padat dari tubuh. Secara keseluruhan, presentase cairan tubuh berbeda
berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75% dari
total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa
55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan.
Selain itu, presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung
pada lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit,
maka cairan tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah
cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak pada
tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh
pria dewasa.

B. Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengaturan Cairan

1. Tekanan cairan

Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan.dalam


proses osmosis, tekanan osmotik merupakan kemampuan partikel pelarut
untuk menarik larutan melalui membran. Bila terdapat dua larutan dengan
perbedaan konsentrasi maka larutan yang konsentrasi molekulnya lebih
pekat dan tidak dapat bergabung disebut koloit. Sedangkan larutan dengan
kepekatan yang sama dan dapat bergabung, maka larutan itu disebut
kristaloit.

6
Prinsip tekanan osmotik sangat penting dalam proses pemberian cairan
intra vena biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus
intravena bersifat isotonik karena mempunyai konsentrasi yang sama
dengan plasma darah. Larutan intravena yang hipotonik, yaitu larutan yang
mempunyai konsentrasi kurang pekat dibanding konsentrasi plasma darah.
Hal ini menyebabkan, tekanan osmotik plasma akan lebih besar dibanding
dengan tekanan osmotik cairan interstisial karena konsentrasi protein dalam
plasma lebih besar dibanding cairan interstisial dan molekul protein lebih
besar, sehingga bentuk larutan koloid dan sulit menembus membran
semipermiabel.

2. Membran semipermiable

Membran semipermiable merupakan penyaring agar cairan yang


bermolekul besar tidak bergabung. Membran semipermiable ini terdapat
pada dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat diseluruh tubuh
sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.

C. Jenis Cairan

1. Cairan zat gizi (nutrien)

Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan kalori 450 kalori setiap
hari. Cairan nutrien dapat diberikan melalui intra vena dalam bentuk
karbohidrat, nitrogen dan vitamin untuk metabolisme. Kalori yang terdapat
dalam cairan nutrien dapat berkisar antara 200-1500 kalori per liter. Cairan
nutrien terdiri atas:

a. Karbohidrat dan air, contoh: dekstrosa(glukosa), levulosa (fruktosa),


serta invert sugar (1/2 dekstrosa dan ½ levulosa).

b. Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin.

c. Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.

7
2. Blood volume expanders

Blood volume expanders merupakan jenis cairan yang berfungsi


meningkatkan volume darah setelah kehilangan darah atau plasma. Hal ini
terjadi pada saat pasien mengalami perdarahan berat, maka pemberian
plasma akan mempertahankan jumlah volume darah. Pada pasien dengan
luka bakar yang berat, sebagian besar cairan akan hilang dari pembuluh
darah didaerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk menggantikan
cairan ini. Jenis blood volume expanders antara lain: humen serum albumin
dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai
tekanan osmotik, sehinggan secara langsung dapat meningkatkan jumlah
volume darah.

D. Gangguan/Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan

1. Hipovolume atau dehidrasi

Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan


cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespon kekurangan
cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi
akibat penurunan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan
cairan interstisial,tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan
cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah.

Kehilangan cairan eksternal yang berlebihan akan menyebabkan volume


eksternal berkurang (hipovolume). Pada keadaan ini,tidak terjadi
perpindahan cairan daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya
sama. Jika terjadi kekurangan cairan eksternal dalam waktu yang lama, maka
kadar urea, nitrogen, serta kreatinin akan meningkat dan menyebabkan
terjadinya perpindahan cairan intrasel ke pembuluh darah. Kekurangan
cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak selalu
cepat diketahui.

8
Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan klorida / natrium akan
menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebihan, serta
berkeringat banyak dalam waktu yang lama dan terus menerus. Kelainan lain
yang menyebabkan kelebihan pengeluaran urine adalah adanya gangguan
pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal, diare, muntah yang terus
menerus, terpasang drainage dan lain-lain. Macam dehidrasi (kurang volume
cairan) berdasarkan derajatnya:

a). Dehidrasi berat

1. Pengeluaran atau kehilangan cairan 4-6 L

2. Serum natrium 159-166 mEq/L

3. Hipotensi

4. Turgor kulit buruk

5. Oliguria

6. Nadi dan pernafasan meningkat

7. Kehilangan cairan mencapai > 10% BB

b). Dehidrasi sedang

1. Kehilangan cairan 2-4 I atau antara 5-10% BB

2. Serum natrium 152-158 mEq/L

3. Mata cekung

c). Dehidrasi ringan,dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5%


BB atau 1,5-2 L

9
2. Hipervolume atau overhidrasi

Terdapat dua manifrestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan


yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan
pada interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air,
tetapi elastis dan hanya terdapat di antara jaringan. Keadaan hipervolume
dapat menyebabkan piting edema, merupakan edema yang berada pada
darah perifer atau akan mencekung setelah ditekan pada daerah yang
bengkak. Manifestasi edema paru-paru adalah penumpukan sputum, dispnea,
batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal jantung
yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada kapiler darah paru-paru
dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.

E. Pemasangan Infus

a. Pemberian Cairan Melalui Pemasangan Infus

Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan


cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan
perangkat infus. Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan
dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.

b. Tujuan Pemasangan infus

1. Sebagai akses pemberian obat


2. Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh.
3. Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan
melalui mulut

10
c. Indikasi

Pasien dehidrasi, syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum
transfusi darah, pasien yang tidak bisa atau tidak boleh makan dan minum
melalui mulut, pasien yang memerlukan pengobatan tertentu.

d. Kontraindikasi

1. Inflamasi (bengkak, nyeri demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus

2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah)

3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang


aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki)
(Yuda, 2010)

e. Resiko Pemasangan Infus

1. Flebitis (peradangan pembuluh vena)

Tanda-tanda: hangat, merah, bengkak di daerah luka tusukan.

Penyebab: kurangnya aliran darah di sekitar abbocath, gesekan di dalam


vena.

Intervensi: ganti abbocath, gunakan kompres hangat, pemberian analgesik


anti inflamasi.

2. Hematoma

Yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya


pembuluh darah, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah.

11
Tanda-tanda: tenderness, memar.

Penyebab: vena terembes, jarum tidak pada tempatnya dan darah mengalir.

Intervensi: abbocath dipindahkan, gunakan tekanan dan kompres, cek


kembali tempat keluar darah.

3. Infiltrasi

Yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan


pembuluh darah) atau kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar. Terjadi
akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.

Tanda-tanda: kepucatan, bengkak, dingin, nyeri dan terhentinya tetesan


infus.

Intervensi: kaji tingkat keparahan, lepas infus, tinggikan ekstremitas yang


terpasang infus.

f. Pedoman Pemilihan Vena

1. Gunakan vena distal terlebih dahulu

2. Gunakan tangan yang tidak dominan jika mungkin

3. Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang
adekuat

4. Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi prosedur atau pembedahan yang


direncanakan

5. Pastikan lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien

12
g. Perbedaan Vena dan Arteri

Vena Arteri

- Darah merah gelap Darah merah terang

- Aliran darah pelan Aliran darah cepat, berdenyut

- Katup-katup dititik Tidak ada katup


percabangan

- Aliran kearah jantung


Aliran menjauhi jantung
- Lokasi superfisial
Lokasi dalam dikelilingi otot
- Banyak vena menyuplai satu area
Satu arteri menyuplai satu area

h. Tipe Vena yang perlu Dihindari

1. Vena yang telah digunakan sebelumnya

2. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis

3. Vena keras dan sklerotik

4. Vena kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi sering terjadi

5. Ekstremitas yang lumpuh

6. Vena yang dekat area terinfeksi

7. Vena pada jari, karena mudah terjadi komplikasi (flebitis, infiltrasi) dan
dekat dengan persyarafan

8. Vena yang terletak di bawah vena yang terjadi flebitis dan infiltrasi

13
i. Pemilihan Abbocath

Pemilihan abbocath, tergantung pada vena yang digunakan.


Pemilihan abbocath juga harus mempertimbangkan kondisi pasien dan jenis
cairan yang akan diberikan. Di bawah ini adalah ukuran abbocath serta
penggunaanya:

1. Ukuran 16

Guna: Untuk Dewasa,Trauma,Bedah Mayor,apabila sejumlah besar


cairan perlu diinfuskan.

Pertimbangan perawat: sakit pada insersi,umumnya digunakan pada


vena besar

2. Ukuran 18

Guna: Untuk anak dan dewasa,biasanya untuk darah,komponen darah


dan infus kental lainnya.

Pertimbangan perawat: Sakit pada insersi,butuh vena besar.

3. Ukuran 20

Guna: Untuk anak dan dewasa,umumnya sering digunakan untuk


beberapa cairan infus,darah,komponen darah dan infuse kental lainnya.

Pertimbangan perawat: Umum untuk sering digunakan.

4. Ukuran 22

Guna: Untuk bayi,anak,dana dewasa(terutama pada usia lanjut),cocok


untuk sebagian besar cairan infus.

Pertimbangan perawat: Lebih mudah untuk melakukan insersi ke vena


yang kecil,tipis dan rapuh,kecepatan tetesan mesti diprtahankan untuk
lambat,sulit melakukan insersi melalui kulit yang keras.

14
5. Ukuran 24 dan 26

Guna: Umumnya untuk nenonatus,bayi,anak dan dewasa(terutama pada


usia lanjut),sesuai untuk sebagian besar cairan infuse,namun kecepatan
tetesan lebih lambat.

Pertimbangan perawat: Biasanya digunakan pada vena yang amat sangat


kecil,sulit insersi melalui kulit keras.

j. Persiapan Alat pemasangan infus

1. Baki yang telah dialasi

2. Perlak dan pengalas

3. Bengkok

4. Tiang infus

5. Hanscoon

6. Torniquet

7. Kapas alkohol

8. Infus set

9. Cairan infus

10. Abbocath

11. Jam tangan

12. Plester /hipafik

13. Kassa

14. Gunting plester

15
k. Prosedur pemasangan Infus

1. Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan


2. Menyiapkan alat dan mendekatkan ke pasien
3. Memasang sampiran
4. Mencuci tangan
5. Memasang perlak dan pengal
6. Memakai sarung tangan
7. Menggantungkan flabot pada tiang infuse
8. Membuka kemasan infus set
9. Mengatur klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan menutup
klem yang ada pada saluran infuse
10. Menusukkan infus set ke dalam flabot infus dan mengisi tabung
tetesan dengan cara memencet tabung tetesan infus hingga
setengahnya.
11. Membuka klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak ada
udara pada selang infus lalu tutup kembali klem
12. Memilih vena yang akan dipasang infuse
13. Meletakkan torniquet 10-12 cm di atas tempat yang akan ditusuk,
menganjurkan pasien menggenggam tangannya
14. Melakukan desinfeksi daerah penusukkan dengan kapas alkohol
secara sirkuler dengan diameter ±5 cm
15. Menusukkan jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum
menghadap ke atas, dengan menggunakan tangan yang dominan.
16. Melihat apakah darah terlihat pada pipa abbocath
17. Memasukkan abbocath secara pelan-pelan jarum yang ada pada
abbocath, hingga plastik abbocath masuk semua dalam vena, dan
jarum keluar semua
18. Segera menyambungkan abbocath dengan selang infuse
19. Melepaskan tourniquet, menganjurkan pasien membuka tangannya
dan melonggarkan klem untuk melihat kelancaran tetesan

16
20. Merekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester
21. Mengatur tetesan infuse
22. Menutup tempat tusukan dengan kassa steril, dan direkatkan dengan
plester
23. Mengatur letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak
digerak-gerakkan agar abbocath tidak bergeser
24. Membereskan alat dan merapikan pasien
25. Melepas sarung tangan
26. Mencuci tangan
27. Melakukan dokumentasi

F. Jenis dan Kegunaan Selang Infus

1. Ukuran Macrodrip yang setiap 1ml nya terdiri dari 15 tetes dan biasanya
digunakan untuk pasien dewasa.

2. Ukuran Microdrip yang setiap 1ml nya terdiri dari 60 tetes dan biasanya
digunakan untuk pasien yang masih anak-anak.

G. Cara Menghitung Tetesan Infus

(Kebutuhan cairan x faktor tetes) = Jumlah tetesan/menit

Jumlah jam x 60 menit

1. Faktor tetes ( Otsuka )

1 cc = 15 tetes

2. Faktor tetes ( Terumo )

1 cc = 20 tetes

17
Contoh :

(Kebutuhan cairan x faktor tetes) = Jumlah tetesan/menit

(Jumlah jam x 60 menit)

Infus set Otsuka (24 jam x 60 menit) = 1.440

( 2500 x 15) = 37.500/1.400

= 26 tetes/menit

Infus set Terumo (24 jam x 60 menit) =1.400

( 2500 x 20 ) = 50.000/1.400

= 35 tetes/menit

a. Macro

Jika yang ingin dicari tahu adalah berapa tetesan yang harus kita cari
dengan modal kita tahu jumlah cairan yang harus dimasukkan dan lamanya
waktu maka rumusnya adalah 1 cc = 20 tts/mnt

Tetes/menit : ( Jumlah cairan x 20) / (Lama Infus x 60)

Jika yang dicari adalah lama cairan akan habis maka rumusnya adalah
sebagai berikut :

Lama Infus: (Jumlah Cairan x 20) / (Jumlah tetesan dlm menit x 60)

Misal : Seorang pasien harus mencatat terapi cairan 500 ml dalam


waktu 4 jam maka jumlah tetesan yang harus kita berikan adalah (500 x 20 )
/ ( 4 x 60 ) = 10000/ 240 = 41,6 = 22 tetes/menit begitupun untuk rumus
lama infuse tinggal dibalik saja.

18
b. Micro

Selang infuse micro adalah selang infuse yang jumlah tetesannya lebih
kecil dari macro, biasanya terdapat besi kecil di selangnya, dan biasanya
digunakan untuk bayi, anak dan pasien jantung dan ginjal rumus untuk
menghitung jumlah tetesannya adalah sebagai berikut :

Jumlah tetes/menit : (Jumlah cairan x 60 ) / (Lama Infus x 60)

Sedangkan rumus lamanya cairan habis adalah sebagai berikut :

Lama waktu : ( Jumlah Cairan x 60) / (Jumlah tetesan dalam menit x 60

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemaangan infus merupakan teknik yang mencangkup
penusukan vena melalui tanskutan dengan silet tajam yang kaku seperti
angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan.
Pemberian infus melalui vena:
Tujuan: Untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang dan sebagai penggati
nutrisi.
Indikasi: kecepatan aliran infus harus dipantau tiap jam.
Kontraindikasi: pada pasien dehidrasi berat.

B. Saran

Seorang ahli kesehatan atau paramedis mampu dalam melakukan


tindakan pemasangan infus secara tepat dan benar serta steril.

20
DAFTAR PUSTAKA

Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat (2008). Keterampilan Dasar


Praktik Klinik untuk Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

C Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan


IAPK.

Jan Tambayong (2000). Patofisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Darwis, Aprizal. (2014). Prosedur pemasangan infus. Diakses pada tanggal 15


Februari 2016

Muchtar, Amrizal. (2015). Pemasangan infus. Diakses pada 16 Februari 2016

21

Anda mungkin juga menyukai