UNIVERSITAS ANDALAS
SISTEMATIKA REVIEW :
KEPATUHAN KONSUMSI OBAT TERHADAP KEJADIAN MULTI-
DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB)
Oleh :
CICI DELSI
No. BP. 1511212029
penyakit infeksi menular yang telah menjadi masalah global sejak tahun 1993. Kasus TB di
seluruh dunia dilaporkan bahwa 90% terdapat pada kelompok usia produktif (≥ 15 tahun)
yaitu diantaranya 56% adalah pria dan 34% adalah wanita. Sedangkan pada kelompok usia
anak menyumbang sebesar 10% dari semua kasus TB seluruh dunia. Orang yang hidup
dengan HIV menyumbang 1,2 juta (11%) dari semua kasus TB baru.
Jumlah kasus baru TB didunia cenderung meningkat sejak tahun 2013. Pada tahun
2009 – 2012, jumlah kasus baru TB hanya sebesar 5,7 – 5,8 juta kasus baru. Menurut Global
Report Tuberculosis 2016, pada tahun 2015 diperkirakan masih terdapat 6,1 juta kasus baru
TB.(2) Sedangkan, pada tahun 2016 dan 2017 terdapat jumlah kasus baru yaitu masing –
masing sebesar 6,3 dan 6,4 juta kasus baru. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya
pelaporan kasus yang terdeteksi oleh sektor swasta di India dan Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan insiden TB terbesar di dunia dengan
menduduki peringkat ke 2 dari 30 negara setelah India yang mempunyai beban tinggi untuk
TB pada tahun 2017. Indonesia memberikan kontribusi sebesar 8% dari jumlah seluruh kasus
TB di dunia. Perkiraan jumlah kasus baru TB tahunan semua tipe di Indonesia mencapai
1.020.000 kasus dengan incidence rate yaitu sebesar 391 kasus per 100.000 penduduk pada
tahun 2017.
menyebabkan kecacatan dan kematian ini. Salah satunya yaitu Directly Observed Treatment
Short-course (DOTS) yang dikembangkan oleh WHO dan IUALTD pada tahun 1990-an.
DOTS dilakukan secara rutin dan tidak terputus. Upaya pengobatan TB apabila terputus dan
tidak sesuai standar DOTS berakibat pada munculnya kasus resistensi ganda terhadap obat
anti TB (OAT) yaitu rifampisin dan isoniazid. Hal ini mengakibatkan munculnya
permasalahan baru yang berkaitan dengan TB yaitu kekebalan ganda kuman TB terhadap
obat anti TB atau disebut dengan Multi Drug Resistant Tuberculosis (TB MDR).
Jumlah kasus TB MDR secara global dilaporkan yaitu sebesar 480.000 kasus baru
pada tahun 2015 dengan angka kematian diperkirakan mencapai 250.000 kasus. Pada tahun
2016, terjadi peningkatan jumlah kasus yang didiagnosis mengalami TB MDR yaitu sebesar
adalah pasien TB. Insiden TB MDR tertinggi pada tahun 2016 berasal dari Asia Tenggara
Pengobatan pada pasien TB MDR lebih sulit, lebih mahal dan lebih rumit daripada
pengobatan pada pasien TB yang belum resistensi terhadap obat anti tuberkulosis. Butuh
waktu yang lebih lama untuk pengobatan pasien TB dengan TB MDR daripada pengobatan
pasien TB bukan TB MDR, yaitu sekitar 18 – 24 bulan. Tahapan pengobatan TB MDR terdiri
dari tahap awal dan tahap lanjutan. Pada tahap awal bertujuan untuk mencegah terjadinya
resisten obat. Pasien diberikan obat setiap hari secara tepat dan teratur. Apabila pengobatan
tahap awal dilakukan maka dalam kurun waktu 2 minggu pasien tidak menularkan kuman TB
MDR. Sedangkan, pada tahap lanjutan bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan
Penyakit menular ini masih berpeluang untuk disembuhkan, jika pasien melakukan
pengobatan secara teratur selama 6 bulan. Obat yang diminum perlu adanya pengawasan dan
dukungan dari anggota keluarga. Apabila pengobatan tidak dilakukan dengan baik selama 6
bulan, maka suatu saat adanya kemungkinan untuk kambuh dan kuman tuberkulosis akan
resisten terhadap obat. Lamanya waktu pengobatan, kepatuhan dan keteraturan untuk berobat,
merokok, motivasi dan ketidakteraturan minum obat. Motivasi yang rendah dan
ketidakteraturan berobat terbukti berpengaruh menjadi faktor risiko terhadap kejadian Multi-
Drug Resistant (MDR-TB) yaitu Odds Rationya masing – masing sebesar 4,2 dan 2,3. Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Reviono pada tahun 2014 diketahui faktor yang
mempengaruhi kejadian TB MDR adalah jenis kelamin, usia, komorbid, riwayat pengobatan
Penelitian yang dilakukan oleh Mega pada tahun 2016, salah satu faktor risiko
mengetahui tentang MDR TB ketika diberikan kuesioner. Selain itu, efek samping obat juga
dirasakan setiap hari selama pengobatan ini cukup menganggu aktivitas seperti sakit kepala,
mual, nyeri sendi, reaksi kulit alergi, depresi, vertigo, naiknya kadar asam urat dan lainnya.
Hal ini yang menyebabkan pasien tidak menjalani pengobatan dengan baik. Lama pengobatan
yang cukup lama juga mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
Tingkat ketidakpatuhan pada pasien yang menjalani pengobatan pada fase lanjutan lebih
Pengawas minum obat juga merupakan salah satu aspek penting yang menunjang
Pengawasan terhadap minum obat secara teratur dan sesuai program kepada pasien
merupakan salah satu bentuk dukungan dari keluarga terdekat pasien. Dukungan keluarga
yang dapat diberikan yaitu dengan menunjukkan kepedulian, simpati, pengertian, semangat
untuk menjalani pengobatan. Keluarga dapat dijadikan sebagai pengawas minum obat
dikarenakan dikenal, dipercaya penderita dan petugas kesehatan. Peran pengawas minum
obat sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi obat pada pasien TB MDR agar
terhadap kejadian TB MDR, dengan hasil yang berbeda antara satu penelitian dengan
penelitian yang lain. Diperlukannya suatu kesimpulan dari berbagai penelitian yang sudah
ada, karena penggabungan hasil dari berbagai penelitian lebih kuat daripada hasil satu
penelitian yang membahas pengaruh kepatuhan konsumsi obat, sikap pasien terhadap
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh kepatuhan konsumsi obat, sikap pasien terhadap pengobatan pasien Multi-Drug
Resistant Tuberculosis (MDR-TB), lama pengobatan, adanya pengawas minum obat terhadap
membahas pengaruh kepatuhan konsumsi obat, sikap pasien terhadap pengobatan pasien
Public Health dan Google Scholar dengan tahun publikasi artikel yang tidak lebih dari 5
tahun terakhir. Kriteria inklusi penelitian dengan desain studi observasional dan full paper.
2 Putri Pamungkas, 2017 Evaluation of Multi-Drug Resistant Case Control 1. Umur 1. Sig = 0,618
dkk Tuberculosis Predictor Index in 2. Jenis Kelamin 2. Sig = 0,949
Surakarta, Central Java 3. Pendidikan 3. Sig = 0,490
4. Pekerjaan 4. Sig = 0,603
5. Riwayat BCG 5. Sig = 0,102
6. Jarak Pelayanan Kesehatan 6. Sig = 0,275
7. Merokok 7. Sig = 0,143
8. DM 8. Sig = 0,033
9. PMO 9. Sig = 0,001
10. Efek Samping Obat 10. Sig = 0,026
11. Keteraturan Pengobatan 11. Sig = 0,001
12. Pengobatan Sebelumnya 12. Sig = 0,001
3 Cynthia Devi 2018 Faktor-faktor yang mempengaruhi Cross- 1. Motivasi 1. Sig = 0,001
Aristiana, dkk Sectional 2. Kepatuhan Minum Obat 2. Sig = 0,001
terjadinya Multi Drug Resistance Study 3. Konsumsi Alkohol 3. Sig = 0,001
4. Kebiasaan Merokok 4. Sig = 0,001
Nama Peneliti Tahun Judul Disain Variabel Hasil
Tuberkulosis (MDR-TB) 5. Status Gizi 5. Sig = 0,005
4 Lilla Maria.,S.Kep. 2015 Identifikasi Faktor Resiko Cross- 1. Kepatuhan Minum Obat 1. Sig = 0,001
Ners, M.Kep Terjadinya Tb Mdr pada Penderita Sectional 2. Jenis Kelamin 2. Sig = 0,001
Tb Paru di Wilayah Kerja Kota Study 3. Riwayat Merokok 3. Sig = 0,001
Madiun
5 Mega Shinta, dkk 2016 Kajian Pengobatan dan Kepatuhan Case Control 1. Umur 1. Usia
Pasien Multidrug-Resistant Kepatuhan
Tuberculosis (MDR-TB) di RSUD tertinggi :
A.W Sjahranie Samarinda 20-34 tahun
2. Jenis Kelamin 2. Perempuan :
90%
3. Pekerjaan 3. Pekerjaan
yang paling
patuh : tidak
bekerja
4. Riwayat Penyakit Lain (88,9%)
4. 81,8%
responden
dengan
penyakit
5. Pola Pengobatan penyerta
5. Tahap
lanjutan
(80%)
6 Muh. Ryman 2017 Factors Related To The Success Of Cross- 1. Pengetahuan 1. Sig = 0,002
Napirah, dkk The Treatment Program Of Sectional study 2. Keteraturan Minum Obat 2. Sig = 0,000
Multidrug-Resistant Tuberculosis 3. Pengawas Minum Obat 3. Sig = 0,010
In Polyclinic Of Mdr-Tb Of The 4. Efek Samping Obat 4. Sig = 0,000
General Hospital Of Undata Palu,
Indonesia 5. Kualitas layanan petugas 5. Sig = 0,001
kesehatan
Nama Peneliti Tahun Judul Disain Variabel Hasil
6. Jarak terhadap fasilitas 6. Sig = 0,315
kesehatan
7 Chunxiao Zhang, 2016 Determinants of multidrug resistant Case Control 1. Pengobatan TB sebelumnya 1. AOR = 4,51
dkk tuberculosis in Henan province in 2. Jenis kelamin laki – laki 2. AOR = 1,09
China: a case control study 3. Tingkat pendidikan lebih 3. AOR = 1,87
rendah
4. Pengangguran 4. AOR = 1,30
5. Jarak tinggal jauh dari 5. AOR = 6,66
faskes
6. Pengetahuan 6. AOR = 2,06
7. Merokok 7. AOR = 2,07
8. Transportasi ke faskes 8. AOR = 1,85
9. Waktu tempuh ke faskes 9. AOR = 1,42
10. Stigma sosial 10. AOR =
1,17
11. Ada infeksi oportunistik 11. AOR =
1,45
12. Lama berobat pertama 12. AOR =
lebih dari 8 bulan 1,39
13. Efek samping obat 13. AOR =
2,39
8 Kedir Abdella, dkk 2015 Drug resistance patterns of Cross 1. Tempat tinggal 1. AOR = 3,4
Mycobacterium tuberculosis Sectional 2. Lamanya pengobatan 2. AOR = 3,0
complex and associated factors 3. Frekuensi terapi 3. AOR = 2,9
among retreatment cases around sebelumnya
Jimma, Southwest Ethiopia
9 Tadele Teshome 2017 The prevalence and factors Cross 1. Pengawas Pasien 1. Sig = 0,002
Nama Peneliti Tahun Judul Disain Variabel Hasil
Woimo, dkk associated for anti-tuberculosis Sectional 2. Mendapatkan Pendidikan 2. Sig = 0,001
treatment non-adherence among kesehatan
pulmonary tuberculosis patients in 3. Efek Samping Obat 3. Sig = 0,025
public health care facilities in 4. Fase pengobatan 4. Sig = 0,01
South Ethiopia : a cross sectional 5. Pengetahuan 5. Sig = 0,001
study 6. Biaya Pengobatan 6. Sig = 0,001
LAMPIRAN JUDUL
PubMed