Anda di halaman 1dari 22

Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 89

ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

TRANSMISI HARGA DAN SEQUENTIL BARGAINING GAME


PERILAKU PASAR ANTAR LEMBAGA PEMASARAN CABE
MERAH DI INDONESIA

Elvina1, Muhammad Firdaus2, dan Anna Fariyanti3


1)Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
2)StafPengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
3)Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

e-mail : 1)elvina_jaya@yahoo.co.id

ABSTRACT
Red chili is known as a very high commodity price fluctuation. High price fluctuation will make market
inefficiency and cause a disincentive for market actors. One indicator of market efficiency is symmetric
price transmission in integrated market. This paper aimed to analyze vertical price transmission along the
marketing chanel of red chili (produsen, wholesale and retail) and analyze the market behavior of market
actors. Vertical price transmission was analyzed with the Asymmetric Error Corection Model (AECM)
approach using weekly data over Januari 2012 to October 2014. While, the market behavior was analized
using descriptive analysis with sequentil bargaining game. The results showed that price transmission
along marketing channel of red chili is symmetric and the price in wholesale is a reference for produsen dan
retail prices.

Keywords: market behavior, price fluctuations, price transmission.

PENDAHULUAN akan memberikan peluang bagi pelaku pasar


khususnya yang mempunyai kekuatan dalam
Cabe merah (Capsicum annum L.) me-
mempengaruhi harga untuk memanipulasi
rupakan salah satu komoditi hortikultura
harga. Vavra dan Goodwin (2005) juga
unggulan karena masuk dalam lima besar
mengemukakan bahwa pedagang cenderung
produksi sayur bernilai ekonomi tinggi.
mempertahankan keuntungan dengan tidak
Dimana, pada tahun 2014 produktivitas cabe
ikut menyesuaikan harga sesuai sinyal yang
merah Indonesia mencapai 7.11 ton/ha
berlaku. Oleh sebab itu, pedagang disinyalir
(Pusdatin 2015). Dari sisi makro cabe merah
turut berperan dalam menciptakan efisien
terkenal sebagai salah satu komoditi pe-
atau tidaknya suatu pasar. Dimana, ketika
nyumbang inflasi sebagai akibat dari tinggi-
terjadi kenaikan harga di tingkat hilir mereka
nya fluktuasi harga cabe merah di sepanjang
berkesempatan untuk tidak segera menerus-
tahun. Hal ini merupakan permasalahan
kan ke tingkat hulunya atau sebaliknya saat
utama dalam pengembangan cabe merah.
terjadi penurunan harga di hulu tidak segera
Tingginya fluktuasi harga akan menyulitkan
diteruskan ke tingkat hilirnya. Hal tersebut
petani dalam mengambil keputusan produksi
menyebabkan transmisi harga pada lembaga
dan menimbulkan disinsentif dalam ber-
pemasaran menjadi tidak sempurna dan
usaha. Harga yang tinggi bagi konsumen akan
menciptakan inefisiensi pasar (Anindita 2004).
menyulitkan dalam memenuhi kebutuhan
Terjadinya inefisiensi pasar mengindikasikan
sehari-hari.
adanya market power dan perilaku pedagang
Menurut teori harga, harga yang ber-
yang tidak kompetitif yang biasanya terjadi
fluktuasi berpengaruh pada efisiensi alokasi
akibat konsentrasi pasar dalam suatu level
sumber daya dan transmisi harga pada pasar
rantai pemasaran, akibatnya produsen tidak
yang terintegrasi baik vertikal maupun
mendapat manfaat atas kenaikan harga di
spasial (Moghaddasi 2008). Fluktuasi harga
tingkat konsumen dan konsumen tidak
yang tinggi di tingkat lembaga pemasaran
mendapat manfaat atas penurunan harga

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
90 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

produsen (Meyer dan von Cramon-Taubadel harga vertikal disepanjang rantai pemasaran
2004). daging sapi, daging ayam dan telur di
Jika dilihat pergerakan harga cabe merah Amerika Serikat. Transmisi harga vertikal
di sepanjang tahun pengamatan dari bulan juga dilakukan oleh Acquah dan Dadzie
Januari 2012 sampai Oktober 2014 baik di (2010). Penelitian tersebut menggunakan pen-
tingkat produsen, grosir, maupun konsumen dekatan Asymmetric ECM yang dikembang-
menunjukkan kecenderungan pola pergerak- kan oleh von Cramon-Taubadel dan Loy
an yang sama dengan tingkat fluktuasi yang dalam menganalisis transmisi harga asimetris
berbeda. Hal ini dapat dilihat dari nilai antara harga jagung retail dengan wholesale di
koefisien variasi harga produsen sebesar 46.9 Kumasi, Gana. Selanjutnya, Muazu et.al
persen, grosir 43.6 persen, dan konsumen 31.6 (2014) juga menggunakan Asymmetric Error
persen. Secara statistik hal ini menunjukkan Correction Model (AECM) dalam meng-
bahwa harga di tingkat produsen lebih analisis transmisi harga ayam broiler vertikal
berfluktuasi dibanding di tingkat grosir dan di Malaysia. Pendekatan AECM juga diguna-
eceran. Berdasarkan hal tersebut dalam kan oleh Yustiningsih dan Soetjipto (2013)
pemasaran cabe merah ada kemungkinan dalam menganalisis transmisi harga beras
transmisi harga berjalan secara asimetris. petani-konsumen di Indonesia.
Namun demikian, dalam memastikan bagai- Penelitian mengenai integrasi pasar dan
mana transmisi harga pada jalur pemasaran transmisi harga cabe merah di Indonesia se-
cabe merah perlu dibuktikan secara statistik. belumnya juga telah dilakukan oleh beberapa
Penelitian mengenai integrasi pasar dan peneliti terdahulu. Firdaus dan Gunawan
transmisi harga serta perilaku pasar telah (2012) menggunakan pendekatan kointegrasi
banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Engel-Granger dan model Ravallion dalam
Pengujian asimetris pada transmisi harga menganalisis integrasi pasar cabe produsen
menurut Meyer dan von Cramon-Taubadel Jawa Barat dengan Pasar Induk Kramat Jati.
(2004) secara empiris pertama kali dikenalkan Jubaedah (2013) menggunakan uji cointegrasi
oleh Farell tahun 1952. Uji asimetris tersebut Engle-Granger dan Error Correction Model
digunakan dalam mengestimasi fungsi per- dalam menganalisis integrasi harga di PIKJ
mintaan yang tidak dapat dirobah “irreversible dengan harga produsen sentra cabe merah di
demand functions”. Pada periode selanjutnya 23 provinsi (termasuk Jawa Barat). Selanjut-
perkembangan analisis transmisi harga nya, Sahara dan Wicaksena (2013) mengguna-
cenderung mengalami modifikasi secara kan dua uji asymmetric yaitu pendekatan
berkelanjutan. Houck dan ECM-EG dalam menganalisis
Von Cramon-Taubadel dan Fahlbusch transmisi harga cabe merah antara pasar
(1994) mengembangkan analisis transmisi produsen dengan pasar konsumen di 3
dengan pendekatan kointegrasi error correction Provinsi yang salah satunya juga termasuk
model (ECM). Model ini awalnya digunakan Jawa Barat.
dalam menganalisis asymmetric price Hasil penelitian Firdaus dan Gunawan
transmission (APT) vertikal antara pasar babi (2012) menyatakan tidak terdapatnya inte-
produsen dan grosir di Jerman Utara. grasi pasar produsen Jawa Barat dengan PIKJ,
Selanjutnya, Von Cramon-Taubadel dan Loy sementara Jubaedah (2013) menyatakan
(1996) dalam menganalisis kasus spasial pasar terdapat integrasi yang lemah antara pasar
gandum dunia mengembangkan lagi model produsen Jawa Barat dengan PIKJ. Sedangkan
sebelumnya dengan memisahkan shock positif penelitian Sahara dan Wicaksena (2013)
dan shock negatif pada error corection term serta menyimpulkan bahwa harga cabe merah telah
shock positif dan negatif variabel independent. tertransmisi secara simetris pada pasar yang
Peneliti selanjutnya seperti Vavra dan dianalisis. Sehubung adanya perbedaan
Goodwin (2005) menggunakan model penelitian tersebut, perlu dilakukan analisis
threshold ECM dalam menganalisis transmisi transmisi harga cabe merah lebih lanjut.

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 91
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Simetris atau tidaknya transmisi harga Jawa Barat. Data diperoleh dari Kementerian
yang terjadi pada sebuah saluran pemasaran Perdagangan RI, Kantor Pasar Induk Kramat
tidak lepas dari perilaku pasar lembaga- Jati dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
lembaga yang terkait dalam rantai pemasaran Provinsi Jawa Barat. Data primer digunakan
tersebut. Prastowo et al. (2008) menyatakan untuk melihat perilaku lembaga pemasaran
tingkah laku pedagang dalam menetapkan dalam rantai pemasaran cabe merah secara
harga turut menentukan pembentukan harga vertikal. Data terdiri dari 2 petani dan 1
cabe di tingkat pedagang. Sehingga, menurut pedagang pengumpul cabe merah di Desa
Yustiningsih (2012) pedagang perantara Tengkil Kec. Caringin Sukabumi, 2 petani dan
berperan dalam menyebabkan competition 1 pedagang pengumpul di Desa Cipendawa
restraint pada jalur distribusi dan transmisi Kec. Pacet Cianjur, 4 pedagang pasar induk
harga yang tidak sempurna antara tingkat dan 4 pedagang pasar eceran. Kegiatan
produsen dengan konsumen. Oleh sebab akan pengambilan data pada responden dilaksana-
dikaji lebih lanjut bagaimana perilaku pasar kan pada bulan Januari sampai Februari 2016.
lembaga-lembaga pemasaran dalam mem- Teknik pengumpulan data primer adalah
pengaruhi pembentukan harga cabe merah melakukan wawancara dengan mengguna-
dengan pendekatan game theory mengguna- kan daftar kuesioner terhadap masing-masing
kan analisis bargaining sequential game. sumber yang dianggap mewakili populasi
Analisis perilaku dengan pendekatan penelitian. Teknik pengambilan sampel yang
game theory bargaining sequential game pernah digunakan adalah snowball sampling, dimana
dilakukan oleh Mitra et al. (2014) dalam men- sampel yang diambil sesuai dengan alur
jelaskan mekanisme pemasaran petani ken- distribusi pemasaran cabe dari petani hingga
tang dalam memaksimumkan keuntungan). ke pedagang pengecer. Pada teknik ini
Courtois dan Subervie (2013) juga mengguna- awalnya sampel ditentukan terlebih dahulu
kan pendekatan bargaining prosedur dengan terhadap satu orang dan orang pertama ini
model sequential game dalam menganalisis akan menjadi sumber informasi utama untuk
perilaku interaksi petani dengan pedagang menunjuk sampel selanjutnya yang layak
pengumpul dalam mencapai kesepakatan dijadikan sebagai sampel penelitian. Data
harga. Mitchell (2011) melakukan eksperimen yang akan diambil adalah terkait perilaku
bargaining game untuk mengkaji strategi tataniaga, sistem penentuan harga jual pada
interaksi antara petani dan pedagang masing-masing lembaga pemasaran dan kerja
pengumpul dalam menjual hasil produksi sama lembaga pemasaran.
usaha tani.
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini
METODE ANALISIS TRANSMISI HARGA
bertujuan menganalisis transmisi harga antar
lembaga pada jalur pemasaran cabe merah Analisis transmisi harga pada saluran
dan mengidentifikasi perilaku pasar lembaga pemasaran cabe merah menggunakan model
pemasaran cabe merah dalam pembentukan Asymmetric Error Corection Model (AECM).
harga. Sebelum melakukan estimasi menggunakan
pendekatan Error Correction Model terlebih
dahulu dilakukan pengujian pra-estimasi
METODE PENELITIAN yaitu:
JENIS DAN SUMBER DATA
1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Analisis transmisi harga menggunakan
Uji akar unit merupakan salah satu cara
data sekunder time series 136 minggu (Januari
dalam pendugaan kestasioneran data deret
2012 sampai Oktober 2014), terdiri dari data
waktu. Data deret waktu terkadang memiliki
harga cabe merah keriting di tingkat kon-
proses stokastik yang bersifat stasioner dan
sumen DKI, grosir PIKJ dan harga produsen
nonstasioner. Proses stokastik yang tidak

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
92 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

stasioner akan menghasilkan tren data yang bang yang sama (“same wave length”) (Juanda
juga tidak stasioner, sehingga apabila dire- dan Junaidi, 2012). Salah satu metode Uji
gresikan akan menimbulkan regresi lancung kointegrasi adalah seperti yang dikembang-
(spurious regression). Untuk menghindari hal kan oleh Johansen (1991) yaitu Johanssen
tersebut langkah pertama yang harus dilaku- Cointegration test. Untuk melihat adanya
kan adalah melakukan uji stasioneritas data. hubungan jangka panjang metode ini meng-
Dalam penelitian ini pendugaan ke- gunakan pengujian trace test (TS) dengan
stasioneran data dilakukan melalui uji akar persamaan :
unit dengan menggunakan Augmented Dickey
Fuller Test (ADF Test). Model persamaan ADF λtrace(r) = -T ln(1- 𝜆𝜆21 ) .....................................(3a)
Test adalah sebagai berikut (Enders 1995) :
dan maximum eigenvalue (ME) dengan
persamaan:
j
∆Pt = a0 + γPt −1 + ∑ ai ∆Pt −i +1 + ε t .......(1)
i =1

ΔPt pada persamaan (1) merupakan first λtrace(r) = -T ln(1- 𝜆𝜆r+1) ..................................(3b)
difference variabel yang diuji (Yt –Yt-1), t adalah
Jika nilai TS dan ME lebih besar
periode waktu, j adalah Panjang lag yang
dibanding nilai t-statistik dapat dikatakan
digunakan dan ε merupakan Error term.
bahwa terdapat kointegrasi pada variabel-
Hipotesis statistik yang diuji adalah H0:γ = 0
variabel yang dianalisa. Pada penggunaan
berarti data time series mengandung unit root,
software Eviews, pengambilan keputusan
data bersifat tidak stasioner. Jika H1:γ ≠ 0
dilakukan dengan melihat nilai critacal value
berarti data bersifat stasioner.
dan trace statistic. Jika trace statistik > critacal
value, persamaan dikatakan terkointegrasi.
2. Penentuan lag optimal
Sehingga hipotesis H0 = non-kointegrasi
Penentuan lag optimal berguna untuk
ditolak atau terima H1 yang berarti terjadi
melihat seberapa lama suatu variabel bereaksi
kointegrasi.
terhadap variabel lainnya dan menghindari
kemungkinan autokorelasi residual pada
4. Uji Kausalitas
sitem VAR (Firdaus, 2012). Lag optimal
Uji kausalitas dalam penelitian ini di-
ditentukan berdasarkan nilai Schwarz
gunakan untuk melihat arah transmisi antara
Information Criterion (SC), dengan rumus
harga cabe merah di tingkat produsen, grosir
sebagai berikut:
dan harga di tingkat konsumen. Dalam
 SSR( k )  penelitian ini uji kausalitas menggunakan uji
SIC ( k ) = T ln   + n ln (T )........................( 2 )
 T  Granger dengan model sebagai berikut
T merupakan Jumlah observasi, k adalah (Juanda dan Juanaidi,2012):
Panjang lag, SSR adalah Sum squares residual, n n

dan n adalah jumlah parameter yang Yt = ∑α Y i t −1 + ∑β i X t −i + e 1t


i =1 i =1 (unrestricted Y) ….(4a)
diestimasi.
m m
Xt = ∑γ i X t −1 + ∑λ Y i t −i + e 2t
3. Pengujian Kointegrasi i =1 i =1 (unrestricted X)…..(4b)
Uji kointegrasi dilakukan untuk melihat
Untuk melihat variabel mana yang
kecenderungan pergerakan data yang tidak
mempengaruhi dan yang dipengaruihi
stasioner namun bergerak secara bersama-
dibentuk persamaan restricted dari
sama dalam jangka panjang. Variabel-variabel
persamaan (4a) dan (4b) sebagai berikut:
dalam model dapat dikatakan terkointegrasi
atau memiliki hubungan jangka panjang n

apabila variabel yang stasioner pada derajat Yt = ∑λ Y i t −1 + e 1t


i =1 (restricted Y) ……….…(4c)
yang sama bergerak dengan panjang gelom-

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 93
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

m (asymmetric price transmission). Berdasarkan


Xt = ∑γ i X t −1 + e 2t hal tersebut Analisis transmisi harga pada
i =1 (restricted X) ………..(4d)
saluran pemasaran cabe merah menggunakan
Analisis dilakukan dengan menghitung model Asymmetric Error Corection Model
nilai F dengan menggunakan residual sum of (AECM) sebagai berikut:
square (RSS) persamaan variabel yang
n n n n
restricted dan unrestricted seperti berikut: ∆HPt = a 0 + ∑ β − ∆HPt −−i + ∑ β − ∆HGt−−i + π 1− ECTt −−1 + ∑ β + ∆HPt +−i + ∑ β + HGt+−i + π 2+ ECTt +−1 + ε t
i =1 i =o i =1 i =0

...............................(5a)
( RSSR − RSSUR
F = (n − k ) ..............( 4 e )
m( RSSUR ) n n n n
∆HK t = a 0 + ∑ β − ∆HK t−−i + ∑ β − ∆HGt−−i + π 1− ECTt −−1 + ∑ β + ∆HK t+−i + ∑ β + HGt+−i + π 2+ ECTt +−1 + ε t
i =1 i =o i =1 i =0

...............................(5b)
RSSR merupakan Residual sum of squares
persamaan restricted, RSSUR adalah Residual n n n n
∆HKt = a0 + ∑ β − ∆HKt−− i + ∑ β − ∆HPt −− i + π 1− ECTt −−1 + ∑ β + ∆HKt+− i + ∑ β + HPt +− i + π 2+ ECTt +−1 + ε t
sum of squares persamaan unrestricted, i =1 i =o i =1 i =0

sementara n adalah jumlah observasi, m ................................(5c)


adalah jumlah lag, dan k adalah jumlah para-
meter estimasi pada persamaan unrestricted. Keterangan:
HPt = Harga cabe merah di tingkat
Kriteria pengujian terdapat pengaruh sig-
produsen minggu ke t (Rp per kg)
nifikan apabila tolak H0, nilai F hitung > F HGt = Harga cabe merah di tingkat grosir
tabel. minggu ke t (Rp per kg)
HKt = Harga cabe merah di tingkat
5. Analisis Error Correction Model (ECM) konsumen minggu ke t (Rp per kg)
Model ECM pertama kali diperkenalkan ECT = Error Correction Term, lag residual
oleh Sargan, dikembangkan oleh Hendry dan dari persamaan keseimbangan
jangka panjang
dipopulerkan oleh Engle dan Granger pada
e = error term
1987. Adanya kointegrasi pada data ekonomi n = Panjang lag
time series yang tidak stasioner menunjukkan
adanya kemungkainan ketidakseimbangan ECT+ merupakan penyesuaian variabel
jangka pendek antara data yang dianalisis dependent terhadap perubahan variabel
namun mempunyai hubungan jangka pan- independent saat penyimpangan harga berada
jang. Dengan model ECM ketidakseimbangan di atas keseimbangannya, sebaliknya ECT-
jangka pendek akan dikoreksi dengan me- adalah penyesuaian saat kedua harga berada
masukkan penyesuaian atas koreksi ketidak- di bawah keseimbangannya. Transmisi harga
seimbangan jangka pendek menuju keseim- dikatakan asimetris jika nilai koefisien ECT+
bangan jangka panjang. Model ECM tersebut dan ECT- berbeda nyata yang dibuktikan
adalah sebagai berikut: secara statistik melalui Uji Wald. Hipotesis
dalam Uji Wald ini adalah H0: π1 = π2 versus
∆Pi ,t = a 0 + a1 ∆Pj ,t + a 2 ∆ECTt −1 + a 3 ( L)∆Pi ,t −1 + a 4 ( L)∆Pj ,t −1 + et ...(5)
H1: π1 ≠ π2. Tolak hipotesis nol berarti terdapat
perbedaan penyesuaian deviasi kenaikan dan
Pada persamaan (5), Pi merupakan harga
penurunan jangka panjang, transmisi harga
di pasar I, Pj merupakan harga di pasar J, ECT
berjalan asimetris. Transmisi harga asimetris
adalah error correction term, dan (L)
jangka pendek menggunakan hipotesis H0: β+ 𝑖𝑖
merupakan lag polynomial.
= β𝑖𝑖− .penyesuaian deviasi kenaikan dan
Model persamaan (5) kemudian di-
penurunan jangka panjang, transmisi harga
kembangkan oleh Von Cramon-Taubadel dan
berjalan asimetris. Transmisi harga asimetris
Loy (1996) dengan memisahkan ECT positif
jangka pendek menggunakan hipotesis H0: β+ 𝑖𝑖
dan negatif serta perubahan kenaikan dan
= β𝑖𝑖− .
penurunan variabel bebas untuk mendapat-
kan model transmisi harga asimetris

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
94 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

ANALISIS PERILAKU PELAKU PASAR 3. Keuntungan maksimum merupakan ke-


PADA RANTAI PEMASARAN CABE puasan maksimum pemain. Keuntungan
MERAH maksimum (𝜋𝜋𝑡𝑡∗ ) bagi petani cabe merah
Dalam penelitian analisis perilaku pe- merupakan selisih dari nilai penjualan
laku pasar pada lembaga pemasaran cabe total (P.Q) dan total biaya produksi cabe
merah menggunakan pendekatan game theory merah (TC).
melalui analisis sequential game. Analisis
𝜋𝜋𝐴𝐴∗ = ∑(Pt.Qt) – TC .................................. (7)
sequential game difokuskan pada tingkat petani
dan pedagang pengecer dalam rangka 4. Keuntungan maksimum pedagang pada
menghasilkan strategi yang memberikan periode t merupakan fungsi dari harga beli
keuntungan optimum. Dalam analisis game cabe periode t (PBCt ), harga jual cabe
theory ini diasumsikan bahwa petani dan periode t (PJCt ), jumlah cabe yang dibeli
pedagang merupakan perwakilan dari pedagang periode t (Q CBt ), jumlah cabe
seluruh pedagang di lembaga pemasaran cabe yang dijual pedagang periode t (Q CJt ), dan
merah nasional. Dalam analisis sequential game biaya tataniaga cabe yang diperdagangkan
salah satu pemain akan bertindak terlebih periode t (BTCt ).
dahulu kemudian akan direspon oleh pemain ∗
πSAt = �PJCt ∗ Q CJt ) − [(PBCt ∗ Q CBt � +
berikutnya. Hubungan strategis antara (BTCt ∗ Q CJt )] .............................................(8)
masing-masing individu lembaga pemasaran
Analisis sequential game petani dengan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
pedagang pengumpul desa dimulai dari
1. Setiap pemain diasumsikan tanggap
proses tawar menawar antara kedua belah
terhadap perubahan harga dan memiliki
pihak. Dalam Coutois dan Subervie (2013)
informasi mengenai tindakan yang akan
analisis interaksi demikian disebut bargaining
dilakukan pemain lainnya, dan akan
prosedur dengan model sequential game.
merespon tindakan pemain lain. Untuk
Bargaining prosedur terdiri dari dua pemain
memaksimumkan keuntungan setiap
yaitu petani dan pedagang pengumpul,
pemain akan menjalankan strategi harga
dengan dua periode waktu. Periode pertama
masing-masing.
adalah ketika petani berhadapan dengan
2. Fungsi tujuan masing-masing pemain
pedagang pengumpul di kebun. Periode ke
adalah keuntungan maksimum dari usaha
dua adalah ketika petani menjual hasil panen
penjualan cabe. Secara matematik dapat
ke pasar karena tidak tercapai kesepakatan
diformulasikan sebagai berikut:
penjualan dengan pedagang pengumpul di

𝜇𝜇𝐴𝐴 = 𝑓𝑓 ( 𝜋𝜋𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 ) ..........................................(6) periode pertama. Interaksi antara pemain
𝜇𝜇𝐴𝐴 adalah utility pemain, dan 𝜋𝜋𝑆𝑆𝑆𝑆

adalah terjadi secara tawar menawar berdasarkan
keuntungan atas penjualan cabe di pasar. informasi yang dimiliki masing-masing.
sehingga penetapan harga didasarkan pada

cocok Payoff petani : payoff


pengumpul Payoff petani : 0 payoff
cocok
Petani pengumpul

tidak cocok 0,0


0,0
tidak cocok

Petani Pengumpul
Periode 1

Petani Pasar induk


Periode 2

Gambar 1. Bargaining Game Petani dan Pedagang Pengumpul

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 95
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

kesepakatan harga yang terjadi pada periode dari dua pemain, langkah pemain pertama
tersebut. Masing-masing pihak mempunyai akan mempengaruhi langkah pemain kedua
pertimbangan dalam memutuskan apakah secara berurutan. Gaming petani dan pe-
akan menerima atau menolak harga yang dagang dalam penelitian ini diselesaikan
ditawarkan. Ilustrasi bargaining petani dan dengan backward induction yaitu menganalisa
pedagang pengumpul digambarkan pada keseimbangan dari akhir ke awal game
Gambar 1. dengan membandingkan keseimbangan yang
Berdasarkan observasi di lapangan, diraih pada setiap keputusan yang diambil.
pedagang pengumpul umumnya datang ke
lahan panen dan menawarkan harga beli ke
petani. Petani mempertimbangkan harga HASIL DAN PEMBAHASAN
yang ditawarkan dan saling melakukan tawar Analisis transmisi harga dan perilaku
menawar harga. Jika terjadi kesepakatan pasar dilakukan pada masing-masing tingkat
harga antara kedua pihak, permainan selesai lembaga pemasaran cabe merah. Dalam
pada periode pertama dan masing-masing sampainya komoditas cabe merah ke tangan
akan menerima payoff. Jika kesepakatan konsumen akhir umumnya melewati be-
harga tidak tercapai game berlanjut ke periode berapa lembaga tataniaga seperti yang
berikutnya. Petani akan mencari alternatif tergambar pada Gambar 3.
saluran pemasaran lain dalam menjual Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa
produksinya dan akan mendapatkan payoff petani biasanya menjual hasil produksi ke
atas pilihannya. Sedangkan padagang pe- pedagang pengumpul atau ke pedagang antar
ngumpul desa mendapatkan 0 payoff dari daerah setempat. Selain itu petani dengan
bargaining periode pertama. skala usaha besar juga dapat menjual lansung
Analisis gaming di tingkat pedagang hasil panen ke pedagang grosir. Pedagang
pengecer dilakukan antara sesama pedagang pengumpul akan menjual hasil panen dari
pengecer dalam strategi penetapan harga. petani ke pedagang antar daerah (umumnya
Ilustrasi sequential game pedagang pengecer juga sebagai pengumpul). Kemudian pe-
digambarkan pada Gambar 2. dagang antar daerah akan membawa hasil
Dalam memaksimumkan keuntungan panen ke pasar grosir atau pasar induk. Dari
pedagang pengecer dapat menerapkan stra- pasar induk barulah cabe merah didistri-
tegi harga yang berlaku di pasar (harga pasar) busikan ke pasar konsumen baik yang ter-
atau menerapkan harga yang lebih rendah dekat maupun ke pasar grosir pembantu di
dari harga pasar (harga rendah). Prosedur wilayah lain. Pedagang pengecer biasanya
gaming interaksi antar pedagang yaitu terdiri datang lansung ke pasar induk untuk

Gambar 2. Extensive Form of a Game Pedagang Pengecer

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
96 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Gambar 3. Rantai Pemasaran Cabe Merah di Indonesia


Sumber: Adiyoga dan Soetiarso 1995

membeli cabe merah yang akan diperdagang- Hasil uji stasioneritas menunjukkan bah-
kan. Dari pedagang pengecer barulah sampai wa data harga cabe merah grosir dan harga
ke tangan konsumen baik untuk dikonsumsi cabe merah konsumen tidak stasioner pada
rumah tangga maupun untuk kepentingan level kerena memiliki nilai ADF tes kurang
industri. Sehubung dengan ketersediaan data, dari test critical values pada taraf nyata 1
maka hubungan pasar yang akan dianalisis persen, 5 persen, dan 10 persen. Akan tetapi,
adalah pada tingkat produsen (petani), pasar setelah dilakukan pengujian pada first
grosir dan pasar konsumen. difference semua variabel telah stasioner pada
tingkat yang sama. Hasil ini sejalan dengan
UJI STASIONERITAS DATA penelitian-penelitian produk pertanian lain
diantaranya seperti Acquah dan Dadzie
Uji stasioneritas data Augmented Dickey
(2010), Obayelu dan Alimi (2013), Sahara dan
Fuller (ADF Tes) diperlukan untuk me-
Wicaksena (2013), dan Jubaedah (2013) bahwa
mastikan kekonsistenan pergerakan data agar
data pada produk pertanian pada umumnya
terhindar dari spurious regression pada analisis
tidak stasioner namun stasioner pada first
data time series. Uji stasioneritas data dilaku-
difference atau tahap order.
kan terhadap variabel harga cabe merah
produsen (HP), harga cabe merah grosir (HG),
harga cabe merah konsumen (HK). Ber- PENGUJIAN KOINTEGRASI
hubung data memiliki kecenderungan gelom- Berdasarkan uji stasioneritas ADF Test
bang yang tidak sama spesifikasi model yang sebelumnya bahwa adanya data yang tidak
dipilih adalah model dengan konstanta tanpa stasioner pada level namun stasioner pada
tren. Hasil pengujian ditampilkan pada Tabel first difference menunjukkan adanya hubungan
1 berikut: jangka panjang antar variabel, sehingga perlu
dilakukan uji kointegrasi. Uji Kointegrasi
Tabel 1. Hasil Uji Stasioneritas Data pada integrasi pasar adalah untuk melihat
Nilai ADF signifikasi hubungan linear secara statistik
Variabel antara variabel, sehingga dapat dipastikan
Level First Difference
bahwa regresi persamaan yang di analisis
HP --3.427* -12.580*** menjadi meaningful dan terhindar dari
HG -2.382 -8.960***
spurious regression. Apabila terdapat ko-
HK -2.502 -11.232***
* stasioner pada taraf 5% integrasi dapat dikatakan bahwa variabel-
*** stasioner pada taraf 1%, 5%,10% variabel yang dianalisis mempunyai hu-

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 97
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Tabel 2 Hasil Johanssen Cointegration Test


Hipotesis Trace Max-Eigen
Variabel CV=5 persen CV=5 persen
nol Statistic Statistic
None* 25.766 12.320 25.759 11.225
HP-HG
At most1 0.007 4.130 0.007 4.123
None* 28.126 20.262 21.457 15.892
HG-H
At most1 6.669 9.165 6.669 9.165
None* 24.227 20.262 17.479 15.892
HP-HK
At most1 6.748 9.165 6.748 9.165
Keterangan : Tanda (*) berarti H0 ditolak

bungan jangka panjang (long run equilibrium) pemasaran cabe merah, harga di tingkat grosir
dengan kata lain terkointegrasi pada derajat mempunyai kekuatan mempengaruhi harga
satu. Hasil uji Johanssen Cointegration Test di pasar produsen dan konsumen. Hubungan
disajikan pada Tabel 2. antara harga produsen dan harga grosir ber-
Berdasarkan hasil uji kointegrasi dapat langsung secara satu arah. Harga grosir mem-
dilihat bahwa nilai trace statistic dan maximum pengaruhi harga di tingkat produsen akan
eigenvalue pada r=1 lebih besar dari crital value tetapi harga produsen tidak berpengaruh
dengan tingkat signifikansi 5 persen, sehingga signifikan terhadap harga grosir. Hal ini
hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak sejalan dengan fakta di lapangan bahwa harga
ada kointegrasi ditolak dan hipotesis alter- yang berlaku di tingkat petani berdasarkan
natif yang menyatakan ada kointegrasi tidak pada harga di pasar induk/grosir bukan
ditolak. Sehingga dapat dikatakan pada sebaliknya.
seluruh variabel terdapat hubungan jangka
panjang signifikan dengan spesifikasi model Tabel 3. Hasil Granger Causality Test
yang digunakan adalah no deterministic trend Hubungan F-statistic Prob.
dan lag 1. Berdasarkan uji kointegrasi dapat HP - HG 0.813 0.369
dikatakan bahwa pasar cabe merah telah HG - HP 26.391 1.E-06*
HG - HK 41.753 2.E-09*
terintegrasi secara vertikal. Akan tetapi pasar
HK - HG 3.186 0.076***
yang terkointegrasi tidak menjamin bahwa
HK - HP 0.944 0.333
integrasi antar pasar terjadi secara sempurna. HP - HK 6.665 0.011*
Untuk itu perlu dilakukan analisis transmisi * Signifikan pada taraf nyata 1 persen
harga lebih lanjut. *** Signifikan pada taraf nyata 10 persen

Uji kausalitas variabel harga konsumen


UJI KAUSALITAS menunjukkan bahwa harga grosir dan harga
Sebelum melakukan analisis transmisi produsen berpengaruh signifikan terhadap
perlu dilakukan uji kausalitas untuk melihat harga konsumen, sementara harga konsumen
hubungan antara pasar. Sehingga, dapat tidak berpengaruh terhadap harga di kedua
diketahui pasar mana yang mempengaruhi pasar tersebut. Fakta di lapangan juga me-
pembentukan harga pada rantai pemasaran nunjukkan bahwa pedagang pengecer mene-
cabe merah, apakah di pasar produsen, grosir, tapkan harga jual cabe merah berdasarkan
maupun eceran. Untuk melihat arah transmisi harga beli dari pasar induk. Ketika harga
harga vertikal, maka uji kausalitas dilakukan grosir naik biasanya harga di tingkat pro-
terhadap tiga tingkat lembaga pemasaran dusen dan konsumen juga turut naik dan
cabe merah tersebut. Hasil uji kausalitas sebaliknya. Hasil uji kausalitas antara pro-
disajikan pada Tabel 3. dusen dan konsumen dalam penelitian ini
Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger sejalan dengan penelitian Acquah dan Dadzie
di atas, dengan tingkat signifikan pada taraf 1 (2010) pada hubungan grosir dan pasar
persen dapat dikatakan bahwa pada rantai konsumen, sedangkan dengan penelitian

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
98 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Sahara dan Wicaksena (2013) menujukkan di atas garis keseimbangan jangka panjang,
hasil yang berbeda. Dengan menggunakan yaitu ketika penurunan harga cabe merah di
data harga bulanan pada penelitian tersebut pasar acuan tidak diikuti dengan penurunan
harga produsen dan harga konsumen mem- harga di pasar pengikut. ECT- menggambar-
punyai hubungan jangka panjang dua arah. kan kondisi penyimpangan harga saat berada
di bawah garis keseimbangan jangka panjang,
HASIL ESTIMASI ASYMMETRIC ERROR yaitu ketika kenaikan harga cabe merah pasar
CORECTION MODEL (AECM) acuan tidak diikuti dengan kenaikan harga
pasar pengikut. Pergerakan harga dapat
Analisis transmisi dimaksudkan untuk
dikatakan berada pada garis keseimbangan-
melihat apakah terdapat transmisi harga
nya apabila kenaikan dan penurunan harga di
asimetris (asymmetric price transmission) pada
salah satu level diikuti secara simetris oleh
rantai pemasaran cabe merah dengan
pasar lainya.
menggunakan data harga mingguan yang
Berdasarkan hasil uji kausalitas sebelum-
lebih spesifik dibanding data yang digunakan
nya, model asimetris penelitian ini terdiri dari
peneliti sebelumnya. Ketika transmisi harga
tiga bagian yaitu antara harga grosir dengan
terjadi secara simetris, kenaikan atau pe-
harga produsen, harga grosir dengan harga
nurunan harga cabe merah di pasar acuan
konsumen dan harga produsen dengan harga
akan direspon secara sama oleh pasar
konsumen. Uji transmisi pada ketiga hu-
pengikut baik dari sisi kecepatan maupun
bungan pasar bersifat satu arah. Hasil uji
dari besarannya. Sebaliknya, jika transmisi
asimetris penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
terjadi secara asimetris perubahan kenaikan
Uji asimetris antara harga produsen-
dan penurunan harga pasar acuan akan
harga konsumen juga menunjukkan adanya
direspon secara berbeda oleh pasar pengikut.
perbedaan respon harga konsumen terhadap
Transmisi harga asimetris mengindikasi
perubahan harga produsen jangka pendek.
adanya ketidakefisienan dalam rantai pe-
Pada jangka panjang hanya penyimpangan
masaran cabe merah yang menurut Vavra dan
harga yang disebabkan oleh kenaikan harga
Goodwin (2005), Meyer dan von Cramon-
produsen yang akan di ikuti oleh harga
Taubadel (2004) umumnya disebabkan oleh
konsumen, yaitu setelah waktu 3 bulan.
adanya perilaku pasar yang tidak kompetitif
Sementara, ketika penyimpangan harga yang
(penyalahgunaan market power) pada rantai
disebabkan oleh penurunan harga produsen,
pemasaran cabe merah.
harga konsumen tidak akan turut me-
Untuk menganalisis transmisi harga
nyesuaikan.
asimetris pada integrasi pasar cabe merah
Meskipun secara deskriptif estimasi
menggunakan pendekatan model dinamis
model AECM pada ke tiga hubungan pasar
Asymmetric Error Correction Model (AECM)
menunjukkan adanya perbedaan respon
yang dikembangkan Von Cramon-Taubadel
terhadap shock positif dan shock negatif
dan Loy (1996). Model ini memisahkan antara
variabel independen, namun pada hasil uji
transmisi jangka pendek dan jangka panjang.
wald yang merupakan ukuran keidentikan
Transmisi harga asimetris jangka pendek dan
antara koefisien shock positif dan shock
jangka panjang dilihat berdasarkan nilai
negatif model asimetris dinamis, tidak
koefisien variabel bebas dan nilai koefisien
terbukti adanya asimetris transmisi harga
ECT. Jika identik dapat dikatakan terjadi
pada ketiga hubungan pasar baik jangka
transmisi harga asimetri pada rantai pe-
panjang maupun jangka pendek. Hal ini
masaran cabe merah. Koefisien ECT pada
berarti perubahan kenaikan dan penurunan
model menggambarkan kondisi ketidak-
harga pada pasar acuan segera di transmisi-
sesuaian harga di salah satu level dengan
kan ke pasar pengikut dengan kecepatan yang
harga keseimbangannya. ECT+ menggambar-
sama. Kesimpulan telah tertransmisinya
kan kondisi penyimpangan harga saat berada
harga grosir dengan harga produsen berbeda

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 99
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Tabel 4. Hasil Estimasi Model Asimetris Transmisi Harga pada Saluran Pemasaran Cabe
Merah
Grosir Grosir Produsen
Variabel Variabel Variabel
Produsen Konsumen Konsumen
Konstanta 0.037 Konstanta -0.015 Konstanta -0.034
(0.365) (0.430) (0.067)
∆ HP t+−1 0.083 ∆ HK t+−1 0.117 ∆ HK t+−1 -0.044
(0.525) (0.342) (0.734)
∆ HP t−−1 -0.157 ∆ HK t−−1 -0.407* ∆ HK t−−1 -0.046
(0.219) (0.003) (0.769)
∆ HG t+ 0.437** ∆ HG t+ 0.385* ∆ HP t+ 0.332*
(0.028) (0.000) (0.000)
∆ HG t
− 0.922* ∆ HG t− 0.252* ∆ HP t− 0.169*
(0.000) (0.003) (0.002)
∆ HG t+−1 0.098 ∆ HG t+−1 0.141 ∆ HP t+−1 0.139**
(0.660) (0.164) (0.026)
∆ HG t−−1 0.286 ∆ HG t−−1 0.261* −
∆ HP t −1 0.076
(0.180) (0.008) (0.188)
ECT+ -0.540* ECT+ -0.406* ECT+ -0.100
(0.000) (0.001) (0.332)
ECT- -0.369* ECT- -0.200 ECT- -0.287*
(0.013 ) (0.109) (0.005)
R2-adj 0.427 R2-adj 0.510 R2-adj 0.395
p-value Hasil Uji Wald:
F-statistic 0.677 1.010 1.192
(0.412) (0.317) (0.277)
* signifikan pada taraf 1 persen
** signifikan pada taraf 5 persen

dengan penelitian Firdaus dan Gunawan dan Wicaksena (2013), Pozo et al. (2013), serta
(2012) dan Jubaedah (2013) yang me- Obayelu dan Alimi (2013).
nyimpulkan antara pasar grosir PIKJ dengan Adanya hubungan kausalitas dan trans-
pasar sentra produsen kususnya Jawa Barat misi harga yang berjalan simetris menurut
tidak terjadi integrasi pasar. Perbedaan hasil Reziti dan Panagopoulus (2008) tidak cukup
temuan ini kemungkinan disebabkan oleh untuk menyimpulkan tidak adanya market
periode dan sumber data yang digunakan. power pada suatu pasar. Untuk itu, perlu
Dimana, penelitian tersebut menggunakan dilihat faktor-faktor dari variabel lain seperti
data bulanan periode data sebelum tahun kebijakan pemerintah, biaya pemasaran dan
2012 dan sumber data harga Produsen berasal pengaruh variabel lain dalam mempengaruhi
dari Badan Pusat Statistik. perubahan harga. Dalam pemasaran cabe
Kesimpulan tidak terdapatnya asimetris merah baik di tingkat produsen, grosir, mau-
transmisi harga grosir konsumen juga ber- pun di tingkat konsumen sebelum periode
beda dengan penelitian Vavra dan Goodwin Oktober 2013 belum ada kebijakan khusus
(2005), namun sejalan dengan penelitian Pozo pemerintah dalam regulasi pengendalian
et al. (2013). Kedua penelitian tersebut sama- harga dan produksi. Namun setelah periode
sama menggunakan model TVEC dalam tersebut pemerintah baru mengeluarkan ke-
menguji transmi harga asimetris pada daging bijakan pengendalian atau pengamanan harga
sapi di Amerika Serikat namun dengan waktu dan pasokan melalui penetapan harga
yang berbeda. Kesimpulan tidak terdapatnya referensi berdasarkan Keputusan Dirjen PDN
asimetris transmisi harga produsen-harga nomor 118 tahun 2013. Harga referensi cabe
konsumen sejalan denga penelitian Sahara merah yang ditetapkan adalah Rp 26 300 per
kg. Penetapan harga referensi ini bertujuan

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
100 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

untuk mendorong produksi sekaligus me- Mekanisme penyesuaian harga cabe


lindungi konsumen. merah yang berjalan simetri juga didukung
Dalam prakteknya penetapan harga oleh sifat cabe merah yang perishable. Ward
referensi tidak menganggu proses transmisi (2008) dalam Reziti dan Panagopoulus (2008)
pada jalur pemasaran cabe merah. Hal ini menyatakan bahwa sifat produk yang
karena harga referensi yang ditetapkan perishable membuat pedagang khawatir untuk
berdasarkan harga jual di tingkat konsumen. menaikkan harga karena takut barang akan
Ketika harga di tingkat konsumen melebihi busuk. Cabe merah yang telah dipanen, jika
harga referensi pemerintah akan membuka tanpa penanganan lebih lanjut kesegarannya
keran impor cabe merah. Ketika terjadi hanya dapat bertahan dalam waktu 1-3 hari.
peningkatan pasokan di pasar akibat impor, Jika dilakukan penyimpanan akan mem-
otomatis akan menurunkan harga cabe merah butuhkan biaya yang besar. Selain itu,
lokal di pasar. Pedagang grosir sebagai pedagang secara individu tidak dapat
lembaga pemasaran yang berperan utama mengendalikan jumlah supply cabe merah
dalam menetapkan harga akan menyesuaikan yang masuk ke pasar. Sementara, aliran cabe
kondisi di lapangan dengan turut me- merah yang masuk ke pasar induk dan
nurunkan harga jual maupun harga beli di pendistribusiannya ke wilayah-wilayah kon-
tingkat grosir untuk meminimalisir resiko sumen berlansung setiap hari. Faktor-faktor
kerugian. Selain itu, Semenjak ditetapkannya ini menyebabkan tidak memungkinkan bagi
kebijakan harga referensi bulan Oktober 2013 pelaku pasar untuk melakukan tindak ke-
hingga tahun 2014 impor cabe merah hanya curangan seperti menahan stok atau menahan
dilakukan dalam beberapa kali. Semenjak harga untuk mendapatkan keuntungan yang
keluarnya kebijakan harga referensi, impor lebih besar.
cabe merah baru dilakukan pada bulan Juli, Berdasarkan hasil penelitian di atas di-
Agustus dan November tahun 2013 serta simpulkan bahwa dalam aktivitas per-
bulan Februari dan Desember tahun 2014. dagangan cabe merah, perubahan harga di
Faktor lain yang turut mendorong pasar grosir (pasar induk) cenderung segera
terjadinya integrasi dan transmisi harga di diteruskan baik ke tingkat produsen maupun
sepanjang jalur pemasaran cabe merah ke tingkat konsumen. Meskipun pedagang
sebagaimana yang dikemukakan Jubaedah grosir memiliki market power dalam menentu-
(2013) adalah telah mulai membaiknya kan harga, berdasarkan hasil uji statistik
fasilitas infrastruktur jalan khususnya di dengan uji Wald, model transmisi harga pada
sentra produksi Jawa Barat. Melalui program- masing-masing hubungan pasar dapat dikata-
program pembangunan yang telah dilakukan kan tidak terjadi penyalahgunaan market
pemeritah saat ini, infrastruktur di pedesaan power yang menghambat transmisi harga
seperti fasilitas jalan desa dan jembatan yang dalam pemasaran cabe merah. Sehingga
mendukung aktivitas distribusi pertanian disimpulkan transmisi harga pada jalur
telah mulai membaik. Tersedianya sarana pemasaran cabe merah berjalan simetris dari
infrastruktur tersebut turut membantu ke- sisi waktu atau kecepatan transmisi. Menurut
lancaran transportasi dan meminimalisir Meyer dan von Cramon-Taubadel (2004), jika
biaya transaksi dalam distribusi produk suatu hubungan pasar tidak akan ter-
pertanian. Selain itu, keberadaan sarana kointegrasi maka akan asimetris dari sisi
telekomunikasi juga turut menciptakan besaran. Oleh karena hubungan antar pasar
transmisi harga yang simetris. Tersedianya yang dianalisis saling terkointegrasi, dapat
akses informasi di tingkat petani menjadikan dikatakan bahwa transmisi harga pada
petani mengetahui perubahan harga yang hubungan pasar yang dianalisis simetris dari
sedang berlansung. Hal ini dapat meminima- sisi waktu dan besaran.
lisir penyampaian informasi harga yang tidak
sebenarnya dari pedagang perantara.

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 101
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

PERILAKU PASAR DALAM PEMASARAN kan keuntungan bagi petani adalah memilih
CABE MERAH saluran pemasaran dalam penjualan hasil
Analisis perilaku pasar dimaksudkan produksi. Dalam penjualan hasil produksi
untuk menggambarkan perilaku lembaga petani mempunyai dua pilihan saluran
pada rantai pemasaran cabe merah dalam pemasaran yaitu pedagang pengumpul dan
menghadapi situasi pasar. Karena dalam pasar induk. Petani biasanya tidak bisa
sampainya komoditas cabe merah ke tangan lansung menjual ke pasar eceran karena daya
konsumen akhir lembaga pemasaran yang tampungnya yang relatif terbatas dibanding
terlibat minimal terdiri petani, pedagang hasil panen yang akan dijual petani.
pengumpul, pedagang antar daerah (umum- Saluran pemasaran yang paling dekat
nya juga sebagai pengumpul), pedagang dengan petani adalah pedagang pengumpul.
besar (grosir), dan pengecer. Maka, analisis Pedagang pengumpul dalam rantai pe-
perilaku dilakukan terhadap petani, pe- masaran berfungsi sebagai distributor/
dagang pengumpul, pedagang grosir dan perantara sampainya produk dari petani ke
pengecer dengan menggunakan pendekatan pedagang besar atau pasar grosir. Dalam
deskriptif dan pendekatan game theory. aktifitas pembelian dan penjualan, biasanya
Pendekatan game theory difokuskan pada pedagang pengumpul telah menjalin mitra
tingkat petani dan pedagang pengecer sebagai baik dengan petani maupun dengan pe-
lembaga pemasaran akhir yang menjadi dagang di pasar induk. Pedagang pengumpul
perantara sampainya hasil produksi ke tangan di desa tidak hanya berfungsi sebagai pembeli
konsumen. hasil panen dari petani. Tetapi, juga berfungsi
Seperti produk pertanian umumnya sebagai fasilitator pembiayaan saat petani
struktur pasar cabe merah di tingkat petani butuh dukungan modal usaha atau butuh
yang mengarah pada pasar oligopsoni menye- pinjaman dana untuk memenuhi kebutuhan
babkan petani tidak mempunyai bargaining hidup lainnya. Dalam fungsinya sebagai
power dalam menentukan harga. Selain itu, fasilitator pembiayaan biasanya pedagang
harga yang berfluktuasi menyebabkan petani pengumpul tidak mengambil sejumlah
sulit memastikan perkiraan harga jual dan margin atau bunga kepada petani. Jangka
pendapatan yang akan diterima pada saat waktu pembayaran berdasarkan kesepakatan
panen. Hal ini membuat petani selalu dengan petani, yaitu sebelum masa panen
dihadapi oleh ketidakpastian atas kemung- atau setelah panen. Kebiasaan yang berlaku,
kinan untung atau rugi dalam berproduksi. petani yang melakukan pinjaman kepada
Dalam tahun yang sama harga bisa naik jauh seorang pedagang pengumpul cenderung
melebihi modal namun juga bisa jatuh ke menjual hasil penen ke pedagang pengumpul
tingkat yang lebih rendah bahkan dibawah tersebut. Hal ini merupakan keuntungan
biaya produksi. tersendiri bagi kedua belah pihak.
Pada saat harga melonjak tinggi semua Metode jual beli yang berlaku antara
lembaga pemasaran yang terlibat akan ke- petani dan pedagang pengumpul ada dua,
bagian untung sebesar margin keuntungan- yaitu transaksi lansung dan sistem titip.
nya. Akan tetapi, saat harga jatuh petani yang Pedagang pengumpul biasanya akan me-
pertama menderita kerugian. Sementara nerapkan sistim transaksi lansung jika
selama ini belum ada kebijakan khusus dari berhadapan dengan petani dadakan (petani
pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang tidak secara intensif bertanam cabe
harga cabe nasional terutama dalam pe- merah, biasanya menanam cabe merah dalam
ngendalian harga di tingkat produsen. Oleh skala dan hasil panen yang relatif kecil).
sebab itu petani harus mencari celah bagai- Dalam transaksi lansung petani menerima
mana memaksimumkan keuntungan dan harga berdasarkan tawar menawar dengan
meminimalisir kerugian terutama pada saat pedagang dan uang hasil penjualan lansung
harga jatuh. Salah satu stretegi memaksimum- diterima petani pada saat itu juga. Biasanya

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
102 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

harga yang ditawarkan saat transaksi lansung permintaan di pasar. Berdasarkan wawancara
relatif lebih rendah dibanding dengan sistem di lapangan diketahui bahwa pedagang grosir
titip. Sistem titip biasanya diterapkan pe- umumnya tergabung dalam asosiasi pe-
dagang pengumpul pada petani yang me- dagang besar dan mereka menguasai infor-
nanam cabe merah secara berkala dan masi dan kondisi permintaan penawaran
biasanya dengan skala besar. Pada sistem pasar cabe merah. Dalam menetapkan harga
titip, harga jual petani berdasarkan harga jual pedagang grosir akan menyesuaikan kondisi
pedagang pengumpul ke pasar induk namun permintaan dan penawaran di pasar dengan
petani masih bisa melakukan tawar menawar berkoordinasi baik antara sesama pedagang
dengan pedagang pengumpul. Petani mene- di pasar induk maupun dengan pedagang
rima uang setelah kembalinya pedagang pasar induk di daerah lain. Berdasarkan hal
pengumpul dari pasar induk. Dalam proses tersebut dapat dikatakan bahwa pedagang di
penjualan hasil panen ke pasar induk, pasar grosir secara kolektif mempunyai
pedagang pengumpul biasanya melakukan bargaining power dalam menetapkan harga
komunikasi dengan petani seputar harga pasar.
pasar yang berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian Azir (2002)
Dalam membeli hasil panen ke petani struktur pasar di tingkat pedagang grosir cabe
biasanya pedagang pengumpul akan me- merah saat bertindak sebagai pembeli ber-
nerapkan standar kualitas cabe merah bentuk oligopsoni murni. Hal ini karena
berdasarkan banyak atau tidaknya buah yang dalam prakteknya terdapat beberapa
busuk, kadar air dan besar buah. Pedagang hambatan bagi pendatang baru yang ingin
pengumpul akan bersedia membayar dengan masuk pasar. Hambatan tersebut berupa
harga yang lebih tinggi jika hasil panen modal yang besar dalam aktifitas jual beli,
mempunyai kualitas yang bagus. Oleh sebab sewa tempat yang relatif sulit karena biasanya
itu sebelum menjual hasil panen petani pedagang yang berjualan telah menempati
terlebih dahulu akan menyortir cabe merah tempat secara turun menurun. Selai itu, skill
yang busuk dan yang layak dijual. Harga beli dalam berdagang yang juga menjadi syarat
kepada petani berdasarkan harga jual ke dalam perolehan izin usaha. Saat bertindak
pedagang grosir. Hasil panen yang dibeli dari sebagai penjual, struktur pasar grosir ber-
para petani di kebun biasanya lansung dijual bentuk monopolistik. Hal ini dikarenakan
ke pasar grosir tanpa proses sortasi dan harga barang yang dijual ke pengecer
grading. berdasarkan kriteria mutu, sehingga sifat
Harga jual yang diterima pedagang produk telah terdiferensiasi.
pengumpul biasanya berdasarkan harga Dalam pemasaran cabe merah, pedagang
kesepakatan dengan pedagang di pasar grosir menjalankan fungsi pemasaran yang
induk. Walaupun demikian yang berperan lebih kompleks dibanding lembaga pe-
dalam menentukan harga adalah pedagang di masaran lain. Fungsi pemasaran yang
pasar induk. Sehingga, pedagang pengumpul dilakoni pedagang grosir berupa fungsi
dalam hal ini bertindak sebagai price taker. pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Dalam proses penjualan cabe merah ke pasar Fungsi pertukaran yaitu terkait dengan
induk, pedagang pengumpul terlebih dahulu aktifitas pembelian dan penjualan cabe
telah mengetahui pedagang grosir yang akan merah. Selisih antara harga beli dengan harga
ia tuju dan juga telah mendapat gambaran jual berkisar antara Rp 5 000 per kg hingga Rp
dari pedagang grosir. Pedagang pengumpul 6 000 per kg. Fungsi fisik yaitu terkait kegiatan
akan menerima pembayaran atas penjualan pensortiran cabe merah. Umumnya pedagang
ke pedagang grosir setelah 1-3 hari grosir akan mensortir ulang cabe merah yang
berikutnya. masuk ke pasar dan memisahkan cabe merah
Harga cabe merah di pasar grosir lebih berdasarkan kualitas. Cabe merah yang
ditentukan oleh kondisi jumlah pasokan dan paling bagus dijual dengan harga yang lebih

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 103
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

tinggi. Fungsi fasilitas yaitu terkait pemberian dengan pedagang grosir. Jika jumlah yang
modal kerja yang diberikan kepada mitra dibeli lebih dari 10 kg pedagang grosir akan
yang telah menjadi langganan. memberikan potongan harga antara 5%-10%
Dalam memperoleh pasokan, pedagang per kg.
grosir tidak terikat dengan satu atau beberapa Dalam rangka mendapatkan keuntungan
pemasok saja, walaupun telah mempunyai maksimum bagi pelaku pasar yang bertindak
langganan tetap. Selain pedagang pengumpul sebagai price taker diperlukan strategi dan
petani juga bisa menjual lansung hasil pro- tindakan yang tepat. Dalam penelitian ini
duksi ke pedagang grosir. Dalam prakteknya, dirumuskan analisis Game theory untuk
pedagang di pasar induk sebagian juga menelaah strategi yang akan memberikan
merupakan pedagang pengumpul di desa- hasil optimum pada petani dan pedagang
desa. Dalam menjamin kelancaran pasokan, pengecer. Lebih lanjut akan diuraikan pada
beberapa pedagang grosir ada yang menjalin sub bab berikut.
kontrak dengan petani berupa pinjaman
modal kerja. Pinjaman modal kerja diberikan STRATEGI HARGA DI TINGKAT PETANI
tanpa bunga dan tanpa bagi hasil. Sebagai
Meskipun dalam penjualan hasil pro-
balas jasa atas pinjaman, petani wajib menjual
duksi petani dikenal sebagai price taker
hasil panen kepada pemilik modal (pedagang
namun mereka masih mempunyai peluang
grosir) yang bersangkutan.
dalam meningkatkan penerimaan melalui
Pada tingkat pasar eceran, pedagang
pemilihan saluran pemasaran hasil produksi.
pengecer menghadapi kondisi pasar yang
Pada saat panen, pedagang pengumpul akan
mengarah pada pasar bersaing. Kemudahan
datang ke kebun untuk membeli hasil panen.
untuk masuk pasar relatif lebih mudah karena
Petani dapat memutuskan apakah akan
tidak membutuhkan modal yang begitu besar
menjual hasil penen ke pedagang pengumpul
dalam proses penjualan cabe merah.
yang datang ke kebun, menjual ke kelompok
Pedagang di pasar eceran menjual cabe merah
tani atau menjual lansung ke pasar induk
dengan berbagai jenis sayuran lain. Harga
terdekat. Jika merasa lebih diuntungkan
cabe merah yang terbentuk berdasarkan
menjual di kebun petani akan menjual hasil
harga yang berlaku di pasar. Pedagang
panen ke pedagang pengumpul atau ke-
pengecer mengambil margin Rp 5 000 sampai
lompok tani setempat. Harga beli yang
Rp 10 000 per kg dalam penjualan cabe merah.
ditawarkan pedagang pengumpul menjadi
Harga yang diterima masing-masing peda-
informasi yang berharga bagi petani dalam
gang pengecer berdasarkan harga kesepa-
memutuskan apakah akan menjual hasil di
katan atas tawar menawar dengan konsumen.
kebun atau memilih menjual lansung ke pasar
Berdasarkan wawancara dengan peda-
induk terdekat (Fafchamps dan Hill 2005;
gang pengecer diperoleh informasi bahwa
Courtois dan Subervie 2013).
masing-masing pedagang mempunyai stan-
Berdasarkan wawancara dengan petani
dar sendiri dalam dalam menawarkan harga
dan pedagang grosir diperoleh informasi
jual kepada konsumen. Jika kualitas cabe
bahwa meskipun petani dapat memilih
merah yang dimiliki bagus mereka berani
saluran penjualan, namun petani cenderung
menawarkan harga jual dengan margin
mengandalkan jasa pedagang pengumpul
mendekati Rp 10 000 per kg. Sebaliknya, jika
dalam menjual hasil panen dari pada menjual
kualitas cabe merah yang dijual kurang
lansung ke pasar induk. Padahal, Jika petani
pedagang pengecer akan menawarkan harga
menjual lansung ke pasar induk, ia bisa
dengan margin yang lebih rendah. Dalam
mendapakan harga jual yang lebih tinggi
mendapatkan komoditas, harga modal pem-
antara Rp 2 000 per kg sampai Rp 4 000 per kg
belian antara satu pedagang dengan pe-
dibanding menjual di kebun kepada
dagang lainnya berbeda-beda, tergantung
pedagang pengumpul atau kelompok tani.
jumlah pembelian dan kemampuan negosiasi

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
104 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Gambar 4. Extensive Form of a Game Pedagang Pengecer

Namun, petani harus menanggung beban jumlah pembelian cabe merah. Pedagang
angkut dan biaya transaksi penjualan. pengumpul akan mengambil margin rata-rata
Sementara jika menjual di kebun petani Rp 2 000 sampai Rp 4 000 per kg. Jika sepakat
tinggal terima bersih pada harga yang yang pada periode pertama, gaming selesai dan
disepakati namun dengan harga jual yang masing-masing pemain akan mendapatkan
lebih rendah. Akan tetapi, jika selisih payoff dari hasil barganing periode pertama.
keuntungan dengan menjual ke pasar induk Jika petani merasa lebih untung jika antar
lebih kecil dari biaya transportasi pilihan lansung ke pasar induk, maka ia menolak
menjual ke pasar induk tidak meng- tawaran pengumpul dan menjual hasil panen
untungkan bagi petani. Untuk itu perlu ke pasar. Gaming petani berlanjut ke periode
dirumuskan strategi yang memberikan berikutnya. Pada saat petani mengantar
pilihan optimum bagi petani. Untuk melihat lansung ke pasar induk ia akan menanggung
strategi optimum atas pilihan yang diambil biaya transportasi sebesar Rp 400 000 yang
petani dalam hal ini akan memanfaatkan meliputi sewa mobil pick up, sopir dan bahan
signaling game dengan model sequential bakar. Dalam hal ini petani akan menghadapi
bargaining game seperti Gambar 2. dua kemungkinan, yaitu akan mendapatkan
Ilustrasi sequential bargaining game harga yang lebih baik sesuai dengan eks-
Gambar 4 adalah sebagai berikut, pada saat pektasi atau sebaliknya. Petani akan men-
panen, pedagang pengumpul (biasanya lang- dapatkan payoff di periode ke dua jika harga
ganan tetap petani) datang ke kebun untuk yang diperoleh sesuai dengan ekspektasinya.
membeli hasil panen pada harga P1 dan Jika petani menjual di kebun, maka
menjual ke pasar induk pada harga P2. petani akan memperoleh penerimaan sebesar
Sebelum bertransaksi, petani terlebih dahulu Rp 1 137 500. Sementara keuntungan yang
telah mengetahui informasi harga pasar diperoleh pedagang pengumpul Rp 910 000
penjualan cabe merah. Pertimbangan petani (Keuntungan pedagang pengumpul hampir
jika memilih menjual ke pengumpul adalah sama dengan keuntungan petani). Jika petani
harga yang ditawarkan serta waktu dan biaya menjual lansung ke pasar induk dan men-
transportasi jika menjual ke pasar induk. Jika dapatkan kecocokan harga di pasar Induk,
petani sepakat dengan harga beli pengumpul maka keuntungan yang akan diperoleh
ia akan menjual seluruh hasil panen ke adalah sebesar Rp 1 647 500 (payoff petani).
pengumpul pada periode tersebut dengan Selisih keuntungan yang didapat dengan
harga P1 dan memperoleh keuntungan menjual lansung adalah Rp 510 000.
sebesar π1= P1xQ1–TC1, sementara pedagang Sementara pedagang pengumpul akan
pengumpul mendapat keuntungan sebesar λ1 kehilangan payoff Rp 910 000.
= (P2 – P1) x Q1 yaitu selisih harga jual ke Berdasarkan payoff yang diperoleh
pasar gosir dengan harga beli ke petani dikali disimpulkan bahwa dalam interaksi petani

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 105
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

dengan pedagang pengumpul tidak terdapat memperkuat hubungan kelembagaan antara


keseimbangan Nash. Menurut Gibbons (1992) petani dan pedagang pengumpul desa,
suatu permainan dikatakan mencapai sehingga menjadi alasan kuat petani cen-
keseimbangan Nash apabila kedua pemain derung menjual hasil panen kepada pedagang
menggunakan strategi dominan (strategi yang pengumpul desa setempat.
memberikan hasil paling baik) pada saat Sementara itu, jika petani menjual hasil
bersamaan. Strategi dominan bagi petani panen ke pasar induk sendiri, petani harus
adalah menjual lansung ke pasar induk dan mempertimbangkan biaya transportasi, wak-
strategi alternatifnya menjual ke pedagang tu yang dihabiskan untuk ke pasar, dan
pengumpul. Dengan strategi dominan total kemungkinan-kemungkinan yang dianggap
keuntungan petani dalam 1 kali masa tanam menjadi kendala dalam menjual cabe merah
adalah Rp 32 950 000 sedangkan jika men- ke pasar induk. Petani harus bisa memastikan
jalankan strategi alternatif hanya mendapat bahwa biaya angkut lebih kecil dibanding
Rp 22 750 000. Strategi dominan memberikan margin dan harga jual yang lebih tinggi
keuntungan 44.83 % dibanding strategi dibanding jika menjual ke pedagang
alternatif. Payoff dari gaming berupa zero sum pengumpul. Petani akan menghadapi dua
game, yaitu keuntungan petani dalam strategi kemungkinan dalam menjual ke pasar induk,
dominan merupakan kerugian bagi pedagang yaitu mendapat harga yang cocok sesuai
pengumpul. dengan perkiraan atau sebaliknya.
Berdasarkan analisis di atas ditarik Pedagang di pasar induk biasanya mem-
kesimpulan bahwa petani akan lebih untung punyai beberapa langganan tetap dengan
jika memilih menjual sendiri hasil panen pedagang pengumpul atau petani yang
dengan syarat tambahan biaya yang dikeluar- biasanya memasok barang dagangannya.
kan untuk mengangkut cabe merah ke pasar Pada kemungkinan buruk, pedagang pasar
induk lebih kecil dibanding tambahan laba induk berpeluang membeli ke petani dengan
dari menjual lansung ke pasar induk. Akan harga yang lebih rendah dibanding harga
tetapi, kecenderungan petani cabe merah di yang ia beli ke pedagang pengumpul yang
lapangan lebih memilih menjual kepada biasa, karena tau pemasok yang datang
pedagang pengumpul setempat dan dengan adalah petani atau orang baru. Jika petani
orang yang sama pada setiap panennya. tidak mendapat harga sesuai ekspektasi maka
Berdasarkan wawancara dengan petani ia harus mencari pedagang lain yang akan
dan pedagang pengumpul diperoleh infor- membeli barang bawaannya. Ini merupakan
masi bahwa pedagang selalu menjaga transaction cost bagi petani dalam mencari
hubungan baik dengan petani. Jika harga jual informasi dan waktu yang dihabiskan dalam
cabe merah di pasar induk berada di sekitar menjual hasil panen. Oleh sebab itu, pilihan
break even point atau harga pulang pokok menjual lansung menjadi tidak menarik bagi
petani, pedagang pengumpul tidak meng- petani.
ambil margin atau sejumlah keuntungan atas Petani biasanya bersifat risk averse (cen-
pembelian hasil panen ke petani. Saat harga derung menghindari resiko). Untuk memini-
cabe murah, pedagang pengumpul hanya malisir kendala yang menjadi hambatan
membantu petani dalam memasarkan hasil petani dalam menjual lansung ke pasar, perlu
panen. Pedagang pengumpul akan meng- adanya kerja sama secara kolektif antar
ambil laba dari hasil penen komoditi lain yang petani. Untuk hal tersebut, petani dapat
tidak sedang dalam krisis harga. Secara mengoptimalkan keberadaan kelompok tani
informal hal tersebut telah menjadikan petani yang telah terbentuk di setiap desa. Dengan
terikat balas budi dengan pedagang. Selain adanya kolektifitas pemasaran hasil pertanian
berfungsi sebagai pembeli hasil panen menurut Akhmad (2007) akan tercapai
pedagang pengumpul desa juga berperan efisiensi biaya pemasaran karena petani bisa
sebagai mitra bagi petani. Hal ini semakin menyewa mobil secara bersama-sama dan

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
106 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

kuantitas produk yang diangkut menjadi Perilaku pedagang dalam penetapan


lebih besar. Selain meningkatkan efisiensi harga dapat diamati dengan memanfaatkan
biaya pemasaran, kolektifitas pamasaran signaling game dengan model sequential game.
mampu meningkatkan posisi tawar petani Misalkan dalam menetapkan harga jual,
dan juga memperpendek pola distribusi pedagang pengecer mempunyai dua pilihan
sehingga menjadi lebih efektif. Adanya strategi, yaitu mengikuti harga pasar yang
kolektifitas pemasaran hasil pertanian bagi berlaku (strategi harga pasar) atau menetap-
petani dengan kapasitas produksi yang kecil kan harga yang lebih rendah dibanding
yang tidak memungkinkan menjual sendiri ke pengecer (strategi harga rendah). Untuk
pasar tetap dapat menjual hasil panen ke menarik pelanggan seorang pedagang
pasar dan menikmati harga jual yang lebih bermaksud menjual cabe merah kualitas yang
tinggi. sama dengan pedagang lain dengan harga
yang lebih murah (strategi harga rendah).
STRATEGI HARGA PEDAGANG Misalkan harga pasar saat ini berdasarkan
PENGECER harga modal rata-rata di pasar induk dan
margin normal pedagang pengecer berada
Kondisi pasar bersaing yang dihadapi
pada Rp 35 000 per kg. Karena menerapkan
pedagang di tingkat eceran menyebabkan
strategi harga rendah, seorang pedagang
pedagang tidak mempunyai kekuatan dalam
menjual cabe merah dengan harga 30 000 per
menentukan harga. Konsumen yang tanggap
kg. Ilustrasi sequential game pedagang
akan harga cenderung mencari pedagang
pengecer digambarkan pada Gambar 5.
yang bersedia menjual harga yang relatif lebih
Pada saat pedagang pertama memutus-
murah. Pedagang yang ingin memaksimum-
kan untuk menggunakan strategi alternatif
kan keuntungannya bisa saja tergoda untuk
yaitu harga rendah, sementara pedagang
memberikan harga yang lebih murah untuk
yang lain menerapkan strategi dominannya
meningkatkan kuantitas penjualan dan
(harga pasar), pedagang pertama akan
meraih pangsa pasar yang lebih besar. Akan
memperoleh market share yang lebih besar
tetapi, dalam pasar bersaing tindakan yang
karena market share pedagang lain akan
dilakukan seorang pedagang akan saling
pindah ke pedagang pertama. Sebagaimana
mempengaruhi satu sama lain. Strategi yang
yang di kemukakan Zaccur dan Taboubi
dilakukan seorang pedagang akan mudah
(2005) ketika pengecer tidak mengikuti
diikuti oleh pedagang lainnya. Hal ini dapat
perubahan kenaikan harga pasar (un-
mempengaruhi keadaan pasar secara umum.
integrated), maka ia akan memperoleh

Gambar 5. Extensive Form of a Game Pedagang Pengecer

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 107
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

keuntungan lebih. Akan tetapi langkah yang terjadi perubahan harga di pasar induk
diambil oleh pedagang pertama, pada periode sebagai pasar acuan akan ditransmisikan
selanjutnya juga akan diikuti oleh pedagang ke tingkat pasar produsen dan konsumen
kedua. Hal ini menyebabkan harga pasar dengan kecepatan yang sama.
menjadi lebih rendah dan masing-masing 2. Struktur pasar dan karakteristik cabe
pedagang mendapat keuntungan yang lebih merah mempengaruhi posisi pelaku pasar
rendah. pada suatu lembaga pemasaran dalam
Sementara ketika seorang pedagang penetapan harga. Struktur pasar yang
berniat untuk menerapkan harga yang lebih mengarah pada oligopsoni di tingkat
tinggi dari pasaingnya, ia akan kehilangan grosir memudahkan antara sesama
market share karena konsumen cenderung pedagang dalam berkoordinasi dan secara
mencari harga yang lebih rendah. Berdasar- kolektif mempunyai market power dalam
kan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa menentukan harga. Akan tetapi, dalam
strategi menetapkan harga jual berdasarkan pemasaran pemasaran cabe merah tidak
keinginan sendiri tidak menguntungkan bagi terdapat penyalahgunaan market power
pedagang karena tidak dapat menghasilkan oleh pedagang grosir. Sementara itu,
keseimbangan nash yang optimum bagi pelaku pasar di tingkat produsen dan
pedagang. Oleh sebab itu mengikuti harga konsumen bersifat price taker karena tidak
pasar merupakan strategi terbaik (nash mempunyai bargaining power dalam me-
equlibirium) yang efisien bagi pedagang, netapkan harga. Hal ini turut mendorong
karena memberikan payoff (harga) yang lebih transmisi harga antar lembaga pemasaran
besar baik bagi masing-masing pedagang. menjadi simetris.
Strategi perang harga, merupakan nash
equilibirium yang tidak efisien karena meng- SARAN
hasilkan payoff yang lebih lebih rendah 1. Berdasarkan kesimpulan bahwa transmisi
dibanding strategi harga pasar. Kondisi ini harga antar lembaga pemasaran cabe
menyebabkan harga yang berlaku di tingkat merah berjalan simetris dan harga di
pedagang pengecer cenderung homogen, tingkat grosir berpengaruh dominan
meskipun harga modal yang mereka peroleh terhadap pembentukan harga di tingkat
sedikit berbeda dengan pedagang lain. produsen dan konsumen, maka dalam
Masing-masing pedagang pengecer tidak menjaga kestabilan harga cabe merah
punya market power dalam mempengaruhi pemerintah dapat mengoptimalkan ke-
harga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bijakan harga premium dengan mengon-
harga yang terbentuk di tingkat pengecer trol harga di pasar grosir. Saat harga
berdasarkan mekanisme permintaan dan mengalami penurunan signifikan peme-
penawaran yang berlaku di pasar. Pada rintah dapat menerapkan kebijakan ekspor
kondisi ini perubahan harga di tingkat agar hasil produksi yang berlimpah di
pengecer hanya disebabkan oleh perubahan dalam negeri tidak membuat harga cabe
harga di tingkat grosir. Hal tesebut ikut merah menjadi rendah. Sebaliknya saat
menciptakan transmisi harga antara pasar terjadi kelangkaan pasokan pemerintah
konsumen dengan pasar hulunya berjalan dapat merealisasikan kebijakan impor
simetris. untuk mencegah fluktuasi peningkatan
harga yang lebih tinggi. Kebijakan ekspor
impor dianggap lebih efektif dan lebih
KESIMPULAN DAN SARAN rendah biayanya dibanding kebijakan lain
KESIMPULAN seperti kebijakan ceiling price pada beras.
1. Transmisi harga antar lembaga pemasaran 2. Dalam rangka meningkatkan harga jual
cabe merah berlansung simetris. Saat dan bargaining power di tingkat petani
perlu peran aktif petani dalam meng-

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
108 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

optimalkan keberadaan kelompok tani Markets, University of Kentucky, April


yang telah terbentuk di masing-masing 21, 2006.
desa. Keberadaan asosiasi petani yang Heytens, P.J., 1986, Testing Market
solid akan memudahkan dalam pema- Integration, Food Research Institute
saran hasil panen secara langsung ke Studies. Vol. 20 (1): , 25-41.
pasar, meningkatkan penguasaan ter-
Juanda, B., dan Junaidi., 2012, Ekonometrika
hadap faktor-faktor yang mempengaruhi Deret Waktu Teori dan Aplikasi, Bogor:
harga dan jumlah produksi. IPB Press.

Jubaedah, NS., 2013, Market Integration of


DAFTAR PUSTAKA Red Chilli Commodity Markets in
Indonesia. International Institute of
Acquah, D., 2010, An application of the von Social Studies, [Research Paper]
Cramon-Taubadel and Loy error Economic of Development. the Hague,
correction models in analyzing the Netherlands.
asymmetric adjusment between retail
Key, N., Sadoulet E, de Janvry A, 2000.
dan wholesale maize price in Gana.
Transaction costs and agricultural
Jurnal of Development and
household supply response, American
Agricultural Economics, Vol. 2(4),
Journal of Agricultural Economics,
pp.100-106.
82(1):245-59
Akhmad, S., 2007, Membangun gerakan
Meyer, J., von Cramon-Taubadel, S., 2004,
ekonomi kolektif dalam pertanian
Asymmetric PriceTransmission: A
berkelanjutan; perlawanan terhadap
survey, Journal of Agricultural
liberalisasi dan oligopoli pasar produk
Economics, Vol. 55, pp. 581-611.
pertanian. Tegalan, Purwokerto:
BABAD. Moghaddasi, R., 2008, Price Transmission in
horticultural products markets (case
Anindita, R., 2004, Pemasaran hasil pertanan,
study of date and pistachio in Iran),
Papyrus: Surabaya.
International conference on applied
[BPS] Badan Pusat Statistik, 2013, Berita Resmi economics-ICOAE 2008: 663-669.
Statistik, No. 54/08/ Th. XVI, 1
Muazu UA, Mohamed Z, S MN, A Ismail.
Agustus 2013.
2014. Vertical Price Transmission: A
Enders, W., 2004, Applied Econometric Time Case of Integrated Malaysian Broiler
Series. J. Wiley. Industry. Global Journal of Science
Frontier Research: D Agriculture and
Firdaus M, dan I. Gunawan, 2012, Integration Veterinary. 14(5).
Among Regional Vegetable Markets In
Indonesia, J. ISSAAS Vol. 18 (2), pp. 96- Obayelu, O.A and Alimi, G.O., 2013, Rural-
106. urban price transmission and market
integration of selected horticultural
Firdaus, M., 2011, Aplikasi Ekonometrika crops in Oyo State, Nigeria. Journal Of
Untuk Data Panel dan Time Series, Agricultural Sciences, 58(3): 195-207.
Bogor: IPB Press.
Pozo, V.F., Schroeder, T.C., Bachmeier L.J.,
Goetz, S.J., 1992. A selectivity model of 2013, Asymmetric Price Transmission
household food marketing behaviour is in the U.S. beef market: new evidence
sub-Saharan Africa, American Journal from new data, Paper presented at the
of Agricultural Economics, 74(2):444- NCCC-134 Conference on Applied
452. Commodity Price Analysis,
Goodwin, B.K., 2005, Spatial and Vertical Forecasting, and Market Risk
Price Transmission in Meat Markets, Management St. Louis, Missouri, April
Paper untuk workshop on Market 22-23, 2013.
Integration and Vertical and Spatial
Price Transmission in Agricultural

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 109
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

(Pusdatin) Pusat data dan sistem informasi


pertanian, 2015, Outlook komoditi
cabai. Jakarta (ID): Pusdatin
Kementerian Pertanian.

Sahara dan Wicaksana, 2013, Asymmetry In


Farm-Retail Price Transmission: The
Case Of Chili Industry In Indonesia,
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Pembangunan, Vol. 2(1).

Vavra, P., and Goodwin, B.K., 2005, Analysis


of price transmission along the food
chain, OECD Food, Agriculture and
Fisheries Working Paper, No.3 OECD
publishing.

Yustiningsih, F dan Soetjipto, W., 2013.


Analisis transmisi harga beras petani-
konsumen di Indonesia periode tahun
2000-2011, Jurnal Kebijakan Ekonomi,
Vol 8(2):1-12.

Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
110 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti

Anda mungkin juga menyukai