Anda di halaman 1dari 11

PNEUMONIA

Bila ada laporan dari masyarakat tentang Pneumonia

1. Sebagai dokter Puskesmas apa 5 langkah awal yang diterima laporan?


- Penemuan pasien, dilaksanakan secara pasif diikuti dengan penanganan daerah focus yaitu
pemeriksaan kontak keluarga dan tetangga. Bila diperlukan dapat dilakuakan kegiatan
penemuan aktif lainnya
- Diagnosis ditegakkan oleh petugas PRK/RSUD/Wasor. Biala puskesmas non PRK menemukan
suspek, harus dirujuk ke PRK/ RSUD/wasor untuk konfirmasi diagnosis atau sebaliknya
- Pengobatan, regimen pengobatan diberikan oleh petugas PRK/RSUD/wasor.
- Pemantauan pengobatan dilakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan pasien harus
mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobatan
- Pemeriksaan POD (Prevention of Disability) dilakukan oleh petugas di PRK/RSUD.

2. Bagaimana cara mencegah penyebaran?


- Vaksinasi influenza dan pneumokokus terutama pada imunodefisiensi, usia tua, dan kanak-
kanak
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
- Hindari rokok dan alkohol
- Istirahat yang cukup, pola makan yang sehat, olahraga teratur untuk meningkatkan daya
tahan tubuh
- Kontrol penyakit HIV dan DM
- Menghisap mekonium dari mulut dan hidung bayi baru lahir untuk mencegah aspirasi

3. Bagaimana memastikan kasus tersebut KLB atau bukan?kriterianya?


Kejadian luar biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Status kejadian Luar Biasa
diatur oleh peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar
Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasamengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tetang
Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar biasa. Menurut aturan itu, suatu
kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
- Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnyatidak ada atau tidak dikenal
- Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
- Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
- Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

KLB meliputi hal yang sangat luas seperti yang disampaikan pada bagian sebelumnya, maka
untuk mempermudah pentapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melali Keputusan
Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu:
- Timbulnya suatu penyakit menularyang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
- Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya.
- Peningkatan kejadian/kematian >2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
- Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali dibandingkan
dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
- Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan
dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
- CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50% atau lebih
dibanding CFR periode sebelumnya.
- Proporsional rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan > 2
kali dibandingkan dengan periode yang sama dalam kurun waku/tahun sebelumnya.
- Beberapa penyakit khusus: Kholera, DHF/DSS
- Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)
- Terdapat satu/lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah
tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut
- Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita:
o Keracunan makanan
o Keracunan pestisida

4. Sumber penularan?
Penyebab penyakit : Mycoplasma pneumoniae, bakteri keluarga Mycoplasmatacea.
Distribusi penyakit : Tersebar diseluruh dunia, sporadis, endemis dan kadang-kadang muncul
sebagai wabah terutama menyerang anggota militeratau institusi tertentu. Penyakit ini
dapat menyerang semua kelompok umur dan sangat ringan pada anak balita, basanya
penyakit dengan gejala klinis yang jelas adalah pada anak usia sekolah atau dewasa muda.
Reservoir: Manusia.
Cara penularan : Menular dengan melalui percikan ludah yang dihirup oleh orang lain,
melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau dengan benda-benda yang
tercemar dengan discharge hidung dan tenggorokan dari penderita akut dan penderita
batuk.

5. Hubungan dari sisi epidemiologi?


Pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (Balita) di dunia,
lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. Namun,
belum banyak perhatian terhadap penyakit ini. Di dunia, dari 9 juta kematian Balita lebih
dari 2 juta Balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau sama dengan 4 Balita
meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian Balita, satu diantaranya disebabkan
pneumonia.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan;
prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan
(morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi
23,8%, dan Balita 15,5% .

6. Bila KLB tipe endemi apa? Common source/mix source?


Mix source
7. Ciri-ciri epidemi?
Epidemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit) yang
ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekuensi
yang meningkat. Epidemi adalah ketika sejumlah orang dalam suatu komunitas terjangkit
penyakit pada waktu yang sama. Contoh penyakit epidemi adalah tifus, influenza, Black
Death, malaria, dan cacar.
Ada sejumlah acara yang dapat menyebabkan epidemi, antara lain:
 Makanan dan air yang terinfeksi – Salah satu cara awal epidemi dapat memulai adalah jika
makanan atau air terinfeksi dengan penyakit. Jika pasokan air lokal dari kota terinfeksi, maka
sejumlah orang dari kota itu akan menjadi sakit, dan epidemi dimulai.
 Peningkatan virulensi penyakit – Kadang-kadang patogen (kuman) yang menyebabkan
penyakit dapat berubah dan menjadi lebih ganas. Ini berarti bahwa hal itu dapat lebih
mudah menginfeksi orang dan membuat mereka sakit.
 Pengenalan penyakit baru – Banyak epidemi dimulai ketika penyakit baru diperkenalkan ke
populasi. Ini terjadi ketika orang-orang Eropa membawa cacar ke Amerika, hingga
membunuh sebanyak 90% dari penduduk asli.
 Resistensi terhadap penyakit lebih rendah – Kadang-kadang kelaparan dan gizi buruk dapat
menyebabkan populasi memiliki resistensi yang lebih rendah untuk penyakit yang
menyebabkan epidemi.
 Bencana alam dan perang – bencana alam dan perang dapat memicu awal epidemi karena
menyebabkan air yang terinfeksi, membawa penyakit baru, dan menurunkan resistensi
terhadap penyakit dari populasi.
Penyakit epidemi dapat menyebar dan ditularkan dengan sejumlah cara termasuk:
 Serangga – serangga dapat membawa penyakit dan menularkan penyakit tersebut dari
orang ke orang. Contoh penyakit yang terbawa serangga termasuk penyakit pes dan malaria.
 Transmisi udara – Infeksi juga dapat melakukan perjalanan melalui udara, biasanya ketika
seseorang batuk atau bersin. Contoh penyakit udara termasuk influenza, campak, dan TBC.
 Makanan dan air – Beberapa penyakit dapat menyebar melalui makanan atau air yang
terinfeksi. Contohnya termasuk kolera, disentri, dan demam tifoid.

8. Langkah penanggulangan?
 Membangun komitmen dengan pengambil kebijakan di semua tingkat dengan melaksanakan
advokasi dan sosialisasi pengendalian ISPA dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan
global.
 Penguatan jejaring internal dan eksternal (LP/LS, profesi, perguruan tinggi, LSM, ormas,
swasta, lembaga internasional, dll).
 Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif.
 Peningkatan mutu pelayanan melalui ketersediaan tenaga terlatih dan logistik.
 Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini pneumonia Balita
danpencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
 Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat.
 Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza melalui penyusunan
rencanakontinjensi di semua jenjang, latihan (exercise), penguatan surveilans dan
penyiapansarana prasana.
 Pencatatan dan pelaporan dikembangkan secara bertahap dengan sistem komputerisasi
berbasis web.
 Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang, terstandar dan berkala.
 Evaluasi program dilaksanakan secara berkala

9. Bagaimana teknik pencarian kasus?

a. Penemuan penderita secara pasif


Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah sakit swasta.
b. Penemuan penderita secara aktif Petugas kesehatan bersama kader secara aktif
menemukan penderita baru dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk
kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:
 Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
 Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian bawah ke 
dalam
(TDDK) dan hitung napas.
 Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2 bulan dan 2 bulan - <5
tahun
 Melakukan klasifikasi Balita batuk dan atau kesukaran bernapas; Pneumonia berat,
pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

10. Bagaimana isi penyuluhan?


1. Ibu memberi dosis pertama pada anak
Pemberian obat dosis pertama hendaknya dilaksanakan di Puskesmas, baik anak
yang akan dirujuk ke rumah sakit, maupun yang akan meneruskan perawatannya di
rumah. Apabila jarak ke rumah sakit rujukan sampai dengan mendapat pelayanan
bisa ditempuh kurang dari satu jam, misalnya di daerah perkotaan, pemberian dosis
pertama di Puskesmas ini tidak perlu. Jika anak dirawat oleh ibu di rumah, saat ini
merupakan kesempatan yang baik bagi petugas kesehatan untuk memberi contoh
bagaimana cara pemberian obat yang benar.
Gunakan bagan pengobatan untuk menentukan obat dan dosis yang sesuai.
 Beritahukan ibu alasan pemberian obat kepada anak, termasuk mengapa diberi obat
oral dan masalah apa yang diobati.
 Peragakan cara mengukur satu dosis
 Bila Saudara memberi tablet Tunjukkan kepada ibu jumlah obat dalam satu dosis,
bila perlu peragakan cara membagi/membelah tablet. Bila tablet harus digerus
sebelum diberikan, tambahkan beberapa tetes air matang; diamkan 1-2 menit. Air
akan membuat tablet menjadi lebih lunak sehingga mudah digerus.
 Bila Saudara memberi sirup, Peragakan cara mengukur dosis dalam milimeter (ml)
secara benar dengan menggunakan sendok takar obat atau sendok makan (sendok
rumah tangga)
 Amati cara ibu menyiapkan obat satu dosis
2. menjelaskan bahwa antibiotic yang diminum harus sesuai jadwal meskipun keadaan
anak sudah membaik
Berikan antibiotik cukup untuk 3 hari. Jelaskan kepada ibu bahwa ia harus memberikan
antibiotik selama 3 hari. Selesaikan pemberian sampai 3 hari penuh, walaupun anak
sudah tampak sehat sebelum 3 hari. Jelaskan bahwa bakteri tetap berada dalam tubuh.

Waspadai gangguan pemberian makan pada anak:


Bersihkan hidung agar tak mengganggu pemberian makanan. Bersihkanlah lubang
hidung dari ingus/lendir yang telah mengering dengan kain bersih yang dibasahi air
supaya hidung tidak tersumbat. Mengatasi demam tinggi. Demam > 38.5°C bisa juga
mengganggu pemberian makanan dan harus diobati dengan parasetamol.
Pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa mengisap dengan baik. Stomatitis (radang
dalam mulut) yang berat dapat mengganggu anak mengisap ASI dengan baik. Ajarkan
ibu untuk memeras ASI ke dalam mangkuk, atau menyiapkan susu buatan yang baik,
kemudian memberikan kepada anaknya dengan sendok. Pemberian makanan pada anak
yang muntah. Perlu diperhatikan pada kasus batuk rejan (pertusis) yang sering kali
muntah pada akhir rentetan batuk. Anak yang sering muntah bisa mengalami malnutrisi.
Ibu harus memberikan makanan pada saat muntahnya reda. Usahakan pemberian
makanan sesering mungkin selama sakit dan sesudah sembuh. Bawalah kembali ke
petugas kesehatan bila anak tidak bisa makan. Mintalah ibu untuk mengamati
kemungkinan timbulnya tanda-tanda pneumonia dan jika timbul mintalah segera
membawa kembali anaknya ke petugas kesehatan. Tanda-tanda pneumonia yang bisa
diamati oleh ibu ialah :
 Pernapasan menjadi sulit.
 Pernapasan menjadi cepat.
 Anak tidak mau minum.
 Sakit anak tampak lebih berat.
3. Mengajari ibu untuk menggunakan bahan yang aman untuk meredakan batuk
dirumah Hindari penggunaan bahan yang membahayakan. Jangan menggunakan obat
batuk yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti: atropin, codein dan
turunannya atau alkohol. Bahan-bahan tersebut dapat menurunkan kesadaran anak
sehingga mengganggu jadwal makan anak. Selain itu obat-obat tersebut juga
mempengaruhi kemampuan anak untuk mengeluarkan lendir dari paru-paru. Obat tetes
hidung juga harus dihindari penggunaannya, kecuali tetes hidung yang hanya
mengandung larutan garam.

11. Apa tugas kader? Sebutkan pelatihannya!


1. Persiapan hari buka posyandu.
i. Menyiapkan alat dan bahan, yaitu alat penimbangan bayi, KMS, alat
pengukur LILA, alat peraga dll.
ii. Mengundang dan menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu
iii. Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan
kepada kantor desa
iv. Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas
diantara kader posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan
kegiatan
2. Melaksanakan pelayanan 5 meja.
i. Meja 1: Pendaftaran bayi, balita, bumil, menyusui dan PUS.
ii. Meja 2: Penimbangan balita dan mencatat hasil penimbangan
iii. Meja 3: Mengisi buku KIA / KMS
iv. Meja 4: Menjelaskan data KIA / KMS berdasarkan hasil timbang. Menilai
perkembangan balita sesuai umur berdasarkan buku KIA. Jika ditemukan
keterlambatan, kader mengajarkan ibu untuk memberikan rangsangan
dirumah. Memberikan penyuluhan sesuai dengn kondisi pada saat itu.
Memberikan rujukan ke Puskesmas, apabila diperlukan.
v. Meja 5: Bukan merupakan tugas kader, melainkan pelayanan sektor yang
dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKB, PPL, antara lain:
a. Pelayanan imunisasi
b. Pelayanan KB
c. Pemeriksaan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu
menyusui
d. Pemberian Fe / pil tambah darah, vitamin A (kader dapat membantu
pemberiannya), kapsul yodium dan obat-obatan lainnya
Untuk meja 1-4 dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja 5 dilaksanakan
oleh petugas kesehatan diantaranya dokter, bidan, perawat, juru imunisasi dan
sebagainya.
3. Tugas kader setelah hari buka posyandu.
i. Memindahkan catatan dalam KMS ke dalam buku register atau buku bantu
kader.
ii. Mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan dari posyandu
yang akan datang.
iii. Melaksanakan penyuluhan kelompok (kelompok dasa wisma).
iv. Melakukan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan) bagi sasaran
posyandu yng bermasalah antara lain:
a. Tidak berkunjung ke posyandu karena sakit
b. Berat badan balita tetap selama 2 bulan berturut turut
c. Tidak melaksanakan KB padahal sangat perlu
d. Anggota keluarga sering terkena penyakit menular, meliputi:
- Penemuan penderita ISPA (pneumonia Balita)
- Penentuan diagnosa ISPA (pneumonia Balita)
- Pengobatan penderita ISPA (pneumonia Balita)
- Rujukan penderita ISPA (pneumonia Balita)
- Penyuluhan ISPA (pneumonia Balita)
- Peran serta masyarakat melalui pelatihan dan pendidikan kader
- Pencatatan dan pelaporan mengenai kasus ISPA (pneumonia
Balita).
12. Bagaimana evaluasi program? Bagaimana langkah perbaikan program?
Apabila terdapat ketidaksesuaian maka tindakan korektif dapat dilakukan dengan segera.
Monitoring hendaknya dilaksanakan secara berkala (mingguan, bulanan, triwulan).
Evaluasi lebih menitikberatkan pada hasil atau keluaran/output yang diperlukan untuk
koreksi jangka waktu yang lebih lama misalnya 6 bulan, tahunan dan lima tahunan.
Keberhasilan pelaksanaan seluruh kegiatan pengendalian ISPA akan menjadi masukan bagi
perencanaan tahun/periode berikutnya.
Beberapa komponen yang dapat dipantau/evaluasi adalah:
a. Sumber Daya Manusia
i. Tenaga Puskesmas terlatih dalam manajemen program dan teknis
ii. Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota dan provinsi
b. Sarana dan Prasarana
i. RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki ruang isolasi, ruang rawat intensif/
ICU dan ambulans sebagai penilaian core capacity penanggulangan pandemi influenza.
ii. Ketersediaan alat komunikasi baik untuk rutin maupun insidentil (KLB).
c. Logistik
i. Obat:
• Ketersediaan antibiotik
• Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
• Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
ii. Alat:
• Tersedianya ARI sound timer
• Oksigen konsentrator
• Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas dan lapangan
iii. Pedoman (ketersedian dan kondisi sesuai standar)
iv. Media KIE dan media audio visual
v. Tersedianya formulir pencatatan dan pelaporan

13. Alur pelaporan ke pusat?


- Tingkat puskesmas
Laporan dari puskesmas pembantu dan bidan di desa disampaikan ke pelaksana
kegiatan di puskesmas
Pelaksana pelaksana merekapitulasi yang dicatat baik didalam maupun diluar
gedung serta laporan yang diterima dari puskesmas ppembantu dan bidan di desa.
Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan dimasukkan ke formulir laporan sebanyak
dua rangkap, untuk disampaikan kepada koordinator SP2TP
Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk tindak lanjut
yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja kegiatan.
- Tingkat Kabupaten/Kota
Pengolahan data SP2TP di kab/kota menggunakan perangkat lunak yang ditetapkan
oleh Kementrian Kesehatan
Laporan SP2TP dari puskesmas yang diterima dinas kesehatan kab/kota disampaikan
kepada pelaksana SP2TP untuk direkapitulasi / entri data.
Hasil rekapitulasi dikoreksi, diolah, serta dimanfaatkan sebagai bahan untuk umpan
balik, bimbingan teknis ke puskesmas dan tindak lanjut untuk meningkat kinerja
program.
Hasil rekapitulasi data setiap 3 bualn dibuta dalam rangkap 3 (dalam bentuk soft file)
untuk dikirimkan ke dinas kesehatan Dati I, kanwil depkes Provinsi dan Departemen
Kesehatan.
- Tingkat Provinsi
Pengolahan dan pemanfaatan data SP2TP di provinsi mempergunakan perangkat
lunak sama dengan kab/kota
Laporan dari dinkes kab/kota, diterima oleh dinas kesehatan provinsi dalam
bentuk soft file dikompilasi / direkapitulasi.
Hasil rekapitulasi disampaikan ke pengelola program tingkat provinsi untuk diolah
dan dimanfaatkan serta dilakukan tindak lanjut, bimbingan dan pengendalian.
- Tingkat Pusat
Hasil olahan yang dilaksanakan Ditjen BUK paling lambat 2 bulan setelah berakhirnya
triwulan tersebut disampaikan kepada pengelola program terkait dan Pusat Data
Kesehatan untuk dianalisis dan dimanfaatkan sebagai umpan balik, kemudian
dikirimkan ke Dinkes Provinsi.

14. Bagaimana penanganan lengkap untuk OS?


Pemberian antibiotic oral
Beri antibiotik oral PILIHAN PERTAMA (KOTRIMOKSAZOL) bila tersedia. Ini dipilih karena
sangat efektif, cara pemberiannya mudah dan murah. Antibiotik PILIHAN KEDUA
(AMOKSISILIN) diberikan hanya apabila obat pilihan pertama tidak tersedia atau apabila
dengan pemberian obat pilihan pertama tidak memberi hasil yang baik.
Untuk menentukan dosis antibiotik yang tepat:
 Lihat kolom yang berisi daftar kandungan obat dan sesuaikan dengan sediaan tablet atau
sirup yang ada di Puskesmas.
 Selanjutnya pilih baris yang sesuai dengan umur atau berat badan anak. Untuk
menentukan dosis yang tepat, memakai berat badan lebih baik daripada umur. Dosis
yang tepat tertera pada perpotongan antara kolom jenis obat dan baris umur atau berat
badan.
 Antibiotik diberikan selama 3 hari dengan jumlah pemberian 2 kali per hari.
 Jangan memberikan antibiotik bila anak atau bayi memiliki riwayat anafilaksis atau
reaksi alergi sebelumnya terhadap jenis obat tersebut. Gunakan jenis antibiotik lain.
Kalau tidak mempunyai antibiotik yang lain maka rujuklah.
Pengobatan demam
Anak dengan demam tinggi bisa diturunkan dengan parasetamol sehingga anak akan
merasa lebih enak dan makan lebih banyak. Anak dengan pneumonia akan lebih sulit
bernapas bila mengalami demam tinggi. Beritahukan ibunya untuk memberikan
parasetamol tiap 6 jam dengan dosis yang sesuai) sampai demam mereda. Berikan
parasetamol kepada ibu untuk 3 hari.
Beritahukan ibunya untuk anak yang demam berilah pakaian yang ringan. Tak perlu
dibungkus selimut terlalu rapat atau pakaian yang berlapis, sebab justru akan
menyebabkan tidak enak dan menambah demam.
Demam itu sendiri bukan indikasi untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi kurang
dari 2 bulan. Pada bayi kurang dari 2 bulan kalau ada demam harus dirujuk; jangan
berikan parasetamol untuk demamnya.
Pengobatan wheezing
Sebelum memberikan bronkhodilator carilah apakah ada tanda distress pernapasan.
Tanda distress pernapasan:
 Anak tampak gelisah karena paru tidak mendapat udara yang cukup - Bisa terjadi gangguan/
kesulitan sewaktu makan dan bicara
Berilah bronkhodilator kerja cepat (rapid acting) sehingga pernapasan anak sudah membaik
sebelum dirujuk Kalau di Puskesmas tidak tersedia bronkhodilator kerja cepat, berilah satu
dosis bronkhodilator oral. Bronkhodilator adalah obat yang membantu pernapasan anak
dengan jalan melebarkan saluran udara dan melonggarkan spasme (penyempitan) bronkhus.
Berikut ini adalah uraian tentang bronkhodilator kerja cepat dan bronkhodilator oral.
Berikan dengan salah satu cara berikut:
A. Salbutamol nebulisasi
B. Salbutamol dengan MDI (metered dose inhaler) dengan spacer
C. Jika kedua cara tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) secara subkutan
Jika kedua cara untuk pemberian Salbutamol tidak tersedia, beri suntikan Epinefrin (Adrenalin)
subkutan dosis 0,01 ml/kg dalam larutan perbandingan 1:1000 (dosis maksimum: 0,3 ml),
menggunakan semprit 1 ml.
Jika 20 menit setelah pemberian Adrenalin sub kutan tidak ada perbaikan maka ulangi dosis satu kali
lagi.
Bayi muda berumur <2 bulan dengan pneumonia lebih mudah meninggal dibanding bayi yang lebih
tua sehingga pemberian oksigen secara tepat merupakan hal penting. Jagalah sungguh-sungguh
pada bayi prematur untuk menghindari pemberian oksigen terlalu banyak karena dapat
mengakibatkan kebutaan.

15. Prevalensi? Insidensi? Attack rate!


Hingga saat ini Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Kematian pada Balita (berdasarkan Survei Kematian Balita tahun
2005) sebagian besar disebabkan karena pneumonia 23,6%.

Angka kesakitan pneumonia balita


Selama ini digunakan estimasi bahwa insidens pneumonia pada kelompok umur Balita di
Indonesia sekitar 10-20%.
Angka Kesakitan Pneumonia menurut SDKI 1991-2003 dan Survei Morbiditas ISPA 2004
melaporkan data persentase anak yang menderita batuk dengan napas cepat dalam dua
minggu sebelum survei, sebagai berikut:

Di Indonesia, angka kesakitan pneumonia juga cukup tinggi. Cakupan penemuan pneumonia
pada tahun 2007 adalah 21,52% dengan jumlah kasus 477.420 (Profil Kesehatan Indonesia
2007). Jumlah ini meningkat pada tahun 2010 dimana cakupan penemuan pneumonia pada
balita pada tahun 2010 adalah sebesar 23 %, dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak
499.259 kasus (Profil Kesehatan Indonesia 2010). Tingginya angka morbiditas juga disertai
dengan tingginya angka mortalitas. Berdasarkan Riskesdas 2007, penyebab kematian
perinatal (0-7 hari) yang terbanyak adalah gangguan pernapasan (35,9%). Sedangkan
pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah diare pada bayi dan balita
yaitu dengan prevalensi 23% pada bayi dan 15,5% pada balita. Jumlah ini meningkat pada
tahun 2011. Survei Kesehatan Nasional 2011 mencatat sekitar 27,6% balita di Indonesia
meninggal karena pneumonia.
Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah
didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada
bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi
tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di
bawah 10%

Daftar pustaka

1. Depkes RI, Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak,
Jakarta, 2006
2. Behrman, Kliegman, Arvin. ilmu kesehatan anak.2006. edisi 15, halaman 23, Jakarta: EGC.
3. Pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut. Kementerian kesehatan republic
Indonesia direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
4. Modul tatalaksana standar pneumonia. Kementerian kesehatan republic Indonesia
direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 2012.
5. Pneumonia balita. Pusat data dan surveilans epidemiologi. Kementerian kesehatan republik
Indonesia
6. Zulkifli. (2003). Posyandu dan Kader Kesehatan. Pelaksanaan Program Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Balita di Posyandu.

Anda mungkin juga menyukai