Anda di halaman 1dari 14

III.

1 Imunologi Dasar

BUKU ACUAN
ALERGI IMUNOLOGI

MODUL III.1
IMUNOLOGI DASAR

EDISI II

0
III.1 Imunologi Dasar

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
DAFTAR ISI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN--------------------------------------------------------2
B. KOMPETENSI-------------------------------------------------------------------------2
C. REFERENSI----------------------------------------------------------------------------2
D. GAMBARAN UMUM----------------------------------------------------------------3
E. MATERI BAKU-----------------------------------------------------------------------3

1
III.1 Imunologi Dasar

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Proses, materi dan metoda pembelajaran yang disiapkan bertujuan untuk mengerti
Imunologi Dasar secara mendalam, sebagai dasar untuk mengerti patofisiologi,
diagnosis dan penatalaksanaan berbagai penyakit yang terkait dengan kompetensi,
yaitu:

1. Mengerti perbedaan antara sistem imun bawaan (innate ) dan didapat


(adaptive)
2. Mengerti terhadap adanya komposen seluler dan humoral
3. Mengerti bagaimana interaksi sistem imun bawaan (innate ) dan didapat
(adaptive)untuk membangkitkan respon imun.
4. Mengerti dan dapat menjelaskan sel-sel inflamasi.
5. Mengerti dan dapat menjelaskan sel sel yang termasuk Antigen Presenting
Cells.
6. Mengerti dan dapat menjelaskan jenis-jenis dan fungsi imunoglobulin.
7. Mengerti dan dapat mengenal fungsi dan peran sitokin, interferon dan
kemokin dalam sistem imun

B. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis serta penatalaksaan berbagai penyakit berdasarkan


respon imunologi.

Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Menjelaskan patogenesis penyakit dengan dasar gangguan pada respon
imun didapat
2. Menjelaskan patogenesis penyakit dengan dasar gangguan pada respon
imun bawaan
3. Memberikan terapi sesuai dengan patomekanisme.

C. REFERENSI

1. Chaaban MR, Naclerio RM. Immunology and Allergy. In: Johnson JT, Rosen
CA, eds. Bailey's Head and Neck Surgery Otolaryngology. Vol 1.
Pennsylvania: Lippincott Williams&Wilkins; 2014:379-96.
2. Abbas, AK, Lichtman AH, Pillai S. Immediate Hypersensitivity. In: Cellular
And Molecular Immunology, International Edition, Sixth edition, Saunder
Elsivier, 2014.

2
III.1 Imunologi Dasar

D. GAMBARAN UMUM

Sistem imun manusia terdiri dari berbagai komponen fisik, kimia dan
seluler. Kombinasi tersebut dapat melindungi individu dari infeksi berbagai
mikroba. Komponen respon imun innate mengandung fungsi proteksi sementara
sistem imun didapat (adaptive) akan mengenali dan memberikan perlindungan
terhadap mikroorganisme spesifik yang bersifat jangka panjang dan mempunyai
memori imunologis. Penelitian juga mengatakan terdapat hubungan antara respon
imun bawaan dengan didapat pada berbagai patofisiologi penyakit.
Berkepanjangannya perjalanan penyakit yang ternyata diakibatkan oleh berbagai
sel inflamasi baik yang berada di organ target (perifer) maupun darah.
Berkembangnya konsep Unified airway dan peran immunoglobulin E (IgE) pada
berbagai penyakit baik saluran nafas atas dan bawah perlu mendapat perhatian
dalam penatalaksanaan rinitis alergi dan asma khususnya. Apabila penyakit yang
didasari oleh gangguan pada respon imun baik bawaan maupun didapat ini tidak
ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan gangguan terhadap kualitas
hidup, mengganggu produktifitas serta meningkatkan biaya berobat bagi
penderita. Sehingga dibutuhkan kemampuan tenaga medik atau profesional
kesehatan bidang T.H.T.K.L dengan tingkat kompetensi dan ketelitian yang tinggi
melalui pemahaman patofisiologi berdasarkan imunologi.

E. MATERI BAKU

1. Unified airway

Konsep Unified Airway yang menyatakan bahwa proses inflamasi


saluran nafas atas dan bawah adalah satu atau dengan kata lain mempunyai
proses yang sama. Proses inflamasi lokal maupun sistemik dapat terlihat
secara umum pada saluran nafas. Hal ini memperjelas bahwa fungsi
saluran nafas merupakan satu kesatuan yang utuh.
Seorang spesialis T.H.T.K.L. harus dapat menyadari bahawa penyakit pada
saluran nafas atas dan bawah selalu terjadi bersamaan, akibatnya bila kita
mendiagnosis rinitis alergi atau rinitis non alergi, kemungkinan dapat
terjadi peningkatan asma.

3
III.1 Imunologi Dasar

2. Sistem imun bawaan ( innate immunity)

- Pertahanan fisik
Kulit, mukosa membran, silia saluran nafas yang utuh merupakan garis
terdepan pertahanan terhadap infeksi. Bila terjadi kerusakan pada bagian
tersebut maka risiko infeksi oleh mikroba akan meningkat. Kulit yang
rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh karena
asap rokok akan meningkatkan risiko infeksi.
- Pertahanan biokimia
Kebanyakan mikroba tidak dapat masuk melalui kulit yang utuh atau
sehat, namun mukosa membran dapat menghasilkan enzim atau asam yang
dapat menambah efek sebagai anti mikroba. Interferon yang dihasilkan
juga dapat berperan sebagai anti virus.
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit,
kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang
berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidroklorik dalam cairan
lambung, lisosim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu dapat
melindungi tubuh terhadap kuman Gram positif dengan jalan
menghancurkan dinding kuman tersebut. Air susu ibu mengandung pula
laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial
terhadap E. coli dan stafilokokus.
Lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan kuman gram
negatif dengan bantuan komplemen. Laktoferin dan transferin dalam
serum dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk hidup kuman
pseudomonas.
Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna, mengandung banyak
mikroba, biasanya berupa bakteri dan virus, kadang jamur atau parasit.
Sekresi kulit yang bakterisidal, asam lambung, mukus dan silia di saluran
napas membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk tubuh, sedang
epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk ke dalam
tubuh. Dalam darah dan sekresi tubuh, enzim lisosom membunuh banyak
bakteri dengan mengubah dinding selnya. IgA jugs merupakan pertahanan
permukaan mukosa.
- Pertahanan Humoral
Sistem komplemen terdiri atas 26 protein yang berada dlam sirkulasi
darah. Bila protein ini menjadi aktif akan memberikan proteksi terhadap
infeksi dan berperan dalam respon inflamasi.
Pada kaskade komplemen terdapat 2 jalur yaitu klasik dan alternatif.
Pada jalur klasik, aktivasi dilakukan oleh formasi kompleks imun/antibodi
sedangkan pada mekanisme alternatif diaktifkan langsung oleh mikroba
atau produknya. Komplemen berperan sebagai opsonin yang dapat

4
III.1 Imunologi Dasar

meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga dapat


menimbulkan destruksi/ lisis bakteri atau parasit.
Interferon juga termasuk dalam pertahanan humoral, merupakan sitokin
glikoprotein yang diprosuksi oleh makrofag Natural Killer Cell (sel NK).
Sel tersebut akan mensekresi IFN-, TNF- dan GM-CSF) dan berbagai
kemokin
- Pertahanan Selular
Bila mikroorganisme berhasil menembus barier pertahanan tubuh, maka
berbagai sel dapat melakukan fagositosis, namun sel utama yang berperan
dalam pertahanan nonspesifik tersebut adalah sel mononuklear (monosit
dan makrofag) serta sel polimorfonuklear. Proses fagositosis yang terjadi
dini pada saat mikroorganisme masuk akan dapat mencegah terjadinya
infeksi. Saat bekerja sel fagosit ini dapat berinteraksi dengan komplemen
dan sistem imun spesifik lainnya.
Sel yang juga berhubungan dengan sistem imun bawaan termasuk
netrofil, monosit, sel mast, eosinofil, basofil dan sel dendritik. Semua sel
ini akan diaktivasi saat mikroba masuk ke tubuh melalui penggunaan
pattern recognition receptors (PRRs) dengan cara mensekresikan kedalam
pembuluh darah untuk melakukan opsonisasi bakteri, koagulasi dan
memberikan sinyal proinflamasi. Terdapat beberapa class PRRs: Toll-like
receptors (TLRs), RIG-I-Like receptors, Nod-like receptors dan C-type
lectin receptors. PRRs berhubungan dengan pathogen-associated
molecular paterns (PAMPs) dan berperan dalam memberi sinyal ke sistem
imun didapat untuk pengembangan respon imun yang lebih lama.
Fagosit/makrofag, sel NK dan sel mast berperan dalam sistem imun
nonspesifik selular.
Fagosit. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dap at melakukan
fagositosis, sel utama yang berperan pada pertahanan nonspesifik adalah
sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear
seperti neutrofil. Kedua golongan sel tersebut berasal dari sel hemopoietik
yang sama. Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman, akan dapat
mencegah timbulnya penyakit. Proses fagositosis terjadi dalam beberapa
tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, membunuh dan
mencerna.
Natural Killer cell (selNK). Sel NK adalah sel limfosit tanpa ciri-ciri
sel limfoid sistem imun spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh
karena itu disebut juga sel non B non T atau sel populasi ke tiga atau null
cell. Morfologis, sel NK merupakan limfosit dengan granul besar, oleh
karena itu disebut juga Large Granular Lymphocyte/LGL. Sel NK dapat
menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma. Interferon
mempercepat pematangan dan meningkatkan efek sitolitik sel NK.

5
III.1 Imunologi Dasar

Sel mast. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam
pertahanan pejamu yang jumlahnya menurun pada sindrom
imunodefisiensi. Sel mast juga berperan pada imunitas terhadap parasit
dalam usus dan terhadap invasi bakteri. Berbagai faktor nonimun seperti
latihan jasmani, tekanan, trauma, panas dan dingin dapat pula
mengaktifkan dan menimbulkan degranulasi sel mast.

3. Sistem imun didapat (Adaptive)


Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai
kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda
asing yang pertama timbul dalam badan yang segera dikenal sistem imun
spesifik, akan mensensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel sistem
tersebut terpajan ulang dengan benda asing yang sama, yang akhir akan dikenal
lebih cepat dan dihancurkannya. Oleh karena itu sistem tersebut disebut
spesifik. Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan
benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerja
sama yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit dan antara sel T-makrofag.
Komplemen turut diaktifkan dan ikut berperan dalam menimbulkan inflamasi
yang terjadi pada respons imun.
Limfosit berasal dari stem cell di sumsum tulang yang akan menjadi matang
dalam bentuk sel B, sel T dan sel NK. Sel B akan bertanggung jawab terhadap
produksi antibodi, sedangkan sel T mempunyai fungsi sebagai anti viral, anti
fungal dan imunoregulator.

6
III.1 Imunologi Dasar

- Sel Limfosit T, umumnya berperan pada proses inflamasi, aktivasi


makrofag dalam fagositosis, aktivasi proliferasi sel B dalam produksi
antibodi. Peran lain, pengenalan dan penghancuran sel yang terkena virus.
Sel limfosit T terdiri dari :
a. Sel Th 0 (Naif)
b. Sel Th 1
c. Sel Th2
d. Sel T regulator (Th3)
e. CTL (Cytotoxic T lymphocyte)
- Sel Limfosit B, aktivasinya diawali dengan pengenalan secra spesifik oleh
reseptor dipermukaan. Awalnya sel B akan memproduksi imunoglobulin
(Ig)M, atau isotipe Ig lain seperti IgG yang akan menjadi sel memori.
Pematangan sel B akan melalui beberapa tahapan.

Sistem Imun Spesifik Humoral


1. Sistem imun spesifik humoral. Berperan dalam sistem imun spesifik
humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal
multipoten dalam sumsum tulang. Pada unggas sel asal tersebut
berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut Bursa
Fabricius yang letaknya dekat cloaca. Bila sel B dirangsang benda asing,
sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di
dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah mempertahankan tubuh
terhadap infeksi bakteri, virus dan menetralisasi toksin.
2. Sistem imun spesifik selular. Berperan dalam sistem imun spesifik selular
adalah limfosit T atau sel T. Fungsi sel T umumnya ialah:
- membantu sel B dalam memproduksi antibodi
- mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
- mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
- mengontrol ambang dan kualitas sistem imun

Sel T juga dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi diferensiasi dan


proliferasinya terjadi dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor
asal timus. Sembilan puluh sampai sembilan puluh lima persen semua sel
timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan
timus untuk masuk ke dalam sirkulasi dan kelenjar getah bening. Fungsi
utama sistem imun selular ialah pertahanan terhadap mikroorganisme yang
hidup intraselular seperti virus, jamur, parasit dan keganasan. Berbeda
dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset seperti sel T naif, Th 1 ,
Th2, T Delayed Type Hypersensitivity (Tdth), Cytotoxic T Lymphocyte
(CTL) atau T cytotixic atau T cytolytic (TO dan T supresor (Ts) atau T
regulator (Tr).

7
III.1 Imunologi Dasar

Sel T Naif (virgin). Sel T naif adalah sel limfosit yang meninggalkan
timus, namun belum berdiferensiasi, belum pernah terpajan dengan antigen
dan menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Sel ditemukan dalam
organ limfoid perifer. Sel T naif yang terpajan dengan antigen akan
berkembang menjadi sel Th0 yang selanjutnya dapat berkembang menjadi
sel efektor Th 1 dan Th2 yang dapat dibedakan atas dasar jenis-jenis
sitokin yang diproduksinya. Sel Th0 memproduksi sitokin dari ke 2 jenis
sel tersebut seperti IL-2, IFN dan IL-4.
Sel T CD4+ (Thl dan Th2). Sel T naif CD4+ masuk sirkulasi dan
menetap di dalam organ limfoid seperti kelenjar getah bening untuk
bertahun-tahun sebelum terpajan dengan antigen atau mati. Sel tersebut
mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-II oleh
APC dan berkembang menjadi subset sel Thl atau sel Tdth (Delayed Type
Hypersensitivity) atau Th2 yang tergantung dari sitokin lingkungan. Dalam
kondisi yang berbeda dapat dibentuk dua subset yang berlawanan.
IFN-y dan IL-12 yang diproduksiAPC seperti makrofag dan sel
dendritik yang diaktifkan mikroba merangsang diferensiasi sel CD4+
menjadi Th 1 /Tdth yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas lambat
(reaksi tipe 4 Gell dan Coombs). Sel Tdth berperan untuk mengerahkan
makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat.
Atas pengaruh sitokin IL-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang dilepas sel mast
yang terpajan dengan antigen atau cacing, Th0 berkembang menjadi sel
Th2 yang merangsang sel B untuk meningkatkan produksi antibodi.
Kebanyakan sel Th adalah CD4+ yang mengenal antigen yang
dipresentasikan di permukaan sel APC yang berhubungan dengan molekul
MHC-II.
Sel T CDS+ (Cytotoxic T Lymphocyte /CTL / T cytotoxic /T cytolytic/
Tc). Sel T CD8+ naif yang keluar dari timus disebut juga CTL/Tc. Sel
tersebut mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-I
yang ditemukan pada semua sel tubuh yang bernukleus. Fungsi utamanya
ialah menyingkirkan sel yang terinfeksi virus dengan menghancurkan sel
yang mengandung virus tersebut. Sel CTL/Tc akan juga menghancurkan
sel ganas dan sel histoimunokompatibel yang menimbulkan penolakan
pada transplantasi. Dalam keadaan tertentu, CTL/Tc dapat juga
menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri intraselular. Istilah sel T
inducer digunakan untuk menunjukkan aktivitas sel Th dalam
mengaktifkan sel subset T lainnya.
Sel Ts (T supresor) atau sel Tr (T regulator). Sel Ts (supresor) yang
juga disebut sel Tr (regulator) atau Th3 berperan menekan aktivitas sel
efektor T yang lain dan sel B. Menurut fungsinya, sel Ts dapat dibagi
menjadi sel Ts spesifik untuk antigen tertentu dan sel Ts nonspesifik.Tidak

8
III.1 Imunologi Dasar

ada petanda unik pada sel ini, tetapi penelitian menemukan adanya petanda
molekul CD8+. Molekul CD4+ kadang dapat pula supresif.
Kerja sel T regulator diduga dapat mencegah respons sel Thl. APC yang
mempresentasikan antigen ke sel T naif akan melepas sitokin IL-12 yang
merangsang diferensiasi sel T naif menjadi set efektor Thl. Sel Th 1
memproduksi IFN-y yang mengaktifkan makrofag dalam fase efektor. Sel
T regulator dapat mencegah aktivasi sel T melalui mekanisme yang belum
jelas (kontak yang diperlukan antara sel regulator dan sel T atau APC).
Beberapa sel T regulator melepas sitokin imunosupresif seperti IL-10 yang
mencegah fungsi APC dan aktivasi makrofag dan TGF-I3 yang mencegah
proliferasi sel T dan aktivasi makrofag.

ANTIGEN DAN ANTIBODI


Antigen
Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul
lebih dan 40.000 dalton dan komplelcs polisakarida mikrobial. Glikolipid dan
lipoprotein dapat juga bersifat imunogenik, tetapi tidak demikian halnya
dengan lipid yang dimurnikan. Asam nukleat dapat bertindak sebagai
imunogen dalam penyakit autoimun tertentu, tetapi tidak dalam keadaan
normal.

Pembagian Antigen
1. Pembagian antigen menurut epitop
a. Unideterminan, univalen. Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu
molekul.
b. Unideterminan, multivalen. Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau
lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul.
c. Multideterminan, univalen. Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi
hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
2. Multideterminan, multivalen. Banyak macam determinan dan banyak dan
setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi
dan kompleks secara kimiawi).
Pembagian antigen menurut spesifisitas
a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu
c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies
d. Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu
e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
a. T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu
untuk dapat menimbulkan respons antibodi. Kebanyakan antigen protein
termasuk dalam golongan ini.

9
III.1 Imunologi Dasar

b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk


membentuk antibodi. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul
besar polimerik yang dipecah di dalam tubuh secara perlahan-lahan,
misalnya lipopolisakarida, ficol, dekstran, levan, flagelin polimerik bakteri
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a. Polisakarida. Polisakarida pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang
merupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat
menimbulkan respons imun terutama pembentukan antibodi. Contoh lain
adalah respons imun yang ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen
dan spesifisitas imunnya berasal dari polisakarida pada permukaan sel
darah merah.
b. Lipid. Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila
diikat protein pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah
sfingolipid
c. Asam nukleat. Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi
imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. DNA dalam bentuk
heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons imun terhadap DNA terjadi
pada pasien dengan Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
d. Protein. Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya
multideterminan dan univalen.

Imunogen dan Hapten. Antigen yang juga disebut imunogen adalah bahan
yang dapat merangsang respons imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan
antibodi yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk
merangsang produksi antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi
imunogen dan hapten. Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat
diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat mengaktifkan sel B
(tidak imunogenik). Untuk memacu respons antibodi, bahan kecil tersebut
perlu diikat oleh molekul besar. Kompleks yang terdiri atas molekul kecil
(disebut hapten) dan molekul besar (disebut carrier atau molekul pembawa)
dapat berperan sebagai imunogen. Contoh hapten ialah berbagai golongan
antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya
dikenal oleh sel B, sedangkan molekul pembawa oleh sel T. Molekul
pembawa sering digabung dengan hapten dalam usaha memperbaiki
imunisasi. Hapten membentuk epitop pada molekul pembawa yang dikenal
sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi.

ANTIBODI
Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein yang dibentuk
sel plasma (proliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen. Antibodi
ditemukan dalam serum dan jaringan dan mengikat antigen secara spesifik.
Bila serum protein dipisahkan secara elektroforetik, Ig ditemukan terbanyak

10
III.1 Imunologi Dasar

dalam fraksi globulin g meskipun ada beberapa yang ditemukan juga dalam
fraksi globulin a dan b.
Semua molekul Ig mempunyai 4 polipeptid dasar yang teridiri atas 2 rantai
berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik,
dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfida (Gambar 11).

Unit dasar antibodi yang terdiri atas 2 rantai berat dam 2 rantai ringan yang
identik, diikat menjadi satu oleh disulfida yang dapat dipisah-pisah dalam
berbagai fragmen.
A = rantai berat (berat molekul: 50.000-77.000)
B = rantai ringan (berat molekul: 25.000)
C = ikatan disulfida
Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) Yling" terdiri atas 230 asam
amino serta 5 jenis rantai berat tergantung pada kelima jenis imunoglobulin,
yaitu IgG, IgE, IgA dan IgD.

IgG
IgG merupakan komponen utama (terbanyak imunoglobulin serum,
dengan berat molekul 160.000. Kadarnya dalam serum yang sekitar 13 mg/ml
merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam cairan lain
antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan urin. IgG dapat menembus plasenta
dan masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan.
IgG dapat mengaktifkan komplemen, meningkatkan pertahanan badan
melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi IgG mempunyai sifat opsonin yang
efektif, oleh karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc
dari IgG yang dapat mempererat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran.
Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada permukaan
fagosit. IgG terdiri atas 4 subkelas yaitu IgGl, IgG2, IgG3 dan IgG4. IgG4
dapat diikat oleh sel mast dan basofil.

IgA
11
III.1 Imunologi Dasar

IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam
cairan sekresi saluran napas, saluran cema, saluran kemih, air mata, keringat,
ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA sekretori (sIgA). Baik IgA
dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralisir toksin atau virus dan
atau mencegah kontak antara toksin/virus dengan alat sasaran. Sekretori IgA
diproduksi lebih dulu dari pada IgA dalam serum dan tidak menembus
plasenta. Sekretori IgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat
bereaksi dengan adhesi dan patogen potensial sehingga mencegah idherens
dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu.
IgA juga bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan
makrofag memiliki reseptor untuk Far (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan
efek bakteriolitik komplemen dan menetralisir toksin. IgA juga diduga
berperan pada imunitas cacing pita.

IgM
IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus bangun pentamer
dan merupakan Ig terbesar. Kebanyakan sel B mengandung IgM pada
permukaannya sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada
respons imun primer tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM
yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi dini.
Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari kadar IgM
dewasa oleh karena IgM tidak menembus plasenta. Fetus umur 12 minggu
sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya dirangsang oleh infeksi
intrauterin seperti sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus
sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu
tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoaglutinin, golongan darah AB,
antibodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme
patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap
butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen
dengan kuat dan tidak menembus plasenta.

IgD
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah (1% dan
total imunoglobulin dalam serum). IgD tidak mengikat komplemen,
mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan
autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan bersama
IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.

IgE
IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE mudah
diikat mastosit, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit yang pada
permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk juga
setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna. Kadar
12
III.1 Imunologi Dasar

IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis,
penyakit hidatid, trikinosis. Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan
pada imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.

4. Tautan antara sistem imun innate dan adaptive.


Terdapat peningkatan buktisecara ilmiah bahwa terdapat komunikasi
antara respon innate dan adaptive. TLR sebagai bagian dari sistem imun
innate berperaan penting dalam regulasi di Antigen precenting Cell (APC)
akan meningkatkan regulasi molekul yang akan menginduksi respon
interferon yang akan membuat APC dapat berinteraksi dengan respon
imun adaptive.

5. Sel –sel pada sistem imun


- Netrofil
- Eosinofil
- Basofil
- Monosit
- Limfosit T, Limfosit B

6. Sitokin sitokin

13

Anda mungkin juga menyukai