Anda di halaman 1dari 32

Step 7

1. Jelaskan bagian bagian anatomi dari system pendengaran manusia


ANATOMI

A. TELINGA LUAR

1/3 lateral dibentuk cartilago dan 2/3 medialnya tulang. Dilapisi kulit dan glandula
seruminase.

Struktur::

a) Auricula
b) meatus acusticus externus (liang telinga luar ), terdiri dari:

- pars cartilage

- pars ossea

Persarafan (sensorik) telinga luar:

1. Nervus auriculotemporalis

2. Nervus occipitalis minor

3. Nervus auricularis major

4. Ramus auricularis nervi vagi

5. Nervus facialis

Perdarahan telinga luar:

1. Arteria temporalis superficialis

2. arteri auricularis profundus cabang arteri maxillaris

3. Arteri auricularis posterior

Vena bergabung dengan aliran vena dari auricula

B. TELINGA TENGAH

Dipisahkan dengan telinga luar oleh membran tympani

Organ- organ yang terdapat pada telinga tengah:


a) Membran tympany

b) Cavum tympany

c) Ossicula auditiva

d) Tuba auditiva

e) Adnexa mastoidea

f) Nervus facialis

 Batas-batas :
a. Batas luar : membrane tympani
b. Batas depan : tuba eustachii
c. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
d. Batas belakang : aditus ad antrum (lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid), kanalis fasialis pars vertikalis
e. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
f. Batas dalam : dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.

MEMBRAN TYMPANI

Memisahkan cavum tympany dengan meatus acusticus externus (m.a.e )

 Membran tipis, semitransparan, bentuk oval, kedudukan miring caudomedial,


50 derajat thd m.a.e

 Terdiri dari pars flaccid(superior) dan pars tensa( inferior)

 Dilekati oleh manubrium malei pada permukaan medialnya


 Bayangan penonjolan bagian bawah maleus disebut Umbo.
 Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kea rah bawah, yaitu pukul 7
untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan.
 Reflex cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani, yaitu
serabut sirkuler dan radier. Secara klinis reflex ini dapat dinilai, misalnya bila reflex
cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachii.
 Membrane timpani dibagi menjadi 4 kuadran :
o Antero-superior
o Postero-superior
Untuk menyatakan letak perforasi
o Antero-inferior
o Postero-inferior
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian postero-inferior,
sesuai dengan arah serabut
CAVUM TYMPANI

Rongga berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis.


Struktur : memiliki 4 dinding, atap dan dasar.
DINDING
Terdiri dari dinding lateral, medial, anterior dan posterior
Dinding lateral
Terisi membrane tympani dan cincin tulang tempat perlekatan membrane tympani, pars
squamosa os temporalis.
Terdapat bangunan chorda tympani, yang menyilang pars flaccid
Dinding medial
Memisahkan cavum tympani dengan telinga dalam, terdapat beberapa bangunan :
 Fenestra vestibule, menuju telinga dalam
o Lateral : basis stapedius
o Medial : perilymphe vestibuli
 Fenestra cochlearis, medial, perilymphe dari ujung saluran cochlea
 Promontorium : dibentuk dari tonjolan bagian cochlea dan mengandung serabut
saraf dari plexus tympanicus.
 Tonjolan dari canalis nervus facialis.
Dinding anterior
Berhadapan dengan canalis caroticus dengan dipisahkan oleh keeping tulang yag
berlubang, yang dilalui oleh R, timpanicus cabang A. carotis interna dan N.
caroticotympanicus.
Dinding posterior
Terdapat bangunan :
 Aditus dan antrum mastoideum
 Eminentia pyramidalis (M. stapedius)
 Fosa incudis
ATAP
Tegmen tympani (bagian dari os petrosum), memisahkan cavum tympany dengan fosa
crania media
DASAR
Memisahkan cavum tympany dari A. carotis interna dan V. jugularis interna
Dibentuk oleh :
 Lamina tympanica (os petrosum)
 Fossa jugulare
 Canalis caroticus
 Nervus Jacobsen (cabang tympanica N.IX)
OSSICULA AUDITIVA

Malleus
Bagian-bagian :
 Caput : bersendi dengan incus
 Leher (collum mallei)
 Manubrium
o Tempat insertion M. tensor tympanicum
o Melekat pada membrane tympani
 Processus anterior : berhubungan dengan fissure petrotympanicum
 Processus lateralis : berhubungan dengan bagian atas membrane tympani
Incus
Bagian-bagian :
 Corpus : bersendi dengan caput mallei
 Crus longum : bersendi dengan caput stapedii
 Crus brevis : berhubungan dengan recessus epitympanicus
Stapes
 Caput : bersendi dengan incus
 Collum : tempat insertion M. stapedius
 Crus : menghubungkan collum dengan basis
 Basis : melekat pada fenestra ovalis
Persendian ossicula auditiva : articulation synovial
Fungsi : menghantarkan getaran suara ke telinga dalam
OTOT-OTOT
M. stapedius
 Origo : pyramida pada dd posterior
 Insertion : collum stapedii
 Persarafan : N. facialis
 Fungsi : relaksasi basis stapedii di fenestra ovalis, untuk mengurangi
tegangan di membrane tympani
M. tensor tympani
 Origo : pars cartilage tuba auditiva
 Insertion : manubrium mallei
 Persarafan : cabang N. pterygoidi medialis (N. mandibularis)
 Fungsi : menarik membrane tympani ke dalam dan menekan basis
stapedii pada fenestra ovalis, sehingga membrane tympani
menjadi lebih tegang.

Tuba auditiva
Tabung yang menghubungkan cavum tympani dengan nasopharynx, pada orang dewasa.
Adnexa mastoidea
Nervus facialis

C. TELINGA DALAM

Berfungsi untuk pendengaran dan keseimbangan

Labyrinth ossea

Struktur ini letaknya di dalam pars petrosa ossis temporalis, dilapisi periosteum dan
mengandung cairan perilymphe. Di dalamnya terdapat labyrinth membranacea yang
terdiri dari 3 bagian :
1. Vestibulum

2. Cochlea

3. Canalis semicircularis

 Vestibulum

1. Letaknya diantara cochlea (depan) dan canalis semicircularis (belakang)

2. Isi

a. sacculus

b. utriculus

c. sebagian dari ductus endolymphaticus

 Cochlea

 Berfungsi dalam proses pendengaran dan keseimbangan

1. Berbentuk konus (seperti rumah keong)

2. Modiolus adalah tulang pusat, sebagai sumbu dimana cochlea melingkar seperti
spiralis

3. Isinya duktus cochlearis

4. Membrana basilaris membagi saluran didalam cochlea menjadi dua (scala tympani
dan scala vestibuli) dan saling berhubungan di apeksnya.

5. Membrana vestibularis

Diantara membrana vestibularis dan membrana basilaris terdapat spiral organ atau
organ dari Corti

 Canalis Semicircularis

Berfungsi dalam keseimbangan kinetik

Terdiri dari 3 buah canalis

1. Anterior

2. Posterior

3. Lateral
Semua canalis ini saling tegak lurus 90 derajat dan saling tegak lurus satu dengan yang
lain, dan terletak 45 derajat thd bidang sagital

semua canalis berbentuk 2/3 lingkaran

pada satu ujungnya melebar membentuk ampula

Probost, rudolf et all.”Otorhinolaryngology”.Thiene.2006

Petunjuk Praktikum Anatomi

2. Fisiologi dari system pendengaran


Struktur Letak Fungsi

Telinga luar Samping kiri kanan di bawah Mengumpulkan dan memindahkan


temporal. gelombang suara ke telinga tengah.
Pinna (daun telinga) Lempeng tulang rawan yang Mengumpulkan gelombang suara
terbungkus kulit dan terletakke memban timpani mengandung
di kedua sisi kepala. rambut-rambut penyaring dan
menyekresikan kotoran telnga untu
menangkap partikel-partikel asing.
Meatus auditorius Saluran dari ekterior melalui Bergetar secara sinkron dengan
ekternus (liang tuang temporalis ke membran gelombang suara
telinga) timpani. yangmengenainya menyebabkan
tulang-tulang pendengaran telinga
tengah bergetar.
Telinga tegah Rangkaian tulang yang dapat Memindahkan getaran membran
bergerak yang berjalan timpani ke cairan di koklea,dalam
melintasi rongga telinga prosesnya memperkuat energi
tegah,maleus melekat ke suara.
membran timpani dan stapes
melekat pada jendela oval.
Maleus, inkus, stapes Membran tipis di pintu masukBersilia secara sinkron dengan
koklea,memisahkan telinga
getaran membran timpani,serta
tengah dengan skala vestibule
menimbulkangetaran seperti
gelombang di perlimfa koklea
dengan frekuensi yang sama.
Telinga dalam: koklea Kompartemen atas koklea dan Tempat sistem sensorik untuk
kompartemen bawah koklea. mendengar
Jendela oval Kompartemen tengah koklea. Bergetar bersama dengan getaran
stpes yang melekat padanya.
Gerakan jendela oval menyebabkan
perlimfa koklea bergerak.
Skala vestibuli, skala Membentuk lantai duktus Mengandung perlimfa yang dibuat
timpani koklearis. bergerak oleh gerakan jendela oval
yang didorang oleh getaran tulang-
tulang telinga tengah.
Duktus koklearis (skala Terletak di bagian atas dan di Memgandung endolimfa: tempat
media) sepanjang membran basilaris. membran basilaris.

Membran basilaris Membran stasioner yang Mengandung endolimfe: tempat


tergantung di atas organ korti membran basilaris.
dan tempat sel-sel rambut
reseptor permukaan tertanam Mengandung sel rambut, reseptor
di dalamnya. untuk suara, yang mengeluarkan
potensial reseptor sewaktu
terbekuk akibat cairan di koklea.

Organ korti Membran tipis yang Tempat rambut sel-sel reseptor


memisahkan skala timpani tertanam di dalamnya menekuk
dari telinga tengah. dan membentuk potensial reseptor
ketika membrane basilaris bergetar
terhadap membran tektorial yang
stasioner.

Membran tectorial Tiga saluran semisirkuler yang Bergerak bersama dengan getaran
tersusun tiga dimensi dalam cairan di perilimfe untuk meredam
bidang-bidang yang tegak tekanan di dalam koklea, tidak
lurus satu sama lain di dekat berperan di dalam penerimaan
korteks jauh di dalam tulang suara.
temporalis.
Jendela bundar Struktur seperti kantong Tempat sistem sensoris untuk
rongga antara koklea dan keseimbangan dan memberikan
kanalis semisirkularis. masukan yang penting untuk
mempertahankan postur dan
keseimbangan.

Telinga dalam Terletak disamping utrikulus Mendeteksi: akselarasi


(aparatus vestibularis) (percepatan) deselarasi
(perlambatan) rotasional atau
angular.

Kanalis semi sirkularis Mendeteksi: 1) perubahan posisi


kepala menjauhi sumbu vertikal,
2) mengarahkan akselarasi dan
deselerasi linear secara horizontal.
Utrikulus Mendeteksi: 1) perubahan posisi
kepala menjauhi sumbu horizontal,
2) mengarahkan akselarasi dan
deselerasi linear secara vertikal.
Sakulus

pinna : suatu pengumpul suara, sementara liang telinga krn bentuk dan dimensinya, dpt
sangat memperbesar suara dlm rentang 2 – 4 kHz.
Telinga tengah : suatu alat penghilang hambatan antara udara ( lingk.kita) dan cairan (
telinga dalam)
Stapes : menghantarkan getaran suara lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga
dalam
Daun telinga : menampung gelombang suara yg datang
Liang telinga : meneruskan suara dari daun telinga ke membran timpani
Membran timpani : menggetarkan tulang pendengaran
Rongga telinga : menjaga antara tekanan udara dlm dan luar agar seimbang
Maleus, inkus : meneruskan getaran suara ke tingkap jorong
Tuba eustachii : saluran yg menghub antara rongga telinga dg naso faring
Pengatur agar tekanan didalam rongga telinga sama dg tekanan diluar
Sbg ventilasi agar selaput lendir dirongga telinga mendapat cukup oksigen / airasi.
cochlea : menerima rangsang dari skala vestibuli dan skala timpani untuk dianalisa dan
dibawa ke otak
vestibulum dan kanal semi sirkularis : berguna sbg alat keseimbangan
(ILMU PENYAKIT THT, FK UNDIP)

ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan
melalui udara atau tulang ke cochlea  menggetarkan membrane timpani  telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane
timpani dan tingkap lonjong  Energi getar yang telah diamplifikasi  ke stapes 
Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada
 perilimfa pada skala vestibule bergerak  getaran diteruskan melalui membrane
Reissner yang mendorong endolimfa  menimbulkan gerak relative antara membrane
basilaris dan membrane tektoria (Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka
dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel) menimbulkanproses
depolarisasi sel rambut melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis  potensial
aksi pada saraf auditorius  dilanjutkan ke nucleus auditorius  ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
Buku ajar ilmu kesehatan THT kepala leher,FKUI,Edisi kelima

Energi Bunyi Membrane tympani Telinga tengah


Auricula

Mallei & incus


Reissner Perilimfe Stapes amplification
s

Rangsang mekanik Defleksi Stereosilia Pelepasan ion bermuatan listrik dr


badan sel

Dr badan sel

Potensial aksi pada Depolarisasi sel


Neurotransmiter rambut
saraf auditorius

Nucleus auditorius Korteks Pendengaran

(Lobus temporalis)
Fisiologi Pendengaran Normal

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membrana
timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran
yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan
bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar (Tortora dan Derrickson, 2009).
Menurut Ismail, pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya
membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan
listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus
vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui
saraf pusat yang ada di lobus temporalis.

Fisiologi Gangguan Pendengaran

Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas tuli
konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti
infeksi, serumen atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis (Kliegman, Behrman,
Jenson, dan Stanton, 2004).
Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu
penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak
stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli
campuran adalah tuli baik konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara
maupun konduksi tulang (Lassman, Levine dan Greenfield, 1997).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21550/4/Chapter%20II.pdf

3. bagaimana mekanisme produksi dan pengeluaran serumen


Di produksi oleh kelenjar seruminosa dan kelenjar sebasea (minyak berfungsi sbg pelindung)
Serumen mengandung asam lemak tak jenuh keratinosit protein. Epitel squamos kompleks
keratin akan memperbarui 20 hari yg atas akan terdeskuamasi, sel serumen dan sebasea
berkumpul membentuk serumen. Jk berhubungan dg dunia luar, aktivitas produksi akan
meningkat
Kelenjar hanyaterdapat di 1/3 luar tlinga. Jk mengorek telinga bs melukai membran tympani.
Serumen bisa keluar sendiri dg migrasi epitel dibantu dg gerakan rahang sewaktu mengunyah,
kemungkinan yg keluar yg keras
Membersihkan serumen maksimal sebulan sekali. Jk sering dikorek perlindungan akan menurun.
Kalau suhu tinggi bisa mempengaruhi produksi serumen meningkat dan keadaan telinga lembab.
Sel sebasea ada di kulit tipis. Jk serumen berlebih akan menyebabkan kurang pendengaran
Tahapan 1 : 25 desibel (Bisikan halus) 45 desibel tdk bs mendengar normal
Karena membatasi pergerakan telinga

4. mengapa terjadi penurunan pendengaran pada skenario


Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit
liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna
yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin
yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa
menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.
2.3.3. Jenis Gangguan Pendengaran
Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Menurut
Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan pendengaran konduktif terdapat
masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran
sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan,
tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Menurut WHO-
SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry Meeting (Colombo, 2002) faktor
penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik (OMSK), tuli sejak lahir,
pemakaian obat ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop.
2.3.3.1.1. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga
dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga
luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan
tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada
telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII).
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya.
2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi
kepala.
3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice)
khususnya pada penderita otosklerosis.
5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal
telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal
telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis
terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes
bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne
negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari
hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan
garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang
(Soepardi dan Iskandar, 2001).
2.3.3.2. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada
gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita
biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal.
Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan
pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana
gaduh dibanding suasana sunyi.
3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obatobat ototoksik,
ataupun penyakit sistemik sebelumnya.
Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal
telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran,
yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima
meter dan sukar mendengar katakata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan).Pada tes
garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada
hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada
pemendekan hantaran tulang.
2.3.3.3. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan
gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah
jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan
sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural,
lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena
infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma
kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Miyoso, Mewengkang
dan Aritomoyo, 1985).
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan
pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-
tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes
bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala
Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek (Bhargava,
Bhargava and Shah, 2002).

5. macam- macam gangguan penurunan pendengaran dan patofisiologi masing masing penyakit
dan terapinya

Gangguan Pendengaran

Definisi Gangguan Pendengaran

Menurut Khabori dan Khandekar, gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di


salah satu atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan,
sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat.

Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran

Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International Standard Organization (ISO) dan
American Standard Association (ASA)
Derajat Gangguan ISO ASA
Pendengaran
Pendengaran Normal 10-25 dB 10-15 dB
Ringan 26-40 dB 16-29 dB
Sedang 41-55 dB 30-44 dB
Sedang Berat 56-70 dB 45-59 dB
Berat 71-90 dB 60-79 dB
Sangat Berat Lebih 90 dB Lebih 80 dB

Jenis Gangguan Pendengaran


Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Menurut Centers
for Disease Control and Prevention pada gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam
telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di
telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli
konduktif dan tuli sensorineural. Menurut WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry
Meeting (Colombo, 2002) faktor penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik
(OMSK), tuli sejak lahir, pemakaian obat ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop.

Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam
secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk
yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur
persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII).

Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya.

2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi kepala.

3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).

4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice) khususnya
pada penderita otosklerosis.

5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.


Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar,
perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput
gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai
tulang pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada
jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala
dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari
hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala
512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang (Soepardi dan Iskandar, 2001).
Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural

Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada gangguan
pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita biasanya
lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis
hantaran, khususnya otosklerosis.

2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh
dibanding suasana sunyi.

3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat ototoksik, ataupun
penyakit sistemik sebelumnya.
Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar
maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai
penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-
kata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan).
Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada
lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.

Gangguan Pendengaran Jenis Campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan
pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran
(misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula
sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan
gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan
tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga
tengah dan telinga dalam (Miyoso, Mewengkang dan Aritomoyo, 1985).
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan
pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-
tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes
bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala
Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek (Bhargava,
Bhargava and Shah, 2002).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21550/4/Chapter%20II.pdf

6. terapi gangguan penurunan pendengaran


7. Apa Hubungan riwayat penderita dengan riwayat batuk pilek

8. Bagaimana mekanisme reffered pain pada scenario

9. apa hubungan penderita 2 hari yll mengorek telinga dengan cotton bud dengan keluhan sekarang

Membersihkan Telinga Dapat Menyebabkan Infeksi Telinga

Telinga kita memiliki saluran luar (canal auditori eksterna) dengan bentuk sedemikian rupa yang bisa
secara otomatis membuang kotoran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas
pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke
arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan
serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang.
Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.

BOIES Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 Adams , Boies , Higler

10. mengapa nyeri dirasakan saat ditekan tragus atau di Tarik aurikulanya

Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak sedikit,
perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta
berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering
merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan
derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar
langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut
saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga
bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun
telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit
yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna.

11. mengapa dokter memberikan resep serumenolitik dan 2 hari sebelum dilakukan irigasi telinga
serta obat antibiotic dan analgetik oral

Farmakologi Joyce L. Kee

12. kenapa pasien sakit saat menelan


(diatas)
13. pemeriksaan pada kasus scenario

i. Pemeriksaan
- Inspeksi
- Palpasi
- Auskultasi:
Dengan Otoskopi : (melihat gendang telinga/MT)

MT: merah muda→ merah membara (rubor)

bulging (adanya pustulasi)

bercak kuning (daerah nekrosis)→ perforasi


Pemeriksaan dg. garpu tala:

→ adanya tuli hantaran (CHL)

- Rinne : positif , BC > AC

- Weber : lateralisasi ke yg sakit

- Scwabach : memanjang

Ilmu Penyakit THT FK UNDIP

Pemeriksaan otoskopi

- Stadium peradangan:
Pada pemeriksaan tampak membran timpani suram atau kebiruan dengan
corakan pembuluh darah sepanjang maleus dan annulus. Bila penyakit
berlanjut, membran timpani menebal dan memerah. Pars tensa mengembung
dan bagianya tak jelas. Hal ini menunjukkan bahwa membran timpani terancan
perforasi.

- Stadium supurasi:
Pada pemeriksaan tampak sekret mukopurulen yang sering berpulsasi, keluar
melalui perforasi pada pars tensa membran timpani. Bila dapat terlihat, tampak
mukosa menebal, berwarna merah dan lembut seperti beludru. Pada perforasi
yang kecil mungkin tampak mukosa yang edem menonjol keluar melalui lubang
perforasi dan sekret keluar dari tengahnya, biasa disebut perforasi puting susu.

- Stadium komplikasi
Tampak dinding postero superior liang telinga menggantung (sagging).
Gambaran membran timpani tidak jelas berbeda dengan sebelumnya.

Penyakit THT, Kepala dan Leher, John Jacob Ballenger

Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan rontgen mastoid : untuk melihat perluasan infeksi dari telinga tengah ke daerah tulang
mastoid, serta adanya gambaran kolesteatoma
- Pemeriksaan CT scan kepala : untuk melihat kelainan di intrakranial. Sebelum ada CT scan, dilakukan
pemeriksaan angiografi dan pemeriksaan ventrikulografi untuk mendiagnosis kelainan intrakranial.
Tetapi, pemeriksaan ini sangat infasif
- Pungsi lumbal : diperlukan untuk melihat adanya infeksi di likuor serebrospinal, susunan kimiawi, dan
peninggian tekanan likuor, serta untuk pemeriksaan mikroresistensi kuman. Pungsi lumbal sebaiknya
tidak dilakukan bila terdapat tanda tekanan intrakranial yang tinggi, terutama bila terdapat sakit kepala
yang hebat, serta kesadaran yang menurun. Pada keadaan demikian harus dikonsulkan ke dokter ahli
saraf
- Pemeriksaan mikroresistensi kuman yang diambil dari sekret telinga
( Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat Telinga Hidung Tenggorok, FKUI )

14. diferential diagnosis

Kelainan telinga luar

KELAINAN DAUN TELINGA

 HEMATOMA
a. Disebabkan trauma  terdapat penumpukan bekuan darah di antara perikondrium dan
tulang rawan  jika tidak dikeluarkan terjadi hematoma, hingga tonjolan menjadi padat
dan permanen
b. Cara mengeluarkan bekuan darah insisi steril
c. Komplikasi : perikondritis
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

 PERIKONDRITIS
1. Definisi
Radang pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun telinga.
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI.)

2. Etiologi
 Trauma akibat kecelakaan
 Operasi daun telinga yang terinfeksi
 Komplikasi pseudokista daun telinga
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI.)
3. Komplikasi
Bila pengobatan dengan antibiotika gagal dapat timbul komplikasi berupa
mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang rawan yang menjadi kerangka daun
telinga (cauliflowerear).
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI.)

 PSEUDOKISTA
a. Terdapat cairan kekuningan di antara tulang rawan daun telinga dan perikondrium
b. Pasien tidak merasa nyeri
c. Terapi: Dilakukan pungsi balut tekan atau dengan gips selama 1 minggu (supaya
perikondrium melekat pada tulang rawan).
d. Jika perlekatan tidak sempurna dapat kekambuhan
e. Jka pungsi tidak steril  terjadi perinkondritis hingga telinga lisut (cauliflower ear)
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

KELAINAN LIANG TELINGA

 BENDA ASING DI LIANG TELINGA


a. Benda asing :
 berupa benda mati atau benda hidup, binatang, komponen tumbuh-tumbuhan
atau mineral.
 pada anak kecil ditemukan kacang hijau, karet penghapus
 Pada orang dewasa: potongan korek api, binatang: kecoa, semut, atau nyamuk.
b. Mengeluarkan benda asing harus hati-hati, dapat dilakukan anestesi lokal, pada anak-
anak harus dipegangi sehingga kepalanya tidak bergerak
c. Mengeluarkannya: Binatang di liang telinga harus dimatikan lebih dahulu sebelum
dikeluarkannya  memasukkan tampon basah ke liang telinga lalu meneteskan cairan
,misal rivanol 10 menit  benda asing diirigasi dgn air bersih untuk mengeluarkannya
atau dgn pinset.
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

 OTITIS EKSTERNA
1. Definisi
Radang liang telinga akut maupun kronik yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan
virus.

(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI.)

2. Faktor Resiko
Faktor yang mempemudah radang telinga luar ialah

 pH di liang telinga. Biasanya normal atau asam. Bila menjadi basa, proteksi terhadap
infeksi menurun.
 Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh.
 Trauma ringan (ketika mengorek telinga) atau karena berenang yang menyebabkan
perubahan kulit karena kena air.
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI.)

 OTITIS EKSTERNA AKUT


Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel= Bisul)

 Etiologi :
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat terjadi
infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebabnya
biasanya Staptncoccus aureus atau Staphylococcus albus.

 Gejala :
Gejalanya ialah rasa nyeri yang tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan
karena kulit liang telinga tidak megandung jaringan longgar di bawah, sehingga rasa
nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada
waktu membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan
pendengaran, bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga.

 Penatalaksanaan :
Terapinya tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses, diaspirasi
secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan antibiotika dalam bentuk
salep, seperti polymixin B atau bacitracin, atau antiseptik (asam asetat 2-5 % dalam
alkohol 2 %).

Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk
mengalirkan nanahnya.

Biasanya tidak perlu diberikan antibiotika secara sistemik, hanya diberikan obat
simtomatik seperti analgetik dan obat penenang.

(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

OTITIS EKSTERNA DIFUS

 Etiologi :
Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang telinga
hiperemis dan edema dengan tidak jelas batasnya, serta tidak terdapat furunkel.

Kuman penyebabnya biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat


sebagai penyebab ialah Staphylococcus albus, escheria koli dan sebagainya. Otitis
ekstema difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supu-ratif kronis.

 Gejala :
Gejalanya sama dengan otitis ekstema sirkumskripta. Kadang-kadang terdapat
sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin) seperti sekret yang ke
luar dari kavum timpani pada otitis media.
 Penatalaksanaan :
Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotika ke
liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang.

(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

 OTOMIKOSIS
a. Etiologi :
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah
tersebut. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga kandida
albikans atau jamur lain.
b. Gejala :
Gejalanya biasanya berupa rasa gatal clan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering
pula tanpa keluhan.
c. Penatalaksanaan :
Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2-5
% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.
Kadang-kadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara
topikal.
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

 INFEKSI KRONIS LIANG TELINGA


Infeksi bakteri maupun infeksi jamur yang tidak diobati dengan baik, trauma berulang,
adanya benda asing, penggunaan cetakan (mould) pada alat bantu dengar (heating aid) dapat
menyebabkan radang kronis. Akibatnya, terjadi penyempitan liang telinga oleh pembentukan
jaringan parut (sikatriks).

Pengobatannya memerlukan operasi rekonstruksi liang telinga.

(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)
 KERATOSIS OBTURANS DAN KOLESTEATOMA EKSTERNA
Keratosis obliterans adalah kelainan yang jarang terjadi. Biasanya secara kebetulan
ditemukan pada pasien dengan rasa penuh di telinga. Penyakit ini ditandai dengan penumpukan
deskuamasi epidermis di liang telinga, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa
penuh serta kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan
bagian tulang liang telinga. Keadaan terakhir ini sering disebut sebagai kolesteatoma ekstema
yang biasanya disertai dengan rasa nyeri hebat akibat peradangan setempat. Erosi bagian tulang
liang telinga dapat sangat progresif memasuki rongga mastoid dan kavum timpani.

Etiologinya belum diketahui, sering terjacli pada pasien dengan kelainan paru kronik,
seperti bronkiektasis, juga pada pasien sinusitis.

Penyakit ini biasanya dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan liang telinga secara
periodik, misalnya setiap 3 bulan. Pemberian,obat tetes telinga dan campuran alkohol atau
gliserin dalam peroksid 3 %, 3 kali seminggu sering kali dapat menolong. Pada pasien yang telah
mengalami erosi tulang liang telinga, seringkali diperlukan tindakan bedah dengan melakukan
tandur jaringan ke bawah kulit untuk menghilangkan gaung di dinding liang telinga. Yang
penting adalah membuat agar liang telinga berbentuk seperti corong, sehingga pembersihan
liang telinga secara spontan lebih terjamin.

(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

 OTITIS EKSTERNA MALIGNA


a. Definisi :
Otitis eksterna maligna adalah suatu tipe khusus dari infeksi akut yang difus di liang
telinga luar. Biasanya terjadi pada orang tua dengan penyakit diabetes melitus. Bila
pada otitis media peradangan hanya terbatas pada kulit, pada otitis eksterna maligna
peradangan dapat meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan ke organ sekitarnya.
Dengan demikian dapat menimbulkan kelainan, berupa khondritis, osteitis dan
osteornielitis yang mengakibatkan kehancuran tulang temporal.
b. Gejala :
Gejalanya dapat dimulai dengan rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti
oleh nyeri hebat dan sekret yang banyak dan pembengkakan liang telinga. Rasa nyeri
tersebut akan makin menghebat, liang telinga tertutup oleh tumbuhnya jaringan
granulasi secara subur. Saraf fasial dapat terkena, sehingga menimbulkan paresis atau
paralisis fasial. Kelainan patologik yang penting adalah osteornielitis yang progresif, yang
disebabkan akibat oleh infeksi kuman Pseudomonas aeroginosa. Penebalan endotel
yang mengiringi diabetes melitus berat bersama-sama dengan kadar gula darah yang
tinggi yang diakibatkan oleh infeksi yang sedang aktif menimbulkan kesulitan
pengobatan yang adekuat.
c. Penatalaksanaan :
Pengobatan tidak boleh ditunda-tunda, sebab penyakit akan segera menyerang
bagian-bagian penting di sekitarnya. Pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian
antibiotika dosis tinggi terhadap Pseudomonas aeruginosa yang dikombinasikan dengan
aminoglikosida dan diberikan secara parenteral selama 4-6 minggu. Kombinasi yang
senng digunakan adalah karbecillin, ticarcillin atau pipercillin dengan gentamicin,
tobramicin, colistimethate atau amikacin.
Di samping obat-obatan, sering kali diperlukan juga tindakan membersihkan luka
(debrideman) secara radikal. Tindakan membersihkan luka (debrideman) yang kurang
bersih akan dapat menyebabkan makin cepatnya penularan penyakit ini menyebabkan
kemungkinan terjadinya kelainan di telinga tengah pada anak dengan palatoskisis, lebih
besar dibandingkan dengananak normal. Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan
koreksi palatoskisis sedini mungkin.
Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

KELAINAN KONGENITAL

 TELINGA CAPLANG/JEBANG (BAT’S EAR)


a. Kelainan kongenital, yaitu berbentuk abnormal daun telinga  tampak daun telinga lebih
lebar dan lebih berdiri
b. Tidak terdapat gangguan pendengaran, tetapi menyebabkan gangguan psikis karena
estetik
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

 MIKROTIA ATRESIA LIANG TELINGA


 Etiologi :
Penyebabnya belum jelas diketahui, diduga faktor genetik seperti :

a. Infeksi virus
b. Intoksinasi bahan kimia pada masa kehamilan, misalnya : talidomida liang telinga
tidak terbentuk, disertai dengan kelainan daun telinga dan tulang pendengaran
 Diagnosis:
Hanya dengan melihat daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia
saja, keadaan telinga tengah tidak mudah dievaluasi. (makin buruk keadaan daun telinga
 makin buruk keadaan telinga tengah)

 Pemeriksaan :
Audiometri dan radiologi  membantu menentukan rekonstruksi kelainan di telinga
luar dan telinga tengah

 Macamnya:
a. Atresia liang telinga unilateral
Dilakukan operasi setelah dewasa 15-17 tahun.

b. Atresia liang telinga bilateral


Masalah utama : gangguan pendengaran

Setelah diagnosis ditegakkan, pasien dipasang alat bantu dengar, baru setelah berusia 5-7
tahun dilakukan operasi.

(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

 FISTULA PREAURIKULAR
a. Kelainan pada saat embrional pada arcus brankial 1 dan 2  merupakan kelainan
herediter yang dominan.
b. Fistula dapat ditemukan di depan tragus
c. Pada keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran
seujung pensil  dari muara fistula sering keluar sekret  berasal dari kelenjar sebasea
d. Pasien datang berobat karena terdapat obstruksi dan infeksi fistula  terjadi pioderma
atau selulitis fasial. Memasukkan biru metilen ke dalam muara fistula diduga panjang
fistula.
e. Jika terjadi abses berulang dan pembentukan sekret kronis  dilakukan pengangkatan
fistula  jika tidak bersih menyebabkan kekambuhan.
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta : FKUI.)

15. etiologi dari otitis eksterna


16. klasifikasi dari otitis eksterna
17. penatalaksanaan kasus pada scenario

Anda mungkin juga menyukai