KLB meliputi hal yang sangat luas seperti yang disampaikan pada bagian sebelumnya, maka
untuk mempermudah pentapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melali Keputusan
Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu:
- Timbulnya suatu penyakit menularyang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
- Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya.
- Peningkatan kejadian/kematian >2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
- Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali dibandingkan
dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
- Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan
dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
- CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50% atau lebih
dibanding CFR periode sebelumnya.
- Proporsional rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan > 2
kali dibandingkan dengan periode yang sama dalam kurun waku/tahun sebelumnya.
- Beberapa penyakit khusus: Kholera, DHF/DSS
- Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)
- Terdapat satu/lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah
tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut
- Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita:
o Keracunan makanan
o Keracunan pestisida
4. Sumber penularan?
Penyebab penyakit : Mycoplasma pneumoniae, bakteri keluarga Mycoplasmatacea.
Distribusi penyakit : Tersebar diseluruh dunia, sporadis, endemis dan kadang-kadang muncul
sebagai wabah terutama menyerang anggota militeratau institusi tertentu. Penyakit ini
dapat menyerang semua kelompok umur dan sangat ringan pada anak balita, basanya
penyakit dengan gejala klinis yang jelas adalah pada anak usia sekolah atau dewasa muda.
Reservoir: Manusia.
Cara penularan : Menular dengan melalui percikan ludah yang dihirup oleh orang lain,
melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau dengan benda-benda yang
tercemar dengan discharge hidung dan tenggorokan dari penderita akut dan penderita
batuk.
8. Langkah penanggulangan?
Membangun komitmen dengan pengambil kebijakan di semua tingkat dengan melaksanakan
advokasi dan sosialisasi pengendalian ISPA dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan
global.
Penguatan jejaring internal dan eksternal (LP/LS, profesi, perguruan tinggi, LSM, ormas,
swasta, lembaga internasional, dll).
Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif.
Peningkatan mutu pelayanan melalui ketersediaan tenaga terlatih dan logistik.
Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini pneumonia Balita
danpencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat.
Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza melalui penyusunan
rencanakontinjensi di semua jenjang, latihan (exercise), penguatan surveilans dan
penyiapansarana prasana.
Pencatatan dan pelaporan dikembangkan secara bertahap dengan sistem komputerisasi
berbasis web.
Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang, terstandar dan berkala.
Evaluasi program dilaksanakan secara berkala
Di Indonesia, angka kesakitan pneumonia juga cukup tinggi. Cakupan penemuan pneumonia
pada tahun 2007 adalah 21,52% dengan jumlah kasus 477.420 (Profil Kesehatan Indonesia
2007). Jumlah ini meningkat pada tahun 2010 dimana cakupan penemuan pneumonia pada
balita pada tahun 2010 adalah sebesar 23 %, dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak
499.259 kasus (Profil Kesehatan Indonesia 2010). Tingginya angka morbiditas juga disertai
dengan tingginya angka mortalitas. Berdasarkan Riskesdas 2007, penyebab kematian
perinatal (0-7 hari) yang terbanyak adalah gangguan pernapasan (35,9%). Sedangkan
pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah diare pada bayi dan balita
yaitu dengan prevalensi 23% pada bayi dan 15,5% pada balita. Jumlah ini meningkat pada
tahun 2011. Survei Kesehatan Nasional 2011 mencatat sekitar 27,6% balita di Indonesia
meninggal karena pneumonia.
Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah
didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada
bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi
tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di
bawah 10%
Daftar pustaka
1. Depkes RI, Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak,
Jakarta, 2006
2. Behrman, Kliegman, Arvin. ilmu kesehatan anak.2006. edisi 15, halaman 23, Jakarta: EGC.
3. Pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut. Kementerian kesehatan republic
Indonesia direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
4. Modul tatalaksana standar pneumonia. Kementerian kesehatan republic Indonesia
direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 2012.
5. Pneumonia balita. Pusat data dan surveilans epidemiologi. Kementerian kesehatan republik
Indonesia
6. Zulkifli. (2003). Posyandu dan Kader Kesehatan. Pelaksanaan Program Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Balita di Posyandu.