e-mail : 1)elvina_jaya@yahoo.co.id
ABSTRACT
Red chili is known as a very high commodity price fluctuation. High price fluctuation will make market
inefficiency and cause a disincentive for market actors. One indicator of market efficiency is symmetric
price transmission in integrated market. This paper aimed to analyze vertical price transmission along the
marketing chanel of red chili (produsen, wholesale and retail) and analyze the market behavior of market
actors. Vertical price transmission was analyzed with the Asymmetric Error Corection Model (AECM)
approach using weekly data over Januari 2012 to October 2014. While, the market behavior was analized
using descriptive analysis with sequentil bargaining game. The results showed that price transmission
along marketing channel of red chili is symmetric and the price in wholesale is a reference for produsen dan
retail prices.
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
90 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
produsen (Meyer dan von Cramon-Taubadel harga vertikal disepanjang rantai pemasaran
2004). daging sapi, daging ayam dan telur di
Jika dilihat pergerakan harga cabe merah Amerika Serikat. Transmisi harga vertikal
di sepanjang tahun pengamatan dari bulan juga dilakukan oleh Acquah dan Dadzie
Januari 2012 sampai Oktober 2014 baik di (2010). Penelitian tersebut menggunakan pen-
tingkat produsen, grosir, maupun konsumen dekatan Asymmetric ECM yang dikembang-
menunjukkan kecenderungan pola pergerak- kan oleh von Cramon-Taubadel dan Loy
an yang sama dengan tingkat fluktuasi yang dalam menganalisis transmisi harga asimetris
berbeda. Hal ini dapat dilihat dari nilai antara harga jagung retail dengan wholesale di
koefisien variasi harga produsen sebesar 46.9 Kumasi, Gana. Selanjutnya, Muazu et.al
persen, grosir 43.6 persen, dan konsumen 31.6 (2014) juga menggunakan Asymmetric Error
persen. Secara statistik hal ini menunjukkan Correction Model (AECM) dalam meng-
bahwa harga di tingkat produsen lebih analisis transmisi harga ayam broiler vertikal
berfluktuasi dibanding di tingkat grosir dan di Malaysia. Pendekatan AECM juga diguna-
eceran. Berdasarkan hal tersebut dalam kan oleh Yustiningsih dan Soetjipto (2013)
pemasaran cabe merah ada kemungkinan dalam menganalisis transmisi harga beras
transmisi harga berjalan secara asimetris. petani-konsumen di Indonesia.
Namun demikian, dalam memastikan bagai- Penelitian mengenai integrasi pasar dan
mana transmisi harga pada jalur pemasaran transmisi harga cabe merah di Indonesia se-
cabe merah perlu dibuktikan secara statistik. belumnya juga telah dilakukan oleh beberapa
Penelitian mengenai integrasi pasar dan peneliti terdahulu. Firdaus dan Gunawan
transmisi harga serta perilaku pasar telah (2012) menggunakan pendekatan kointegrasi
banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Engel-Granger dan model Ravallion dalam
Pengujian asimetris pada transmisi harga menganalisis integrasi pasar cabe produsen
menurut Meyer dan von Cramon-Taubadel Jawa Barat dengan Pasar Induk Kramat Jati.
(2004) secara empiris pertama kali dikenalkan Jubaedah (2013) menggunakan uji cointegrasi
oleh Farell tahun 1952. Uji asimetris tersebut Engle-Granger dan Error Correction Model
digunakan dalam mengestimasi fungsi per- dalam menganalisis integrasi harga di PIKJ
mintaan yang tidak dapat dirobah “irreversible dengan harga produsen sentra cabe merah di
demand functions”. Pada periode selanjutnya 23 provinsi (termasuk Jawa Barat). Selanjut-
perkembangan analisis transmisi harga nya, Sahara dan Wicaksena (2013) mengguna-
cenderung mengalami modifikasi secara kan dua uji asymmetric yaitu pendekatan
berkelanjutan. Houck dan ECM-EG dalam menganalisis
Von Cramon-Taubadel dan Fahlbusch transmisi harga cabe merah antara pasar
(1994) mengembangkan analisis transmisi produsen dengan pasar konsumen di 3
dengan pendekatan kointegrasi error correction Provinsi yang salah satunya juga termasuk
model (ECM). Model ini awalnya digunakan Jawa Barat.
dalam menganalisis asymmetric price Hasil penelitian Firdaus dan Gunawan
transmission (APT) vertikal antara pasar babi (2012) menyatakan tidak terdapatnya inte-
produsen dan grosir di Jerman Utara. grasi pasar produsen Jawa Barat dengan PIKJ,
Selanjutnya, Von Cramon-Taubadel dan Loy sementara Jubaedah (2013) menyatakan
(1996) dalam menganalisis kasus spasial pasar terdapat integrasi yang lemah antara pasar
gandum dunia mengembangkan lagi model produsen Jawa Barat dengan PIKJ. Sedangkan
sebelumnya dengan memisahkan shock positif penelitian Sahara dan Wicaksena (2013)
dan shock negatif pada error corection term serta menyimpulkan bahwa harga cabe merah telah
shock positif dan negatif variabel independent. tertransmisi secara simetris pada pasar yang
Peneliti selanjutnya seperti Vavra dan dianalisis. Sehubung adanya perbedaan
Goodwin (2005) menggunakan model penelitian tersebut, perlu dilakukan analisis
threshold ECM dalam menganalisis transmisi transmisi harga cabe merah lebih lanjut.
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 91
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Simetris atau tidaknya transmisi harga Jawa Barat. Data diperoleh dari Kementerian
yang terjadi pada sebuah saluran pemasaran Perdagangan RI, Kantor Pasar Induk Kramat
tidak lepas dari perilaku pasar lembaga- Jati dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
lembaga yang terkait dalam rantai pemasaran Provinsi Jawa Barat. Data primer digunakan
tersebut. Prastowo et al. (2008) menyatakan untuk melihat perilaku lembaga pemasaran
tingkah laku pedagang dalam menetapkan dalam rantai pemasaran cabe merah secara
harga turut menentukan pembentukan harga vertikal. Data terdiri dari 2 petani dan 1
cabe di tingkat pedagang. Sehingga, menurut pedagang pengumpul cabe merah di Desa
Yustiningsih (2012) pedagang perantara Tengkil Kec. Caringin Sukabumi, 2 petani dan
berperan dalam menyebabkan competition 1 pedagang pengumpul di Desa Cipendawa
restraint pada jalur distribusi dan transmisi Kec. Pacet Cianjur, 4 pedagang pasar induk
harga yang tidak sempurna antara tingkat dan 4 pedagang pasar eceran. Kegiatan
produsen dengan konsumen. Oleh sebab akan pengambilan data pada responden dilaksana-
dikaji lebih lanjut bagaimana perilaku pasar kan pada bulan Januari sampai Februari 2016.
lembaga-lembaga pemasaran dalam mem- Teknik pengumpulan data primer adalah
pengaruhi pembentukan harga cabe merah melakukan wawancara dengan mengguna-
dengan pendekatan game theory mengguna- kan daftar kuesioner terhadap masing-masing
kan analisis bargaining sequential game. sumber yang dianggap mewakili populasi
Analisis perilaku dengan pendekatan penelitian. Teknik pengambilan sampel yang
game theory bargaining sequential game pernah digunakan adalah snowball sampling, dimana
dilakukan oleh Mitra et al. (2014) dalam men- sampel yang diambil sesuai dengan alur
jelaskan mekanisme pemasaran petani ken- distribusi pemasaran cabe dari petani hingga
tang dalam memaksimumkan keuntungan). ke pedagang pengecer. Pada teknik ini
Courtois dan Subervie (2013) juga mengguna- awalnya sampel ditentukan terlebih dahulu
kan pendekatan bargaining prosedur dengan terhadap satu orang dan orang pertama ini
model sequential game dalam menganalisis akan menjadi sumber informasi utama untuk
perilaku interaksi petani dengan pedagang menunjuk sampel selanjutnya yang layak
pengumpul dalam mencapai kesepakatan dijadikan sebagai sampel penelitian. Data
harga. Mitchell (2011) melakukan eksperimen yang akan diambil adalah terkait perilaku
bargaining game untuk mengkaji strategi tataniaga, sistem penentuan harga jual pada
interaksi antara petani dan pedagang masing-masing lembaga pemasaran dan kerja
pengumpul dalam menjual hasil produksi sama lembaga pemasaran.
usaha tani.
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini
METODE ANALISIS TRANSMISI HARGA
bertujuan menganalisis transmisi harga antar
lembaga pada jalur pemasaran cabe merah Analisis transmisi harga pada saluran
dan mengidentifikasi perilaku pasar lembaga pemasaran cabe merah menggunakan model
pemasaran cabe merah dalam pembentukan Asymmetric Error Corection Model (AECM).
harga. Sebelum melakukan estimasi menggunakan
pendekatan Error Correction Model terlebih
dahulu dilakukan pengujian pra-estimasi
METODE PENELITIAN yaitu:
JENIS DAN SUMBER DATA
1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Analisis transmisi harga menggunakan
Uji akar unit merupakan salah satu cara
data sekunder time series 136 minggu (Januari
dalam pendugaan kestasioneran data deret
2012 sampai Oktober 2014), terdiri dari data
waktu. Data deret waktu terkadang memiliki
harga cabe merah keriting di tingkat kon-
proses stokastik yang bersifat stasioner dan
sumen DKI, grosir PIKJ dan harga produsen
nonstasioner. Proses stokastik yang tidak
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
92 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
stasioner akan menghasilkan tren data yang bang yang sama (“same wave length”) (Juanda
juga tidak stasioner, sehingga apabila dire- dan Junaidi, 2012). Salah satu metode Uji
gresikan akan menimbulkan regresi lancung kointegrasi adalah seperti yang dikembang-
(spurious regression). Untuk menghindari hal kan oleh Johansen (1991) yaitu Johanssen
tersebut langkah pertama yang harus dilaku- Cointegration test. Untuk melihat adanya
kan adalah melakukan uji stasioneritas data. hubungan jangka panjang metode ini meng-
Dalam penelitian ini pendugaan ke- gunakan pengujian trace test (TS) dengan
stasioneran data dilakukan melalui uji akar persamaan :
unit dengan menggunakan Augmented Dickey
Fuller Test (ADF Test). Model persamaan ADF λtrace(r) = -T ln(1- 𝜆𝜆21 ) .....................................(3a)
Test adalah sebagai berikut (Enders 1995) :
dan maximum eigenvalue (ME) dengan
persamaan:
j
∆Pt = a0 + γPt −1 + ∑ ai ∆Pt −i +1 + ε t .......(1)
i =1
ΔPt pada persamaan (1) merupakan first λtrace(r) = -T ln(1- 𝜆𝜆r+1) ..................................(3b)
difference variabel yang diuji (Yt –Yt-1), t adalah
Jika nilai TS dan ME lebih besar
periode waktu, j adalah Panjang lag yang
dibanding nilai t-statistik dapat dikatakan
digunakan dan ε merupakan Error term.
bahwa terdapat kointegrasi pada variabel-
Hipotesis statistik yang diuji adalah H0:γ = 0
variabel yang dianalisa. Pada penggunaan
berarti data time series mengandung unit root,
software Eviews, pengambilan keputusan
data bersifat tidak stasioner. Jika H1:γ ≠ 0
dilakukan dengan melihat nilai critacal value
berarti data bersifat stasioner.
dan trace statistic. Jika trace statistik > critacal
value, persamaan dikatakan terkointegrasi.
2. Penentuan lag optimal
Sehingga hipotesis H0 = non-kointegrasi
Penentuan lag optimal berguna untuk
ditolak atau terima H1 yang berarti terjadi
melihat seberapa lama suatu variabel bereaksi
kointegrasi.
terhadap variabel lainnya dan menghindari
kemungkinan autokorelasi residual pada
4. Uji Kausalitas
sitem VAR (Firdaus, 2012). Lag optimal
Uji kausalitas dalam penelitian ini di-
ditentukan berdasarkan nilai Schwarz
gunakan untuk melihat arah transmisi antara
Information Criterion (SC), dengan rumus
harga cabe merah di tingkat produsen, grosir
sebagai berikut:
dan harga di tingkat konsumen. Dalam
SSR( k ) penelitian ini uji kausalitas menggunakan uji
SIC ( k ) = T ln + n ln (T )........................( 2 )
T Granger dengan model sebagai berikut
T merupakan Jumlah observasi, k adalah (Juanda dan Juanaidi,2012):
Panjang lag, SSR adalah Sum squares residual, n n
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 93
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
...............................(5a)
( RSSR − RSSUR
F = (n − k ) ..............( 4 e )
m( RSSUR ) n n n n
∆HK t = a 0 + ∑ β − ∆HK t−−i + ∑ β − ∆HGt−−i + π 1− ECTt −−1 + ∑ β + ∆HK t+−i + ∑ β + HGt+−i + π 2+ ECTt +−1 + ε t
i =1 i =o i =1 i =0
...............................(5b)
RSSR merupakan Residual sum of squares
persamaan restricted, RSSUR adalah Residual n n n n
∆HKt = a0 + ∑ β − ∆HKt−− i + ∑ β − ∆HPt −− i + π 1− ECTt −−1 + ∑ β + ∆HKt+− i + ∑ β + HPt +− i + π 2+ ECTt +−1 + ε t
sum of squares persamaan unrestricted, i =1 i =o i =1 i =0
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
94 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Petani Pengumpul
Periode 1
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 95
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
kesepakatan harga yang terjadi pada periode dari dua pemain, langkah pemain pertama
tersebut. Masing-masing pihak mempunyai akan mempengaruhi langkah pemain kedua
pertimbangan dalam memutuskan apakah secara berurutan. Gaming petani dan pe-
akan menerima atau menolak harga yang dagang dalam penelitian ini diselesaikan
ditawarkan. Ilustrasi bargaining petani dan dengan backward induction yaitu menganalisa
pedagang pengumpul digambarkan pada keseimbangan dari akhir ke awal game
Gambar 1. dengan membandingkan keseimbangan yang
Berdasarkan observasi di lapangan, diraih pada setiap keputusan yang diambil.
pedagang pengumpul umumnya datang ke
lahan panen dan menawarkan harga beli ke
petani. Petani mempertimbangkan harga HASIL DAN PEMBAHASAN
yang ditawarkan dan saling melakukan tawar Analisis transmisi harga dan perilaku
menawar harga. Jika terjadi kesepakatan pasar dilakukan pada masing-masing tingkat
harga antara kedua pihak, permainan selesai lembaga pemasaran cabe merah. Dalam
pada periode pertama dan masing-masing sampainya komoditas cabe merah ke tangan
akan menerima payoff. Jika kesepakatan konsumen akhir umumnya melewati be-
harga tidak tercapai game berlanjut ke periode berapa lembaga tataniaga seperti yang
berikutnya. Petani akan mencari alternatif tergambar pada Gambar 3.
saluran pemasaran lain dalam menjual Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa
produksinya dan akan mendapatkan payoff petani biasanya menjual hasil produksi ke
atas pilihannya. Sedangkan padagang pe- pedagang pengumpul atau ke pedagang antar
ngumpul desa mendapatkan 0 payoff dari daerah setempat. Selain itu petani dengan
bargaining periode pertama. skala usaha besar juga dapat menjual lansung
Analisis gaming di tingkat pedagang hasil panen ke pedagang grosir. Pedagang
pengecer dilakukan antara sesama pedagang pengumpul akan menjual hasil panen dari
pengecer dalam strategi penetapan harga. petani ke pedagang antar daerah (umumnya
Ilustrasi sequential game pedagang pengecer juga sebagai pengumpul). Kemudian pe-
digambarkan pada Gambar 2. dagang antar daerah akan membawa hasil
Dalam memaksimumkan keuntungan panen ke pasar grosir atau pasar induk. Dari
pedagang pengecer dapat menerapkan stra- pasar induk barulah cabe merah didistri-
tegi harga yang berlaku di pasar (harga pasar) busikan ke pasar konsumen baik yang ter-
atau menerapkan harga yang lebih rendah dekat maupun ke pasar grosir pembantu di
dari harga pasar (harga rendah). Prosedur wilayah lain. Pedagang pengecer biasanya
gaming interaksi antar pedagang yaitu terdiri datang lansung ke pasar induk untuk
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
96 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
membeli cabe merah yang akan diperdagang- Hasil uji stasioneritas menunjukkan bah-
kan. Dari pedagang pengecer barulah sampai wa data harga cabe merah grosir dan harga
ke tangan konsumen baik untuk dikonsumsi cabe merah konsumen tidak stasioner pada
rumah tangga maupun untuk kepentingan level kerena memiliki nilai ADF tes kurang
industri. Sehubung dengan ketersediaan data, dari test critical values pada taraf nyata 1
maka hubungan pasar yang akan dianalisis persen, 5 persen, dan 10 persen. Akan tetapi,
adalah pada tingkat produsen (petani), pasar setelah dilakukan pengujian pada first
grosir dan pasar konsumen. difference semua variabel telah stasioner pada
tingkat yang sama. Hasil ini sejalan dengan
UJI STASIONERITAS DATA penelitian-penelitian produk pertanian lain
diantaranya seperti Acquah dan Dadzie
Uji stasioneritas data Augmented Dickey
(2010), Obayelu dan Alimi (2013), Sahara dan
Fuller (ADF Tes) diperlukan untuk me-
Wicaksena (2013), dan Jubaedah (2013) bahwa
mastikan kekonsistenan pergerakan data agar
data pada produk pertanian pada umumnya
terhindar dari spurious regression pada analisis
tidak stasioner namun stasioner pada first
data time series. Uji stasioneritas data dilaku-
difference atau tahap order.
kan terhadap variabel harga cabe merah
produsen (HP), harga cabe merah grosir (HG),
harga cabe merah konsumen (HK). Ber- PENGUJIAN KOINTEGRASI
hubung data memiliki kecenderungan gelom- Berdasarkan uji stasioneritas ADF Test
bang yang tidak sama spesifikasi model yang sebelumnya bahwa adanya data yang tidak
dipilih adalah model dengan konstanta tanpa stasioner pada level namun stasioner pada
tren. Hasil pengujian ditampilkan pada Tabel first difference menunjukkan adanya hubungan
1 berikut: jangka panjang antar variabel, sehingga perlu
dilakukan uji kointegrasi. Uji Kointegrasi
Tabel 1. Hasil Uji Stasioneritas Data pada integrasi pasar adalah untuk melihat
Nilai ADF signifikasi hubungan linear secara statistik
Variabel antara variabel, sehingga dapat dipastikan
Level First Difference
bahwa regresi persamaan yang di analisis
HP --3.427* -12.580*** menjadi meaningful dan terhindar dari
HG -2.382 -8.960***
spurious regression. Apabila terdapat ko-
HK -2.502 -11.232***
* stasioner pada taraf 5% integrasi dapat dikatakan bahwa variabel-
*** stasioner pada taraf 1%, 5%,10% variabel yang dianalisis mempunyai hu-
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 97
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
bungan jangka panjang (long run equilibrium) pemasaran cabe merah, harga di tingkat grosir
dengan kata lain terkointegrasi pada derajat mempunyai kekuatan mempengaruhi harga
satu. Hasil uji Johanssen Cointegration Test di pasar produsen dan konsumen. Hubungan
disajikan pada Tabel 2. antara harga produsen dan harga grosir ber-
Berdasarkan hasil uji kointegrasi dapat langsung secara satu arah. Harga grosir mem-
dilihat bahwa nilai trace statistic dan maximum pengaruhi harga di tingkat produsen akan
eigenvalue pada r=1 lebih besar dari crital value tetapi harga produsen tidak berpengaruh
dengan tingkat signifikansi 5 persen, sehingga signifikan terhadap harga grosir. Hal ini
hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak sejalan dengan fakta di lapangan bahwa harga
ada kointegrasi ditolak dan hipotesis alter- yang berlaku di tingkat petani berdasarkan
natif yang menyatakan ada kointegrasi tidak pada harga di pasar induk/grosir bukan
ditolak. Sehingga dapat dikatakan pada sebaliknya.
seluruh variabel terdapat hubungan jangka
panjang signifikan dengan spesifikasi model Tabel 3. Hasil Granger Causality Test
yang digunakan adalah no deterministic trend Hubungan F-statistic Prob.
dan lag 1. Berdasarkan uji kointegrasi dapat HP - HG 0.813 0.369
dikatakan bahwa pasar cabe merah telah HG - HP 26.391 1.E-06*
HG - HK 41.753 2.E-09*
terintegrasi secara vertikal. Akan tetapi pasar
HK - HG 3.186 0.076***
yang terkointegrasi tidak menjamin bahwa
HK - HP 0.944 0.333
integrasi antar pasar terjadi secara sempurna. HP - HK 6.665 0.011*
Untuk itu perlu dilakukan analisis transmisi * Signifikan pada taraf nyata 1 persen
harga lebih lanjut. *** Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
98 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Sahara dan Wicaksena (2013) menujukkan di atas garis keseimbangan jangka panjang,
hasil yang berbeda. Dengan menggunakan yaitu ketika penurunan harga cabe merah di
data harga bulanan pada penelitian tersebut pasar acuan tidak diikuti dengan penurunan
harga produsen dan harga konsumen mem- harga di pasar pengikut. ECT- menggambar-
punyai hubungan jangka panjang dua arah. kan kondisi penyimpangan harga saat berada
di bawah garis keseimbangan jangka panjang,
HASIL ESTIMASI ASYMMETRIC ERROR yaitu ketika kenaikan harga cabe merah pasar
CORECTION MODEL (AECM) acuan tidak diikuti dengan kenaikan harga
pasar pengikut. Pergerakan harga dapat
Analisis transmisi dimaksudkan untuk
dikatakan berada pada garis keseimbangan-
melihat apakah terdapat transmisi harga
nya apabila kenaikan dan penurunan harga di
asimetris (asymmetric price transmission) pada
salah satu level diikuti secara simetris oleh
rantai pemasaran cabe merah dengan
pasar lainya.
menggunakan data harga mingguan yang
Berdasarkan hasil uji kausalitas sebelum-
lebih spesifik dibanding data yang digunakan
nya, model asimetris penelitian ini terdiri dari
peneliti sebelumnya. Ketika transmisi harga
tiga bagian yaitu antara harga grosir dengan
terjadi secara simetris, kenaikan atau pe-
harga produsen, harga grosir dengan harga
nurunan harga cabe merah di pasar acuan
konsumen dan harga produsen dengan harga
akan direspon secara sama oleh pasar
konsumen. Uji transmisi pada ketiga hu-
pengikut baik dari sisi kecepatan maupun
bungan pasar bersifat satu arah. Hasil uji
dari besarannya. Sebaliknya, jika transmisi
asimetris penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
terjadi secara asimetris perubahan kenaikan
Uji asimetris antara harga produsen-
dan penurunan harga pasar acuan akan
harga konsumen juga menunjukkan adanya
direspon secara berbeda oleh pasar pengikut.
perbedaan respon harga konsumen terhadap
Transmisi harga asimetris mengindikasi
perubahan harga produsen jangka pendek.
adanya ketidakefisienan dalam rantai pe-
Pada jangka panjang hanya penyimpangan
masaran cabe merah yang menurut Vavra dan
harga yang disebabkan oleh kenaikan harga
Goodwin (2005), Meyer dan von Cramon-
produsen yang akan di ikuti oleh harga
Taubadel (2004) umumnya disebabkan oleh
konsumen, yaitu setelah waktu 3 bulan.
adanya perilaku pasar yang tidak kompetitif
Sementara, ketika penyimpangan harga yang
(penyalahgunaan market power) pada rantai
disebabkan oleh penurunan harga produsen,
pemasaran cabe merah.
harga konsumen tidak akan turut me-
Untuk menganalisis transmisi harga
nyesuaikan.
asimetris pada integrasi pasar cabe merah
Meskipun secara deskriptif estimasi
menggunakan pendekatan model dinamis
model AECM pada ke tiga hubungan pasar
Asymmetric Error Correction Model (AECM)
menunjukkan adanya perbedaan respon
yang dikembangkan Von Cramon-Taubadel
terhadap shock positif dan shock negatif
dan Loy (1996). Model ini memisahkan antara
variabel independen, namun pada hasil uji
transmisi jangka pendek dan jangka panjang.
wald yang merupakan ukuran keidentikan
Transmisi harga asimetris jangka pendek dan
antara koefisien shock positif dan shock
jangka panjang dilihat berdasarkan nilai
negatif model asimetris dinamis, tidak
koefisien variabel bebas dan nilai koefisien
terbukti adanya asimetris transmisi harga
ECT. Jika identik dapat dikatakan terjadi
pada ketiga hubungan pasar baik jangka
transmisi harga asimetri pada rantai pe-
panjang maupun jangka pendek. Hal ini
masaran cabe merah. Koefisien ECT pada
berarti perubahan kenaikan dan penurunan
model menggambarkan kondisi ketidak-
harga pada pasar acuan segera di transmisi-
sesuaian harga di salah satu level dengan
kan ke pasar pengikut dengan kecepatan yang
harga keseimbangannya. ECT+ menggambar-
sama. Kesimpulan telah tertransmisinya
kan kondisi penyimpangan harga saat berada
harga grosir dengan harga produsen berbeda
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 99
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Tabel 4. Hasil Estimasi Model Asimetris Transmisi Harga pada Saluran Pemasaran Cabe
Merah
Grosir Grosir Produsen
Variabel Variabel Variabel
Produsen Konsumen Konsumen
Konstanta 0.037 Konstanta -0.015 Konstanta -0.034
(0.365) (0.430) (0.067)
∆ HP t+−1 0.083 ∆ HK t+−1 0.117 ∆ HK t+−1 -0.044
(0.525) (0.342) (0.734)
∆ HP t−−1 -0.157 ∆ HK t−−1 -0.407* ∆ HK t−−1 -0.046
(0.219) (0.003) (0.769)
∆ HG t+ 0.437** ∆ HG t+ 0.385* ∆ HP t+ 0.332*
(0.028) (0.000) (0.000)
∆ HG t
− 0.922* ∆ HG t− 0.252* ∆ HP t− 0.169*
(0.000) (0.003) (0.002)
∆ HG t+−1 0.098 ∆ HG t+−1 0.141 ∆ HP t+−1 0.139**
(0.660) (0.164) (0.026)
∆ HG t−−1 0.286 ∆ HG t−−1 0.261* −
∆ HP t −1 0.076
(0.180) (0.008) (0.188)
ECT+ -0.540* ECT+ -0.406* ECT+ -0.100
(0.000) (0.001) (0.332)
ECT- -0.369* ECT- -0.200 ECT- -0.287*
(0.013 ) (0.109) (0.005)
R2-adj 0.427 R2-adj 0.510 R2-adj 0.395
p-value Hasil Uji Wald:
F-statistic 0.677 1.010 1.192
(0.412) (0.317) (0.277)
* signifikan pada taraf 1 persen
** signifikan pada taraf 5 persen
dengan penelitian Firdaus dan Gunawan dan Wicaksena (2013), Pozo et al. (2013), serta
(2012) dan Jubaedah (2013) yang me- Obayelu dan Alimi (2013).
nyimpulkan antara pasar grosir PIKJ dengan Adanya hubungan kausalitas dan trans-
pasar sentra produsen kususnya Jawa Barat misi harga yang berjalan simetris menurut
tidak terjadi integrasi pasar. Perbedaan hasil Reziti dan Panagopoulus (2008) tidak cukup
temuan ini kemungkinan disebabkan oleh untuk menyimpulkan tidak adanya market
periode dan sumber data yang digunakan. power pada suatu pasar. Untuk itu, perlu
Dimana, penelitian tersebut menggunakan dilihat faktor-faktor dari variabel lain seperti
data bulanan periode data sebelum tahun kebijakan pemerintah, biaya pemasaran dan
2012 dan sumber data harga Produsen berasal pengaruh variabel lain dalam mempengaruhi
dari Badan Pusat Statistik. perubahan harga. Dalam pemasaran cabe
Kesimpulan tidak terdapatnya asimetris merah baik di tingkat produsen, grosir, mau-
transmisi harga grosir konsumen juga ber- pun di tingkat konsumen sebelum periode
beda dengan penelitian Vavra dan Goodwin Oktober 2013 belum ada kebijakan khusus
(2005), namun sejalan dengan penelitian Pozo pemerintah dalam regulasi pengendalian
et al. (2013). Kedua penelitian tersebut sama- harga dan produksi. Namun setelah periode
sama menggunakan model TVEC dalam tersebut pemerintah baru mengeluarkan ke-
menguji transmi harga asimetris pada daging bijakan pengendalian atau pengamanan harga
sapi di Amerika Serikat namun dengan waktu dan pasokan melalui penetapan harga
yang berbeda. Kesimpulan tidak terdapatnya referensi berdasarkan Keputusan Dirjen PDN
asimetris transmisi harga produsen-harga nomor 118 tahun 2013. Harga referensi cabe
konsumen sejalan denga penelitian Sahara merah yang ditetapkan adalah Rp 26 300 per
kg. Penetapan harga referensi ini bertujuan
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
100 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 101
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
PERILAKU PASAR DALAM PEMASARAN kan keuntungan bagi petani adalah memilih
CABE MERAH saluran pemasaran dalam penjualan hasil
Analisis perilaku pasar dimaksudkan produksi. Dalam penjualan hasil produksi
untuk menggambarkan perilaku lembaga petani mempunyai dua pilihan saluran
pada rantai pemasaran cabe merah dalam pemasaran yaitu pedagang pengumpul dan
menghadapi situasi pasar. Karena dalam pasar induk. Petani biasanya tidak bisa
sampainya komoditas cabe merah ke tangan lansung menjual ke pasar eceran karena daya
konsumen akhir lembaga pemasaran yang tampungnya yang relatif terbatas dibanding
terlibat minimal terdiri petani, pedagang hasil panen yang akan dijual petani.
pengumpul, pedagang antar daerah (umum- Saluran pemasaran yang paling dekat
nya juga sebagai pengumpul), pedagang dengan petani adalah pedagang pengumpul.
besar (grosir), dan pengecer. Maka, analisis Pedagang pengumpul dalam rantai pe-
perilaku dilakukan terhadap petani, pe- masaran berfungsi sebagai distributor/
dagang pengumpul, pedagang grosir dan perantara sampainya produk dari petani ke
pengecer dengan menggunakan pendekatan pedagang besar atau pasar grosir. Dalam
deskriptif dan pendekatan game theory. aktifitas pembelian dan penjualan, biasanya
Pendekatan game theory difokuskan pada pedagang pengumpul telah menjalin mitra
tingkat petani dan pedagang pengecer sebagai baik dengan petani maupun dengan pe-
lembaga pemasaran akhir yang menjadi dagang di pasar induk. Pedagang pengumpul
perantara sampainya hasil produksi ke tangan di desa tidak hanya berfungsi sebagai pembeli
konsumen. hasil panen dari petani. Tetapi, juga berfungsi
Seperti produk pertanian umumnya sebagai fasilitator pembiayaan saat petani
struktur pasar cabe merah di tingkat petani butuh dukungan modal usaha atau butuh
yang mengarah pada pasar oligopsoni menye- pinjaman dana untuk memenuhi kebutuhan
babkan petani tidak mempunyai bargaining hidup lainnya. Dalam fungsinya sebagai
power dalam menentukan harga. Selain itu, fasilitator pembiayaan biasanya pedagang
harga yang berfluktuasi menyebabkan petani pengumpul tidak mengambil sejumlah
sulit memastikan perkiraan harga jual dan margin atau bunga kepada petani. Jangka
pendapatan yang akan diterima pada saat waktu pembayaran berdasarkan kesepakatan
panen. Hal ini membuat petani selalu dengan petani, yaitu sebelum masa panen
dihadapi oleh ketidakpastian atas kemung- atau setelah panen. Kebiasaan yang berlaku,
kinan untung atau rugi dalam berproduksi. petani yang melakukan pinjaman kepada
Dalam tahun yang sama harga bisa naik jauh seorang pedagang pengumpul cenderung
melebihi modal namun juga bisa jatuh ke menjual hasil penen ke pedagang pengumpul
tingkat yang lebih rendah bahkan dibawah tersebut. Hal ini merupakan keuntungan
biaya produksi. tersendiri bagi kedua belah pihak.
Pada saat harga melonjak tinggi semua Metode jual beli yang berlaku antara
lembaga pemasaran yang terlibat akan ke- petani dan pedagang pengumpul ada dua,
bagian untung sebesar margin keuntungan- yaitu transaksi lansung dan sistem titip.
nya. Akan tetapi, saat harga jatuh petani yang Pedagang pengumpul biasanya akan me-
pertama menderita kerugian. Sementara nerapkan sistim transaksi lansung jika
selama ini belum ada kebijakan khusus dari berhadapan dengan petani dadakan (petani
pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang tidak secara intensif bertanam cabe
harga cabe nasional terutama dalam pe- merah, biasanya menanam cabe merah dalam
ngendalian harga di tingkat produsen. Oleh skala dan hasil panen yang relatif kecil).
sebab itu petani harus mencari celah bagai- Dalam transaksi lansung petani menerima
mana memaksimumkan keuntungan dan harga berdasarkan tawar menawar dengan
meminimalisir kerugian terutama pada saat pedagang dan uang hasil penjualan lansung
harga jatuh. Salah satu stretegi memaksimum- diterima petani pada saat itu juga. Biasanya
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
102 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
harga yang ditawarkan saat transaksi lansung permintaan di pasar. Berdasarkan wawancara
relatif lebih rendah dibanding dengan sistem di lapangan diketahui bahwa pedagang grosir
titip. Sistem titip biasanya diterapkan pe- umumnya tergabung dalam asosiasi pe-
dagang pengumpul pada petani yang me- dagang besar dan mereka menguasai infor-
nanam cabe merah secara berkala dan masi dan kondisi permintaan penawaran
biasanya dengan skala besar. Pada sistem pasar cabe merah. Dalam menetapkan harga
titip, harga jual petani berdasarkan harga jual pedagang grosir akan menyesuaikan kondisi
pedagang pengumpul ke pasar induk namun permintaan dan penawaran di pasar dengan
petani masih bisa melakukan tawar menawar berkoordinasi baik antara sesama pedagang
dengan pedagang pengumpul. Petani mene- di pasar induk maupun dengan pedagang
rima uang setelah kembalinya pedagang pasar induk di daerah lain. Berdasarkan hal
pengumpul dari pasar induk. Dalam proses tersebut dapat dikatakan bahwa pedagang di
penjualan hasil panen ke pasar induk, pasar grosir secara kolektif mempunyai
pedagang pengumpul biasanya melakukan bargaining power dalam menetapkan harga
komunikasi dengan petani seputar harga pasar.
pasar yang berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian Azir (2002)
Dalam membeli hasil panen ke petani struktur pasar di tingkat pedagang grosir cabe
biasanya pedagang pengumpul akan me- merah saat bertindak sebagai pembeli ber-
nerapkan standar kualitas cabe merah bentuk oligopsoni murni. Hal ini karena
berdasarkan banyak atau tidaknya buah yang dalam prakteknya terdapat beberapa
busuk, kadar air dan besar buah. Pedagang hambatan bagi pendatang baru yang ingin
pengumpul akan bersedia membayar dengan masuk pasar. Hambatan tersebut berupa
harga yang lebih tinggi jika hasil panen modal yang besar dalam aktifitas jual beli,
mempunyai kualitas yang bagus. Oleh sebab sewa tempat yang relatif sulit karena biasanya
itu sebelum menjual hasil panen petani pedagang yang berjualan telah menempati
terlebih dahulu akan menyortir cabe merah tempat secara turun menurun. Selai itu, skill
yang busuk dan yang layak dijual. Harga beli dalam berdagang yang juga menjadi syarat
kepada petani berdasarkan harga jual ke dalam perolehan izin usaha. Saat bertindak
pedagang grosir. Hasil panen yang dibeli dari sebagai penjual, struktur pasar grosir ber-
para petani di kebun biasanya lansung dijual bentuk monopolistik. Hal ini dikarenakan
ke pasar grosir tanpa proses sortasi dan harga barang yang dijual ke pengecer
grading. berdasarkan kriteria mutu, sehingga sifat
Harga jual yang diterima pedagang produk telah terdiferensiasi.
pengumpul biasanya berdasarkan harga Dalam pemasaran cabe merah, pedagang
kesepakatan dengan pedagang di pasar grosir menjalankan fungsi pemasaran yang
induk. Walaupun demikian yang berperan lebih kompleks dibanding lembaga pe-
dalam menentukan harga adalah pedagang di masaran lain. Fungsi pemasaran yang
pasar induk. Sehingga, pedagang pengumpul dilakoni pedagang grosir berupa fungsi
dalam hal ini bertindak sebagai price taker. pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Dalam proses penjualan cabe merah ke pasar Fungsi pertukaran yaitu terkait dengan
induk, pedagang pengumpul terlebih dahulu aktifitas pembelian dan penjualan cabe
telah mengetahui pedagang grosir yang akan merah. Selisih antara harga beli dengan harga
ia tuju dan juga telah mendapat gambaran jual berkisar antara Rp 5 000 per kg hingga Rp
dari pedagang grosir. Pedagang pengumpul 6 000 per kg. Fungsi fisik yaitu terkait kegiatan
akan menerima pembayaran atas penjualan pensortiran cabe merah. Umumnya pedagang
ke pedagang grosir setelah 1-3 hari grosir akan mensortir ulang cabe merah yang
berikutnya. masuk ke pasar dan memisahkan cabe merah
Harga cabe merah di pasar grosir lebih berdasarkan kualitas. Cabe merah yang
ditentukan oleh kondisi jumlah pasokan dan paling bagus dijual dengan harga yang lebih
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 103
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
tinggi. Fungsi fasilitas yaitu terkait pemberian dengan pedagang grosir. Jika jumlah yang
modal kerja yang diberikan kepada mitra dibeli lebih dari 10 kg pedagang grosir akan
yang telah menjadi langganan. memberikan potongan harga antara 5%-10%
Dalam memperoleh pasokan, pedagang per kg.
grosir tidak terikat dengan satu atau beberapa Dalam rangka mendapatkan keuntungan
pemasok saja, walaupun telah mempunyai maksimum bagi pelaku pasar yang bertindak
langganan tetap. Selain pedagang pengumpul sebagai price taker diperlukan strategi dan
petani juga bisa menjual lansung hasil pro- tindakan yang tepat. Dalam penelitian ini
duksi ke pedagang grosir. Dalam prakteknya, dirumuskan analisis Game theory untuk
pedagang di pasar induk sebagian juga menelaah strategi yang akan memberikan
merupakan pedagang pengumpul di desa- hasil optimum pada petani dan pedagang
desa. Dalam menjamin kelancaran pasokan, pengecer. Lebih lanjut akan diuraikan pada
beberapa pedagang grosir ada yang menjalin sub bab berikut.
kontrak dengan petani berupa pinjaman
modal kerja. Pinjaman modal kerja diberikan STRATEGI HARGA DI TINGKAT PETANI
tanpa bunga dan tanpa bagi hasil. Sebagai
Meskipun dalam penjualan hasil pro-
balas jasa atas pinjaman, petani wajib menjual
duksi petani dikenal sebagai price taker
hasil panen kepada pemilik modal (pedagang
namun mereka masih mempunyai peluang
grosir) yang bersangkutan.
dalam meningkatkan penerimaan melalui
Pada tingkat pasar eceran, pedagang
pemilihan saluran pemasaran hasil produksi.
pengecer menghadapi kondisi pasar yang
Pada saat panen, pedagang pengumpul akan
mengarah pada pasar bersaing. Kemudahan
datang ke kebun untuk membeli hasil panen.
untuk masuk pasar relatif lebih mudah karena
Petani dapat memutuskan apakah akan
tidak membutuhkan modal yang begitu besar
menjual hasil penen ke pedagang pengumpul
dalam proses penjualan cabe merah.
yang datang ke kebun, menjual ke kelompok
Pedagang di pasar eceran menjual cabe merah
tani atau menjual lansung ke pasar induk
dengan berbagai jenis sayuran lain. Harga
terdekat. Jika merasa lebih diuntungkan
cabe merah yang terbentuk berdasarkan
menjual di kebun petani akan menjual hasil
harga yang berlaku di pasar. Pedagang
panen ke pedagang pengumpul atau ke-
pengecer mengambil margin Rp 5 000 sampai
lompok tani setempat. Harga beli yang
Rp 10 000 per kg dalam penjualan cabe merah.
ditawarkan pedagang pengumpul menjadi
Harga yang diterima masing-masing peda-
informasi yang berharga bagi petani dalam
gang pengecer berdasarkan harga kesepa-
memutuskan apakah akan menjual hasil di
katan atas tawar menawar dengan konsumen.
kebun atau memilih menjual lansung ke pasar
Berdasarkan wawancara dengan peda-
induk terdekat (Fafchamps dan Hill 2005;
gang pengecer diperoleh informasi bahwa
Courtois dan Subervie 2013).
masing-masing pedagang mempunyai stan-
Berdasarkan wawancara dengan petani
dar sendiri dalam dalam menawarkan harga
dan pedagang grosir diperoleh informasi
jual kepada konsumen. Jika kualitas cabe
bahwa meskipun petani dapat memilih
merah yang dimiliki bagus mereka berani
saluran penjualan, namun petani cenderung
menawarkan harga jual dengan margin
mengandalkan jasa pedagang pengumpul
mendekati Rp 10 000 per kg. Sebaliknya, jika
dalam menjual hasil panen dari pada menjual
kualitas cabe merah yang dijual kurang
lansung ke pasar induk. Padahal, Jika petani
pedagang pengecer akan menawarkan harga
menjual lansung ke pasar induk, ia bisa
dengan margin yang lebih rendah. Dalam
mendapakan harga jual yang lebih tinggi
mendapatkan komoditas, harga modal pem-
antara Rp 2 000 per kg sampai Rp 4 000 per kg
belian antara satu pedagang dengan pe-
dibanding menjual di kebun kepada
dagang lainnya berbeda-beda, tergantung
pedagang pengumpul atau kelompok tani.
jumlah pembelian dan kemampuan negosiasi
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
104 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Namun, petani harus menanggung beban jumlah pembelian cabe merah. Pedagang
angkut dan biaya transaksi penjualan. pengumpul akan mengambil margin rata-rata
Sementara jika menjual di kebun petani Rp 2 000 sampai Rp 4 000 per kg. Jika sepakat
tinggal terima bersih pada harga yang yang pada periode pertama, gaming selesai dan
disepakati namun dengan harga jual yang masing-masing pemain akan mendapatkan
lebih rendah. Akan tetapi, jika selisih payoff dari hasil barganing periode pertama.
keuntungan dengan menjual ke pasar induk Jika petani merasa lebih untung jika antar
lebih kecil dari biaya transportasi pilihan lansung ke pasar induk, maka ia menolak
menjual ke pasar induk tidak meng- tawaran pengumpul dan menjual hasil panen
untungkan bagi petani. Untuk itu perlu ke pasar. Gaming petani berlanjut ke periode
dirumuskan strategi yang memberikan berikutnya. Pada saat petani mengantar
pilihan optimum bagi petani. Untuk melihat lansung ke pasar induk ia akan menanggung
strategi optimum atas pilihan yang diambil biaya transportasi sebesar Rp 400 000 yang
petani dalam hal ini akan memanfaatkan meliputi sewa mobil pick up, sopir dan bahan
signaling game dengan model sequential bakar. Dalam hal ini petani akan menghadapi
bargaining game seperti Gambar 2. dua kemungkinan, yaitu akan mendapatkan
Ilustrasi sequential bargaining game harga yang lebih baik sesuai dengan eks-
Gambar 4 adalah sebagai berikut, pada saat pektasi atau sebaliknya. Petani akan men-
panen, pedagang pengumpul (biasanya lang- dapatkan payoff di periode ke dua jika harga
ganan tetap petani) datang ke kebun untuk yang diperoleh sesuai dengan ekspektasinya.
membeli hasil panen pada harga P1 dan Jika petani menjual di kebun, maka
menjual ke pasar induk pada harga P2. petani akan memperoleh penerimaan sebesar
Sebelum bertransaksi, petani terlebih dahulu Rp 1 137 500. Sementara keuntungan yang
telah mengetahui informasi harga pasar diperoleh pedagang pengumpul Rp 910 000
penjualan cabe merah. Pertimbangan petani (Keuntungan pedagang pengumpul hampir
jika memilih menjual ke pengumpul adalah sama dengan keuntungan petani). Jika petani
harga yang ditawarkan serta waktu dan biaya menjual lansung ke pasar induk dan men-
transportasi jika menjual ke pasar induk. Jika dapatkan kecocokan harga di pasar Induk,
petani sepakat dengan harga beli pengumpul maka keuntungan yang akan diperoleh
ia akan menjual seluruh hasil panen ke adalah sebesar Rp 1 647 500 (payoff petani).
pengumpul pada periode tersebut dengan Selisih keuntungan yang didapat dengan
harga P1 dan memperoleh keuntungan menjual lansung adalah Rp 510 000.
sebesar π1= P1xQ1–TC1, sementara pedagang Sementara pedagang pengumpul akan
pengumpul mendapat keuntungan sebesar λ1 kehilangan payoff Rp 910 000.
= (P2 – P1) x Q1 yaitu selisih harga jual ke Berdasarkan payoff yang diperoleh
pasar gosir dengan harga beli ke petani dikali disimpulkan bahwa dalam interaksi petani
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 105
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
106 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 107
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
keuntungan lebih. Akan tetapi langkah yang terjadi perubahan harga di pasar induk
diambil oleh pedagang pertama, pada periode sebagai pasar acuan akan ditransmisikan
selanjutnya juga akan diikuti oleh pedagang ke tingkat pasar produsen dan konsumen
kedua. Hal ini menyebabkan harga pasar dengan kecepatan yang sama.
menjadi lebih rendah dan masing-masing 2. Struktur pasar dan karakteristik cabe
pedagang mendapat keuntungan yang lebih merah mempengaruhi posisi pelaku pasar
rendah. pada suatu lembaga pemasaran dalam
Sementara ketika seorang pedagang penetapan harga. Struktur pasar yang
berniat untuk menerapkan harga yang lebih mengarah pada oligopsoni di tingkat
tinggi dari pasaingnya, ia akan kehilangan grosir memudahkan antara sesama
market share karena konsumen cenderung pedagang dalam berkoordinasi dan secara
mencari harga yang lebih rendah. Berdasar- kolektif mempunyai market power dalam
kan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa menentukan harga. Akan tetapi, dalam
strategi menetapkan harga jual berdasarkan pemasaran pemasaran cabe merah tidak
keinginan sendiri tidak menguntungkan bagi terdapat penyalahgunaan market power
pedagang karena tidak dapat menghasilkan oleh pedagang grosir. Sementara itu,
keseimbangan nash yang optimum bagi pelaku pasar di tingkat produsen dan
pedagang. Oleh sebab itu mengikuti harga konsumen bersifat price taker karena tidak
pasar merupakan strategi terbaik (nash mempunyai bargaining power dalam me-
equlibirium) yang efisien bagi pedagang, netapkan harga. Hal ini turut mendorong
karena memberikan payoff (harga) yang lebih transmisi harga antar lembaga pemasaran
besar baik bagi masing-masing pedagang. menjadi simetris.
Strategi perang harga, merupakan nash
equilibirium yang tidak efisien karena meng- SARAN
hasilkan payoff yang lebih lebih rendah 1. Berdasarkan kesimpulan bahwa transmisi
dibanding strategi harga pasar. Kondisi ini harga antar lembaga pemasaran cabe
menyebabkan harga yang berlaku di tingkat merah berjalan simetris dan harga di
pedagang pengecer cenderung homogen, tingkat grosir berpengaruh dominan
meskipun harga modal yang mereka peroleh terhadap pembentukan harga di tingkat
sedikit berbeda dengan pedagang lain. produsen dan konsumen, maka dalam
Masing-masing pedagang pengecer tidak menjaga kestabilan harga cabe merah
punya market power dalam mempengaruhi pemerintah dapat mengoptimalkan ke-
harga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bijakan harga premium dengan mengon-
harga yang terbentuk di tingkat pengecer trol harga di pasar grosir. Saat harga
berdasarkan mekanisme permintaan dan mengalami penurunan signifikan peme-
penawaran yang berlaku di pasar. Pada rintah dapat menerapkan kebijakan ekspor
kondisi ini perubahan harga di tingkat agar hasil produksi yang berlimpah di
pengecer hanya disebabkan oleh perubahan dalam negeri tidak membuat harga cabe
harga di tingkat grosir. Hal tesebut ikut merah menjadi rendah. Sebaliknya saat
menciptakan transmisi harga antara pasar terjadi kelangkaan pasokan pemerintah
konsumen dengan pasar hulunya berjalan dapat merealisasikan kebijakan impor
simetris. untuk mencegah fluktuasi peningkatan
harga yang lebih tinggi. Kebijakan ekspor
impor dianggap lebih efektif dan lebih
KESIMPULAN DAN SARAN rendah biayanya dibanding kebijakan lain
KESIMPULAN seperti kebijakan ceiling price pada beras.
1. Transmisi harga antar lembaga pemasaran 2. Dalam rangka meningkatkan harga jual
cabe merah berlansung simetris. Saat dan bargaining power di tingkat petani
perlu peran aktif petani dalam meng-
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
108 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110 109
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game…
110 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-110
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Transmisi Harga dan Sequentil Bargaining Game… Elvina, Muhammad Firdaus, dan Anna Fariyanti