Anda di halaman 1dari 7

A.

Model Belajar Tuntas (Mastery Learning)


1. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Mastery learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menganut azas
ketuntasan belajar. Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran
berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat
dukungan kondisi yang tepat.(Armawan, N, 2011 : 13). Siswa akan memahami proses
pembalajaran apabila komponen pembelajaran yang disampaikan oleh gurunya sesuai dengan
situasi dan kondisi belajar pada saat itu. Apabila siswa telah merasakan hal tersebut, maka
guru menginstruksikan kepada siswanya agar mereka melakukan pembelajaran sampai tuntas
tidak setengah-setangah.

Belajar tuntas ini konsep mulanya adalah berlandaskan pendekatan kelompok. Setiap
individu berhak mendapatkan pembelajaran tersebut dan diharapkan pembelajaran ini dapat
membuat siswa mengerti tentang tujuan pembelajaran yang akan dilakukannya selama proses
belajar di kelas itu. Selain itu siswa diharapkan pula dapat mencapai pembelajaran yang
optimal sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efisien.

2. Karakteristik Model Belajar Mastery Learning

Model belajar tuntas memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik atau ciri tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:

B.Suryosubroto (dalam Suciana, 2009: 86) berpendapat bahwa:

a. Strategi mastery learning adalah jika kepada para siswa diberikan waktu yang
cukup, dan mereka diperlakukan secara tepat, maka mereka akan mampu dan
dapat belajar sesuai dengan tuntutan kompetensi.
b. Belajar atas tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yang ditentukan terlebih
dahulu.
Pembelajaran yang akan disampaikan terhadap siswa harus jelas ketika memberikan
istruksi penyampaian tujuan pembelajaran tersebut dan untuk mencapai hal tersebut maka
sebagai guru dalam hal ini berperan sangat penting untuk membuat tujuan pembelajaran yang
jelas.
c. Memperhatikan perbedaan Individu (individual difference)
Suatu kenyataan bahwa individu mempunyai perbedaan antara yang satu dengan yang
lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor
yang mempengaruhi itu adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal sangat
berpengaruh yaitu melalui alat indra dan kecepatan belajar siswa dala memahami
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu menggunakan beberapa metode
atau multi metode pembelajaran agar siswa mengerti dan paham terhadap hasil pemahaman
belajar mereka.
d. Menggunakan siswa belajar aktif (active learning)
Belajar aktif (active learning) memungkinkan para siswa memperoleh pengetahuan
dan mengembangkan ketrampilan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri.
Dengan cara itulah siswa diharapkan dapat mengeksplorasi pikiran agar mereka berpikir
untuk mendapatkan suatu pertanyaan di benak mereka untuk menyampaikan maksud yang
belum mereka pahami pada saat memperlajarinya.
e. Menggunakan satuan pelajaran terkecil (RPP)
Satuan-satuan pelajaran dengan unit terkecil disusun secara sistematis, berurutan dari
yang mudah ke yang sukar. Pembagian unit pelajaran menjadi yang kecil-kecil (cremental
units) sangat diperlukan guna memperoleh umpan balik (feedback) secepat mungkin,
sehingga perbaikan dapat segera dilakukan sedini mungkin dan untuk memberikan layanan
yang terbaik.
f. Menggunakan sistem evaluasi yang kontinu dan berdasar atas kriteria.
Guru perlu melakukan evaluasi setiap saat setelah pembelajaran selesai untuk
menganalisis terhadap kesalahan yang terjadi selama kegiatan mengajar yang telah
dilaksanakan dan melakukan perbaikan. Evaluasi ini harus dilakukan sesegera mungkin untuk
mengetahui sejauh mana kualitas pemahaman siswa setelah proses penyampaian
pembelajaran disampaikan oleh guru. Evaluasi yang digunakan adalah dengan melakukan tes
(tes formatif dan sumatif) atau secara no tes ( unjuk diri dan portofolio).
Karakteristik model belajar tuntas (mastery learning) ini telah dipaparkan dan secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa karakteristik model belajar ini sangat mengutamakan
keaktifan belajar siswa untuk memahami pembelajaran yang diajarkan oleh guru secara utuh
dan untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa dapat dilakukan dengan menentukan
beberapa indikator tes. Karena setiap individu itu berbeda tingkat kecerdasannya, maka dari
itu perlu diadakannya suatu tes sebagai indikator evaluasi pemahaman belajar siswa tersebut.
Selain itu guru harus jelas dalam menentukan pembelajaran yang akan diajarkan dan perlu
adanya sistematika pembelajaran yang terstruktur agar pembelajaran terlaksana dengan baik
dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Guru-guru menggunakan belajar tuntas untuk mengorganisasikan pembelajaran
dengan cara yang tepat, menyajikan informasi danketerampilan menurut suatu pola,
menentukan secara reguler seberapa jauh kemajuan, membentuk kemajuan pebelajar,
membantu pebelajar mengatasi kesulitan-kesulitan melalui bimbingan dan pembelajaran
tambahan atau praktik, dan menyediakan pengayaan ekstra untuk pebelajar yang menguasai
pembelajaran dengan cepat (Sri Anitah, 2008: 18).
Pendekatan pembelajaran mastery learning ini dititik beratkan terhadap tingkat
kemampuan, minat, dan bakat siswa dengan diberikan pembelajaran yang sesuai dengan
kondisi belajar yang menyenangkan. Maka dari itu pembelajaran harus disesuaikan dengan
baik sesuai dengan model-model yang ada dan model tersebut perlu diterapkan sebagaimana
mestinya dengan optimal. Untuk mengoptimalkan model pembelajaran tersebut maka perlu
adanya tahapan model pembelajaran tersebut.

3. Asumsi dasar Mastery Learning


Model belajar tuntas ini menitikberatkan pembelajaran yang mengharuskan siswa
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata
pelajaran tertentu. Caroll dalam Winkel mengemukakan bahwa apabila setiap siswa diberikan
waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan apabila
menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai
tingkat penguasaan penguasaan kompetensi. Akan tetapi apabila siswa tidak diberi cukup
waktu atau tidak, maka tingkat penguasaan kompetensi siswa belum optimal.
Menurut Block dalam Winkel menyatakan bahwa tingkat penguasaan kompetensi
siswa yaitu sebagai berikut
Degree of learning=f (actually spent : time needed)
Mastery learning berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat, semua siswa mampu
belajar dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang
dipelajari. Agar semua siswa memperoleh hasil yang maksimal pembelajaran harus
dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi yang
dilaksanakan, terutama dalam mengorganisasi tujuan dan bahan belajar, melaksanakan
evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap siswa yang lambat mencapai tujuan
(kompetensi) yang telah ditetapkan.
Asumsi belajar tuntas atau mastery learning ini dapat disimpulkann bahwa dalam
asumsi belajar tuntas terdapat hubungan antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan
potensi yang dimiliki (bakat) dan selain ituapabila pembelajaran dilaksanakan secara
sistematis, semua siswa akan mampu menguasai pembelajaran yang diberikan kepadanya.
4. Prinsip Model Belajar Mastery Learning
Dalam prinsip model belajar mastery learning tidak lain adalah menciptakan siswa
memiliki kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimiliki mereka. Oemar Hamalik
(2003: 84) menyatakan bahwa secara tegas dikatakan bahwa sistem pembelajaran yang
menggunakan prinsip mastery learning adalah tidak menerima perbedaan prestasi belajar
siswa sebagai konsekuensi perbedaan pendapat.
Terdapat enam prinsip mastery learning yaitu (1) Ditetapkan batas minimal tingkat
kompetensi yangharus dikuasai oleh siswa. (2) menggunakan pendekatan penilaian acuan
patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar siswa mencapai standar ketuntasan
minimal (KKM). (3) Siswa tidak diperbolehkan pindah ke topik atau tugas berikutnya, jika
topik atau tugas yang sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal.(4)
memberikan kemampuan yang utuh, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.
(5) Setiap peserta diberi kesempatan untuk mencapai standar minimal, sesuai dengan irama
dan kemampuan belajarnya masing-masing (individualized learning). (6) Disediakan
program bimbingan remedial bagi peserta yang lambat (slow learner), dan program
pengayaan bagi peserta yang lebih cepat (fast learner) menguasai kompetensi serta
percepatan (acceleration) bagi anak yang superior dan istimewa.

5. Strategi Model Belajar Mastery Learning


Menurut Mulyasa (2004: 55) strategi mastery learning dapat dibedakan dari
pembelajaran non-mastery learning terutama dalam hal-hal berikut: (1) Pelaksanaan tes
secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahanyang diajarkan sebagai alat untuk
endiagnosa kemajuan (diagnostic progress test). (2) Siswa baru dapat melangkah pada
pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan
yang ditetapkan. (3) Pelayanan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang gagal
mencapaitaraf penguasaan penuh, melalui pengajaran korektif menurut Marrison merupakan
pengajaran kembali, pengajaran tutorial, restrukturasi kegiatanbelajar dan pengajaran kembali
kebiasaan-kebiasaan belajar siswa, sesuaidengan waktu yang diperlukan masing-masing.
6. Tahapan model belajar Mastery Learning
Tahapan model belajar Mastery Learning terdiri dari beberapa hal sebagai berikut :
a.) Orientasi
Pada tahap ini dilakukan penetapan suatu kerangka isi pembelajaran. Guru akan
menjelaskan tujuan pembelajaran, tugas-tugas yang akan dikerjakan dan mengembangkan
tanggung jawab siswa selama proses pembelajaran.

b.) Penyajian
Pada tahap ini guru menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan baru disertai
dengan contoh-contoh. Jika yang diajarkan adalah konsep baru, maka penting untuk
mengajak siswa mendiskusikan karakteristik konsep, definisi serta konsep. Jika yang
diajarkan berupa keterampilan baru, maka penting untuk mengajar siswa mengidentifikasi
langkah-langkah kerja keterampilan dan berikan contoh untuk setiap langkah-langkah
keterampilan yang diajarkan.
c.) Latihan Terstruktur
Pada tahap ini guru memberi siswa contoh praktik penyelesaian masalah/tugas. Dalam
tahap ini, siswa perlu diberi beberapa pertanyaan, kemudian guru memberi balikan atas
jawaban siswa.
d.) Latihan Terbimbing
Pada tahap ini guru memberi kesempatan pada siswa untuk latihan menyelesaikan
suatu permasalahan, tetapi masih dibawah bimbingan dalam menyelesaikannya. Melalui
kegiatan terbimbing ini memungkinkan guru untuk menilai kemampuan siswa dalam
menyelesaikan sejumlah tugas dan melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa. Jadi
peran guru dalam tahap ini adalah memantau kegiatan siswa dan memberikan umpan balik
yang bersifat korektif jika diperlukan.
e.) Latihan Mandiri
Tahap latihan mandiri adalah inti dari strategi ini. Latihan mandiri dilakukan apabila
siswa telah mencapai skor unjuk kerja antara 85%- 90% dalam tahap latihan terbimbing.
Tujuan latihan terbimbing adalah memperkokoh bahan ajar yang baru dipelajari, memastikan
daya ingat, serta untuk meningkatkan kelancaran siswa dalam menyelesaikan suatu
permasalahan.

7. Kelebihan dan Kekurangan Model Belajar Mastery Learning


Suatu strategi pembelajaran ada kelebihan dan kekurangannya, seperti juga strategi
mastery learning yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Strategimastery learning
merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan, oleh karena itu strategi ini
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :
(1) Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang
pada prinsip perbedaan individual, belajar kelompok.
(2) Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan
dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
diri sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.
(3) Dalam strategi ini, guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan
persuasif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa
lainnya.
(4) Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar, yakni
siswa yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh dan utuh.
(5) Pada hakikatnya, strategi ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak
naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang memuaskan atau
masih dibawah target hasil yang diharapkan, terus menerus dibantu oleh rekannya dan
oleh guru. Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung
unsur objektivitas yang tinggi sebab penilaian dilakukan oleh guru. Rekan sekelas,
dan oleh diri sendiri dan berlangsung secara berlanjut serta berdasarkan ukuran
keberhasilan (standar perilaku) yang jelas dan spesifik.

Selain itu adapun kekurangan Model Belajar Mastery Learning yaitu :


(1) Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan
belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka satusemester di samping penyusunan
satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
(2) Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagaikegiatan, yang
berarti menuntut macam-macam kemampuan yangmemadai.
(3) Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan
untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit dan masih baru.
(4) Strategi ini sudah tentu meminta berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana, dan
waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekolah kita umumnya masih langka
dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan.
(5) Untuk melaksanakan strategi ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar
secara tuntas pada gilirannya menuntut para guru agar menguasai materi tersebut
secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. Hal itu menuntut para guru agar
lebih banyak dan menggunakan sumber-sumber yang lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai