Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan sebuah bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan berbentuk biopsikososial dan spiritual yang komprehensif,

ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat

yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Pada hakekatnya keperawatan

merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorentasi pada pelayanan

memiliki empat tingkatan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta

pelayanan mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keluruhan.

(Hidayat. A, 2004: 14).

Oleh kerena itu, kesehatan yang optimal baik fisik, mental, social maupun

spiritual merupakan tujuan utama dalam pelayanan kesehatan. Untuk

mencapainya tujuan tersebut dapat dilakukan melalui tiga langkah konkrit yaitu

promotif (upaya peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan terhadap

berbagai gangguan kesehatan dan keperawatan dengan tidak melupakan upaya

pengobatan dan perawatan) dan rehabilitatif (pemulihan dalam meningkatkan

kesehatan masyarakat). Ketiga tindakan ini sangat diperlukan dalam pelayanan

kesehatan utamanya dalam penanganan berbagai masalah kesehatan masyarakat.

(Hidayat. A, 2004: 14).

1
Anak sebagai manusia yang unik dan sulit dimengerti oleh karena itu

masyarakat kurang paham dengan perkembangan anak, jika anak sakit orang tua

hanya beranggapan bahwa hal itu wajar dan sering. Perlu diketahui bahwa anak

adalah generasi penerus selanjutnya. Oleh karena itu anak sangat membutuhkan

perkembangan fisik dan mental yang baik (Supartini, 2004: 188).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang berencana

atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit, menjalani terapi

dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004: 188).

Di Rumah Sakit, anak harus menghadapi lingkungan yang asing, pemberi

asuhan yang tidak dikenal, dan gangguan terhadap gaya hidup mereka. Seringkali

mereka harus mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan

kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui. Karenanya untuk memenuhi

kebutuhan anak yang dihospitalisasi, sangatlah penting bagi perawat pediatrik

untuk memiliki pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan, termasuk

pemahaman tentang proses kognitif dan arti hospitalisasi. Penyakit yang sering

ditemukan pada anak adalah kejang demam (Wong, 2003: 333).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstra kranium. Dan

penyebab terjadinya kejang demam belum diketahui secara pasti namun sering

disebabkan infeksi OMA, gangguan pada fungsi otak pernapasan atas, anemia,

infeksi saluran kemih, obat-obatan dan ketidak seimbangan kimia seperti

hipoklikimia dan antidosis (Ngastiyah, 2005: 51).

2
Menurut data dari WHO Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di

Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Terjadi pada umur 2-5%

anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama

kalinya pada usia > 3 tahun (Nurul Itqiyah/online/diakses 2012).

Di Indonesia dilaporkan lebih tinggi kira-kira 20% kasus merupakan kejang

demam kompleks. Pada tahun ke 2 kehidupan (17-3 bulan) kejang demam sedikit

lebih sering pada laki-laki, insidensi tertinggi pada umur 18 bulan (Pusponegoro,

2004: 209)

Sedangkan data yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan kasus

kejang demam pada tahun 2012 kira-kira 33% anak akan mengalamai satu kali

rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak dalam perawatan khusus.

(Dinkes/online/diakses 2017).

Insiden yang didapat dari Rekam Medik BLUD RS Tenriawaru kelas B

Watampone tiga tahun terakhir yaitu 2014 sebanyak 78 orang (0,78%), tahun

2015 yaitu 78 orang (0,78%), tahun 2016 yaitu 75 orang (0,75%).

Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas dan hasil penentuan kasus

pada ujian akhir program, maka penulis tertarik untuk membuat laporan karya

tulis ilmiah dengan judul “Asuhan keperawatan pada klien An”E” dengan

gangguan sistem neurologis: kejang demam di ruang Perawatan Anak

Kamar 1 BLUD RS Tenriawaru Kelas B Watampone tanggal 24 September-

26 September 2017”.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menganggap perlu adanya

rumusan masalah yang dijadikan sebagai pokok pembahasan dalam karya tulis

ilmiah ini sebagai berikut:

1. Bagaimana cara melakukan pengkajian pada penyakit kejang demam?

2. Bagaimana cara menetapkan diagnosa keperawatan pada penyakit kejang

demam?

3. Bagaimana membuat perencanaan keperawatan pada penyakit kejang demam?

4. Bagaimana cara melakukaan tindakan keperawatan pada penyakit kejang

demam?

5. Bagaimana cara melakukan dan menganalisa tindakan keperawatan pada

penyakit kejang demam?

6. Bagaimana melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien

dengan penyakit kejang demam?

7. Bagaimana membahas kesenjangan antara teori dan kasus pada penyakit kejang

demam?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran yang nyata dalam melaksanakan asuhan

keperawatan pada klien An”E” dengan gangguan sistem neurologis: kejang

4
demam di ruang perawatan Anak 1 RSUD Tenriawaru kelas B Watampone

dari tanggal 24-26 Mei 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memperoleh gambaran nyata dalam melaksanakan pengkajian

asuhan keperawatan pada klien An”E” dengan gangguan sistem

neurologis: kejang demam.

b. Untuk memperoleh pengalaman nyata tentang diagnosa asuhan

keperawatan pada klien An”E” dengan gangguan sistem neurologis: kejang

demam.

c. Untuk memperoleh pengalaman nyata tentang perencanaan pada asuhan

keperawatan klien An”E” dengan gangguan sistem neurologis: kejang

demam.

d. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan tindakan

asuhan keperawatan pada klien An”E” dengan gangguan sistem

neurologis: kejang demam.

e. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksakan evaluasi

keperawatan pada klien An”E” dengan gangguan sistem neurologis: kejang

demam.

f. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan proses

pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien An”E” dengan

gangguan sistem neurologis: kejang demam.

5
D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan pada BLUD RS Tenriawaru Kelas B Watampone

dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit

pada umumnya dan menekan angka kejadian kejang demam pada khususnya

klien An”E” dengan gangguan sistem neurologis: kejang demam.

2. Bagi Klien dan Keluarga

Sebagai bahan masukan bagi klien dalam meningkatkan pengetahuan yang

berkaitan dalam pencegahan, perawatan, dan pengobatan dalam pemenuhan

gangguan sistem neurologis: kejang demam.

3. Bagi penulis

Sebagai bahan masukan penulis dalam rangka memperoleh pengalaman

nyata dan menerapkan ilmu yang didapatkan selama dalam pendidikan terutama

dalam penerapan asuhan keperawatan pada An”E” dengan gangguan sistem

neurologis: kejang demam.

E. Metode Penulisan

Untuk memdapatkan data-data yang dibutuhkan pada penulisan ini, penulis

menggunakan metode-metode, sebagai berikut :

6
1. Studi kepustakaan

Dalam hal ini yang diperoleh penulis berupa data secara teoritis dengan

menggunakan bahan bacaan berupa buku-buku kepustakaan, dan internet yang

ada hubungannya dengan judul karya tulis ilmiah yaitu kejang demam.

2. Studi kasus

Penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan konfrehensif pada

salah satu kasus kejang demam yakni An”E” diruang perawatan anak RSUD

Tenriawaru Kelas B Watampone yang meliputi pengkajian penetapan diagnosa,

penyusunan rencana keperawatan, pelaksanaan serta evaluasi.

Untuk menghimpun data informasi dalam pengkajian dapat digunakan tehnik :

a. Wawancara

Mengumpulkan data dengan melakukan tanya jawab pada klien, keluarga

klien An”E”, perawat dan pihak lain yang dapat memberikan data informasi

yang dibutuhkan.

b. Pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan fisik terhadap klien meliputi inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi.

c. Observasi

Pengamatan langsung denga cara melakukan pemeriksaan yang berkaitan

dengan perkembangan keadaan klien An”E” studi dokumentasi.

7
Mengambil data yang tercantum dalam status klien An”E” yang dibutuhkan

seperti pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan

lainnya.

F. Tempat dan kegiatan praktek

Kegiatan pengambilan kasus ini dilaksanakan di ruang perawatan anak 1

kamar 1 RSUD Tenriawaru kelas B Watampone, mulai tanggal 24 Mei sampai 26

Mei 2017.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas penulis akan menguraikan secara

singkat dalam bentuk bab dan sub bab penulisan karya tulis, maka penulis akan

menyusun menjadi 5 bab, yaitu:

1. BAB I : PENDAHULUAN

Didalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metodeologi penulisan, tempat

kegiatan pengambilan kasus dan sistematika penulisan.

2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan konsep-konsep dasar medis atau teori yang

mendasari judul penulisan karya tulis akan menguraikan dalam urutan-urutan,

yaitu Konsep dasar medis (meliputi: anatomi fisiologi, pengertian, klasifikasi,

etiologi, insiden, patafisiologi, manfestasi klinik, komplikasi, tes diagnostic,

penatalaksanaan medik). Konsep dasar asuhan keperawatan, (meliputi:

8
pengkajian data, diagnosa keperawatan yang lasim muncul, dampak

penyimpangan KDM, rencana tindakan keperawatan dan evaluasi

3. BAB III : TINJAUAN KASUS

Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil pengkajian keperawatan, dan

analisa kasus berdasarkan pengkajian keperawatan, data focus, analisa data,

diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan serta cacatan perkembangan.

4. BAB IV : PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan tentang kesenjangan mengenai pembahasan secara

teori dan fakta yang yang ditemukan dalam penerapan asuhan keperawatan.

5. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN.

6. DAFTAR PUSTAKA.

7. LAMPIRAN–LAMPIRAN.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Anatomi Fisiologi Neurologis

a. Anatomi

1) Otak

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak dan

serebellum. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit,dan tulang

yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan

mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu

rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat

mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang karena otak merupakan

alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari

semua alat tubuh (Sylvia. A, 2005: 1171).

Sumber : 2.1 struktur anatomi otak tengah


Amilaingefoji.blogspot.com/09/08/2012

10
(a) Otak besar (cerebrum)

Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang mengisi

dari setengah masa otak. Permukaannya berasal dari bagian yang

menonjol dan lekukan. Cerebrum dibagi dalam empat lobus yaitu

lobus frontalis, (bertanggung jawab untuk proses berpikir). lobus

parietalis (area sensoris), lobus occipitalis (mengandung area visual

yang menerima sensasi dari mata), lobus temporalis (mengandung area

auditori yang menerima sensasi dari telinga) (Setiadi, 2007: 215).

(b)Otak kecil

Terletak dalam fosa cranial posterior, di bawah tentorium

cerebellum bagian posterior dari pons varoli dan medulla oblongata.

Cerebellum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh fermis.

Berat cerebellum lebih kurang 150 gram dari berat otak seleruhnya

(Setiadi, 2007: 217).

(c) Batang otak

Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang

otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata. Otak

tengah menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer

serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik san sebagai

pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons teretak di depan

serebelum antara otak tengah dan medulla dan merupakan jembatan

antara dua bagian serebelum, pons berisi jaras sensorik dan motorik.

11
Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke

medulla spinalis dan serabut-serabut sensorik dan medulla spinalis ke

otak. Pons juga berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol

jantung, pernapasan dan tekanan darah dan sebagai saraf-saraf otak

kelima sampai kedelapan (Smeltzer & Bare, 2001: 2078).

2) Meningen

Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan

sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa

pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil

benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan (Syaifuddin, 2006:

275).

Duramater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang

berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Di bagian tengkorak terdiri dari

selaput tulang tengkorak dan dura mater propia di bagian dalam. Rongga

ini dinamakan sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua

hemisfer otak (Syaifuddin, 2006: 275).

Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang

memisahkan dura mater dengan pia mater membentuk sebuah kantong

atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh saraf sentral

(Syaifuddin, 2006: 276).

Piamater (lapisan dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat pada

permukaan jaringan otak. Piamater berhubungan dengan arahnoid

12
melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel (Syaifuddin,

2006: 276).

(d)Fisiologi

Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot,

peristiwa viseral yang berubah dengan cepat, menerima ribuan informasi

dari berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya untuk

menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh. Membran sel bekerja

sebagai suatu sekat pemisah yang amat efektif dan selektif antara cairan

ekstraselular dan cairan intraseluler. Didalam ruangan ekstraselular, disekitar

neuron, terdapat cairan intraselular. Di dalam ruangan ekstraselular, disekitar

neuron, terdapat cairan dengan kadar ion natrium dan klorida. Sedangkan

dalam cairan intraselular terdapat kalium dan protein yang lebih tinggi.

Perbedaan komposisi dan kadar-kadar ion-ion di dalam dan di luar sel

mengakibatkan timbulnya suatu potensial lsitrik dan permukaan membran

neoron disebut potensial membran (Syaifuddin, 2006: 281).

Fungsi cerebellum mengembalikan tonus otot di luar kesadaran yang

merupakan suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan

pengendalian terhadap perubahan ketegangan dalam otak, mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh (Setiadi, 2007: 217).

2. Pengertian

Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu

diatas 38,4°C rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan

13
elektrolit akut, terjadi pada usia diatas 1 bulan dan tidak ada riwayat kejam

tanpa demam sebelumnya (Pusponegoro: 2004: 209).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan (suhu

tubuh suhu rectal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstra cranium

(Ngastiyah: 2005: 51 ).

Kejang demam adalah suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak

dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktivitas otak

yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan

(Hidayat. A, 2012: 89).

3. Klasifikasi Kejang Demam

Kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu (Pusponegoro, 2004: 209):

a. Kejang demam sederhana

Apabila bersifat umum, singkat dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam.

b. Kejang demam kompleks

Apabila kejang bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15 jam atau berulang

dalam 24 jam.

4. Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan

infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan

infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang

(Mansjoer Arif, 2005: 48).

14
5. Insiden

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika

Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi kira-kira 20% kasusu

merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada

tahun kedua kehidupan (17-23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada

laki-laki. (Mansjoer Arif, 2005: 434).

Terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai 3 tahun, insiden tertinggi

pada umur 18 bulan. Kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana

dan kompleks. (Puspnegoro, 2004: 209)

6. Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 38°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan

suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dalam waktu

yang singkat terjadi difusi dari ion-ion kalium maupun ion-ion natrium melalui

membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke

membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neuron transmitter

dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan

tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang akan menderita

kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang yang rendah

15
kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedang anak dengan ambang kejang tinggi

kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40° C atau lebih.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya

dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tapi kejang yang berlangsung lama lebih

dari 15 menit biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipopalsemia, asodosis

laktat disebabkan oleh metabolism anaerobic. Faktor terpenting adalah

gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan

permealibitas kapiler dan timbul edema otak yang berlangsung lama yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Oleh karena itu kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga

terjadi epilepsi (Ngastiyah: 2005: 28).

6. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik kejang demam, yaitu (Mansjoer Arif, 2004: 435):

a. Terjadinya kenaikan suhu badan tinggi dan cepat yang disebabkan oleh

infeksi diluar susunan saraf pusat.

b. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam

berlangsung singkat dan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,

klonik, fokal atau akinetik.

c. Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu kejang berhenti anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberpa detik atau menit

anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya defisit neurologis.

16
d. Bentuk kejang yang lain seperti mata terbalik ke atas dengan disertai

kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului

kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

e. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%

berlangbsung lebih dari 15 menit.

f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam

sampai beberapa hari. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering

terjadi pada kejang demam yang pertama.

6. Komplikasi

Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu

(Lumbantobing, 2005: 31):

a. Kerusakan otak

Terjadi melalui neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat

yang mengikat resptor yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel

otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.

b. Retardasi mental

Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

7. Teks diagnostik

a. Anamnesis

Anamnesis kejang demam (Pusponegoro, 2004: 209):

1) Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat

kejang

17
2) Riwayat perkembangan kejang, kejang demam dalam keluarga, epilepsy

dalam keluarga

3) Singkirkan penyebab kejang lainnya

b. Pemeriksaan fisik

Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningen, tanda peningkatan

tekanan intraktranial, tanda infeksi diluar SSP (Pusponegoro, 2004: 209).

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang kejang demam (Pusponegoro, 2004: 209):

1) Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari

penyebab kejang demam. Pemeriksaan dapat meliputi darah verifier

lengkap, gula darah, elekrolit, kalsium serum, urin atau feses.

2) Fungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia dibawah 12 bulan,

dianjurkan pada anak berusia 12-18 bulan.

3) Pemeriksaan imagim (CT scan atau MRI)

8. Penatalaksanaan Medik

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan

yaitu memberantas kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang,

memberikan pengobatan rumat, dan mencari dan mengobati penyebab,

(Ngastiyah, 2005: 168), yaitu:

a. Memberantas kejang secepat mungkin

Bila pasien datang dalam keadaan status konvolsivus, obat pilihan utama

adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Keampuhan diazepam

18
yang diberikan secara intravena ini tidak perlu dipersoalkan lagi karena

keberhasilan untuk menekang kejang sekitar 80%-90%. Efek teraupetiknya

sangat cepat, yaitu kira-kira 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang

serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara berlahan dan dosis

tidak melebihi 50 mg per suntikan. Setelah suntikan pertama secara

intravena ditunggu 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan

kedua dengan dosisi yang sama juga intravena. Setelah 15 menit suntikan

kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama akan

tetapi pemberiannya secara intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.

Bila belum berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4% secara

intravena. Apabila belum berhenti diberikan diazepam mealui rectum.

b. Pengobatan penunjang

Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya

pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala

sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan

napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan

intubasi dan pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen.

Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah dan nadi, fungsi

jantung diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan

dipaantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Bila terdapat tekanan

19
intrakranial yang meninggi jangan diberikan cairan dengan kadar natrium

yang terlalu tinggi. Jika suhu meningkat dilakukan kompres alkohol dan es.

c. Pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja

diazepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah

disuntikkan; oleh karena itu harus diberikan obat antipiretik dengan daya

kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau defenilhidanitonin.

Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien.

Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis

intermitan dan pengobatan profilaksis jangka panjang (Ngastiyah, 2005:

169).

1) Profilaksis intermitan

Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari diberikan

obat campuran antikonfulsan dan antiperetika misalnya aspirin, dosis

teraupetik yang stabil didalam darah.

2) Profilaksis jangka panjang

Untuk menjamin terdapatnya dosis teraupetik yang stabil dan cukup di

dalam darah pasien untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.

Ini diberikan pada keadaan 1) epilepsi yang diprovokasi demam atau 2)

yang telah disepakati pada konsensus bersama ialah pada semua kejang

demam yang mempunytai ciri a) terdapatnya gangguan perkembangan

saraf seperti paralisis dan retardasi perkembangan, b) bila kejang

20
berlangsung lebih dari 15 menit, bersifal fokal atau diikuti kelainan saraf

yang sementara atau menetap, c) bila terdapat riwayat kejang tanpa

demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara, d) pada kasus

tertentu yang dianggap perlu yaitu bila kadang-kadnag terdapat kejang

berulang atau kejang demam pada bayi berumur di bawah usia 12 bulan.

3) Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi

oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis

media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati

penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demnam yang datang

untuk pertama kali sebaiknya dilakukan fungsi lumbal untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi di dalam otak

misalnya meningitis. Pada pasien yang diketahui kejang lama

pemeriksaan lebih intensif seperti pungsi lumbal, darah lengkap, gula

darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faat hati. Bila perlu

rontgen foto tengkorak.

21
B. Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam

melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat yang

berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien terhadap

penyakitnya (Tarwoto, 2006: 35).

Tahap-tahap proses keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawataan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Tujuan dari pengkajian adalah untuk mengumpulkan, mengorganisir, dan

mencatat data yang telah menjelaskan respon manusia yang mempengaruhi pola

kesehatan klien (Handayaningsih, 2009: 35).

Pengkajian kejang demam sebagai berikut (Wong. M, 2003: 576-578):

a. Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan kejadian pranatal,

perinatal, dan neonatal; adanya contoh infeksi, apnea, kloik, atau menyusui

yang buruk, informasi mengenai kecelakaan atau penyakit serius

sebelumnya.

b. Kaji riwayat aktivitas kejang yang mencakup hal-hal berikut:

1) Gambaran perilaku anak selama kejang,

2) Usia awitan,

22
3) Waktu ketika kejang terjadi-waktu, ketika tidur atau terjaga, hubungan

dengan makan, adanya faktor pencetus yang dapat menimbulkan kejang,

misl; infeksi, demam), jatuh yang menyebabkan trauma kepala, ansietas,

keletihan, aktivitas,

4) Durasi, perkembangan dan adanya perasaan atau perilaku pasca kejang.

c. Lakukan pengkajian fisik dan neurologi

d. Bantu dalam prosedur diagnostik dan pengujian, mis; elektro ensefalografi,

tomografi, radiografi tengkorak, skan otak, kimia darah, glukosa serum, tes

khusus untuk gangguam metabolik.

e. Obsevasi kejang

Jelaskan hal-hal berikut:

1) Hanya hal-hal yang harus diobservasi dengan benar, urutan kejadian

(sebelum kejang, selama, setelah kejang)

2) Durasi kejang

Tonik-klonik dari tanda-tanda pertama kejadian kejang sampai sentakan-

sentakanya berhenti.

Tanpa kejang dari kehilangan kesadaran sampai pasien sadar kembali.

f. Mata

Posisi-lurus menyimpang keatas, menyimpang keluar, konjugasi atau

divergen.

Pupil (bila mampu untuk mengkaji) perubahan pada ukuran, kesamaan

reaksi terhadap sinar atau akomodasi.

23
g. Upaya pernapasan

Ada dan lamanya apnea, adanya sterior (mengorok)

h. Lain-lain

Berkemih involunter, defekasi involunter

i. Observasi pasca kejang:

1) Masa pasca kejang

2) Metode terminasi

3) Staus kesadaran-tidak responsif, mengantuk, konfusi

j. Kemampuan motorik:

Adanya perubahan pada kekuatan motorik, kemampuan untuk

menggerakkan semua ekstremitas, adanya paresis atau kelemahan.

k. Bicara: berubah, aneh, jenis dan luasnya kesulitan.

l. Sensasi:

Keluhan tidak nyaman atau nyeri, adanya kerusakan sensori dari

pendengaran penglihatan.

Pengumpulan kembali sensasi pra-kejang, peringatan serangan, kesadaran

bahwa sensasi sudah mulai terjadi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diganosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau

kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan

24
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah dan merebah. (Nursalam, 2005: 35).

Diagnosa keperawatan yang mungkin didapatkan pada klien menurut

(Wong. M, 2003: 577), yaitu:

a. Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kontriksi pembuluh

darah.

b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dalam tubuh.

c. Resiko terjadi bahaya/komplikasi berhubungan dengan kelemahan, kesulitan

keseimbangan.

d. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit berhubungan dengan

kurang informasi.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada

diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa

keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi. (Nursalam, 2005: 51).

a) Diagnosa I: Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kontriksi

pembuluh darah.

Tujuannya: Untuk mengurangi supaya tidak terjadi kerusakan pada sel otak.

25
Tabel 2. 1
Intervensi dan Rasional pada Klien An”E” dengan diagnosa : resiko
terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kontriksi
pembuluh darah
Intervensi Rasional
- Pertahankan tirah baring dengan - Perubahan tekanan CSS
posisi kepala datar . mungkin merupakan potensi
adanya resiko pada batang otak.
- Pantau tanda-tanda vital sesuai - Untuk memerlukan tindakan
indikasi. medis secepatnya.
- Pantau status neurologis dengan - Pengkajian kecenderungan
teratur. adanya perubahan tingkat
kesadaran.
- Pantau pernapasan, catat pola dan - Tipe dari pola pernapasan
irama pernapasan. merupakan tanda yang berat dari
adanya peningkatan TIK.
- Berikan waktu istirahat antara - Mencegah kelelahan berlebihan.
aktifitas perawatan dan batasi
lamanya tindakan tersebut.
- (Kolaborasi) tinggikan kepala - Peningkatan aliran vena dari
tempat tidur sekitar 15-45 derajat kepala akan menurunkan TIK

26
b) Diagnosa II: Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses invasi

kuman dalam tubuh.

Tujuanya : Untuk normalkan suhu tubuh

Tabel 2. 2
Intervensi dan Rasional pada Klien An”E” dengan diagnosa: peningkatan suhu
tubuh berhubungan dengan proses invasi kuman tubuh
Intervensi Rasional
- Observasi tanda-tanda vital - Untuk memberikan tindakan
keperawatan selalnjutnya.
- Anjurkan untuk banyak istirahat - Untuk memberikan rasa
nyaman.
- Anjurkan untuk kompres air - Untuk menurunkan suhu tubuh.
dingin.
- Anjurkan banyak minum - Untuk mencegah terjadinya
kekurangan volume cairan.
- Kolaborasi pemberian obat anti - Untuk mencegah terjadinya
piretik dan anti biotik peningkatan suhu tubuh yang
tinggi.

c) Diagnosa III : Resiko terjadi bahaya/komplikasi berhubungan dengan

kelemahan, kesulitan keseimbangan

Tujuannya: Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan

keamamanan, mempertahankan aturan pengobatan untuk

menghilangkan aktifitas kejang, mengungkapkan pemahaman

faktor yang menunjang kemungkinan trauma.

27
Tabel 2. 3
Intervensi dan Rasional pada Klien An”E” dengan diagnosa: resiko terjadi
bahaya/komplilasi berhubungan dengan kelemahan, kesulitan keseimbangan
Intervensi Rasional
- Kaji bersama-sama pasien - Alcohol, berbagai obat dan
berbagai stimusi yang dapat stimulasi lain dapat
menjadi pencetus kejang. meningkatkan aktifitas. Otak.
- Pertahankan bantalan lunak pada - Mengurangi trauma saat kejang
penghalang tempat tidur dengan terjadi selama pasien berada
posisi tempat tidur rendah. ditemmpat tidur.
- Evaluasi kebutuhan untuk - Penggunaan penutup kepala
perlindungan pada kepala. dapat memberikan perlindungan
tambahan.
- Pertahankan tirai baring secara - Pasien mungkin tidak dapat
ketat jika pasien mengalami beristirahat untuk bergerak atau
tanda-tanda fase protnormal. melepaskan diri suatu keadaan
Jelaskan perlunya kegiatan ini. selama fase aura, namun
bergerak dengan mempedulikan
fase aura.
- Atur kepala, tempatkan diatas
- Mengarahkan ekstremitas
dareah yang empuk.
dengan hati-hati, menurunkan
trauma secara fisik.
- Membantu untuk melokalisasi
- Catat tipe dari aktifitas kejang.
daerah otak yang terkena.
- Lakukan penilaian
- Mencatat keadaan posiktal dan
neurologis/tanda-tanda vital
waktu penyembuhan pada
setelah kejang, missal: tingkat
keadaan normal.
kesadaran, tekanan darah, nadi
dan pernapasan.
- Menurunkan terjadinya risiko
- Masukkan jalan napas buatan

28
Intervensi Rasional
yang terbuat dari plastic/biarkan terjadinya trauma mulut tetapi
pasien menggigit benda lunak tidak boleh dipaksa atau di
antara gigi (jika rahang sedang masukkan ketika gigi-gigi
relaksasi) miringkan kepala sedang mengatup kuat karena
kesalah satu sisi/lakukan kerusakan karena kerusakan
penghisapan pada jalan napas pada gigi dan jaringan lunak
sesuai indikasi. dapat terjadi dan juga membantu
mempertahankan jalan napas.

- Menurunkan risiko pasien


- Gunakan thermometer dengan
menggigit dan menhancurkan
bahan metal atau dapatkan suhu
thermometer yang terbuat dari
melalui lubang telinga jika perlu.
kaca atau kemungkinan
mengalami trauma jika tiba-tiba
aktivitas kejang.
- Memberikan kesempatan pasien
- Diskusikan adanya tanda-tanda
untuk melindungi diri sendiri
kejang (jika memungkinkan) dan
dari trauma dan mengenali
pola kejang yang biasa dialami.
perubahan yang perlu di
Ajarkan orang terdekat pasien
sampaikan pada dokter/pada
untuk mengenali tanda-tanda
intervensi selanjutnya.
awal dari kejang tersebut dan
Mengetahui apa yang dilakukan
bagaimana merawat pasien
ketika kejang terjadi dapat
selama dan setelah serangan
mencegah trauma/komplikasi
kejang.
dan menurunkan perasaan tak
berdaya dari orang terdekat.
- Obat anti kejang meningkatkan
- Kolaborasi: Berikan obat sesuai

29
Intervensi Rasional
indikasi: ambang kejang dengan
- Obat antiepilepsi meliputi fenitoin menstabilkan membrane sel
(dilanting). saraf.
- Diazepam
- Pantau kadar sel darah, elektrolit - Dapat digunakan tersendiri
dan glukosa. sebagai obat pilihan pertama
untuk menekang kejang.
- Pantau/catat kadar obat kejang - Mengidentifikasi factor-faktor
yang berhubungan dengan efek yang memperberat/menurunkan
samping dan frekuensi dari ambang kejang.
aktivitas kejang yang terjadi. - Kadar teraupetik standar
mungkin tidak optimal pada
pasien individual jika terjadi
efek samping yang merugikan
atau kejangnya tidak terkontrol.

30
d) Diagnosa IV: Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan

kurang informasi.

Tujuannya : Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai

ransangan yang dapat meningkatkan aktifitas kejang, memulai

perubahan perilaku.

Tabel 2. 5
Intervensi dan Rasional pada Klien An”E” dengan diagnosa: kurang
pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang informasi
Intervensi Rasional
- Jelaskan kembali mengenai - Memberikan kesempatan untuk
fatofisioligi/proknosis penyakit menklarifikasi kesalahan
dan perlunya pengobatan/ persepsi dan keadaan penyakit
penanganan dalam jangka waktu yang ada sebagai sesuatu yang
yang lama sesuai indikasi. dapat ditangani dengan cara
normal.
- Tinjau kembali obat-obat yang - Tidak adanya pemahaman
didapat. Penting sekali memakan terhadap obat-obat yang didapat
obat sesuai petunjuk, dan tidak merupakan penyebab dari
menghentikan pengobatan tanpa kejang yang terus menerus tanpa
pengawasan obat, termasuk henti. Bergantung pada obat dan
petunjuk untuk pengurangan frekuensinya, pasien dapat
dosis. diinstruksikan untuk
menentukan obat yang tepat.
- Dapat menurunkan iritasi
- Berikan petunjuk yang jelas pada
lambung, mual/muntah.
pasien untuk minum obat
bersamaan waktu makan jika
memungkinkan.

31
Intervensi Rasional
- Berikan informasi tentang - Pengetahuan mengenai
interaksi obat yang potensial dan pengguanaan obat antikonvulsan
pentingnya untuk pemberian menurunkan resiko obat yang
perawatan yang lain dari diresepkan yang dapat
pemberian obat tersebut. berinteraksi yang selanjutnya
mengubah ambang kejang.

4. Implementasi

Implementasi adalah langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)

yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004:

122).

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen),

dan tindakan kolaborasi (Tarwoto, 2006: 6).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan

perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,

perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2005: 71).

32
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Biodata

1. Identitas klien

a. Nama/nama panggilan : An”E”

b. Tempat tanggal lahir/Usia : 2 tahun

c. Jenis kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Pendidikan : Belum Sekolah

f. Alamat : Bajoe

g. Tanggal masuk : 23 September 2017

h. Tanggal pengkajian : 24 September 2017

i. Diagnose medik : Kejang demam

2. Identitas orang tua

a. Ayah

1) Nama : Tn”B”

2) Umur : 30 tahun

3) Pendidikan : SMA

4) Pekerajaan atau sumber penghasilan : Wiraswasta

5) Agama : Islam

33
6) Alamat : Bajoe

b. Ibu

1) Nama : Ny ”S”

2) Umur : 30 tahun

3) Pendidikan : SMP

4) Pekerajaan atau sumber penghasilan : IRT

5) Agama : Islam

6) Alamat : Bajoe

c. Identitas saudara kandung

Tabel 3.1
Identitas Saudara Kandung pada klien An. E dengan gangguan sistem neurologis:
kejang demam di ruang perawatan anak RSUD Tenriawaru Watampone
No Nama Usia Hubungan Status
Kesehatan
1. An. M 13 Tahun Saudara Kandung Sehat
2. An. N 10 Tahun Saudara Kandung Sehat
3. An. I 5 Tahun Saudara Kandung Sehat

3. Alasan Masuk Rumah Sakit

Klien masuk Rumah Sakit pada tanggal 23 Mei 2017 dengan keluhan

kejang yang disertai demam sejak 2 hari yang lalu. Dimulai dengan klien

demam yang tinggi dan orang tua klien memutuskan untuk membawa anaknya

ke Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.

34
4. Keluhan utama Demam

5. Riwayat kesehatan

a. Riwayat sekarang

Saat dikaji tanggal 24 September 2017 klien masih demam dengan suhu

badan 38°C, ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah mandi, ibu klien

mengatakan anaknya demam, rewel, ibu klien mengatakan anaknya malas

makan bubur dan minum susu.

b. Riwayat kesehatan lalu

1) Pre Natal Care

a) Pemeriksaan kehamilan : Setiap bulan

b) Keluhan selama hamil : Muntah-muntah

c) Kenaikan berat badan : 48-60 Kg

d) Imunisasi TT : 2 kali

e) Golongan darah ayah : B, golongan darah Ibu : A

2) Natal

a) Tempat melahirkan : Rumah

b) Lama dan jenis persalinan : Normal

c) Penolong persalinan : Bidan

d) Komplikasi waktu lahir : Tidak ada

3) Post natal

a) Kondisi bayi : BB = 3,3 Kg PB = 47 cm

b) Anak tidak mengalami penyakit kuning, kebiruan dan kemerahan.

35
c) Riwayat kesehahatan keluarga : Tidak ada riwayat keluarga

c. Genogram

GI ? ? ?

40 35 ?
? ? ?
G II
30 30

13thn 10thn 5th 2thn


n n nn1
G III
thn

Keterangan:

: Laki-laki : Klien

: Perempuan : Meninggal

? : Usia tidak di ketahui : Garis Keturunan

……. : Garis serumah : Garis Hubungan

GI : Orang tua dari pihak ayah semuanya masih hidup, sedangkan orang tua dari

pihak ibu, ayah sudah meninggal karena faktor usia sedangkan ibu masih

hidup.

GII : Ayah klien anak ke dua dari empat bersaudara dan ibu klien anak ketiga dari

empat bersaudara dan semuanya masih hidup.

36
GIII : Klien anak keempat dari empat bersaudara dan dalam keadaan sakit

6. Riwayat imunisasi

Tabel 3.1
Riwayat Imunisasi pada klien An”E” dengan gangguan sistem neurologis:
kejang demam di ruang zaal anak RSUD
Tenriawaru kelas B Watampone

No Jenis imunisasi Waktu pemberian Reaksi

1. BCG 1 bulan Demam

2. DPT HB I,II,III 2, 3 dan 4 bulan Tidak demam

3. Polio I,II,III,IV 2, 3, 4 dan 5 bulan Tidak ada reaksi

4, Campak 9 bulan Demam

5. Hepatitis Sesaat setelah lahir Tidak demam

6. Riwayat tumbuh kembang

a. Pertumbuhan fisik

1) Tinggi badan : 75 cm

2) Waktu tumbuh gigi : Pada saat usia 9 bulan

3) Berat Badan : 13 kg

b. Perkembangan tiap tahap

1) Berguling : 4 bulan

2) Duduk : 8 bulan

3) Merangkak : 9 bulan

37
4) Berdiri : 1 tahun

5) Berjalan : 1 tahun

6) Senyum keorang pertama kali : 3 bulan

7) Berbicara : belum

8) Berpakaian tanpa bantuan : Bayi belum mampu

7. Riwayat Nutrisi

a. Pemberian ASI

1) Pertama kali disusui : 3 hari setelah lahir

2) Cara pemberian setiap menangis (sesuai kebutuhan bayi)

3) Lama pemberian 10-15 menit sampai umur 3 bulan

b. Pemberian susu formula

1) Alasan karena ibu klien sibuk dan untuk memenuhi kebutuhan

nutrisinya.

2) Jumlah pemberian 8 botol perhari = ± 2500 cc/hari

3) Cara pemberian dengan Dot

4) Pemberian makanan tambahan

(a) Pertama kali diberikan usia : 6 bulan

(b) Jenis : Bubur biasa

(c) pola perubahan nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini

38
Tabel 3.2
Pola perubahan nutrisi tiap tahapan usia pada klien An”E” dengan gangguan
sistem neurologis kejang demam di ruangan zaal anak
RSUD Tenriawaru kelas B Watampone
Usia Jenis nutrisi Lama pemberian
0-4 Bulan Asi Eklusif 3 bulan
4-12 Bulan Bubur + susu formula Sampai sekarang
Saat ini Bubur+nasi+susu Sampai sekarang
formula+ air putih

8. Riwayat psikososial

a. Klien tinggal dirumah sendiri, orang tua dan saudaranya

b. Lingkungan berada di pinggir kota

c. Tidak ada sekolah yang dekat dari rumah

d. Tidak ada tangga yang berbahaya

e. Hubungan antara keluarga harmonis

f. Pengasuh anak adalah orang tua dan nenek klien.

9. Riwayat spiritual

a. Support sistem dalam keluarga

Keluarga sangat perhatian pada keluarganya terutama pada saat anggota

keluarga sakit.

b. Kegiatan keagamaan

Tidak ada kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh klien karena belum

mampu.

39
10. Reaksi Hospitalisasi

a. Pemahaman tentang keluarga sakit dan rawat inap

1) Mengapa ibu membawa anaknya kerumah sakit: kerana suhu tubuh

anaknya meningkat disertai kejang.

2) Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak: ya, dokter

menceritakan kondisi anak kepada ibunya klien.

3) Bagaimana perasaan orang tua saat ini: ibu klien mengatakan hanya

bisa berusaha dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk

kesembuhan penyakit anaknya.

4) Apakah orang tua selalu berkunjung: ya, orang tua selalu berkunjung

menemui anaknya selama berada dirumah sakit.

5) Siapa yang tinggal dengan klien: klien didampingi oleh kedua orang

tuanya.

b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap

Tidak dikaji, klien belum kooperatif

40
11. Aktifitas sehari-hari

Tabel 3.4
Aktifitas sehari-hari pada klien An “E” dengan gangguan sistem neurologis:
kejang demam di ruang perawatan Anak RSUD
Tenriawaru Kelas B Kab. Bone
a. Nutrisi

No Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Selera makan Baik, porsi makan Menurun, porsi
dihabiskan makan 1/3 tidak
dihabiskan
2. Menu makan Bubur + Nasi Bubur
3. Frekuensi makan 2x sehari 2x sehari
4. Makanan yang disukai Tidak ada Tidak ada
5. Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
6. Pembatasan pola Tidak ada Tidak ada
7. Cara makan Disuapi Disuapi
8. Ritual saat makan Tidak ada Tidak ada

b. Cairan
No Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jenis minuman Susu formula Susu formula
2. Frekuensi 4x sehari (2 gelas) 4x sehari (1-2 gelas)
3. Kebutuhan cairan 900 mL 900 mL
4. Cara pemenuhan Menggunakan dot Menggunakan dot
5. Kesulitan Tidak ada Klien malas minum
susu atau disusui

41
c. Eliminasi (BAB dan BAK)

No Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


BAB
1. Tempat pembuangan Popok/tempat tidur Popok/tempat tidur
2. Frekuensi 1-2x/hari 1-2x/hari
3. Konsistensi Lunak Lunak
4. Kesulitan Tidak ada Tidak ada
5. Warna Kuning Kuning
6. Obat pencahar Tidak ada Tidak ada
BAK
1. Tempat pembuangan Tempat tidur/popok Tempat tidur/popok
2. Frekwensi 5-6x/hari 5-6x / hari
3. Warna Kuning muda Kuning muda
4. Bau Khas amoniak Khas amoniak

d. Istirahat dan tidur

No Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Jam tidur
a) Siang 09.00-12.00 08.00-10.00
b) Malam 20.00-04.00 19.00-04.00
2. Pola tidur Teratur Teratur
3. Kebiasaan sebelum Dinyanyikan Digendong
tidur
4. Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada

42
e. Olahraga

No. Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Program olahraga Tidak ada Tidak ada
2. Jenis dan frekuensi Tidak ada Tidak ada
3. Kondisi sekolah Tidak ada Tidak ada
olahraga

f. Personal hygiene

No Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Mandi
a. Cara Dimandikan Klien tidak pernah
b. Frekwensi 2 X sehari mandi dan nampak
c. Alat mandi Waslap + baby oil kotor

2 Cuci rambut
a. Frekwensi 2 X seminggu Rambut nampak
kusam dan kotor
b. Cara Disampokan Tidak ada
3. Gunting kuku
a. Frekwensi 1 X seminggu Kuku panjang dan
b. Cara Memakai pemotong kotor
kuku
4. Gosok gigi
a. Frekwensi Tidak ada Tidak ada
b. Cara Tidak ada Tidak ada

43
g. Aktivitas/mobilitas fisik

No. Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Kegiatan sehari-hari Bermain Tidak ada
2. Pengaturan jadwal Tidak ada Tidak ada
harian
3. Penggunaan alat bantu Tidak ada alat bantu Tidak ada
aktifitas
4. Kesulitan pergerakan Tidak ada kesuliutan Terpasang
tubuh pergerakan tubuh infus RL 48
tetes/menit

h. Rekreasi

No. Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Perasaan saat sekolah Tidak ada Tidak ada
2. Waktu luang Tidak ada Tidak ada
3. Perasaan setelah Tidak ada Tidak ada
sekolah/bermain
4. Waktu senggang keluarga Tidak ada Tidak ada
5. Kegiatan hari libur Tidak ada Tidak ada

44
12. Pemeriksaan fisik

a. Keadaaan umum klien lemah

b. Tanda-tanda vital

Suhu : 38°C

Nadi : 100 x/i

Respirasi : 50 x/i

c. Antropometri

1) Tingggi badan : 75 cm

2) Berat badan : 13 kg

3) Lingkar lengang atas : 14 cm

4) Lingkar kepala : 39 cm

5) Lingkar dada : 45 cm

6) Lingkar perut : 50 cm

7) Skin fold : Tidak dikaji

d. Sistem pernapasan

1) Hidung

a) Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping

hidung tidak ada secret yang menghalangi pernapasan, tidak ada

pernapasan cuping hidung.

b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus mandibularis, tidak ada

teraba adanya benjolan pada permukaan hidung.

45
2) Leher

a) Inspeksi

Tidak nampak adanya massa/benjolan, tidak nampak pembesaran

vena jagularis.

b) Palpasi

(1) Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid

(2) Tidak teraba peningkatan tekanan vena jagularis

(3) Tidak ada nyeri tekan

3) Dada

a) Inspeksi

(1) Bentuk dada normal chest

(2) Pergerakan dada simetris kiri dan kanan

(3) Pengembangan dada mengikuti irama napas

b) Palpasi: tidak teraba adanya massa/tumor

c) Auskultasi: bunyi nafas vesikuler, frekuensi pernapasan 30x/menit.

e. Sistem kardiovaskuler

1) Inspeksi

Congjugtiva tidak anemis, bibir kering, bunyi napas vesikuler.

2) Palpasi

Arteri carotis teraba kuat.

46
3) Perkusi

Batas atas jantung pada ICS 2-3, batas kanan jantung pada linea

mediaclavikula kiri.

4) Auskultasi

Suara jantung S1: Terdengar pada katup trikuspidalis ICS 4 linea

sternalis kiri dan pada katup kanan mitral ICS 5 linea medioclavikula

kiri, lub S2: dub terdengar pada katup aorta di ICS 2 linea sternalis

kanan.

f. Sistem pencernaan

1) Mulut :

1) Tidak ada stomatitis

2) Sclera tidak ikterius

3) Bibir kering, tidak pecah-pecah

2) Abdomen :

a) Inspeksi:

Warna kulit sama dengan daerah sekitarnya, tidak tampak adanya

pembesaran pada perut, gerakan peristaltic usus 17 x/menit

b) Palpasi:

Hati teraba pada perut kuadran kanan atas, tidak ada nyeri tekan

simetris kiri dan kanan, gaster tidak kembung, tidak ada nyeri

tekan.

3) Anus : tidak ada kelainan pada daerah genetalia

47
4) Tidak ada hemoroid

g. Sistem indra

1) Mata

Inspeksi

Kelopak mata baik, bulu mata tumbuh merata, alis tipis, lapang

pandang normal, mata tidak cekung, tidak ada edema palpebra,

congjungtiva merah muda, pupil isokor, bola mata dapat bergerak

kesegalah arah.

2) Hidung

Inspeksi

Lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada polip, tidak ada

massa/tumor, tidak ada secret yang menghalangi penciuman, tidak

ada nyeri tekan.

3) Telinga

Inspeksi

Daun telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada nanah dan serumen,

fungsi pendengaran baik karena klien berespon terhadap mainan

suara, keadaan daun telinga lengkap

48
h. Sistem syaraf

1) Fungsi serebral

a) Status mental

Orientasi waktu : Klien belum bisa membedakan waktu

Orientasi Tempat: Klien belum bisa membedakan tempat

Orientasi Orang : Klien mampu mengenal orang tuanya dan

keluarga yang ada disekitarnya.

b) Kesadaran: Compos mentis (kesadaran penuh), dengan GCS: 15

Eyes : 4 (Membuka mata secara spontan)

Verbal : 5 (Orientasi baik)

Motorik : 6 (Mengikuti perintah)

c) Bicara : Klien belum bisa berbicara dengan jelas

2) Fungsi kranial

(a) Nervus I (Olfaktorius)

Klien belum mampu membedakan bau

(b) Nervus II (Optikus)

Lapang pandang baik dan mampu mengikuti arah

(c) Nervus III (Okulomotorius)

Bola mata dapat bergerak kesegala arah

(d) Nervus IV (Troklearis)

Gerakan bola mata baik tapi mampu melihat

49
(e) Nervus V (Trigeminus)

Klien mampu berkedip dan mengunyah dengan baik

(f) Nervus VI (Abduscent)

Klien dapat menggerakkan bola mata secara spontan, mata seprti

terbalik ke atas

(g) Nervus VII ( Fasialis)

Klien mampu tutup mata dan tersenyum

(h) Nervus VIII ( Auditorius)

Fungsi pendengaran baik

(i) Nervus IX (Glosaforinges)

Klien dapat menelan dengan baik

(j) Nervus X (Vagus)

Klien mampu menelan

(k) Nervus XI (Assesorius)

Klien mampu menggerakkan bahu

(l) Nervus XII ( hipoglosus )

Klien mampu menyalurkan lidah

3) Fungsi motoric: Kekuatan otot menurun, tidak ada kekakuan dan

kelemahan massa otot, tidak mengalami hipertrofi.

4) Fungsi sensorik: Klien mampu merasakan rabaan dan merespon nyeri

5) Fungsi cerebellum: Keseimbangan koordinasi baik karena klien

sudah bisa duduk.

50
i. Sistem muskuloskletal

1. Bentuk kepala : mesosephalus, bisa bergerak kekiri dan kanan

2. Vertebrae :

a) Tidak ada kelainan

b) Tidak ada nyeri tekan

c) Klien dapat baring ditempat tidur

3. Lutut

a) Tidak ada pembekakan

b) Tidak ada massa/tumor

c) Dapat menggerakkan lutut

d) Tidak ada nyeri tekan

4. Kaki

a) Tidak ada pembekakan

b) Tidak ada massa/tumor

c) Tidak ada nyeri tekan

5. Tangan

a) Tidak ada pembekakan

b) Nampak terpasang infus RL 48 tts/i

51
j. Sistem integumen

1. Rambut

Inspeksi: Warna rambut hitam, distribusi merata, nampak kusam dan

kotor.

2. Kulit

Inspeksi: Warna kulit tidak pucat, texture kulit baik dengan suhu

badan 38°C

3. Kuku

Inspeksi

a) Warna putih

b) Kuku panjang dan tampak kotor

k. Sistem endokrim

1) Tidak teraba adanya pembesaran pada kelenjar tiroid

2) Eskresi urine berlebihan : tidak

3) Tidak ada riwayat air seni dikelilingi semut

4) Suhu tubuh tidak seimbang

l. Sistem perkemihan

1) Tidak ada odema palpebra

2) Keadaan kandung kemih : tidak ada distensi kandung kemih

3) Nocturia : tidak ada, dysuria : tidak ada, kencing batu : tidak ada

m. Sistem reproduksi tidak ada kelainan pada genitalia

52
n. Sistem imune: tidak ada riwayat alergi cuaca

13. Pemeriksaan tiap perkembangan

0-6 tahun

a. Motoric kasar : Klien mampu berbalik kiri dan kanan

b. Motoric halus : Klien mampu tersenyum dan menggenggam

c. Bahasa : Kilen belum mampu berbicara dengan jelas

14. Tes diagnostic

Tabel 3.5
Hasil pemeriksaan laboratorium pada klien An. E dengan gangguan sistem
neurologis: kejang demam di ruang perawatan anak RSUD
TenriawaruKelas B Kab. Bone
Tanggal Hasil Laborotorium Normal

Jam 10.00 LED : 6 mm/jam P: 0-10 mm/jam


26 -09 2017
L: 0-15 mm/jam

Leukosit : 5.000 mm 5000-10.000mm

Eritrosit : 3.960.000 P: 4,5-5,0 juta/mm

L: 4,5-5,5 juta/mm

Hematokrit : 35,4 % P: 37-43%

Trombosit : 599.000 150.000-450.000

Segmen : 66,6 50-70%

Limposit : 27,3 20-40%

Monosit : 6,1 2-80%

53
15. Terapi saat ini

a. Pengobatan

1) Obat Oral:

(a) PCT syrup 3x1 sendok

(b) Puyer 3x1

(c) Fludane Syrup 3x1 sendok

2) Parenteral :

(a) Terpasang infus RL 48 tetes/i

(b) Injeksi cefotaxime 250 mg/8 jam /IV

(c) Injeksi cloranfenikol 250 mg/8 jam/IV

(d) Injeksi dexamethasone ½ aampul/8 jam/IV

(e) Injeksi diazepam ½ ampul bila kejang

b. Perawatan : 1) Diet bubur/makanan lunak

2) Istirahat yang cukup

3) Kompres air hangat

54
DATA FOKUS

Nama : An”E” Diagnosa medik : Kejang demam


Umur : 2 Tahun Ruangan : Zaal anak
Jenis kelamin :♂ Tanggal Pengkajian : 24 September 2017
Tabel 3.11 Data Fokus klien An”E” dengan gangguan Neurologis Kejang Demam di Ruang
Zaal Anak 1 RSUD Tenriawaru kelas B Watampone

No Data subjektif Data objektif


1. Ibu klien mengatakan anaknya 1. Klien nampak lemah
masih panas. 2. Klien teraba panas
3. Kuku klien nampak panjang dan
2. Ibu klien mengatakan anaknya tidak kotor
pernah potong kuku selama dirawat 4. Badan klien nampak kotor
di Rumah Sakit. 5. Rambut klien nampak kotor
6. Porsi makan tidak dihabiskan
3. Ibu klien mengatakan anaknya tidak 7. Klien malas minum susu
pernah mandi selama dirumah sakit. 8. Terpasang infus RL 48 tts /i
9. S : 38ºC
4. Ibu klien mengatakan anaknya tidak 10. Bibir kering
mau makan bubur dan minum susu. 11. Selera makan menurun
12. Klien nampak rewel dan sering
5. Ibu klien mengatakan anaknya rewel menangis.
dan sering menangis

55
ANALISA DATA

Nama : An”E” Diagnosa medik : Kejang demam


Umur : 2 Tahun Ruangan : Zaal anak I
Jenis kelamin :♂ Tanggal Pengkajian : 24/09/ 2017
Tabel 3.13 Analisa data klien An”E” dengan gangguan neurologis Kejang Demam di
Ruang Anak 1 RSUD Tenriawaru kelas B Watampone.

No Data Etologi Masalah


1. DS : Kejang demam Hipertermi
- Ibu klien mengatakan ↓
anaknya masih demam Infasi kuman dalam tubuh
- Ibu klien mengatakan ↓
anaknya rewel dan sering Pengeluaran mediator
menangis kimia
DO : ↓
- Klien teraba panas Merangsang hipatolamus
- Klien lemah Respon imun menurun
- Bibir kering ↓
- Klien napak rewel dan Suhu tubuh meningkat
sering menagis ↓
- Terpasang infus RL 48 Hipertermi
tetes/menit
- S : 38ºC

2.
DS: Invasi virus Perubahan
- Ibu klien mengatakan nutrisi
anaknya malas makan dan Merangsang lambung kurang dari
minum susu memproduksi kebutuhan

56
DO: HCLberlebihan tubuh
- Porsi makan 1/3 tidak
dihabiskan Stimulant saraf kolinergik
- Klien malas makan
- Klien malas minum susu Merangsang medulla
- Selera makan menurun vomiting center
- BB 13 kg
Mual/muntah

Anoreksia

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
3. DS : Kurang mengetahui Gangguan
- Ibu klien mengatakan anak tentang perawatan anak personal
tidak pernah mandi selama sakit hygiene
dirumah sakit ↓
- Ibu klien mengatakan Gangguan personal
anaknya tidak pernah hygiene
potong kuku selama sakit
DO :
- Kuku klien nampak panjang
dan kotor
- Rambut klien nampak kotor
- Badan klien nampak kotor

57
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : An”E” Diagnosa medik : Kejang demam


Umur : 2 Tahun Ruangan : Zaal anak 1
Jenis kelamin :♂ Tanggal Pengkajian : 24/09/ 2017
Tabel 3.14 Diagnosa keperawatan klien AN”E” dengan gangguan neurologis Kejang Demam
di Ruang Anak 1 RSUD Tenriawaru Watampone.

No Diagnosa Tanggal ditemukan Tanggal teratasi


1. Hipertermi berhubungan dengan 24 September 2017 26 September 2017
invasi kuman dalam tubuh

2. Perubahan nutrisi kurang dari 24 September 2017 26 September 2017


kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat,
anoreksia.

3. Gangguan personal hygiene 24 September 2017 25 September 2017


berhubungan dengan kurang
pengetahuan keluarga tentang
perawatan anak.

58
RENCANA KEPERAWATAN

Nama : An”E” Diagnosa medik : Kejang demam


Umur : 2 tahun Ruangan : Zaal anak I
Jenis kelamin :♂ Tanggal Pengkajian : 24/09/ 2017
Tabel 3.15 Rencana Keperawatan klien An”E” dengan gangguan Neurologis Kejang Demam
di Ruang Anak RSUD Tenriawaru kelas B Watampone.

No Tanggal/ Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Hari
1. Kamis Hipertermi b/d Setelah 1. Pantau TTV. 1. Peningkatan
24-09-2017 invasi kuman dilakukan suhu badan
dalam tubuh intevensi klien merupakan
DS : mampu salah satu
- Ibu klien menunjukkan idikator
mengatakan penurunan suhu terjadinya
suhu tubuh tubuh dalam infeksi.
anaknya batas normal 2. Anjurkan 2. Kompres air
meningkat dengan kriteria : keluarga untuk hangat dapat
- Ibu klien - Suhu 36º– melakukan menyebabkan
mengatakan 37º C kompres air vasodilatasi
anaknya - Tubuh tidak hangat. yang dapat
rewel dan teraba panas menurukan
menangis suhu tubuh
DO : 3. Anjurkan orang 3. Peningkatan
- Klien teraba tua klien untuk pemasukan
panas sering cairan dapat
- Suhu 38ºC menyusui menurunkan
- Terpasang anaknya. suhu badan.

59
No Tanggal/ Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Hari
infus RL 48 4. Anjurkan 4. Pakaian tipis
tetes/menit kelurga untuk dapat
- Klien lemah memakaikan mempercepat
- Klien nampak anaknya proses
rewel dan pakaian yang penguapan.
sering tipis.
menangis 5. Penatalaksana- 5. Anti piretik
an pemberian membantu
anti piretik menurunkan
suhu tubuh
2. Kamis Perubahan Setelah 1. Kaji status 1. Data dasar
24-05-2017 nutrisi kurang dilakukan nutrisi klien melanjutkan
dari kebutuhan intevensi intervensi
tubuh kebutuhan nutrisi 2. Anjurkan 2. Membantu
berhubungan klien terpenuhi keluarga memenuhi
dengan intake dengan kriteria: memberikan nutrisi klien
yang tidak - Nafsu makan makanan klien
adekuat, bertambah dengan sedikit
anoreksia, di - Klien tidak tapi sering.
tandai dengan: mual dan 3. Anjurkan 3. Menambah
DS: muntah keluarga nafsu makan
- Ibu klien memberikan klien
mengatakan makanan yang
anaknya malas disukai klien
makan dan 4. Anjurkan 4. Makanan yang
minum susu keluarga klien hangat

60
No Tanggal/ Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Hari
DO: menyediakan menambah
- Porsi makan makanan selagi nafsu makan
1/3 tidak hangat klien
dihabiskan
- Klien malas
makan
- Klien malas
minum susu
- Nafsu makan
berkurang
3. Kamis Gangguan Setelah 1. Kaji tingkat 1. Data dasar
24-05-2017 personal hygiene mendapatkan pengetahuan dalam
b/d kurang perawatan klien tentang menentukan
pengetahuan selama ± 3 hari, perawatan intevensi
keluarga tentang personal hygiene anaknya. selanjutnya.
perawatan anak klien dapat 2. Berikan 2. Informasi yang
DS: terpenuhi dengan penjelasan jelas terhadap
- Ibu klien kriteria : setiap tindakan tindakan yang
mengatakan - Kulit klien yang akan dilakukan dapat
anak tidak nampak bersih dilakukan. menurunkan
pernah mandi - Kuku klien ansietas
selama nampak bersih keluarga .
dirumah sakit - Rambut klien 3. Bantu klien 3. Membantu
- Ibu klien nampak bersih untuk pemenuhan
mengatakan melakukan personal
anaknya tidak personal hygiene klien.

61
No Tanggal/ Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Hari
pernah potong hygiene seperti
kuku. mandi mandi
DO : dan potng
-Kuku klien kuku.
nampak kotor 4. Anjurkan 4. Memotivasi
- Badan nampak keluarga klien keluarga untuk
kotor untuk membantu
membantu personal
pemenuhan hygiene klien
personal
hygiene

62
IMPLEMENTASI

Nama : An”E” Diagnosa medic : Kejang demam


Umur/Jenis Kelamin : 2 Tahun/♂ Ruangan : Zaal anak I
Tanggal Masuk : 23 Mei 2017 Tanggal Pengkajian : 24/09/ 2017
Tabel 3. 16

Implrmentasi pada klien An”E” dengan gangguan sistem Neurologis Kejang Demam di
Ruang Anak 1 RSUD Tenriawaru kelas B Watampone.

No Hari/tanggal No Jam Implementasi


DX
1. Kamis I 09.00 1. Memantau TTV
24-09-2017 Hasil : SB : 38ºC, N : 100x/i P: 30x/i
09.05 3. Menganujurkan keluarga untuk
melakukan kompres air hangat
Hasil : Keluarga klien mengatakan
bersedia untuk melakukan kompres air
hangat
09.10 4. Menganjurkan keluarga untuk sering
menyusui anaknya
Hasil : Ibu klien mengatakan sering
menyusui anaknya, dengan frekuensi 8x
sehari (dot)
09.15 5. Menganjurkan keluarga untuk
memakaikan ankanya pakaian tipis
Hasil : keluarga klien mengatakan
memakaikan anaknya pakaian tipis
10.00 6. Penatalaksanaan pemberian obat
antipiretik dan antibiotik

63
No Hari/tanggal No Jam Implementasi
DX
Hasil : Klien diberikan injeksi
cefotaxime 250 mg/12 jam/IV,
Parecetamol syrup 3x1 sendok
10.05 1. Mengkaji status nutrisi klien
2. Kamis II Hasil : porsi makan tidak dihabiskan,
24-09-2017 klien malas menyusu
10.10 2. Menganjurkan keluarga memberikan
makanan klien dengan sedikit tapi sering
Hasil : klien diberikan makanan dalam
porsi sedikit
10.15 3. Menganjurkan keluarga memberikan
makanan yang disukai klien
Hasil : keluarga klien mau melakukannya
11.00 4. Menganjurkan keluarga klien
menyediakan makanan selagi hangat
Hasil: Keluarga klien mau
melakukannya.
11.05 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
3. Kamis III klien tentang perawatan anaknya
24-09-2017 Hasil : keluarga klien mengatakan tidak
tahu tentang cara perawatan anak
11.10 2. Memberikan penjelasan setiap tindakan
yang akan dilakukan
Hasil : keluarga klien mengerti dengan
tujuan tindakan yang akan dilakukan
11.15 3. Membantu klien untuk melalukan

64
No Hari/tanggal No Jam Implementasi
DX
personal hygiene seperti mandi dan
potong kuku
Hasil : akan dilakukan pemenuhan
personal hygiene (mandi dan potong
kuku).
11.20 4. Menganjurkan klien untuk membantu
pemenuhan personal hygiene klien
Hasil : keluarga klien akan membantu
pemenuhan personal hygiene klien
1. Jumat I 11.25 1. Memantau TTV
25-09-2017 Hasil : SB : 37,6ºC, P : 36x/i, N : 110 x/i
11.30 2. Menganjurkan keluarga untuk
melakukan kompres air hangat
Hasil : Keluarga klien mengatakan
bersedia untuk melakukan kompres air
hangat
11.35 3. Menganjurkan keluarga untuk
memakaikan anakanya pakaian tipis
Hasil : keluarga klien mengatakan
bersedia untuk memakaiakan anaknya
pakaian tipis
4. Penatalaksanaan pemberian obat
antipiretik dan antibiotik
Hasil : Klien diberikan injeksi
cefotaxime 250 mg/12 jam/IV,
Paracetamol syrup 3x1 sendok.

65
No Hari/tanggal No Jam Implementasi
DX
2. Jumat II 11.45 1. Mengkaji status nutrisi klien
25-09--2017 Hasil : Porsi makan tidak dihabiskan
12.00 2. Menganjurkan keluarga memberikan
makanan klien dengan sedikit tapi sering
Hasil : klien diberikan makanan dalam
porsi sedikit.
12.10 3. Menganjurkan keluarga memberikan
makanan yang disukai klien
Hasil: keluarga klien mau
melakukannya.
12.15 4. Menganjurkan keluarga klien
menyediakan makanan selagi hangat
Hasil: Keluarga klien mau
melakukannya.
3. Jumat III 12.20 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
25-09-2017 klien tentang perawatan anaknya
Hasil : keluarga klien mengatakan
mengerti tentang cara perawatan anak
09.00 2. Memberikan penjelasan setiap tindakan
yang akan dilakukan
Hasil : keluarga klien mengerti dengan
tujuan tindakan yang akan dilakukan
09.05 3. Membantu klien untuk melalukan
personal hygiene seperti mandi dan
potong kuku
Hasil : akan dilakukan pemenuhan

66
No Hari/tanggal No Jam Implementasi
DX
personal hygiene (potong kuku).
09.10 4. Menganjurkan klien untuk membantu
pemenuhan personal hygiene klien
Hasil : keluarga klien akan membantu
pemenuhan personal hygiene klien
1. Sabtu I 09.15 1. Mengkaji TTV klien
26-09-2017 Hasil : SB : 36, 8ºC, N : 110 x/i, P: 36x/i
09.20 2. Menganjurkan klien banyak minum
Hasil : Klien mau melakukannya
09.25 3. Penatalaksanaan pemberian antipiretik
Hasil : Klien diberikan injeksi
cefotaxime 250 mg/12 jam/IV,
Parasetamol sirup 3x1 sendok.
2. Sabtu II 09.35 1. Mengkaji status nutrisi klien
26-05-2017 Hasil : orang tua klien menyatakan
sudah menghabiskan porsi makanan
yang diberikan pada anaknya
09.40 2. Menganjurkan keluarga memberikan
makanan klien dengan sedikit tapi sering
Hasil : Keluarga klien sudah terpenuhi
09.45 3. Menganjurkan keluarga memberikan
makanan yang disukai klien
Hasil: keluarga klien sudah
melakukannya.

67
EVALUASI

Nama : An”E” Diagnosa medic : Kejang demam


Umur/Jenis Kelamin : 2 Tahun/♂ Ruangan : Zaal anak I
Tanggal Masuk : 23 Mei 2012 Tanggal Pengkajian : 24/09/ 2017
Tabel 3. 17

Evaluasi Keperawatan pada klien An”E” dengan gangguan Neurologis Kejang Demam Di
Ruang Anak RSUD Tenriawaru kelas B Watampone.

No Hari/ No. Waktu Evaluasi


tanggal DX
1. Kamis I 12.00 S : Ibu klien mengatakan anaknya masih
24-09-2017 demam
O : - SB : 38 ºC
- Kulit teraba panas
A : Hipertermi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2 dan 3
1. Pantau suhu badan
2. Anjurkan keluarga untuk melakuka
kompres air hangat
3. Anjurkan keluarga untuk memakaikan
anaknya pakaian yang tipis
2. Kamis II 12.15 S:
24-09-2017 - Klien mengatakan badannya terasa lemah
- Klien mengatakan tidak menghabiskan
porsi makan yang diberikan
O:
- Klien mengatakan hanya menghabiskan
1/3 porsi makan yang diberikan.

68
No Hari/ No. Waktu Evaluasi
tanggal DX
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1,2,3
1. Kaji status nutrisi klien
2. Anjurkan keluarga memberikan
makanan yang dusukai klien
3. Anjurkan keluarga klien menyediakan
makanan selagi hangat.
3. Kamis III 12.25 S : Keluarga klien mengatakan tidak tahu
24-09-2017 tentang cara perawatan anaknya
O : - Kulit nampak kotor
- Kuku klien nampak kotor
A : Devisit perawatan diri belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
1. Kaji tingkat pengetahuan anaknya
tentang perawatannya
2. Berikan penjelasan setiap tindakan
yang akan dilakukan
3. Bantu klien untuk melakukan personal
hygiene seperti mandi dan potong kuku
4. Anjurkan keluarga klien untuk
membantu pemenuhan personal
hygiene.
S : Ibu klien mengatakan anaknya masih
1. Jumat I 12.30 demam
25-09-2017 O : - SB : 37,6 ºC
- Kulit teraba panas

69
No Hari/ No. Waktu Evaluasi
tanggal DX
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2 dan 3
1. Pantau suhu badan
2. Anjurkan keluarga untuk melakuka
kompres air hangat
3. Anjurkan keluarga untuk memakaikan
anaknya pakaian yang tipis
S:
- Klien mengatakan badannya terasa lemah
2. Jumat II 12.35 - Klien mengatakan porsi makan yang
25-09-2017 diberikan tidak dihabiskan
O:
- Klien mengatakan hanya menghabiskan
1/2 porsi makan yang diberikan.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1,2,3
1. Kaji status nutrisi klien
2. Anjurkan keluarga memberikan
makanan yang dusukai klien
3. Anjurkan keluarga klien menyediakan
makanan selagi hangat.
S: Keluarga klien mengatakan sudah mengerti
tentang cara perawatan anaknya
3. Jumat III 10.00 O : Kulit klien bersih
25-09-2017 Kuku klien pendek dan bersih
A : Masalah teratasi

70
No Hari/ No. Waktu Evaluasi
tanggal DX
P : Pertahankan intervensi
S : Ibu klien mengatakan demam anaknya
sudah turun
Sabtu I 11.00 O : SB : 36,8 ºC
26-06-2017 A : Hipertermi teratasi
P : Pertahankan intervensi
S:
- Ibu klien mengatakan nafsu makan
anaknya bertambah
Sabtu II O:
26-06-2017 - Ibu klien mengatakan anaknya hanya
menghabiskan porsi makan yang
diberikan.
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan Intervensi

71
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus keperawatan yang dilakukan pada klien atas nama

An”E” dengan penyakit kejang demam diruang perawatan anak RSUD Tenriawaru

kelas B Watampone selama 3 hari, maka bab ini penulis akan membahas kesenjangan

antara teori yang ada dengan kenyataan yang diperoleh sebagai hal dari pelaksanaan

studi kasus.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien An”E” penulis

menerapkan asuhan keperawatan dengan pendekatan secara sistematika yang

mempunyaia 4 tahap yaiktu: pengkajian, perencanaan, implimentasi dan evaluasi

asuhan keperawatan dengan uraian sebagai berikut:

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dalam proses keperawatan berdasarkan

hasil tersebut, penulis melakukan pengkajian pada klien An”E”, diruang perawatan

anak 1 RSUD Tenriawaru Kelas B Watampone, pada tanggal 24 September 2017

sampai dengan tanggal 26 September 2017.

Data yang ditemukan dalam teori adalah terjadinya kenaikan suhu badan

tinggi dan cepat, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu

demam berlangsung singkat dan sifat bangkitan dapat berbentuk tonikklonik,

tonik, klonik, fokal atau akinetik,

72
Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu kejang berhenti anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit

anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Bentuk

kejang yang lain seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau

kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan.

Sedangkan pada saat pengkajian data yang ditemukan dalam kasus adalah

ibu klien mengatakan anaknya tidak kejang, demam dengan suhu badan 38ºC,

klien teraba panas, klien lemah, rewel, rambut klien nampak kotor, kuku klien

nampak panjang dan kotor, badan klien nampak kotor, dan kelemahan otot, bibir

kering, porsi makan tidak dihabiskan, selera makan berkurang, Ibu klien nampak

cemas, terpasang infus RL 28 tts/menit.

Berdasarkan hal tersebut di atas ditemukan adanya kesenjangan antara teori

dan kasus, data yang ditemukan dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam kasus

yaitu:

1. Serangan kejang yang secara tiba-tiba. Hal ini terjadi jika lepasnya muatan

listrik dan meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot

skelet yang akhirnya terjadi hipopalsemia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anaerobic.

2. Mata terbeliak ke atas. Hal ini tidak ditemukan pada kasus dan pada saat

pengkajian karena tidak tampak adanya tanda-tanda kejang.

Data yang ditemukan dalam kasus tetapi tidak ditemukan dalam teori yaitu

klien lemah, rambut klien nampak kotor, kuku klien nampak panjang dan kotor,

73
badan klien nampak kotor, Ibu klien nampak cemas, porsi makan tidak dihabiskan,

selera makan berkurang. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan

keluarga/orang tua tentang personal hygiene.

B. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan pada teori ada 4 diagnosa keperawatan dengan gangguan sistem

neurologis: kejang demam adalah:

1. Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang demam

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dalam tubuh

3. Resiko terjadi bahaya/trauma berhubungan dengan kelemahan,kesulitan

keseimbangan.

4. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit berhubungan dengan

kurang informasi

Masalah keperawatan yang ditemukan dalam teori tapi tidak ditemukan dalam

kasus An”E” ada 4 yaitu :.

1. Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang demam. Hal ini

tidak ditemukan dalam kasus nyata karena tidak ada data penunjang seperti

ditemukannya resiko terjadi kerusakan sel otak pada klien sehingga resiko

kerusakan otak tidak terjadi.

2. Resiko terjadi bahaya/trauma berhubungan dengan kelemahan, kesulitan

keseimbangan. Hal ini tidak ditemukan dalam kasus nyata karena tidak ada data

yang menunjang seperti ditemukannya resiko terjadi trauma pada klien karena

74
klien bedrest dan selalu dijaga ketat orang tuanya, dan berada dalam lingkungan

yang tenang.

3. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit berhubungan dengan

kurang informasi. Hal ini tidak ditemukan dalam kasus nyata karena

kekhwatiran orang tua klien berkurang setelah anaknya mendapatkan perawatan

dan pengobatan serta telah dijelaskan penyakit yang diderita anaknya.

Masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus An “E” tapi tidak

ditemukan dalam teori ada 2 yaitu :

1. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan ketidaktahuan orang tua

merawat anaknya

Diagnosa tersebut penulis angkat karena pada saat pengkajian penulis dapatkan

klien belum mandi selama sakit, kuku nampak panjang dan klien nampak

kotor.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

makanan tidak adekuat, anoreksia.

Diagnosa tersebut penulis angkat karena saat pengkajian orang tua klien klien

mengatakan anaknya malas makan bubur, klien malas minum susu, porsi

makannya tidak dihabiskan dan selera makan berkurang.

75
C. Perencanaan

Untuk mengatasi masalah keperawatan maka rencana yang ditemukan dalam

teori disesuaikan dengan tindakan yang ada dalam kasus nyata yaitu :

1. Hipertermi berhubungan dengan infasi kuman dalam tubuh. Intervensi yang

ditemukan dalam teori yaitu pantau TTV (suhu badan), anjurkan keluarga untuk

melakukan kompres air hangat, anjurkan orang tua klien untuk sering menyusui

anaknya, anjurkan keluarga klien untuk memakaikan anaknya pakain yang tipis,

dan penatalaksanaan pemberian anti piretik. Sedangkan perencanaan yang

ditemukan dalam kasus yaitu pantau TTV (suhu badan), anjurkan keluarga

untuk melakukan kompres air hangat, anjurkan orang tua klien untuk sering

menyusui anaknya, anjurkan keluarga klien untuk memakaikan anaknya

pakaian yang tipis, penatalaksanaan pemberian anti piretik (kolaborasi).

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi yang ditemukan

dalam teori yaitu observasi pola dan frekuensi makan klien, berikan makanan

yang mengandung nutrisi, berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering,

berikan makanan kesukaan klien, sediakan makanan selagi hangat.

3. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan ketidakmampuan orang tua

merawat anaknya. Intervensi yang ditemukan dalam teori adalah: kaji tingkat

pengetahuan keluarga klien tentang perawatan anak, berikan penjelasan setiap

tindakan yang akan dilakukan, bantu klien untuk melakukan perawatan diri

seperti mandi dan potong kuku, HE kepada keluarga klien tentang kebersihan

diri. Sedangkan perencanaan yang di temukan dalam kasus yaitu kaji tingkat

76
pengetahuan keluarga klien tentang perawatan anak, berikan penjelasan setiap

tindakan yang akan dilakukan, bantu klien untuk melakukan perawatan diri

seperti mandi dan potong kuku, HE kepada keluarga klien tentang kebersihan

diri.

D. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan selalu berorientasi pada rencana yang telah

ditemukan, pada kasus ini tidak ada implementasi yang tidak dilaksanakan, ini

terlepas dari kerja sama klien dan keluarga serta fasilitas perawatan yang ada. Pada

dasarnya implementasi difokuskan dengan intervensi, hubungan perawat dengan

klien menggunakan pendekatan teraupetik, dimana penulis mempelajari dan

memperhatikan respon klien secara empati.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien, ditemukan kesenjangan

antara teori dan tinjauan kasus. Namun didalam pelaksanaan didapatkan hal-hal

yang dapat menghambat dan mendukung keefektifan tindakan. Untuk tindakan

mandiri perawat, hal yang mendukung yaitu keluarga klien sangat kooperatif

pada setiap tindakan keperawatan yang di berikan. Adapun yang menghambat

yaitu kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri bagi klien, hal ini disebabkan

karena kurangnya pengetahuan keluarga. Adapun hambatan dari pihak rumah sakit

yaitu adanya keterbatasan penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang untuk

melakukan intervensi.

77
E. Evaluasi

Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan mulai dari

pengkajian diagnosa, intervensi, implementasi dalam asuhan keperawatan pada

An”E” diperoleh 3 diagnosa yaitu :

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infasi kuman, masalah ini teratasi

karena klien tidak demam lagi dengan suhu tubuh normal yaitu 37°C.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

makanan tidak adekuat, anoreksia. Masalah ini teratasi karena klien

menghabiskan susu yaang diberikan.

3. Gangguan personal hygine berhubungan dengan ketidaktahuan orang tua

merawat anaknya. Masalah ini teratasi karena devisit perawatan diri klien

terpenuhi dengan bantuan perawat dan keluarga klien dan klien terlihat rapi dan

bersih.

78
BAB V

PENUTUP

Dalam bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dan saran yang bertitik tolak

kepada hasil pembahasan dalam bab-bab sebelumnya.

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan tentang penyakit Kejang demam serta penerapan

proses keperawatan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Data-data yang perlu dikaji pada kasus dimana pengkajian keperawatan pada An

“E” dengan kasus kejang demam, yang didapatkan tidak semuanya data

menurut teori muncul pada studi kasus hal ini sebabkan karena derajat penyakit

yang diderita klien tidak akut.

2. Pada An “E” diagnosa keperawatan yang diangkat berdasarkan kondisi klinis

yang didapatkan pada saat mengkaji yang mengacu pada konsep kebutuhan dasar

manusia. Sehingga didapatkan beberapa diagnosa yang muncul tetapi tidak ada

dalam konsep teori.

3. Pada An “E”, intervensi keperawatan yang direncanakan berdasarkan masalah

keperawatan yang didapatkan dari pengkajian yang telah dilakukan dan

disesuaikan dengan kondisi, fasilitas serta sumberdaya yang tersedia.

79
4. Pada An “E”, pelaksanaan intervensi keperawatan berdasarkan kriteria tujuan

yang ingin dicapai dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien

5. Pada An “E”, evaluasi pencapaian didasarkan pada kriteria tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

6. Pada An “E”, pendokumentasian dari setiap proses asuhan keperawatan yang

dilakukan sangat mendukung dalam aspek legalitas dan yuridis sebagai tanggung

jawab dan tanggung gugat dari proses asuhan yang dilakukan secara paripurna

dan kompherensif.

7. Pada dasarnya pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An

”E” tidak sepenuhnya sesuai dengan teori sehingga penulis melakukan asuhan

keperawatan berdasarkan respon yang didapatkan pada saat pengkajian

dilakukan.

B. Saran

Setelah melihat masalah-masalah dalam asuhan keperawatan pasien kejang

demam maka penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pengkajian keperawatan harus dilakukan secara sistematis pada klien kejang

demam, sehingga data-data yang didapatkan akurat dan memudahkan dalam

menganalisa kemungkinan masalah-masalah yang ada dan mungkin timbul.

2. Dalam mengidentifikasi masalah yang timbul pada klien kejang demam,

hendaknya fokus utama ditujukan pada klien kemudian kepada keluarga dan

80
harus memperhatikan kebutuhan klien secara komprehensif baik bio-psiko-

sosial dan spiritual.

3. Dalam penyusunan perencanaan keperawatan sebaiknya disusun berdasarkan

kebutuhan klien dengan melibatkan klien dan keluarga dalam penyusunannya

sehingga pelaksanaan proses keperawatan dapat berhasil sesuai yang

direncanakan.

4. Perlu diupayakan agar pelaksanaan penerapan proses keperawatan dilakukan

pada klien dari sejak masuk Rumah Sakit sampai keluar sehingga dapat

tergambar secara jelas manfaat proses keperawatan terhadap klien.

5. Evaluasi seyogyanya dilakukan berdasarkan tujuan diagnosa yang telah

ditetapkan sebelumnya yang dibedakan menjadi evaluasi proses dan evaluasi

hasil, sehingga bila diagnosa belum teratasi dapat dilakukan modifikasi

tindakan sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi.

6. Pendokumentasian sebaiknya dapat dimodifikasi seminimal mungkin. sehingga

mampu dilakukan oleh perawat ruangan tanpa harus menggunakan waktu yang

cukup lama hanya untuk menulis saja.

7. Perawat seharusnya mampu menganalisa kasus yang ditangani walaupun

didapatkan kesenjangan dengan teori, tetap harus berpatokan pada pemenuhan

kebutuhan dasar manusia.

81
DAFTAR PUSTAKA

Amila. (2012). Gambar Struktur Anatomi Otak. (online),


(http://www.Jakarta.html, diakses 09 Agustus 2012).
Hidayat. A. (2004). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. edisi 2. Salemba Medika:
Jakarta.
Handayaningsih. (2009). Dokumentasi Keperawatan. Mitra Cendikia Pers: Jakarta

Hidayat. A. (2012). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba Medika:


Jakarta.
Lumbantobing. (2005). Keperawatan Anak. EGC: Jakarta.

Mansjoer Arif. (2002). Buku Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius:


Jakarta
Ngastiyah. (2005). Penyakit Anak Sakit. EGC: Jakarta

Nursalam. (2005). Proses & Dokumentasi Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta

Nurul Itqiyah. Dkk. (2008). Angka kejadian kejang demam menurut WHO.
(online). (http://www.Bandung.html, diakses 10 Juni 2012).
Price, Sylvia A. Wilson, Lorainne M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. EGC: Jakarta.

Pusponegoro. (2004). Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter


Anak Indonesia: Jakarta
Setiadi. (2007). Anatomi Fisiologi. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Smeltzer & Bare. (2000). Keperawatan Medikal Bedah. volume 2. EGC: Jakarta

Syaifuddin. (2005). Anatomi Fisiologi. EGC: Jakarta

Wartonah Tarwoto. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.


Edisi 3. Salemba Medika: Jakarta.

Wong. (2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. EGC: Jakarta

82
Penyimpangan KDM Kejang Demam

Demam meningkat

Kenaikan metabplisme basal dan energi

Kebutuhan oksigen meningkat

Terjadi kontraksi otak skelet Sirkulasi darah ke otak meningkat keseluruh tubuh

Terjadi hipokalsemia, hiperkarsemia Keseimbangan membran sel menurun

disebakan oleh metabolisme anaerobik Terjadi difusi dari ion kalium dan natrium

Hipotensi arterial Kerusakan neuron otak

denyut jantung yang tidak teratur Terjadi lepas muatan listrik

Gangguan peredaran darah Meluas keseluruh sel dan membran sel


sekitarnya dengan bantuan neuron
transmometer

Hipoksia
Kejang Demam
Meninggikan permelitas kapiler

Mikroorganisme Patogen
Resiko terjadi kerusakan otak
Reaksi Antigen antibody

Stimulus pada Termoresepter

Kelemahan RA Suhu tubuh Perubahan status kesehatan

Kesulitan Keseimbangan Hipertermi Kurang Informasi

Resiko terjadi bahaya Kurang Pengetahuan

Sumber (Ngastiyah, penyakit anak sakit : 2005).

83
84

Anda mungkin juga menyukai