Anda di halaman 1dari 4

TAHUN BARU MASEHI MENURUT PANDANGAN ISLAM

Posted by Nurul Hidayati on 2/04/2014 01:34:00 PM

Tahun baru adalah suatu perayaan di mana suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu
tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Budaya yang mempunyai
kalender tahunan semuanya mempunyai perayaan tahun baru. Hari tahun baru di Indonesia jatuh
pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama seperti mayoritas
negara-negara di dunia.

SEJARAH TAHUN BARU MASEHI

Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun
kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalendar ini dibuat
berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan
Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender
Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7)
Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius
Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli).
Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis”
dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender
Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul
Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari
nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang
satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga
diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan
konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat
diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat
itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1
Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan
dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan
gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.

PERAYAAN TAHUN BARU ZAMAN DULU

Seperti kita ketahu, tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual
keagamaan atau kepercayaan mereka—yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam.
Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-
bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur
mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa
Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan
dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan
kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut
sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan
dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta
perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama
setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru
masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering
disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan
sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman
atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl
dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di
Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada
tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari
Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah
malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat
Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama
saja!
Bagi kita, orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu saja akan semakin ikut andil
dalam menghapus jejak-jejak sejarah Islam yang hebat. Sementara beberapa pekan yang lalu, kita
semua sudah melewati tahun baru Muharram, dengan sepi tanpa gemuruh apapun.

MENURUT PANDANGAN ISLAM PERAYAAN MALAM TAHUN BARU

Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat 72, yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak
memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya.”
Dalam ayat tersebut terdapat kata “al-Zur” (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah).
Menurut Ulama Tafsir, maksud al-Zur adalah perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Kasir, 6/130). Jelas
dari pada ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum muyrikin.
Hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim berikut ini, sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Sesungguhnya bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha) adalah perayaan
kita”. Oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan maksud hadis tersebut bahwa dilarang
melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan).
(Fathul Bari, 3/371).
Melihat pandangan Islam, tidak ada celah sedikit pun bagi umat Islam untuk ikut merayakan
atau sekadar untuk mengucapkan “happy new years”.
Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik
dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota
menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk
dilewatkan.
Sudah sepantasnya umat Islam menghidupkan kembali syiar-syiar Islam. Jika tidak tradisi
Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Kita semua ini manusia yang harus taat dan menjunjung
tinggi aturan Allah. Tidak ada alasan untuk menafikan syiar-syiar Islam. Pantaskah kita
menenggelamkan syiar Islam dan menghidupkan syiar budaya Barat?

TAHUN BARU DALAM PANDANGAN SYARIAT ISLAM

Moment pergantian tahun begitu sangat dinantikan oleh setiap orang.


Tak jarang diantara mereka yang menyambutnya dengan berpesta ria, meniup
terompet didetik-detik terakhir pergantian tahun dan lain-lain. Seakan moment
tahun baru merupakan moment istimewa yang tak boleh terlewatkan.
Lalu, bagaimana pandangan menurut kaca mata syar’I dalam hal ini ?
Benarkah tahun baru harus kita sambut dengan sepecial? Semisal saling
mengucapkan ucapan selamat, lewat lisan atau tulisan yang kita tulis di kartu
ucapan tahun baru. Sedemikian istimewakah makna tahun baru bagi umat manusia?
Coba perhatikan pernyataan Al - Imam Ibnu Tammiyah radhiaallahu anhu. “ Adapun mengucapkan
selamat terhadap syiar-syiar keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka
hukumnya haram menurut kesepakatan para ulama, seperti mengucapkan selamat terhadap
hari-hari besar mereka dan puasa mereka, seperti mengucapkan ‘ semoga hari
besar ini diberkahi atau ucapan semisalnya dalam rangka hari besar tersebut…”
Sedang Umar bin Khatab ra berkata, terkait dengan momentum tahun baru
Masehi atau hari-hari besar lain yang merupakan hari-hari besar orang-orang
Yahudi dan Nasrani. “ Janganlah kalian mengunjungi kaum Musyrikin di
gereja-gereja ( rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena
sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka” (HR. Al Baihaqi, no:18640) “ Hindarilah
musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka” (HR.Ibid. no:18641)
Dari kedua hadist tersebut, jelaslah sudah kalau mengucapkan selamat atau
ikut serta dalam merayakan hari-hari besar kaum musyrikin ( Tahun baru, Natal,
Valentine,dll) hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam. Karena moment tahun
baru atau moment-moment lainnya merupakan pencampuradukan antara Al Haq dan
kebathilan. Yang lebih banyak nilai mudharatnya, ketimbang sisi positifnya.
Sebagai umat Islam tentunya kita harus konsekwen terhadap
keyakinan/akidah yang kita anut, karena sesungguhnya merayakan moment tahun
baru itu bukanlah budaya Islam, jadi janganlah sekali-kali terpengaruh dan
mengadopsinya menjadi bagian dari budaya kaum muslimin.
“ Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu
kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri
mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” ( QS. Al-Baqarah:109)
Coba perhatikan ayat tersebut ! Sesungguhnya, moment tahun baru itu salah
satu tipu muslihat orang-orang musyirikin untuk menyesatkan kaum muslimin dari
jalan kebenaran, jalan yang penuh dengan cahaya rahmat dan karunia-Nya. Karena
sejatinya, kaum musyirikin itu mengetahui kalau agama Islam adalah agama yang
rahmatan lil’alamin, sehingga hati mereka menjadi dengki dan berusaha
mengembalikan keyakinan kaum muslimin pada kekafiran agar jauh dari cahaya
Allah.
“ Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang kafir
itu, niscaya mereka akan mengembalikanmu kebelakang ( Kepada kekafiran), lalu
jadilah kamu orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imron:149)
Sahabatku, apakah kita mau menjadi orang-orang yang merugi? Tentunya, tak ada
seorang pun diantara kita yang ingin menjadi orang yang merugi dan amal
ibadahnya tertolak oleh Allah Swt. Kalau demikian, mari bersama-sama bersiaga
dalam menghalau datangnya budaya kaum musyirikin yang mereka proklamirkan lewat
liberalisme, modernitas dan premisivisme budaya.
Pada momentum tahun baru hendaknya kita isi dengan dzikir dan takhmid kepada
Allah, karena ini jauh lebih baik ketimbang merayakannya dengan berpesta pora.
Melakukan taffakur panjang, sangat dianjurkan sebagai bahan renungan dan cermin
terhadap eksistensi kita dalam menjalankan dan menegakan syariat Islam selama
satu tahun. Mencoba mengingat balik amalan ibadah yang telah kita lakukan
selama ini, sudah baikkah kuantitas ibadah kita ? Berapa umur kita sekarang?
Masihkah kita bisa menikmati kehidupan untuk satu tahun yang akan datang?
Karena setiap waktu bergulir, maka jatah hidup kita pun berkurang.
Seperti perkataan Iman Soyfan Tsauri “ Sesungguhnya, aku sangat
menginginkan satu tahun saja dari seluruh usiaku, seperti Ibnu Mubarak. Tapi
aku tak mampu melakukannya, bahkan dalam tiga hari sekalipun.” (Nuzhatul Fudhala,2/655)
Hidup didunia hanya selayang pandang, ia begitu singkat…sesingkat kilat.
Sehingga kita harus memanfaatkan waktu yang ada dengan sefisien mungkin untuk
beribadah, karena itulah hakikat hidup manusia didunia. Untuk melakukan amal
sholeh dan beribadah kepada Allah Swt.
Bahkan Rasulullah pun bersabda terkait dengan umur manusia. “ Umur umatku
antara 60 sampai 70 tahun” (HR. Turmudzi).
Jadi, mari kita bersama-sama memanfaatkan waktu yang tersisa dan
meningkatkan kuantitas ibadah kita kepada Allah Swt. Menjadikan momentum tahun
baru untuk mengingat mati. Bayangkan…renungkan! Bekal apa yang sudah kita
persiapkan untuk kehidupan diakhirat nanti. Apakah kita akan dimasukan kedalam
golongan yang menempati Surga-Nya, sudah cukupkah bekal kita ?
Sahabatku, selagi masih ada waktu mari kita berbenah diri sebelum semuanya
menjadi terlambat.

Anda mungkin juga menyukai