Modul Skill Lab Blok SSS
Modul Skill Lab Blok SSS
PENYUSUN :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
0
MODUL CLINICAL SKILLS LAB BLOK SISTEM SPECIAL SENSE
I. PENDAHULUAN
II. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Sistem Special Sense ini,
mahasiswa dapat terampil melakukan history taking penyakit yang berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan, pemeriksaan visus, pemeriksaan saraf
kranialis, history taking penyakit THT, pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga
mulut, faring dan laring dan pemeriksaan fisik leher.
2. TUJUAN KHUSUS
2.1.Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan.
2.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan visus
2.3.Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan
penyakit THT
2.4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis
2.5.Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga
mulut, faring dan laring.
2.6 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik leher.
1
SL.V. SSS.1- SL 1
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT MATA
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN TAJAM
PENGLIHATAN
I. PENDAHULUAN
2
II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
3
kelompok tdd 9 mahasiswa).
- Tiap kelompok kecil memiliki 1 instruktur
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian
(2-3 orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh
instruktur.
- Kepada mahasiswa diberikan 1 kasus simulasi.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama
mahasiswa
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan anamnesa Mahasiswa
sendiri secara bergantian masing-masing selama 10 Instruktur
menit. Mahasiswa diberikan 1 kasus dan mencatat
hal-hal yang penting dari anamnesis dan
menyimpulkannya.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar
pengamatan.
Diskusi Akhir :
Instruktur memberikan kesimpulan dari kasus
simulasi.
III.TUJUAN KEGIATAN
III.1. TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan history taking dengan menggunakan tekhnik komunikasi yang benar
pada pasien
4
V. RUJUKAN
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
5
mendapatnya dari mana (dokter atau langsung ke optical)
6. Menanyakan riwayat penyakit, riwayat obat-obatan
7. Menanyakan riwayat penyakit di lingkungan keluarga, seperti
;
- Penyakit DM, bila ada, siapa
- Penyakit Hipertensi, bila ada, siapa
- Riwayat berkacamata
- Sudah berapa lama, apakah mendapatkan pengobatan
8. Menanyakan riwayat :
- Nutrisi (sayur-sayuran, buah-buahan)
- Trauma (apakah pernah terjatuh, terbentur di bagian kepala)
- Kebiasaan menonton dekat, membaca sambil tiduran
9. Menuliskan / merangkum data dalam status
10.Menjelaskan kemungkinan penyebab permasalahan sesuai
informasi dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
11. Mengucapkan salam dan terima kasih
6
FORMULIR ANAMNESE KOMUNIKASI DOKTER PASIEN PADA
PENDERITA PENURUNAN TAJAMPENGLIHATAN
MAHASISWA USU SEMESTER V
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama Mahasiswa :
Grup :
Tanggal anamnesa :
Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien :
Umur :
Alamat :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Status :
__________________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama :
7
SL.V. SSS.1- SL 2
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN VISUS
I. PENDAHULUAN
8
- Bila huruf yang terbaca tersebut:
Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan tajam penglihatan
6/30,ini berarti bahwa pada jarak 6 meter.si penderita hanya dapat
membaca huruf-huruf yang seharusnya dapat dibaca jelas pada jarak
30 meter.
Terdapat pada baris dengan tanda 6,dikatakan tajam penglihatan 6/6,ini
berarti bahwa pada jarak 6 meter si penderita dapat membaca huruf
yang normalnya jelas dibaca pada jarak 6 meter.
Tajam penglihatan seseorang dikatan normal bila tajam penglihatan
adalah 6/6.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar terbesar pada kartu
Snellen pada jarak 6 meter maka dilakukan uji hitung jari,dimana
pasien disuruh untuk menghitung jari si pemeriksa yang oleh mata
normal dapat dilihat pada jarak 60 meter, misalnya pada jarak 3 meter
pasien masih dapat menghitung jari si pemeriksa berarti tajam
penglihatannya 3/60,ini berarti pada jarak 3 meter si penderita hanya
dapat menghitung jari pemeriksa yang seharusnya pada orang normal
dapat terlihat pada jarak 60 meter.
bila pasien tidak dapat menghitung jari ,maka pasien disusuh melihat
gerakan tangan si pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada
jarak 300 meter. Biasanya gerakan tangan dilakukan maksimal pada
jarak 1 meter,tajam penglihatanya 1/300
bila gerakan tangan tidak dapat terlihat,maka mempergunakan lampu
sorot,jika pasien dapat melihat lampunya menyala maka tajam
penglihatannya 1/∞
jika pasien tidak dapat membedakan apakah lampu yang disoroti
kepadanya terang atau tidak,maka tajam penglihatannya adalah 0,yang
berarti tidak dapat diambil tindakan apapun untuk memperoleh
penglihatan kembali.
9
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Pemeriksaan visus
III.TUJUAN KEGIATAN
V. RUJUKAN
1. American Academy of Ophthalmology,2002-2003,Optic,Refraction
and Contact Lenses,Section 3
2. Vaughan D,2000,Oftalmologi Umum,Edisi 14,hal 32-34
3. Lee a David,1999,Clinical Guide to Comprehensive
Ophthalmology,hal 27-28
4. Ilyas Sidharta,2001,Dasar Tekhnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata
10
VI. LEMBAR PENGAMATAN
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
Pemeriksaan Visus dengan Snellen Chart
1. Pasien duduk menghadapi kartu Snelen dengan jarak 6 meter
2. Memasang gagang lensa coba
3. Mata yang tidak akan diperiksa ditutup; biasanya yang diperiksa
mata kanan dahulu sehingga melakukan penutupan mata kiri
terlebih dahulu
4. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu
Snellen yang dimulai dengan membaca baris atas (huruf yang
paling besar) dan bila telah terbaca pasien diminta untuk
membaca baris dibawahnya (huruf yang lebih kecil)
5. Menentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca
6. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan visus dan menjelaskan
tindakan selanjutnya.
11
SL.V. SSS.2- SL 1
KETERAMPILAN KLINIK
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT-PENYAKIT
TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
I. PENDAHULUAN
12
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1. TUJUAN UMUM
Tahap I : Observasi
Ketika pasien masuk ruang periksa, perhatikan cara
berjalan, penampilan wajah, kelainan-kelainan yang
mungkin terlihat pada daerah kepala dan leher
termasuk daun telinga dan hidung, komunikasi, cara
bicara, interaksi dengan lingkungan, perilaku dan lain-
lain.
13
lokalisasinya. Menanyakan keluhan tambahan.
14
Materi history taking
1. Penyakit THT dengan diagnosis OTITIS MEDIA AKUT
2. Penyakit THT dengan diagnosis OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIS
3. Penyakit THT dengan diagnosis RINITIS ALERGI
4. Penyakit THT dengan diagnosis RINOSINUSITIS AKUT
5. Penyakit THT dengan diagnosis TONSILITIS AKUT
V. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher, Edisi Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007
3. RINITIS ALERGI
Seorang laki - laki, umur 25 tahun datang dengan keluhan sering pilek –
pilek. Keluhan ini dialami sejak 1 tahun lalu terutama di pagi hari dan bila
terpapar debu.
4. RINOSINUSITIS AKUT
Seorang laki-laki, 18 tahun datang ke praktek dokter umum dengan
keluhan hidung tersumbat sejak 1 minggu yang lalu disertai nyeri pada
kedua pipi dan kelopak mata bawah.
15
5. TONSILITIS AKUT
Seorang perempuan, umur 17 tahun datang berobat ke poliklinik THT
dengan keluhan sakit menelan yang dialami sejak 3 hari lalu. Keluhan ini
disertai demam.
16
8. Keluar cairan dari liang telinga (otore)
- Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga
- Apakah disertai rasa nyeri atau tidak
- Sudah berapa lama
- Jumlah sekret : banyak / sedikit
- Berbau / bercampur darah
HIDUNG
1. Sumbatan hidung :
- Apakah terjadi terus menerus atau hilang timbul
- Pada satu atau kedua lubang hidung atau bergantian
- Riwayat kontak dengan debu, tepung sari, bulu binatang
- Riwayat trauma hidung
- Riwayat pemakaian obat tetes hidung jangka panjang
- Riwayat merokok atau peminum alkohol berat
2. Sekret :
- Pada satu atau kedua rongga hidung
- Konsistensi sekret: encer / kental
- Apakah sekret keluar pada waktu-waktu tertentu
- Warna : jernih, hijau kekuningan, bercampur darah
- Berbau / tidak
- Apakah dijumpai sekret dari hidung yang turun ke tenggorok
3. Bersin
4. Nyeri di daerah muka dan kepala
5. Perdarahan dari hidung
- Berasal dari satu atau kedua lubang hidung
- Apakah mudah dihentikan
- Sudah berapa kali
- Riwayat trauma
- Riwayat penyakit sistemik : kelainan darah, hipertensi
- Pemakaian obat anti koagulansia
6. Gangguan penghidu :
- Sudah berapa lama
- Hilang penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia)
- Riwayat infeksi hidung dan sinus, trauma kepala
FARING
1. Nyeri tenggorok :
- Hilang timbul atau menetap
- Apakah disertai demam, batuk, suara serak, dan tenggorokan kering
- Riwayat merokok
2. Nyeri menelan (odinofagia) :
- Apakah rasa nyeri dirasakan sampai ketelinga
3. Dahak ditenggorok :
- Apakah dahak bercampur dengan pus atau darah
17
4. Sulit menelan (disfagia)
- Sudah berapa lama
- Apakah timbul bila menelan makanan cair atau padat
- Apakah disertai muntah dan penurunan berat badan yang cepat
5. Rasa sumbatan dileher
- Sudah berapa lama dan lokasinya
HIPOFARING DAN LARING
1. Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) :
- Sudah berapa lama
- Riwayat infeksi di hidung atau tenggorok
- Apakah disertai batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan
2. Batuk :
- Sudah berapa lama
- Riwayat merokok
- Apakah disertai dahak : bercampur darah dan jumlahnya
3. Rasa ada sesuatu ditenggorok
DOKUMENTASI
- Mendokumentasikan hasil history taking dan tindakan selanjutnya.
18
Lampiran 1
Tanggal :..........................
No. MR :..........................
I. IDENTIFIKASI
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Bangsa / Suku :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
Keluhan Tambahan :
19
SL.V. SSS.2- SL 2
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
I. PENDAHULUAN
PEMERIKSAAN PENCIUMAN
Syarat pemeriksaan:
- Penderita harus compos mentis.
- Zat yang digunakan sebaiknya yang digunakan sehari – hari, misalnya
kopi, teh, tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat
merangsang mukosa hidung (nervus V) seperti mentol, amoniak, alkohol
dan cuka.
20
Cara pemeriksaan :
- Penderita duduk
- Periksa lubang hidung penderita (dengan menggunakan senter), apakah
ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini
dapat menganggu ketajaman penciuman.
- Zat pengetes diletakkan dalam wadah.
- Penderita disuruh tutup mata
- Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang
hidung yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan tangan.
Penilaian:
Normosmia : kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.
Hiposmia : kemampuan menghidu menurun atau berkurang.
Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu.
Parosmia : salah hidu (tidak dapat mengenali bau – bauan)
Kakosmia : persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak
kira – kira 60cm -100 cm.
- Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus
ditutup dengan tangan, sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
- Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada
mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan
penderita
- Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan
antara pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan dari arah luar (lateral)
ke dalam (medial).
- Jika penderita mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus
memberi tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun
telah melihatnya.
21
- Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing – masing
mata harus diperiksa
- Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan
lebih dulu melihat gerakan tangan tersebut.
Ketiga nervus ini diperiksa bersama – sama, karena kesatuan fungsinya yaitu
mensarafi otot – otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
Otot bola mata yang dipersarafi oleh NIII, NIV, NVI:
NIII : menginervasi musc. rektus internus (medialis), musc. rektus superior,
musc. rektus inferior, musc. levator palpebra; serabut visero-motoriknya
mengurus musc. sfincter pupil dan musc. siliare.
NIV : menginervasi musc. obliqus superior.
NVI : menginervasi musc. rektus eksternus (lateralis)
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah pemeriksaan refleks cahaya dan gerakan
bola mata.
Cara pemeriksaan:
- Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda
yang jauh letaknya).
- Setelah itu mata pasien kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada
pupil. Pada keadaan normal, pupil mengecil (miosis). Bila demikian
halnya, reaksi cahaya langsung : positif.
- Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut
mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut
reaksi cahaya tidak langsung (konsensual) : positif.
- Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi
matanya pada senter, sebab dengan demikian akan ada pula refleks
akomodasi yang juga menyebabkan pupil mengecil.
- Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
- Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil
Diameter pupil yg normal : 2-3mm. Bentuk pupil yang normal: bulat
22
PEMERIKSAAN GERAKAN BOLA ATA
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah palpasi otot masseter dan temporalis
serta pemeriksaan sensasi wajah.
23
Cara pemeriksaan:
- Pemeriksa melakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa raba dengan
menggunakan kapas dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri
dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah
mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda
yang runcing dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan
kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis
bandingkan kiri dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung
reksi yang berisi air panas dan air dingin, dimulai dari daerah ophtalmica,
dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan
kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
Pada skills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan dan motorik wajah
24
NERVUS VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)
Saraf ini terdiri atas 2 bagian yaitu saraf kokhlearis dan saraf vestibularis.
Saraf kokhlearis berfungsi mengurus pendengaran, saraf vestibularis berfungsi
mengurus keseimbangan.
Pemeriksaan saraf kokhlearis meliputi pemeriksaan ketajaman pendengaran
Pemeriksaan saraf vestibularis meliputi test romberg, test stepping, nistagmus,
past pointing, dll.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan pendengaran.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Untuk kegiatan clinical skills lab ini pemeriksaan pendengaran yang dilatih
adalah tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach dan tes Berbisik. Sebab tes ini mudah
dilakukan dan hasilnya dapat berguna untuk pemeriksaan pendengaran.
A. PEMERIKSAAN RINNE
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu
dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1.Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan jari pemeriksa.
2.Tangkai garpu tala tersebut diletakkan pada prosessus mastoid telinga
yang diperiksa.
3.Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ke depan liang
telinga yang diperiksa kira-kira 2½ cm.
25
4. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar
disebut Rinne negatif (-)
Interpretasi :
- Rinne positif (+) terdapat pada telinga normal atau telinga dengan tuli
sensorineural.
- Rinne negatif (-) ini menunjukkan adanya tuli konduktif.
B. PEMERIKSAAN WEBER
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu
dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1.Kaki garpu penala yang telah digetarkan diletakkan pada garis tengah
wajah atau kepala (di vertex, dahi dan pangkal hidung).
2.Ditanyakan pada yang diperiksa, telinga mana yang terdengar lebih
keras.
Interpretasi :
- Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan
ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi.
- Pada keadaan normal, penderita mendengar suara di tengah atau tidak
dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila satu
telinga menderita tuli sensorineural maka penderita akan mendengar lebih
baik pada telinga yang baik (lateralisasi ke telinga yang baik) dan jika
telinga tersebut menderita tuli konduktif maka telinga tersebut akan
mendengar bunyi lebih keras (lateralisasi ke telinga yang sakit).
C. PEMERIKSAAN SCHWABACH
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu
dipengaruhi suara bising disekitarnya.
- Syarat pemeriksaan : telinga pemeriksa harus normal
Cara pemeriksaan :
1.Garpu tala digetarkan.
2.Tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoidius penderita sampai
tidak terdengar bunyi.
26
3. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoidius
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Interpretasi :
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoidius pemeriksa lebih
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang.
Bila pasien dan pemeriksa kira – kira sama mendengarnya disebut Schwabach
sama dengan pemeriksa.
D. PEMERIKSAAN BERBISIK
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Ruangan cukup besar dengan panjang minimal 6 meter.
Cara pemeriksaan :
1. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa
menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup
dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga benar – benar
tertutup.
2. Pasien jangan melihat ke pemeriksa.
3. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru
sesudah ekspirasi.
Interpretasi :
- Bila pasien mendengar maka dianggap pendengaran normal, bila tidak
mendengar dalam jarak 6 meter maka pemeriksa maju 1 meter dan berbisik
lagi. Dan bila tidak mendengar juga maju 1 meter lagi, dan seterusnya
sampai pasien dapat mendengar.
- Bila sampai berbisik di dekat telinga pasien, baru didengarnya maka disebut
Ad Concham, bila masih juga tak mendengar berarti tes berbisik = 0.
- Nilai normal tes berbisik 5 – 6 meter, artinya pasien dapat mendengar pada
jarak 5 – 6 meter dari pemeriksa.
- Jika pasien hanya bisa mendengar pada jarak 3 meter, disebut tes berbisik =
3 meter
27
NERVUS IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)
Kedua nervus ini diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat
satu sama lain, sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada
bagian yang perifer sekali.
N IX berfungsi :
NX berfungsi :
-Sensorik: membran timpani, canalis auditorius eksternal, telinga luar
-Motorik: otot palatum, faring, laring
-Otonom: afferent dari baroreseptor karotis, parasimpatis dari dan ke
thorax dan abdomen
Pemeriksaan kedua saraf ini meliputi:
1. Refleks muntah
2. Pemeriksaan palatum molle dan uvula
3. Pengecapan 1/3 belakang lidah
Pada sklills lab ini pemeriksaan yang dipelajari adalah pemeriksaan palatum molle
dan uvula.
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
- Kemudian suruh penderita menyebutkan ‘aaaaa...’
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada saat itu.
- Bila ada parese otot faring dan palatum molle, maka palatum molle, uvula dan
arkus faring yang lumpuh letaknya lebih rendah dari pada yang sehat.
NERVUS XI (N.AKSESORIUS)
28
PEMERIKSAAN OTOT STERNOKLEIDOMASTOIDEUS
Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksaa menahannya untuk
menilai tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk
menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
29
10 menit Demonstrasi pada kelas besar
Narasumber memperlihatkan cara pemeriksaan saraf kranialis Narasumber
secara bertahap
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Pemeriksaan saraf kranialis
III.TUJUANKEGIATAN
V. RUJUKAN
1. DeJONG’S, The Neurologic Examination, 5th edition, Philadelphia: JB.
Lippincott; 1992
2. Fuller G, Neurological Examination Made Easy, London: Churchill
Livingstone; 1993
3. Gilman S, Clinical Examination of The Nervous System, Philadelphia:
McGraw Hill; 2000
4. Ford MJ, Clinical Examination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental,
Jakarta: FK UI;2000
30
VI. LEMBAR PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
PENGAMATAN
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS YA TIDAK
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
Nervus I (N. OLFAKTORIUS)
Pemeriksaan Penciuman
1. Mempersiapkan alat / bahan
2. Periksa lubang hidung (dengan menggunakan senter), apakah ada
sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal
ini dapat menganggu ketajaman penciuman.
3. Penderita disuruh tutup mata
4. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian,
lubang hidung yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan
tangan.
Nervus II (N.OPTIKUS)
Pemeriksaan Lapangan Pandang
1. Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa
dengan jarak kira – kira 60cm -100 cm.
2. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita
harus ditutup, dengan tangan, sedangkan pemeriksa harus
menutup mata kanannya.
3. Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya)
pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke
mata kanan penderita
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahan antara pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan
dari arah luar (lateral) ke arah dalam (medial).
5. Jika penderita mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus
memberi tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa,
apakah iapun telah melihatnya.
6. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing
– masing mata harus diperiksa.
31
Nervus III, IV, VI (N.OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSENS)
Pemeriksaan Refleks Cahaya
1. Pada pemeriksaan ini penderita disuruh melihat jauh (memfiksasi
pada benda yang jauh letaknya).
2. Senter mata penderita (gerakkan senter dari arah lateral ke medial)
dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan normal,
pupil mengecil (miosis).
3. Perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut
mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu.
4. Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan
sinistra.
5. Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan
bentuk pupil.
Pemeriksaan Otot Penggerak Bola Mata
1. Penderita disuruh melihat ke jari pemeriksa, kemudian mengikuti
gerakan jari pemeriksa.
2. Pemeriksa menggerakkan jarinya dari arah:
- Medial ke lateral kanan, lateral kiri
- Medial ke atas, bawah
- Medial ke lateral atas kanan, lateral bawah kiri
- Medial ke lateral atas kiri, lateral bawah kanan.
Nervus V (N. TRIGEMINUS)
Palpasi Otot Temporal Dan Masseter
1. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian
kita raba musc. masseter dan musc. temporalisnya.
2. Bandingkan kekuatan tonus otot tersebut (antara kiri dan kanan).
Pemeriksaan Sensorik Wajah
1. Lakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa rasa raba dengan
menggunakan kapas / bulu halus yg ada di ujung reflex hammer.
2. Goreskan kapas tersebut mulai dari daerah ophtalmica,
dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri
dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
3. Lakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda yang
agak runcing (ada pada ujung reflex hammer).
4. Sentuhkan (tekan sedikit) bagian yang runcing tersebut ke daerah
ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris,
bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri
dan kanan.
5. Lakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung reaksi
32
yang berisi air panas dan air dingin.
6. Sentuhkan bagian tabung reaksi yang berisii air tersebut ke
daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah
maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis
bandingkan kiri dan kanan.
Nervus VII (N. FASCIALIS)
Pemeriksaan Motorik Wajah
1. Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
2. Suruh penderita mengangkat alisnya sekaligus mengerutkan dahi.
Lihat apakah alis / kerutan dahi simetris atau tidak
3. Suruh penderita memejamkan mata. Pemeriksa mencoba
membuka mata penderita, nilai kekuatan otot nya, apakah sama
kiri dan kanan.
4. Suruh penderita menyeringai, lihat simetris atau tidak
5. Suruh penderita menggembungkan pipi, lihat apakah ada
kebocoran udara / simetris atau tidak.
Nervus VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan Rinne
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz, (dengan jari atau mengetukkannya
pada siku atau lutut pemeriksa).
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosessus mastoid telinga
yang diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ujung garpu
tala ke depan liang telinga yang diperiksa, dengan jarak kira-kira 2½
cm, normalnya pasien masih dapat mendengar suara getaran garputala
tersebut.
Pemeriksaan Weber
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada garis tengah wajah atau
kepala (di vertex, dahi dan pangkal hidung).
3. Tanyakan pada yang pasien, telinga mana yang terdengar lebih keras
atau sama kiri dan kanan.
Pemeriksaan Schwabach
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz.
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosesus mastoid penderita
33
sampai tidak terdengar bunyi.
3. Segera pindahkan tangkai garpu tala tersebut ke prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Pemeriksaan Berbisik
1. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
2. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa
menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya
ditutup dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga
benar – benar tertutup.
3. Pasien jangan melihat ke pemeriksa, telinga yang akan diperiksa yang
mengarah pada pemeriksa
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru –
paru sesudah ekspirasi. Kata-kata yang mengandung banyak huruf ‘s’
(contoh sisir, selesai, susu)
Nervus IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)
Pemeriksaan Palatum Molle dan Uvula
1. Penderita disuruh membuka mulut
2. Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
3. Kemudian suruh penderita menyebutkan ‘aaaaa...’, perhatikan
palatum molle, uvula dan faring. (apakah simetris atau tidak)
Nervus XI (N.AKSESORIUS)
PEMERIKSAAN OTOT STERNOKLEIDOMASTOIDEUS
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksa menahannya
untuk menilai tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
PEMERIKSAAN OTOT TRAPEZIUS
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya
untuk menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
Nervus XII (N.HIPOGLOSSUS)
Pemeriksaan Lidah
1. Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan
istirahat, apakah ada atrofi, fasikulasi ataupun tremor
(pemeriksaan ini boleh menggunakan senter)
2. Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan
34
apakah ada deviasi atau tidak
3. Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan
lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan
menekankan jari kita pada pipi sebelah luar
35
SL.V. SSS.2- SL 3
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA, HIDUNG, RONGGA MULUT,
FARING & LARING
I. PENDAHULUAN
A. PEMERIKSAAN TELINGA
A.1. Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Corong telinga
- Otoskop
A.2. Cara pemeriksaan telinga :
- Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala
pasien lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa.
- Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun telinga dan
liang telinga.
- Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah belakang daun
telinga (retroaurikuler).
- Menarik daun telinga ke atas dan ke belakang untuk memeriksa liang
telinga. Jika kesulitan, gunakan corong telinga untuk memperluas
pandangan ke dalam liang telinga.
- Otoskop digunakan untuk memeriksa membran timpani.
- Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa membran
timpani kanan dan tangan kiri untuk memeriksa membran timpani kiri,
dengan posisi jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan
pada pipi pasien yang diperiksa.
B. PEMERIKSAAN HIDUNG
B.1. Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Spekulum hidung
- Kaca nasofaring dan tangkainya
- Spatula lidah
B.2. Cara pemeriksaan hidung : .
1. Memperhatikan bentuk luar hidung.
2. Palpasi daerah tulang hidung dan sinus paranasal.
3. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga hidung.
4. Rinoskopi Anterior :
- Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri dalam keadaan tertutup.
- Masukkan spekulum ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan
dibuka setelah spekulum berada di dalam rongga hidung.
36
- Nilai vestibulum, septum, konka, meatus dan mukosa.
- Keluarkan spekulum dalam keadaan terbuka untuk menghindari
terjepitnya bulu hidung pasien.
5. Rinoskopi Posterior :
- Kaca nasofaring dipegang dengan tangan kanan
- Hangatkan kaca nasofaring dengan api lampu spiritus.
- Sebelum kaca dimasukkan ke rongga mulut, suhu kaca di tes dulu dengan
menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa.
- Pegang spatula lidah dengan tangan kiri dan pasien di minta membuka
mulut.
-Tekan 2/3 anterior lidah dengan spatula lalu pasien disuruh bernafas
seperti biasa dan jangan menahan nafas.
- Masukkan kaca nasofaring yang menghadap ke atas melalui mulut,
melewati bagian bawah uvula hingga ke orofaring.
- Lihat keadaan koana dan septum nasi posterior.
- Kaca tersebut diputar sedikit ke lateral untuk melihat keadaan konka
inferior, media, superior, serta meatus nasi inferior dan media.
- Kaca diputar lebih ke lateral lagi untuk memeriksa torus tubarius dan
fossa rosenmuller.
- Hal yang sama dilakukan untuk melihat sisi yang berlawanan.
- Keluarkan kaca nasofaring dan spatula lidah secara bersamaan dari
rongga mulut.
37
- Pegang kaca laring dengan tangan kanan lalu hangatkan dengan api
lampu spiritus
- Sebelum kaca dimasukkan, suhu kaca ditest dulu dengan menempelkan
pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa
- Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh
mungkin
- Lidah dipegang dengan tangan kiri dengan memakai kain kasa dan
ditarik keluar dengan hati-hati
- Kaca laring dimasukkan ke dalam mulut menggunakan tangan kanan
dengan arah kaca ke bawah, bersandar pada uvula dan palatum molle
- Pasien disuruh menyuarakan ”i...”
- Nilai gerakan pita suara abduksi dan daerah subglotik dengan menyuruh
pasien untuk inspirasi dalam
38
III. TUJUAN KEGIATAN
III.1. TUJUAN UMUM
Melatih mahasiswa untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik teling,
hidung, rongga mulut, faring dan laring secara mandiri.
V. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher, Edisi Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007
39
VI. LEMBAR PENGAMATAN
40
SL.V. SSS.2- SL 4
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK LEHER
Emir Taris Pasaribu
I. PENDAHULUAN
Mid-Jugular
Lower Jugular
41
HEAD & NECK CANCER
Sites
I
II
III
V
IV
II. TUJUAN
II.1.TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik
leher dan mengetahui beberapa kelainan berupa benjolan di leher bagian
depan.
II.2.TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu:
1. Menemukan pembesaran kelenjar tiroid.
2. Mengenal pembesaran kelenjar getah bening.
3. Mengenal kelainan di kulit dan bawah kulit
4. Mengetahui kelainan bawaan.
5. Dapat membuat dokumentasi / deskripsi hasil pemeriksaan.
42
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
43
Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan pemeriksaan. Mahasiswa
lainnya bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester V.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3
V. RUJUKAN
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Guide to Physical Examination and History Taking.
9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007
2. Talley NJ, O’Connor S, Clinical Examination, A Systematic Guide to physical
diagnosis, 2 Ed, APAC Asian Edition, Singapore ; 1992
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
I. PERKENALAN
1. Menyapa pasien dan memperkenalkan diri.
2. Mempersilahkan pasien duduk
3. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat.
4. Menanyakan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
pemeriksaan.
5. Meminta persetujuan
II. PERSIAPAN
1. penderita dalam posisi duduk.
2. pemeriksa sudah melakukan cuci tangan
3. tersedia segelas air.
III. INSPEKSI
1. penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi
2. pemeriksa berada didepan penderita.
3. Memperhatikan apakah ada perubahan warna kulit
4. Memperhatikan apakah ada ulkus, fistel, sekret dan
44
tentukan lokasi.
5. Memperhatikan apakah ada benjolan, bila ada tentukan
lokasi, jumlah dan bentuk.
6. Bila lokasi benjolan di bagian tengah, penderita disuruh
meneguk air dan perhatikan apakah benjolan bergerak
keatas.
IV. PALPASI
1. Penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi
2. Pemeriksa berada dibelakang penderita
3. Palpasi mengunakan kedua tangan, bagian volar distal
digiti 2,3 dan 4.
Tiroid :
1. Lokasi dibagian tengah leher, dibawah kartilago tiroidea
2. Bila ada benjolan, perhatikan : lokasi, jumlah , konsistensi,
permukaan, batas, pergerakan, nyeri dan ukuran (mm)
3. Penderita disuruh meneguk air dan teraba benjolan bergerak
keatas.
Kelenjar getah bening :
1. Dimulai dari, daerah sub mental, sub mandibular, rantai
yugular bagian atas, tengah , bawah, supra klavikula dan
trigonum posterior leher.
2. Bila ditemukan benjolan, perhatikan lokasi, jumlah, nyeri,
permukaan, konsistensi, konglumerasi, batas, pergerakan
dan ukuran (mm)
V. DOKUMENTASI
1. Mencatat data data yang didapat/ditemukan
2. Mencatat tanggal pemeriksaan
3. Membuat tanda tangan pemeriksa
4. Menginformasikan dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
45