Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT OBSTETRI GINEKOLOGI

RSUD DR. H. KUMPULAN PANE TEBING TINGGI

Disusun oleh:

SARJITO

7111081661

Pembimbing :

Dr. T. Jeffry Abdillah Sp.OG

Dr. Adi Kusuma Wiratma Sp.OG

Dr. Ari Abdurrahman Lubis Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, penulis mengucapkan puji dan


syukur atas kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya penulis
dapat menyeselaisan seluruh rangkaian penyusunan makalah, sebagai salah satu
tugas di Bagian Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. H. Kumpulan
Pane Tebing Tinggi.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyampaikan terima kasih


kepada Dr. T. Jeffry Abdillah Sp.OG, Dr. Adi Kusuma Wiratma Sp.OG dan Dr.
Ari Abdurrahman Lubis Sp.OG yang telah menjadi narasumber dan yang telah
membimbing dalam penyelesaian makalah ini dan semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Dalam makalah ini nantinya akan dibahas mengenai “Pertumbuhan Janin


Terhambat”

Layaknya sebagai mahasiswa/i yang sedang menempuh pendidikan koass


dan masih dalam proses pembelajaran tentunya makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Tebing tinggi, Oktober 2016

Hormat saya

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1


1.1 Latar Belakang .......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3


2.1 Definisi.....................................................................................................3
2.2 Insidensi dan Epidemiologi ...................................................................4
2.3 Klasifikasi ...............................................................................................5
2.4 Faktor Resiko dan Etiologi....................................................................8
2.4.2 Etiologi .................................................................................................8
2.5 Manifestasi klinis ...................................................................................9
2.6 Patofisiologi ............................................................................................10
2.7 Diagnosis ................................................................................................11
2.8 Komplikasi PJT ......................................................................................13
2.9 Penatalaksanaan.....................................................................................14
2.10 Pencegahan ...........................................................................................18
2.11 Prognosis ...............................................................................................18

BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................20


3.1 Kesimpulan .............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................21


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi kecil masa kehamilan merupakan masalah tersering dengan


morbiditas dan mortalitas neonatus terutama di negara berkembang. Bayi kecil
masa kehamilan (KMK) disebut juga small for gestational age (SGA) sering
disamakan dengan bayi dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau
intrauterine growth restriction (IUGR). Angka mortalitas PJT meningkat 3-8 kali
dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal. Masalah morbiditas
neonatus yang dapat terjadi termasuk terhambat perkembangan neurologis.1

Sekitar dua per tiga PJT berasal dari kelompok kehamilan yang berisiko
tinggi, misalnya hipertensi, perdarahan antepartum, penderita penyakit jantung,
dan kehamilan multipel sedangkan sepertiga lainnya berasal dari kelompok
kehamilan tidak mempunyai risiko. Nutrisi maternal juga berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan janin. Beberapa bukti menunjukkan bahwa
pertumbuhan janin yang paling rentan terhadap kekurangan nutrisi maternal
(contohnya, protein dan mikronutrien) adalah selama periode peri-implantasi dan
periode perkembangan plasenta yang cepat.1

Small for Gestational Age (SGA) berbeda dengan Intrauterine Growth


Retardation /Restriction (IUGR). SGA adalah sekelompok janin / bayi yang berat
badannya sama atau kurang dari 10 persentil tanpa adanya proses patologi.

IUGR adalah sekelompok janin / bayi yang berat badannya sama atau
kurang dari 10 persentil sebagai akibat dari proses patologi yang mencegah
ekspresi dari potensi pertumbuhan internal yang normal. IUGR terjadi sebagai
akibat adanya kelainan faktor: maternal, fetal atau plasenta yang terjadi sendiri-
sendiri atau bersamaan. SGA dan IUGR tidak sinonim, kira-kira 70% bayi yang
berat badannya kurang dari 10 persentil nutrisi intrauterinenya baik (konstitusinya
kecil) dan 30% tergolong IUGR patologis.2

Pada penelitian pendahuluan diempat pusat fetomaternal di Indonesia


tahun 2004-2005 didapatkan 571 bayi KMK pada 14.702 persalinan atau rata-rata
4,40%. Paling sedikit di RS Dr. Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di
RS Dr. Sardjito Yogyakarta 6,44%.1

Cara pemeriksaan klinis untuk mendeteksi PJT (berupa identifikasi faktor


risiko dan pengukuran tinggi fundus uteri) seringkali memberikan hasil yang
kurang akurat. Dengan demikian parameter pengukuran tinggi fundus uteri tidak
dapat dijadikan patokan untuk mendiagnosis PJT. Janin dianggap PJT jika dari
pemeriksaan ultrasonografi (USG) didapatkan berat janin khususnya lingkar perut
atau berat janin serial dibawah angka normal untuk usia kehamilan tertentu,
biasanya dibawah persentil 5 atau 10.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau Intra Uterine Growth Restriction


(IUGR). merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi pola pertumbuhan janin.
Yang terjadi pada PJT adalah proses patologi yang menghambat janin untuk
mencapai potensi pertumbuhannya. Pertumbuhan Janin Terhambat ditentukan bila
janin kurang dari 10 persentil dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan
tertentu.3,6

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) tidaklah sama dengan janin KMK.


Beberapa PJT adalah janin KMK, sementara 50-70% janin KMK adalah janin
konstitusional kecil dengan pertumbuhan janin yang sesuai dengan ukuran dan
etnis ibu. Pertumbuhan janin terhambat menunjukkan terhambatnya potensi
pertumbuhan secara genetik yang patologis, sehingga didapatkan adanya bukti-
bukti gangguan pada janin seperti gambaran Doppler yang abnormal, dan
berkurangnya volume cairan ketuban. Dengan demikian, PJT adalah ketidak
mampuan janin mempertahankan pertumbuhan yang diharapkan sesuai dengan
kurva pertumbuhan yang telah terstandarisasi dengan atau tanpa adanya KMK.1

Janin KMK diartikan sebagai janin dengan taksiran berat janin (TBJ) atau
lingkar perut janin pada pemeriksaan USG yang kurang dari persentil 10. Ini tidak
menggambarkan suatu kelainan pertumbuhan patologis, bahkan hanya
menggambarkan taksiran berat janin yang dibawah kisaran normal.1
Gambar 2.1 persentil berat badan janin sesuai usia kehamilan

2.2 Insidensi dan Epidemiologi

Insidensi PJT bervariasi tergantung dari definisi yang digunakan,


kurva standart, lokasi geografis dan ras seseorang. Insidensi PJT diperkirakan
sekitar 5-7%. Beberapa penelitian memperlihatkan presentase yang lebih tinggi
(sampai 15% kehamilan), namun dari laporan ini ditemukan insidensi PJT dan
BBLR masih sama. Pada sebagian besar kasus, insufisiensi plasenta merupakan
penyebab utama PJT, sedangkan asupan gizi maternal yang kurang dan infeksi
memegang peranan yang lebih besar pada Negara berkembang. Bayi dengan
gangguan pertumbuhan mempunyai resiko untuk terjadinya aspirsi mekonium,
polisitemia, hipoglikemia, maslah pertumbuhan dan perkembangan jangka
panjang. Bila kasus PJT dikenali lebih awal dapat mengurangi komplikasi
tersebut.4
2.3 Klasifikasi

Terjadinya Pertumbuhan Janin Terhambat diklasifikasikan menjadi 3,


yaitu:
1. PJT Tipe 1(simetris, proporsional)
Pada PJT tipe 1 dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil
akibat berkurangnya proliferasi seluler semua organ janin. PJT Tipe
1ditandai dengan berat badan, lingkar kepala dan panjang badan yang
berada dibawah persentil ke 10. PJT simetris ini terjadi selama kehamilan
trimester ke 1 dan trimester ke 2 dan angka kejadiannya kira-kira 20-30%
dari seluruh bayi PJT.

Gambar 2.2 PJT Simetris5


2. PJT Tipe 2 (asimetris, disproporsional)
PJT Tipe 2 terjadi karena janin kurang mendapat nutrisi dan energi,
sehingga sebagian besar energi digunakan secara langsung untuk
mempertahankan organ vital (otak dan jantung). Hal ini umumnya terjadi
akibat insufisiensi plasenta. PJT asimetris mempunyai ukuran kepala
normal tetapi lingkar perut kecil.PJT Tipe 2 memiliki berat badan yang
kurang dari persentil 10. Sedangkan ukuran kepala dan panjang badan
normal. Hal ini terjadi pada trimester terakhir yang disebabkan karena
penurunan kecepatan pertumbuhan.
Gambar 2.3 PJT Asimetris5

3. PJT Kombinasi
Bayi mungkin mengalami pemendekan skeletal sedikit pengurangan dari
masa jaringan lunak. Jika malnutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan
parah, janin kemungkinan akan kehilangan kemampuan untuk kompensasi
sehingga terjadi peralihan dari PJT kombinasi menjadi PJT tipe simetris.3

Perbedaan PJT tipe 1 dan 2

PJT Simetris PJT Asimetris

Insidensi 20-30% Insidensi 70-80%

Terjadi pada trimester 1 dan 2 Terjadi pada trimester 3

Semua bagian tubuh kecil Kepala lebih besar dari abdomen

Menghambat selular embrionik

Menghambat hipertrofi dan Menghambat hipertrofi seluler


hiperplasia seluler

Menurunnya jumlah dan ukuran sel Menurunnya ukuran sel

Indeks ponderal normal Indeks ponderal rendah

Rasio kepala/abdomen dan femur/ Rasio kepala/abdomen dan femur


abdomen yang normal abdomen meningkat

Penyakit genetik, infeksi Insufisiensi pembuluh darah plasenta

Komplikasi neonatus, komplikasi Biasanya keadaan neonatus agak buruk


buruk dan membaik bila komplikasi dihindari
atau diterapi secara adekuat
Hipertrofi adalah adalah peningkatan volume organ atau jaringan akibat
pembesaran komponen sel. Sedangkan hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel
dalam suatu organ atau jaringan.7

Proses pertumbuhan sel-sel secara mitosis cepat pada organ organ janin
dan plasenta dapat dibagi kedalam 3 fase yakni :

1. Fase hiperplasia atau proliferasi


Terjadi penggandaan sel sel secara mitosis cepat pada organ-organ janin
dan peningkatan kandungan DNA. Hal ini terjadi sejak permulaan
perkembangan janin sampai usia kehamilan 16 minggu.
2. Fase hiperplasia dan hipertrofi
Terjadi penurunan mitosis sel dan peningkatan ukuran sel hal ini
berlangsung sampai usia kehamilan 32 minggu.
3. Fase hipertrofi
Terjadi peningkatan kecepatan pertambahan ukuran sel, akumulasi
jaringan lemak, otot dan jaringan ikat dimana puncak kecepatan
pertambahan ukuran sel terjadi pada usia kehamilan 33 minggu.

Fase hiperplasia dimulai pada awal perkembangan janin, kemudian secara


bertahap terjadi pergeseran ke fase hipertofi. Gangguan pertumbuhan pada
malnutrisi yang terjasi selama fase hiperplasia (biasanya akibat kelainan
kromosom dan infeksi) akan menyebabkan berkurangnya jumlah sel yang sifatnya
permanen (PJT Simetris).
Malnutrisi yang terjasi selama fase hipertrofi (biasanya akibat gangguan
fungsi plasenta, misal pada preeklampsia) akan menyebabkan berkurangnya
ukuran sel yang sefatnya reversibel (PJT Asimetris). Apabila malnutrisi terjadi
pada fase hiperplasia dan hipertrofi akan menyebabkan berkurangnya jumlah dan
ukuran sel (PJT kombinasi).1,3
2.4 Faktor Resiko dan Etiologi

2.4.1 Faktor Risiko

Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan faktor risiko


dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur kehamilan. Beberapa faktor
risiko PJT antara lain, lingkungan sosio-ekonomi rendah, adanya riwayat PJT
dalam keluarga, riwayat obstetri yang buruk, dan berat badan sebelum dan selama
kehamilan yang rendah.

Diantara faktor risiko tersebut ada beberapa faktor risiko yang dapat
dideteksi sebelum kehamilan dan selama kehamilan. Faktor risiko yang dapat
dideteksi sebelum kehamilan antara lain ada riwayat PJT sebelumnya, riwayat
penyakit kronis, riwayat Antiphsopholipid syndrome (APS), indeks massa tubuh
yang rendah, dan keadaan hipoksia maternal. Sedangkan faktor risiko yang dapat
dideteksi selama kehamilan antara lain peningkatan kadar MSAFP/hCG, riwayat
minum jenis obat-obatan tertentu seperti coumarin dan hydantoin, perdarahan
pervaginam, kelainan plasenta, partus prematur, kehamilan ganda dan kurangnya
penambahan berat badan selama kehamilan.1

2.4.2 Etiologi

Kurang lebih 80-85% PJT terjadi akibat perfusi plasenta yang menurun
atau insufisiensi utero-plasenta dan 20% akibat karena potensi tumbuh yang
kurang. Potensi tumbuh yang kurang tersebut disebabkan oleh kelainan genetik
atau kerusakan lingkungan. Secara garis besar, penyebab PJT dapat dibagi
berdasarkan faktor maternal, faktor plasenta dan tali pusat, serta faktor janin.
Tabel 2.1 Etiologi pertumbuhan janin terhambat (PJT)1

Faktor Maternal Faktor plasenta Faktor janin

 Hipertensi dalam  Sindroma twin to twin  Infeksi pada janin


Kehamilan Transfusion seperti HIV,
 Penyakit jantung  Kelainan plasenta Cytomegalovirus,
Sianosis  Solusio plasenta rubella, herpes,
 Diabetes melitus kronik toksoplasmosis,
lanjut  Plasenta previa syphilis
 Hemoglobinopati  Kelainan insersi tali  Kelainan
 Penyakit autoimun pusat kromosom/genetik
 Malnutrisi  Kelainan tali pusat (Trisomy 13, 18,
 Merokok dan 21, triploidy,
 Narkotika Turner’s syndrome,
 Kelainan uterus penyakit
 Trombofilia metabolisme)

2.5 Manifestasi Klinis


Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat, dan
berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dan layu dibanding pada bayi
normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari berhentinya
pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi
dan oksigenasi yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan
jaringan, atau karena infeksi. Meski pada sejumlah janin, ukuran kecil untuk masa
kehamilan bisa diakibatkan karena faktor genetik (kedua orangtua kecil).
PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat
dini sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu. Sementara,
PJT yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem
lain. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi
terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya
sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi
abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang
dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut :

 Penurunan level oksigenasi


 Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi
adaptasi bayi segera setelah lahir)
 Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam
kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas
 Hipoglikemi (kadar gula rendah)
 Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin
 Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)4

2.6 Patofisiologi

Penyebab multifaktoral dari PJT ini disebabkan oleh 3 kumungkinan : (1)


gangguan fungsi plasenta. (2) faktor ibu: berkurangnya suplai oksigen dan/atau
asupan gizi. (3) faktor janin: penurunan kemampuan janin untuk menggunakan
asupan gizi. Plasenta memainkan peranan penting dalam dua kategori yang
pertama. Perkembangan abnormal, berkurangnya perfusi, dan disfungsi vili-vili
plasenta sering menyebabkan PJT, khususnya pada tipe simetris.

Pada plasenta ibu dengan preeklamsia terjadi invasi sitotrofoblas (CTB)


yang dangkal pada rahim dan differensiasi CTB yang abnormal. Kegagalan atau
gangguan invasi CTB ini akan mencegah remodeling desidual distal
menyebabkan berkurangnya perfusi maternal-vili plasenta, hipoksia plasenta
setempat yang akan menyebabkan terjadinya PJT. Disfungsi vili plasenta yang
disebabkan oleh apoptosis pada trofoblas, stress oksidatif, infark dan kerusakan
sitokin akan mengakibatkan terjadinya angiogenesis yang tidak menentu pada
plasenta, sehingga menghambat pemulihan pada plasenta.3
Baru-baru ini ditemukan faktor spesifik lain sebagai penyebab terjadinya
PJT. Yakni, insulin dan insulin growth like faktor (IGF)-1 dan 2. Yang merupakan
hormon anabolik untuk pertumbuhan janin pada PJT ditemukan kadar IGF-1
rendah dan IGF binding protein yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian lain
dimana terjadinya delesi parsial pada IGF-1 yang ditemui pada bayi PJT dengan
berat badan yang ekstrim. Disamping itu IGF-1 juga berperan pada invasi dan
differensiasi trofoblas serta pertumbuhan dari plasenta.3

Faktor lain yang berperan ialah adalah glial cell missing-1 (GCM-1) yang
dibutuhkan untuk morfogenesis dan differensiasi dari trofoblast. Pada percobaan
binatang dan manusia ditemui bahwa leptin juga berperan dalam regulasi dan
pertumbuhan janin. Leptin adalah hormon polipeptida yang diproduksi oleh
jaringan lemak, kadar yang rendah pada sirkulasi janin dan plasenta, menunjukkan
adanya gangguan pertumbuhan. Disamping itu leptin juga mempunyai hubungan
yang erat dengan hormon pertumbuhan lainnya, yakni: insulin, kortisol dan IGF-
1.
Oligohidramnion sering berhubungan dengan PJT terutama yang
asimetrikal, hal ini menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan produksi urin.
Bila terdapat oligohidramnion angka mortalitas perinatal akan meningkat lebih
dari 50 kali lipat akibat komplikasi asfiksia. Kemungkinan adanya kelainan
bawaan yang menyebabkan oligohidramnion, seperti agenesis atau disgenesis
ginjal yang menyertai PJT juga perlu disingkirkan.3

2.7 Diagnosis
Diagnosis PJT dapat diketahui berdasarkan:

1. Faktor Ibu

Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, penyakit ginjal, kardiopulmonal dan


pada kehamilan ganda.
2. Tinggi Fundus Uteri

Cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada
kehamilan kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan
dari simpisis pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di
dapat panjang fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter di bawah ukuran
normal untuk masa kehamilan itu maka kita dapat mencurigai bahwa janin
tersebut mengalami hambatan pertumbuhan.

Cara ini tidak dapat diterapkan pada kehamilan multipel, hidramnion,


janin letak lintang.

3. USG

Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal atau cephalometry


angka kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG ditemukan cephalometry
yang tidak normal maka dapat kita sebut sebagai asimetris PJT. Selain itu dengan
lingkar perut kita dapat mendeteksi apakah ada pembesaran organ intra abdomen
atau tidak, khususnya pembesaran hati.

Tetapi yang terpenting pada USG ini adalah perbandingan antara ukuran
lingkar kepala dengan lingkar perut (HC/AC) untuk mendeteksi adanya asimetris
PJT. Pada USG kita juga dapat mengetahui volume cairan amnion,
oligohidramnion biasanya sangat spesifik pada asimetris PJT dan biasanya ini
menunjukkan adanya penurunan aliran darah ke ginjal.

Setiap ibu hamil memiliki patokan kenaikan berat badan. Misalnya, bagi
ibu yang memiliki berta badan normal, kenaikannya sampai usia kehamilan 9
bulan adalah antara 12,5 kg-18 kg, sedangkan bagi yang tergolong kurus,
kenaikan sebaiknya antara 16 kg-20 kg. Sementara, jika Anda termasuk gemuk,
maka pertambahannya antara 6 kg–11,5 kg. Bagi ibu hamil yang tergolong
obesitas, maka kenaikan bobotnya sebaiknya kurang dari 6 kg. Untuk memantau
berat badan, terdapat parameter yang disebut dengan indeks massa tubuh (IMT).
Patokannya, bila :
IMT 20 – 24 = normal IMT 25 – 29 = kegemukan (overweight) IMT lebih
dari 30 = obesitas IMT kurang dari 18 = terlalu keras

Jadi, jika IMT Anda 20-24, maka kenaikan bobot tubuh selama kehamilan
antara 12,5 kg-18 kg, dan seterusnya. Umumnya, kenaikan pada trimester awal
sekitar 1 kg/bulan. Sedangkan, pada trimester akhir pertambahan bobot bisa
sekitar 2 kg/bulan.

4. Doppler Velocimetry

Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi end-


diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini menandakan bahwa adanya
PJT.

5. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan gula darah, bila ada indikasi diabetes mellitus


2. Screening penyakit infeksi, waspada infeksi TORCH, Syphilis
3. Pengukuran kadar enzim transaminase, waspada Hepatitis B dan C
6. Pengukuran Cairan Amnion

Terdapat hubungan antara oligohidramnion dengan pertumbuhan janin


terhambat, juga semakin kecil kantong cairan amnion semakin besar angka
kematian perinatal. Karena semakin sedikit cairan amnion berarti kurangnya
jumlah produksi urin janin akibat hipoksia dan penurunan aliran darah ginjal.
Mengukur indeks cairan amnion (ICA), Doppler, kardiotokografi (KTG) dan
profil biofisik; metode tersebut bersifat lemah dalam mendiagnosis PJT.
Metaanalisis menunjukkan bahwa ICA antepartum < 5 cm meningkatkan angka
bedah sesar atas indikasi gawat janin. ICA dilakukan setiap minggu atau 2 kali
seminggu tergantung berat ringannya PJT.4
2.8 Komplikasi PJT
PJT yang tidak segera diberi tindakan penanganan dapat menyebabkan
bahaya bagi janin hingga menyebabkan kematian. Komplikasi yag dapat terjadi
adalah :

Antenatal : gagal nafas dan kematian janin

Intranatal : hipoksia dan asidosis

Setelah lahir :

a. Langsung:

 Asfiksia
 Hipoglikemi
 Aspirasi mekonium
 DIC
 Hipotermi
 Perdarahan pada paru
 Polisitemia
 Hiperviskositas sindrom
 Gangguan gastrointestinal
b. Tidak langsung

Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari


sejak kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana
terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk
ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan
kromosom.4
2.9 Penatalaksanaan
Berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang
menderita hambatan pertumbuhan intrauterin maka kehamilan/persalinan
berisiko menghendaki dilakukannya beberapa prinsip dasar berikut:

1. Deteksi dini (skrining)


Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan
intrauterin perlu dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk
merencanakan dan melakukan suatu intervensi yang diperlukan atau
membuat rencana kerja sebelum terjadi kerusakan pada janin. Perlu
perhatian yang serius pada pasien hamil risiko tinggi seperti hipertensi, ibu
perokok atau peminat alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek karena
malnutrisi, ibu dengan penambahan berat badan yang minimal dalam
kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan hambatan pertumbuhan
intrauterine atau kelainan kongenital, diabetes, anemia.4
2. Menghilangkan faktor resiko
Gizi wanita hamil lebih bergantung kepada jumlah kalori yang
masuk dari pada komponen kalori itu sendiri. Wanita hamil perlu
mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada yang dikonsumsinya
sebelum hamil dengan kandungan protein 1,5 gram/kg per hari. Dengan
demikian penambahan berat badan dalam kehamilan pada keadaan
normal bila dicapai 12 sampai 16 kg. Kurang gizi, merokok, alkohol, dan
penyalahgunaan obat-obatan dan sebagainya perlu diatasi terutama dalam
masa hamil.4
3. Meningkatkan aliran darah ke uterus
Pada keadaan sistem vaskular berdilatasi maksimal jumlah darah
yang mengalir kedalam uterus berbanding langsung dengan tekanan darah
maternal. Semua pekerjaan fisik yang berat akan mengurangi jumlah
darah yang mengalir ke dalam uterus sehingga memberatkan keadaan
janin yang telah menderita hambatan pertumbuhan intrauterin. Oleh
karena itu semua pekerjaan fisik dilarang pada kehamilan dengan
hambatan pertumbuhan intrauterine.4

4. Melakukan fetal surveillance antepartum


Sebelum melaksanakan program fetal surveilllance yang intensif
perlu diperhatikan bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kongenital
misalnya trisomi yang sering bersama dengan hambatan pertumbuhan
intaruterin simetris yang berat. Jika diduga ada keadaan yang demikian
lebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan kariotip janin untuk konfirmasi.
Cairan ketuban (diperoleh melalui amniosintesis) atau darah tali pusat
(diperoleh melalui kordosintesis) dapat dipakai untuk pemeriksaan kariotip
janin.
Program surveillance antepartum sudah boleh dimulai pada usia
kehamilan 24 minggu bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin
telah ditegakkan. Beberapa uji penilaian yang perlu dikerjakan sampai
kehamilan diterminasi adalah uji tanpa beban untuk memonitor reaktivitas
jantung janin (2x seminggu), pengurangan volume cairan ketuban dan
hambatan pertumbuhan kepala dengan memantau pertumbuhan DBF
dengan ultrasonografi setiap minggu. Disamping itu bila perlu dilakukan
penilaian kesehatan janin melalui pemeriksaan-pemeriksaan profil biofisik,
Doppler velosimetri aliran darah arteri umbilikalis, dan pemeriksaan gas
darah janin. 4
5. Uji tanpa beban
Telah disepakati bahwa hasil uji tanpa beban yang menghasilkan
akselerasi 15 beat per menit atau lebih yang berlangsung paling tidak
selama 15 detik sebanyak 2 kali atau lebih dalam tempo 20 menit
pengamatan dianggap normal atau disebut rekaman yang reaktif. Jika pada
uji tanpa beban yang dilakukan setiap minggu tidak terdapat rekaman yang
reaktif, maka langkah berikut adalah melakukan uji beban kontraksi. 4
6. Uji beban kontraksi
Uji beban kontraksi dibuat untuk mendeteksi kekurangan suplai
oksigen uteroplasenta yang sampai ke fetus selama uterus berkontraksi.
Menurut Poseiro dkk bila kontraksi uterus menyebabkan kenaikan tekanan
intrauterin melebihi 30 mmHg, tekanan di dalam miometrium akan
melebihi tekanan di dalam arteri dan darah yang mengandung oksigen
tidak lagi bisa masuk ke dalam ruang intervillus.Untuk menimbulkan
kontraksi uterus yang cukup kuat sehingga terjadi efek tersebut diatas dan
memenuhi syarat untuk uji beban kontraksi (Contraction Stress Test atau
CST) dapat diperoleh dengan beberapa cara seperti :
a. Merangsang puting susu ibu (disebut Nipple Stimulation Test atau
NST)
b. Memberi infus larutan encer oksitosin (disebut Oxytocin Challenge
Test atau OCT)
c. Dalam masa partus dimana telah ada his spontan. Pada OCT pasien
diberi infus larutan encer oksitosin (10 unit oksitosin dalam 1000 ml
cairan penghantar seperti larutan Ringer Laktat).
Dengan demikian setiap 2 tetes larutan mengandung 1 ml oksitosin.
Dimulai dengan kecepatan 1 sampai 2 mU (2 sampai 4 tetes) per menit
yang secara bertahap tiap 15 menit dinaikkan sampai terdapat tiga his
dalam 10 menit.Bila pada rekaman terdapat deselerasi lambat yang
persisten berarti janin dalam keadaan hipoksia akibat dari insufisiensi
fungsi plasenta. Uji beban kontraksi memakan waktu yang lama dan
mempunyai pengaruh yang memberatkan hipoksia pada janin. Kedua hal
ini tidak terdapat pada uji tanpa beban.4
7. Terminasi kehamilan lebih awal
Bila semua hasil pemeriksaan fetal surveillance normal terminasi
kehamilan yang optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika
serviks matang dilakukan induksi partus. Sebaliknya bila hasil fetal
surveillance menjadi abnormal dalam masa pemantauan sebelum
mencapai usia kehamilan 38 minggu, kematangan paru janin perlu
dipastikan dengan pemeriksaan rasio lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila
ternyata paru-paru janin telah matang (rasio L/S= 2 atau lebih) terminasi
kehamilan dilakukan bila terdapat : 4
a. uji beban kontraksi positif
b. oligohidramnion
c. DBF tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi
mengalami disfungsi.
8. Monitoring intrapartum
Dalam persalinan perlu dilakukan pemantauan terus menerus sebab
fetus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin mudah menjadi hipoksia
dalam masa ini. Oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit
sehingga rekaman jantung janin menunjukkan deselerasi variabel.
Keadaan ini diatasi dengan memberi infus kedalam rongga amnion
(amnioinfusion). Pemantauan dilakukan dengan kardiotokografi kalau bisa
dengan rekaman internal pada mana elektroda dipasang pada kulit kepala
janin setelah ketuban pecah/dipecahkan dan kalau perlu diperiksa pH janin
dengan pengambilan sampel darah pada kulit kepala.Bila pH darah janin <
7,2 segera lakukan resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi
kehamilan dengan bedah. Resusitasi intrauterin dilakukan dengan cara ibu
diberi infus (hidrasi maternal) merebahkan dirinya kesamping kiri, bokong
ditinggikan sehingga bagian terdepan lebih tinggi, berikan oksigen
kecepatan 6 I/menit, dan his dihilangkan dengan memberi tokolitik
misalnya terbutalin 0,25 mg subkutan
2.10 Pencegahan

Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga,


faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah
komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil makan
makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan
narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang
cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik
dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana
dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.

Pada saat kehamilan, pemeriksaan rutin sangat penting dilakukan agar


kondisi ibu dan janin dapat selalu terpantau. Termasuk, jika ada kondisi PJT,
dapat diketahui sedini mungkin. Setiap ibu hamil dianjurkan melakukan
pemeriksaan setiap 4 minggu sampai dengan usia kehamilan 28 minggu.
Kemudian, dari minggu ke 28-36, pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap 2
minggu sekali. Selanjutnya, lakukan pemeriksaan setiap 1 minggu sampai dengan
usia kelahiran atau 40 minggu. Semakin besar usia kehamilan, semakin mungkin
pula terjadi hambatan atau gangguan. Jadi, pemeriksaan harus dilakukan lebih
sering seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.4

2.11 Prognosis

Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi


daripada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal antara lain prematuritas,
oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatnya angka SC, asfiksia
intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi,
hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi. Mortalitas perinatal
dipengaruhi beberapa faktor, termasuk derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT,
umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil persentil berat badan makin
tinggi angka kematian perinatal.
Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK bervariasi, pertumbuhan tinggi
badan dan berat badan bayi preterm KMK yang PJT lebih lambat dibandingkan
bayi preterm yang sesuai masa kehamilan dan tidak mengalami PJT. Bukti
epidemiologis menunjukkan adanya KMK dengan peningkatan risiko kejadian
kadar lipid darah yang abnormal, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
iskemik pada masa dewasa (hipotesis Barker).1
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau Intra Uterine Growth
Restriction (IUGR). merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi pola
pertumbuhan janin. Yang terjadi pada PJT adalah proses patologi yang
menghambat janin untuk mencapai potensi pertumbuhannya. Pertumbuhan
Janin Terhambat ditentukan bila janin kurang dari 10 persentil dari berat yang
harus dicapai pada usia kehamilan tertentu.

Small for Gestational Age (SGA) berbeda dengan Intrauterine Growth


Retardation /Restriction (IUGR). SGA adalah sekelompok janin / bayi yang
berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil tanpa adanya proses
patologi. SGA dan IUGR tidak sinonim, kira-kira 70% bayi yang berat
badannya kurang dari 10 persentil nutrisi intrauterinenya baik (konstitusinya
kecil) dan 30% tergolong IUGR patologis.

Terjadinya Pertumbuhan Janin Terhambat diklasifikasikan menjadi 3,


yaitu:

1. PJT Tipe 1(simetris, proporsional)


2. PJT Tipe 2 (asimetris, disproporsional)
3. PJT Kombinasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Pengelolaan Kehamilan Dengan


Pertumbuhan Janin Terhambat. Perhimpunan dan Ginekologi Indonesia.
Himpunan Kedokteran Feto Maternal. Jakarta; 2016.
2. Sofoewan S, Sulchan. Definisi, Faktor resiko, Etiologi dan Klasifikasi IUGR.
Subbagian Fetomaternal Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. RSUP DR Sardjito. Yogyakarta; 2015.
3. Susilawati H, Dessy. Volume dan Fungsi Sekresi Ginjal Pada Pertumbuhan Janin
Terhambat dan Normal Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi. Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Medan; 2009.
4. Ilmia, Nurul. Pertumbuhan Janin Terhambat. Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Bandung. 2016
5. Assymetrical Intra Uterine Growth Restriction. 2014. Availabe at :
http://community.babycenter.com/post/a48319291/update_pg2_possible_assymetr
ical_iugr_and_contraction_have_picked_back_up_31.1weeks.
6. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2010. [hal 696]
7. Dorlan, W.A. Newman 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai