Anda di halaman 1dari 4

SIFILIS

2.2Etiologi
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales
dan Genus Treponema spesies Treponema pallidum. Pada Tahun 1905 penyebab sifilis
ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum. Treponema berupa
spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan
gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-14 gelombang dan
bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada
mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik immunofluoresensi. Kuman ini
bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen pada manusia (1).

Gerakannya berupa rotasi sepanjang asksis dan maju seperti gerakan pembuka tutup
botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam.
Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman
tersebut cepat mati, sedangkan di dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam(2).

Treponema pallidum umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung,


masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat
ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang
melalui jaringan dan membran mukosa (1).

2.3 Epidemiologi

Asal penyakit ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada yang
menganggap penyakit ini berasal dari penduduk indian yang di bawa oleh anak buah
Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi
epidemi di Napoli. Pad abad ke -18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore
disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama (2).

Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbilitas sifiis di
Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio ekonomi. Selama Perang Dunia
kedua insidensnya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin
menurun (2).

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara
0,04-0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan.
Di Indonesia insidensnya 0,61% (2).

Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan tes
serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar”
karena sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan
menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementara di
Cina, laporan menunjukkan jumlah kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per 100.000 jiwa
pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. Di Amerika Serikat,
dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkiran
lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki (1).

2.4. Patogenesis
A. Stadium dini
Pada sifilis yang didapat T.pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi
atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan
bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel
plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di
kelilingi oleh T.pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak diantara
endotelium kapiler dan jaringan perivaskuler di sekitarnya. Kehilangan pendarahan
akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai SI (2).

Sebelum SI terlihat, kuman telah mencapi kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar
ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multifikasi
ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu sesudah SI (2).

SI akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya


berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa
sikatriks, SII juga mangalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang (2).
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif
masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi
dengan sifillis kongenital (2).

Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T.pallidum


membiak lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut
menyebar melalui jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren SII, yang
terakhir ini lebih sering terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat
berulang-ulang, tetapi pada umumnya tidak melebihi dua tahun. Sifilis tersebut terdapat
pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah (2).

B. Sifilis Lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,
sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada
saat itu muncullah SIII berbentuk gumma. Meskipun pada gumma tersebut tidak dapat
ditemukan T.pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi gumma tersebut timbul
di tempat-tempat lain (2).

Treponema mencapai sistem kardiovaskulerdan sistem syaraf pada waktu dini,


tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun
untuk menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan gumma biasanya tidak mendapat
gangguan syaraf dan kardiovaskuler, demikian pula sebaiknya. Kira-kira 2/3 kasus
dengan stadium laten tidak memberi gejala (2).
DAFTAR PUSTAKA

1. CDC (2017). Syphilis Pocket Guide for Providers. Center for Disease Control and
Prevention. https://www.cdc.gov/std/syphilis/Syphilis-Pocket-Guide-FINAL-508.pdf
- Diakses Desember 2018.
2. Djuanda, Adhi (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-7. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 455-474

Anda mungkin juga menyukai