Av Block
Av Block
“AV BLOK”
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/Deskripsi Penyakit
AV Blok merupakan gangguan pada nodus AV dan/atau system konduksi
menyebabkan kegagalan transmisi gelombang P ke ventrikel , AV block merupakan
komplikasi infark miokardium yang sering terjadi (Davey, 2005). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa AV block adalah gangguan system konduksi AV yang
menyebabkan transmisi gelombang P ke ventrikel dan ditimbulkan sebagai bagian
komplikasi IMA
1.2 Klasifikasi
1.3.1 AV Blok derajat pertama
1
1.3.4 AV Blok derajat ke tiga ketiga (komplit)
Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan secara
normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel
dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan dipertemu (frekuensi
40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40 denyut/menit)
tergantung pada tingkat AV blok. Pada gambaran EKG gelombang P dan
kompleks QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara keduanya. Interval PP
dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu jantung
pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung
idioventrikular akan mengakibatkan kompleks QRS yang lebar.
1.3 Etiologi
1.3.1 AV Blok derajat pertama
Terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit jantung. PR
yang memanjang lebih dari 0,2 detik dapat disebabkan oleh obat-obatan
seperti digitalis, ß blocker, penghambatan saluran kalsium, serta penyakit
arteri koroner, berbagai penyakit infeksi, dan lesi congenital.
1.3.2 AV Blok derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe ini biasanya dihubungkan dengan blok di atas berkas His. Demikian
juga beberapa obat atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus AV
seperti digitalis atau infark dinding inferior dari miocard dapat menghasilkan
AV blok tipe ini.
1.3.3 AV Blok derajat kedua Mobitz II
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok di bawah berkas His. Ini terlihat
pada infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan
konduksi
1.3.4 AV Blok derajat ketiga (komplit)
Penyebab dari tipe ini sama dengan penyebab pada AV blok pada derajat
yang lebih kecil. Blok jantung lengkap atau derajat tiga bisa terlihat setelah
IMA. Dalam irama utama ini, tidak ada koordinasi antara kontraksi atrium
dan ventrikel. Karena kecepatan ventrikel sendiri sekitar 20 sampai 40 kali
permenit, maka sering penderita menyajikan tanda-tanda curah jantung yang
buruk seperti hipotensi dan perfusi serebrum yang buruk.
2
1.4.3 AV blok derajat I
Sulit dideteksi secara klinis
Bunyi jantung pertama bisa lemah
Gambaran EKG : PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik
1.5 Patofisiologi
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara atrium dan
venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus sinus, mengikuti jalur
internodal menuju nodus AV dan ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal);
depolarisasi ventrikel terjadi dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat
tiga bentuk blok jantung yang berturut-turut makin progresif. Pada blok jantung
derajatderajat satu semua impuls dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu
hantaran memanjang. Pada blok jantung derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke
ventrikel tetapi beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis blok jantung
derajat dua, yaitu Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus berulang waktu
penghantaran AV ang memanjang progresif, yang mencapai puncaknya bila denyut
tidak dihantarkan. Jenis kedua (mobitz II) merupakan panghantaran sebagian impuls
dengan waktu hantaran AV yang tetap dan impuls yanglain tidak dihantarkan.
Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada impuls yang dihantarkan ke ventrikel,
3
terjadi henti jantung, kecuali bila escape pacemaker dari ventrikel ataupun
sambungan atrioventrikuler mulai berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya
hantaran berkas cabang yang memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari
0,10 detik (Price & Wilson, 2005).
1.7 Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai derajat AV blok.
4
Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih
lanjut,
Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui
5
timbul impuls yang mendekati depolarisasi fisiologis pada jantung, dan
memungkinkan jantung berdenyut sesuai dengan nodus sinus.
Nomenklatur pacu jantung :
Huruf pertama -- rongga yang dipacu (V : ventrikel, A : atrium, D :
keduanya)
Huruf kedua – rongga yang dituju (V, A, atau 0 bila tidak ada)
huruf ketiga – pacu jantung merespon terhadap deteksi aktivitas listrik
jaunting (I : diinhibisi, T : dipicu, D : keduanya)
huruf keempat – menunjukkan apakah pacu jantung menstimulasi lebih
cepat saat aktivitas fisik yang disimbolkan dengan huruf R, artinya denyut
responsive (misal VVI-R) (Davey, 2005).
1.8 Pathway
AV Blok Total
Resiko Infeksi
Hipertermi
Kurang pengetahuan
6
Volume darah di atrium kanan meningkat
Pengkajian sekunder :
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format
AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illness, Last meal, dan Event/environment, yang
berhubungan dengan kejadian perlukaan).
Suhu inti tubuh diatas kisaran normal diural karena kegagalan termoregulasi
7
2.2.2 Batasan karakteristik
- Apneu
- Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
- Gelisah
- Hipotensi
- Kejang
- Koma
- Kulit kemerahan
- Kulit terasa hangat
- Latergi
- Postural abnormal
- Stupor
- Takikardia
- Takipnea
- Vasodilatasi
8
- Stasis cairan tubuh
Pertahan tubuh sekunder tidak adekuat
- Imunosupresi
- Keukopenia
- Penurunan hemoglobin
- Supresi respon inflamasi
- Vaksinasi tidak adekuat
9
- Kegagalan mekanisme pangaturan
- Asupan cairan yang tidak adekuat
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Hipertermia(NANDA, 2012)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1 jam Maka suhu tubuh
klien mulai normal dengan kriteria hasil :
- Warna kulit normal
- Suhu tubuh normal seperti semula
10
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
11
2.3.6 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC
Catatan: fokus dari intervensi ini adalah volume cairan, walaupun beberapa
intervensi berhunganan denga asam-basa
Pengkajian
- Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
- Observasi khususna terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
- Pantau perdarahan
- Identifikasi factor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi
- Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
- Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
- Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
- Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada
pasien sakit terminal tepat dilakukan
Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
12