Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling
sering terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di dunia. Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu
miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Jenis kelainan refraksi yang keempat
yaitu presbiopia. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan
pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di
Indonesia hampir 25% dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa.
Berdasarkan data dari WHO pada 2004 prevalensi kelainan refraksi pada
umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%). Dari data tersebut ditemukan
bahwa kelainan yang timbul akibat kelainan refraksi yang tidak di koreksi.
Melihat situasi yang ada WHO merekomendasikan untuk dilakukannya skrining
penglihatan dan pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi anak sekolah.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina,
tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu
titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan
kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola
mata.
Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di
dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang
yang menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Mata


Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat
tambahan (otot-otot) di sekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan
Bulbus Occuli yang terdiri dari Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3
lapisan, yaitu :
1. Tunika Fibrosa (lapisan luar), terdiri dari kornea dan sclera
2. Tunika Vasculosa (lapisan tengah) yang mengandung pembuluh darah, jaringan
uvea terdiri dari iris yang mengandung pigmen dengan musculus dilatator pupillae
dan musculus spchinter pupillae, corpus ciliaris, dan chorioidea.
3.Tunika Nervosa (lapisan paling dalam), yang mengandung reseptor teridiri dari
dua lapisan, yaitu : Stratum Pigmentid dan Retina (dibedakan atas Pars Coeca
yang meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris; Pars Optica yang berfungsi menerima
rangsang dari conus dan basilus Isi pada Bulbus Oculli terdiri dari :
a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara kornea dan lensa kristalina,
dibelakang dan di depan iris. Fungsi untuk memberikan nutrisi untuk kornea dan
lensa
b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh Capsula Lentis dengan Ligmentum
Suspensorium Lentis untuk berhubungan dengan Corpus Ciliaris.
c. Corpus Vitreum, badan kaca yang berupa cairan mengisi ruangan antara lensa
dengan retina. Fungsi untuk bentuk bola mata tetap bulat.
2.1 Gambar Anatomi Mata

Anatomi mata terdiri dari:


1. Sklera adalah lapisan terluar dari bola mata. Sklera adalah bagian putih
(dan buram) dari bola mata. Otot bertanggung jawab untuk memindahkan
bola mata yang melekat pada bola mata pada sklera.
2. Selaput Bening
Pada bagian depan bola mata, sklera berlanjut ke kornea. Kornea adalah
bagian transparan berbentuk kubah pada bola mata. Sinar cahaya dari dunia
luar pertama melewati kornea sebelum mencapai lensa. Bersama dengan
lensa, kornea bertanggung jawab menfokuskan cahaya pada retina.
3. Koroid
Koroid adalah lapisan tengah bola mata yang terletak antara sklera dan
retina. Ini memberikan nutrisi dan oksigen ke permukaan luar retina.
4. Ruang anterior
Ruang antara kornea dan lensa dikenal sebagai ruang anterior. Itu diisi
dengan cairan yang disebut akueous humor. Ruang anterior juga dikenal
sebagai rongga anterior.
5. Akueous humor
Aqueous humor adalah suatu cairan transparan yang beredar di ruang
anterior. Ini menyediakan oksigen dan nutrisi ke bagian dalam mata dan
memberi tekanan cairan yang membantu mempertahankan bentuk mata.
Pada aqueous humor diproduksi oleh badan siliaris.
6. Ruang posterior
Ruang posterior adalah area yang lebih besar daripada ruang anterior. Hal
ini terletak berlawanan dengan ruang anterior di belakang lensa. Ruang
posterior diisi dengan cairan yang disebut vitreous humor. Ruang posterior
juga disebut sebagai badan Vitreous seperti yang ditunjukkan dalam
diagram di atas – anatomi mata.
7. Vitreous humor
vitreous Humor adalah cairan seperti jeli transparan yang mengisi ruang
posterior. Tekanan cairannya yang membuat lapisan retina ditekan
bersama-sama untuk mempertahankan bentuk mata dan untuk menjaga
fokus yang tajam pada gambar retina.
8. Iris
Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk Iris. Iris adalah
struktur datar, tipis, berbentuk cincin menempel ke ruang anterior. Ini
adalah bagian yang mengidentifikasi warna mata seseorang. Iris berisi otot
melingkar yang mengelilingi pupil dan otot radial yang memancar ke arah
pupil. Ketika kontraksi otot melingkar mereka membuat pupil lebih kecil,
ketika kontraksi otot radial, mereka yang membuat pupil lebih luas.
9. Otot siliaris
Otot-otot siliaris terletak di dalam korpus siliaris. Ini adalah otot-otot yang
terus-menerus mengubah bentuk lensa untuk penglihatan dekat dan jauh.
Lihat diagram anatomi mata atas.
10. Korpus siliaris
Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk badan siliaris. Ini
menghasilkan aqueous humor. Korpus siliaris juga berisi otot-otot siliaris
berkontraksi atau rileks untuk mengubah bentuk lensa.
11. Zonules
Zonule juga dikenal sebagai ligamen suspensorium adalah sebuah cincin
dari serat yang kecil yang memegang lensa tersuspensi di tempat. Ini
menghubungkan lensa ke badan siliaris dan memungkinkan lensa untuk
berubah bentuk.
12. Lensa
Lensa adalah piringan transparan cembung ganda yang terbuat dari protein
yang disebut crystalline. Hal ini terletak tepat di belakang iris dan
memfokuskan cahaya ke retina. Pada manusia, lensa berubah bentuk untuk
penglihatan dekat dan jauh.
13. Pupil
Pupil adalah lubang di tengah iris yang terletak di depan lensa. Setiap kali
perlu memasukkan lebih banyak cahaya ke bola mata, otot-otot akan
kontraksi iris seperti diafragma kamera untuk menambah atau mengurangi
ukuran pupil.
14. Retina
Retina adalah lapisan terdalam lapisan bagian belakang bola mata. Ini
adalah bagian peka cahaya mata. Retina berisi fotoreseptor agar mendeteksi
cahaya. Fotoreseptor ini dikenal sebagai cone (sel berbentuk kerucut) dan
rod (sel berbentuk batang). Cone memungkinkan kita untuk mendeteksi
warna sementara rod memungkinkan kita untuk melihat dalam cahaya yang
kurang. Retina terdiri dari sel-sel saraf agar mengirimkan sinyal dari retina
ke otak.
15. Fovea
Fovea adalah depresi kecil pada retina dekat disk optik. Fovea memiliki
konsentrasi tinggi cone. Ini adalah bagian dari retina di mana ketajaman
visual yang terbesar.
16. Saraf optik
Saraf optik terletak di bagian belakang sampai bola mata. Ini berisi akson
dari retina sel ganglion (sel-sel saraf retina) dan mengirimkan impuls dari
retina ke otak.
17. Disk optik
Impuls ditransmisikan ke otak dari bagian belakang ke bola mata pada disk
optik juga disebut bintik buta. Hal ini disebut titik buta karena tidak
mengandung fotoreseptor, maka setiap cahaya yang jatuh di atasnya tidak
akan terdeteksi.
18. Otot mata
Otot-otot mata yang sangat kuat dan efisien, mereka bekerja sama untuk
memindahkan bola mata dalam berbagai arah. Otot-otot utama mata adalah
rektus lateral, rektus medial, rektus superior dan rektus inferior.
19. Arteri sentral dan Vena
Arteri sentral dan vena berjalan melalui pusat saraf optik. Arteri retina
sentral sebagai pemasok sementara vena sentral mengaliri retina. Dalam
diagram di atas – anatomi mata, arteri yang ditampilkan dalam warna
merah sementara vena ditunjukkan dengan warna biru.
20. Saluran air mata
Ini adalah sebuah tabung kecil yang berjalan dari mata ke rongga hidung.
Air mata mengalir dari mata ke hidung melalui saluran air mata.

Reseptor di Mata

Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel
batang). Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima
rangsang cahaya kuat dan rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina
terutama di luar makula dan berguna sebagai penerima rangsang cahaya
berintensitas rendah. Oleh karena itu dikenal dua mekanisme tersendiri di dalam
retina (disebut dengan Teori Duplisitas), yaitu :

a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada


siang hari dan penglihatan warna dengan conus

b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan


malam hari dengan basilus

Jalannya Impuls di Mata

Manusia apat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh
reseptor pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut :

Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya
menuju ke neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron
yang berbentuk sel mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan
membentuk nervus opticus. Kedua nervus opticus di bawah hypothalamus saling
bersilangan sehingga membentuk chiasma nervus opticus, yaitu neurit-neurit yang
berasal dari sebelah lateral retina tidak bersilangan. Tractus Opticus sebagian
berakhir pada colliculus superior, dan sebagian lagi pada corpus geneculatum
lateral yang membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada dinding fissura
calcarina melalui capsula interna. Pada dinding fisura calcarina inilah terdapat
pusat penglihatan.
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokka ke arah dalam untuk
difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya diretina agar dihasilkan suatu
bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya
(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan
(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media
transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke
medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya
juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai
medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi: densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar
pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata
adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya
sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam refraktif total
karena perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea
tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan
dengan mengubah kelengkungan sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh.
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya
terfokus diretina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum
bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina,
bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari
sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20kaki)
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan
jarak yang lebih besar dibelakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber
cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu
mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama.
Untuk membwa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus diretina (dalam jarak yang
sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan
lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.

Akomodasi

Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya


pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris.
Fungsi serat-serat sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula
yang berorigo di lembah-lembah di antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah
tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik
untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Ada
beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain:

a. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa
menjadi cembung.
b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan
kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian
tengah.

c. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian
perifer lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke
sentral dan menjadi cembung.

2.2 Gambar akomodasi lensa

2.2 Visus

Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam


retina kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat
melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah
yang disebut visus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan visus adalah :
a. Sifat fisis mata, yang meliputi ada tidaknya aberasi (kegagalan sinar
untuk berkonvergensi atau bertemu di satu titik fokus setelah melewati
suatu sistem optik), besarnya pupil, komposisi cahaya, fiksasi objek,
dan mekanisme akomodasinya dengan elastisitas musculus ciliarisnya
yang dapat menyebabkan ametropia

b. Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan


benda yang berwarna komplemennya), besar kecilnya stimulus,
lamanya melihat, dan intensitas cahaya.

c. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil
minimum separable (jarak terkecil antara garis yang masih terpisah).

Media Refraksi
Media Refraksi meliputi : Kornea, Camera Oculi Anterior, Iris, Pupil,
Lensa, Badan Vitreus, Retina, Nervus Optikus.

2.3 Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak
terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma.

1. EMETROPIA

Emetropia merupakan keadaan refraksi mata, dimana semua sinar yang


sejajar, yang datang dari jarak tak terhingga dan jatuh pada mata yang dalam
keadaan istirahat, akan dibiaskan tepat diretina.

Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%.
Bila media penglihatan seperti kornea, lensa dan badan kaca keruh maka sinar
tidak dapat diteruskan ke macula lutea. Pada keadaan ini, maka penglihatan tidak
akan 100% atau 6/6.
2. AMETROPIA

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran


depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda yang dekat.

Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan


pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada macula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa
myopia, hipermetropia, atau astigmatisme.

Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat


memberikan bayangan sinar sejajar pada focus yang tidak terletak pada retina.
Pada keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk. Dikenal
berbagai bentuk ametropia, seperti :

1. Ametropia aksial : terjadi akibat sumbu optic bola mata lebih panjang, atau
lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan/di belakang
retina.

2. Ametropia refraktif : akibat kelainan system pembiasan sinar di dalam mata.

Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak


normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di dalam mata (ametropia
indeks)

a. Miopia

Definisi

Kata miopia diambil dari bahasa Yunani “muopia” yang berarti menutup
mata. Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan
pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di
depan retina, pada kondisi mata yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus
sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat
disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata
terlalu panjang. Kelainan ini menyebabkan penglihatan buram untuk jarak jauh,
popular dengan istilah “nearsightness”.

Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang
mana terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti
mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita myopia yang suka
menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas,
karena dengan cara ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga
titik fokus yang tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke belakang
mendekati retina

Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana
bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi
berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya
yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina.

Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidak mampuan untuk


melihat jauh, akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah
kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat
(tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina

Etiologi

Miopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di
muka retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :

- axis terlalu panjang

- kekuatan refraksi

-lensa terlalu kuat


Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu
kuat untuk panjangnya bola mata akibat :
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior
yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia
aksial
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu
cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut
miopia kurvatura/refraktif
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kondisi ini disebut miopia indeks
4. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke
anterior, misalnya pasca operasi glaucoma
5. Myopia due to excessive accommodation. Terjadi pada pasien dengan
spasme akomodasi.
Miopia ini merupakan variasi biologis normal pertumbuhan mata yang dapat
atau tidak berkaitan dengan genetik. Beberapa faktor yang berkaitan dengan
miopia simpel yaitu :

 Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis panjang bola
mata atau dapat berkaitan dengan pertumbuhan neurologis dini saat usia anak.
 Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang berkembangnya bola
mata
 Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil konklusif.
 Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis perkembangan mata,
dimana prevalensi miopia lebih banyak pada anak dengan kedua orang tua
miopia (20%) daripada anak dengan 1 orang tua miopia (10%) dan anak tanpa
orang tua miopia (5%).
 Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak membuktikan
adanya hubungan miopia dengan pekerjaan jarak dekat, menonton televisi dan
tidak melakukan pemakaian kacamata.
Klasifikasi
a. Berdasarkan Manifestasi Klinis
 Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana tergantung pada
daya optik kornea dan lensa kristal, dan panjang aksial. Mata dengan
miopi simple merupakan mata normal yang terlalu panjang untuk kekuatan
optiknya atau memiliki kekuatan optik yang terlalu kuat untuk panjang
aksisnya. Bentuk miopi ini adalah yang paling umum, biasanya kurang
dari 6 Dioptri atau kurang dari 4-5 D. Ketika derajad miopi pada kedua
mata tidak sama, hal ini disebut anisomiopia. Jika salah satu mata emetrop
sementara yang lainnya miopi, ini disebut simple miopi anisometropia.
Anisometropia menjadi signifikan bila perbedaannya mencapai 1 D atau
lebih.
 Miopia Nokturnal : terjadi pada kondisi pencahayaan redu akibat dari
peningkatan respon akomodasi.
 Pseudomiopia : akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata akibat dari
overstimulasi pada mekanisme akomodasi mata atau terjadinya spasme
siliar. Dinamakan pseudo karena pasien hanya mengalami miopi jika
respon akomodaasi tidak tepat.
 Miopia degeneratif : derajad miopia berkaitan dengan perubahan
degeneratif pada segmen posterior mata. Perubahan degeneratif dapat
menyebabkan penurunan koreksi mata terbaik atau perubahan lapang
pandang.
 Miopia terinduksi : merupakan hasil dari eksposur agen farmako,
perubahan tingkat gula darah, sklerosis nukleus lensa kristalin. Miopi jenis
ini reversible.
b. Berdasarkan penyebab myopia.
 Miopia refraktif : Miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias
media penglihatan, seperti pada katarak.
 Miopia aksial : Miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
c. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas :
 Miopia stasioner : Miopia yang menetap setelah dewasa.
 Miopia progresif : Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata.
 Miopia maligna : Keadaan yang lebih berat dari miopia progresif,
yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
d. Berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya.
 Miopia ringan : Lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
 Miopia sedang : Lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
 Miopia berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori
ini rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut
terbuka.
e. Berdasarkan umur :
 Juvenile-Onset Myopia (JOM) : JOM didefinisikan sebagai miopia dengan
onset antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh karena
pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis. Esophoria,
astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang
menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko yang
dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi
miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki
terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin
besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16
tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari
miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada
usia 15 tahun)
 Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.
a. Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang dari 20
tahun
b. Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40
tahun
c. Late adult onset myopiamyopia yang terjadi setelah usia 40 tahun
Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor
risiko dari perkembangan miopia.

f. Klasifikasi secara klinik :


1. Miopia kongenital
Myopia kongenital biasanya ada sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis
pada usia 2-3 tahun. Kebanyakan kelainan refraksi yang terjadi unilateral dan
jarang bilateral. Anak dapat sering memicingkan mata untuk melihat lebih jelas
titik jauh. Myopia kongenital kadang berkaitan dengan anomali kongenital lainnya
seperti katarak, microthalmos, aniridia, megalokornea, dan pemisahan retina
kongenital. Koreksi dini miopia kongenital disarankan.
2. Miopia simplek
Miopia simplek adalah jenis yang paling sering terjadi. Jenis ini dianggap
sebagai kelainan fisiologis tanpa berkaitan dengan penyakit mata lain.
Prevalensinya meningkat dari 2% pada usia 5 tahun menjadi 14% pada usia 15
tahun. Karena peningkatan terjadi pada usia sekolah, yaitu usia 8 sampai 12 tahun,
hal ini disebut juga school myopia.

Gejala Klinis

Gejala subjektif

 penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia


 Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan
 Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua pasien dengan
anak miopia.
Gejala objektif

 Bola mata yang sedikit menonjol


 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar.
 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik
 Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan
akan terus naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan
refraksinya biasanya tidak melebihi 6-8 D.

Gejala klinis miopia adalah sebagai berikut:

1. Gejala utamanya kabur melihat jauh


2. Sakit kepala (jarang)
3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek
pinhole), dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda pada mata
4. Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat
masih belum diketahui dengan pasti.

Gambar 2.3 Bayangan Pada Mata Miopia


Diagnosis

Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan retinoskopi

3. Miopia patologik
Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan namanya, adalah
kelainan progresif yang cepat dimulai dari usia 5-10 tahun dan menghasilkan
miopia yang berat pada dewasa muda dan biasanya berkaitan dengan perubahan
degeneratif pada mata.

Etiologi

Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari miopia patologis
secara memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal ini berhubungan dengan genetik
dan proses pertumbuhan secara general.

 Peran herediter
Telah dikonfirmasi bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
etiologinya, dimana miopia progresif: (i) familial, (ii) lebih sering pada ras
tertentu seperti Cina, Jepang, Arab, Yahudi, dan jarang pada Negroid,
Nubian, dan Sudan. Telah disimpulkan bahwa pertumbuhan retina terkait
dengan herediter sangat berpengaruh terhadap perkembangan miopia. Sklera
karena distensibilitasnya mengikuti pertumbuhan retina, namun koroid
mengalami degenerasi karena peregangan, yang akhirnya menyebabkan
degenerasi retina.

 Peran proses pertumbuhan secara general


Walaupun tidak berpengaruh banyak, namun hal ini tidak dapat di lupakan
dalam progres miopia. Pemanjangan segmen posterior dari bola mata dimulai
hanya saat periode pertumbuhan aktif. Oleh karena itu, faktor defisiensi
nutrisi, penyakit penyerta, gangguan endokrin yang mempengaruhi proses
pertumbuhan general juga mempengaruhi progres dari miopia.

Gejala klinis

Gejala subjektif :

1. Defek pada visus. Terdapat penurunan fungsi penglihatan karena biasanya


kelainannya berat. Pada tahap lanjut, penurunan visus tidak dapat terkoreksi
karena terdapat perubahan degeneratif.
2. Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di depan mata
yang disebabkan degenerasi vitreus.
3. Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan miopia yang
sangat berat dengan perubahan degeneratif signifikan.
Gejala objektif:

1. Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan adalah bagian


posterior. Bagian anterior bola mata biasanya normal.
2. Kornea terlihat besat
3. COA dalam
4. Pupil terlihat sedikit membesar dan reaksi terhadap cahaya lambat
5. Pemeriksaan funduskopi:
 Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia.
 Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.
 Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
 Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.
Gejala Klinis

Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada


jarak pandang.Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita
telah diperiksa.
 Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita
miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan
penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
 Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari
miopianya dapat disembuhkan.
 Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.
 Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa
usaha akomodasi
Diagnosis

Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan


objektif, setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan
organik. Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di
periksa.Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang
diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau
tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen,
bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.

Tehnik pemeriksaan :

1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5


meter), jika kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup
dengan occlude, didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan
diteruskan sampai huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan
hingga dapat terbaca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien
mempunyai astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Cara Obyektif

Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah
atau kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu
yaitu retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara
mengamati gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh
retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan
akomodasi), pasien harus menatap jauh.Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata
kanan dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual
mata.Jarak pemeriksaan biasanya ½ meter dan dipakai sinar yang sejajar atau
sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak
di pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus
tambah sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini
dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa
minus sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan
ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter dikurangi 2
dioptri.

Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap


pasien. Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak
kooperatif, cukup dengan pemeriksaan objektif.Untuk yang tidak terbiasa,
pemeriksaan subjektif saja pada umumnya bisa dilakukan.

Tatalaksana

Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata


difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :

 Cara optik
1. Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan
lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa
cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias
terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini
dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa
cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata,
dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.

2. Lensa kontak

Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea.
Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi
ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa
kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan
anterior kornea, penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias yang
hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi
berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior
lensa kontaklah yang berperan penting.

 Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu :

1. Insisi Radikal

Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi
pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan
refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.

Kelemahannya:

Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah
RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet,
tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak
sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat
malam hari.

2. Laser photorefractive keratektomy (PRK)

Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan
sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -
6 dioptri.

Kelemahan PRK:

- Penyembuhan postoperatif yang lambat

- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya


penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa
minggu.

- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan

- PRK lebih mahal dibanding RK

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)

Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea
anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung
diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat.
Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.

Kriteria pasien untuk LASIK

 Umur lebih dari 20 tahun.


 Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
 Motivasi pasien
 Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK
Keuntungan LASIK

- Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif


- Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
- Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena
trauma
- Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
- Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK

- LASIK jauh lebih mahal


- Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
- Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap
putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

4. Ekstraksi lensa jernih (Fucala's operation)


Dianjurkan untuk miopi -16 sampai -18D, terutama pada kasus unilateral.
Baru-baru ini, ekstraksi lensa yang jernih dengan implantasi IOL dengan kekuatan
yang sesuai direkomendasikan untuk mopia lebih dari 12 D.

5. Phakic Intraocular Lens


Atau implantasi intraocular contact lens (ICL) juga dipertimbangkan untuk
koreksi miopia lebih dari 12 D. Pada teknik ini, IOL khusus diimplantasi di COA
atau di COP di anterior dari lensa asli.

6. Orthokeratology

Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas


permeabel saat malam. Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi miopia
hingga -5D dan dapat digunakan untuk pasien usia kurang dari 18 tahun.
Komplikasi

a. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (- 4,75)D sekitar 1/6662.


Sedangkan pada (- 5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari
(-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada
miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.

b. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air
dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.
Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut,
dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina.
Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan
kerusakan retina. Vitreusdetachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya
volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.

c. Miopic makulopaty

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang
berkurang.Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa
menyebabkan kurangnya lapangan pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi
makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal,
dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah
sentral retina.

d. Glaukoma

Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia
sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi
dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat
penyambung pada trabekula.

e. Skotoma

Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina
maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah
penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan
mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar
diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan
tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak
pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya
tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat
atau ablasio retina.

B. Hipermetropia

Definisi

Hipermetropia atau far-sightedness adalah suatu kelainan refraksi daripada


mata dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi dibiaskan di belakang retina. Untuk mengoreksinya dipakai lensa
positif atau konveks / konvergen.

Etiologi

Hipermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomo- dasi akan
memusat di belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :

- axis bola mata terlalu Pendek

- kekuatan refraksi lensa kurang kuat

Terdapat 3 Bentuk hipermetropia :


- Hipermetropia kongenital, diakibatkan bola mata pendek atau kecil.
- Hipermetropia simple, biasanya merupakan lanjutan hipermetropia anak
yang tidak berkurang pada perkembangannya jarang melebihi >5 dioptri
- Hipermetropi didapat, umum di dapat setelah bedah pengeluaran lensa
pada katarak (afakia)

Patofisiologi
Ada 3 patofisiologi utama hipermetropia, yaitu:
a. Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari
Normal
b. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah
dari normal
c. Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal

Gambar 3.3 Bayangan Pada Mata Hipermetropia

Tingkatan pada Hipermetropia berdasarkan besar dioptri :


- Hipermetropia ringan, yaitu antara Shepris +0.25 dioptri sampai Shepris
+3.00 Dioptri
- Hipermetropia sedang, yaitu Shepris +3.25 dioptri sampai Shepris +6.00
Dioptri
- Hipermetropia berat, yaitu jika ukuran dioptri lebih dari Shepris +6.25
dioptri

Gejala Klinis
Gejala klinis hipermetropia adalah sebagai berikut:
a. Pada pasien anak anak maupun pasien muda tidak memberikan keluhan
b. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasi menurun
c. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan
kurang terang atau penerangan kurang
d. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan
mata yang lama dan membaca dekat
e. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif=eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam
waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll
f. Mata sensitif terhadap sinar
g. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh
konvergensi yang berlebihan pula

Tanda dan Gejala Klinis


Gejala pasien dengan hipermetropia dapat bervariasi tergantung dari usia dan
derajat beratnya kelainan refraksi. Dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Asimtomatik. Biasanya pasien usia muda dengan kelainan refraksi yang kecil
dapat mengkoreksi dengan kemampuan akomodasinya tanpa menimbulkan
gejala
2. Gejala astenopia. Hipermetropia dapat terkoreksi secara penuh, namun karena
terjadi akomodasi terus menerus, pasien akan mengalami keluhan astenopia.
Keluhannya adalah mata lelah, nyeri kepala frontal atau fronto-temporal,
mata berair, dan fotofobia ringan. Gejala ini biasanya terjadi saat jam kerja
dan meningkat saat malam.
3. Gejala astenopia dengan penurunan penglihatan. Bila kelainan hipermetropia
cukup berat, mata tidak dapat mengkoreksi hanya dengan kemampuan
akomodasi. Sehingga pasien mengeluh gejala astenopia dan penglihatan
buram.
4. Penurunan penglihatan saja. Bila kelainan hipermetropia sangat berat, pasien
biasanya tidak melakukan akomodasi (terutama orang dewasa) sehingga
terjadi penurunan penglihatan dekat dan jauh.

Gejala obyektif:
1. Ukuran bola mata yang lebih kecil secara keseluruhan
2. Juling atau esotropia akibat akomodasi terus menerus yang diikuti
konvergensi
3. Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
4. Pupil terlihat lebih kecil karena akomodasi
5. Pemeriksaan fundus didapatkan papil yang kecil dan terlihat lebih banyak
vaskulardengan batas tidak tegas atau mungkin menyerupai papilitis (namun
tidak ada edema papil, sehingga disebut pseudopapillitis). Retina mungkin
terlihat bercahaya akibat refleksi cahaya yang lebih besar (shot silk
appearance).

Penatalaksanaan
1. pada anak di bawah 10 tahun koreksi tidak dilakukan terutama tidak
munculnya gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.
2. pada remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi
dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.
Lensa kontak dapat disarankan dengan hipermetropia unilateral
(Anisometropia). Lensa kontak dapat diresepkan setelah hipermetrop stabil,
apabila tidak, harus mengganti lensa kontak berkali-kali.
3. jumlah total hipermetropia diperoleh dengan pemeriksaan refraksi dengan
sikloplegik.
4. secara bertahap tingkatkan koreksi lensa sferis dengan interval 6 bulan
sampai pasien menjadi hipermetropia manifes
5. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia
dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif
termasuk
a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
Efektif dalam mengkoreksi hipermetropi hingga + 4D

b. Photorefractive keratectomy (PRK)


Dengan menggunakan laser excimer. Namun proses efek regresi dan
penyembuhan epitel yang lama merupakan masalah utama.
c. Conductive keratoplasty (CK)
Merupakan prosedur noninsisional dan nonablasi dimana kornea di
pertajam dengan mengerutkan kolagen dengan energi radiofrekuensi.
Teknik ini efektif untuk mengkoreksi hipermetropi hingga +3 D

Komplikasi
1. Hordeolum, blefaritis, atau kalazion berulang akibat sering mengucek mata
untuk menghilangkan kelelahan mata
2. Strabismus dapat terjadi pada anak (biasanya usia 2-3 tahun) karena
akomodasi secara terus menerus.
3. Ambliopia dapat terjadi pada beberapa kasus. Hal ini dapat terjadi
anisometropik (unilateral hipermetropia), strabismik (pada anak dengan
akomodasi berlebihan), atau ametropik (pada anak dengan hipermetropia
berat tidak terkoreksi)
4. Glaukoma sekunder sudut tertutup. Pada mata hipermetropia, terdapat COA
yang relatif lebih sempit. Akibat dari pembesaran ukuran lensa seiring usia,
mata tersebut menjadi rentan terhadap serangan akut glaukoma. Hal ini perlu
diingat pada pasien hipermetropia usia tua.
C. Presbiopia
Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan meningkatnya usia.
Makin berktambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami
kemunduran kemampuan untuk mencembung. Berkurangnya kemampuan
mencembung ini akan memberikan kesukaran melihat dekat, sedang untuk
melihat jauh tetap normal.
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan
pada semua orang. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan
mata untuk melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras, sehingga
elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya
kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinnii yang
sempurna.
Presbiopi dikenal sebagai kondisi visual orang diatas usia 40 tahun, dimana
insiden tertinggi pada usia 42-44 tahun. Beberapa hal yang merupakan faktor
resiko presbiopi antara lain : usia (biasanya >40 tahun), hiperopia yang tidak
terkoreksi, pekerjaan yang membutuhkan penggunaan penglihatan jarak dekat,
trauma atau penyakit mata (kerusakan lensa, zonula atau otot siliar), penyakit
sistemik (diabetes melitus, kardiovaskular, insufisiensi vaskular, miastenia
gravis), obat-obatan (alkohol, diuretik, hidrochlorothiazide, antidepresan), atau
kurang nutrisi.
Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akibat
dari perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa atau
peningkatan ukuran dan sklerosis progresif dari substansi lensa) dan penurunan
kekuatan m.siliaris seiring dengan peningkatan usia.
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien
Merupakan tahap paling awal di mana penderita menunjukkan gejala
membaca cetak kecil membutuhkan usaha ekstra. Dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.
b. Presbiopi Fungsional
Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan
ketika diperiksa.
c. Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
d. Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan
dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
e. Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil.
Tanda dan gejala
- Ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda kecil yang
terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada
cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek
lelah. Gejala meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap.
- Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak
kabur pada jarak baca yang biasa
- Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
- Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
Penatalaksanaan
Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya
fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata
baca atau adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :
Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan
40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca
terletak pada titik api lensa + 3,0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.
Kekuatan lensa kacamata baca sering disesuaikan dengan kebutuhannya. Seperti
seorang ahli music yang membutuhkan jarak dekat 50 cm untuk membaca not-not
sehingga dia membutuhkan kacamata dengan kekuatan lensa yang lebih kecil.
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
a. Koreksi optik dengan lensa
 single vision lense
Merupakan pilihan yang tepat bagi beberapa pasien dengan presbiopia.
Indikasi untuk perawatan ini adalah pasien dengan emmetropia, pasien
dengan ametropia tingkat rendah (yang tidak memerlukan koreksi jarak),
pasien dengan miopi yag tidak terkoreksi.
 Bifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai garis
horizontal atau yang progresif. Dalam desain yang khas, sebagian besar
wilayah lensa berisi lensa koreksi jarak jauh sedangkan koreksi penglihatan
jarak dekat terbatas pada segmen yang lebih kecil di bagian bawah lensa.
 Trifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh pada orang dengan
presbiopi absolut atau yang masih berkembang.
b. Koreksi dengan lensa kontak
 Kontak Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil
koreksinya
 Kontak Monovision. Penggunakan lensa kontak monovision pada setiap
mata atau, bila tidak ada koreksi jarak jauh yang diperlukan, lensa hanya
digunakan pada satu mata. Untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa
kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan
umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk
mengambil foto.

Etiologi
Presbiopia dapat disebabkan oleh karena :
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
b. Kelemahan otot-otot akomodasi
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan lensa

Patofisisologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meingkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung.
Dengan demikian kemampuan melihat berkurang.

Manifestasi Klinik
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus/ kecil
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering pedih. Bisa
juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu
lama
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan
tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin
menjauh)
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat terutama malam
hari
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
f. Sulit membedakan warna

D. Astigmatisma

Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa


satu titik. Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata
tidak dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis .
Pada keadaan ini terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian
yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu
titik.Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin
lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap
orang memiliki astigmat yang ringan.

Astigmatisma adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak


dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga

fokus pada retina tidak pada satu titik.


Ada dua jenis astigmatisma, yaitu astigmatisma regular dan astigmatisma
irregular. Astigmatisma regular dapat di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Simple
astigmatism, (2) Compound astigmatism, (3) Mixed astigmatism.

Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasa-nya


disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan
lensa yang berbentuk bujur.

Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:

a. Adanya kelaian kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media
refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah
kornea, yaitu mencapai 80% sampai dengan 90% dari astigmatisma,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan
kongenital, kecelakaan, luka atau parut dikornea, peradangan kornea serta
akibat pembedahan kornea.

b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan lensa. Semakin


bertambah umur sesorang, maka kekuatan akomodasi pada lensa kristalin
juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan
mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisma.

c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post keratoplasty

d. Trauma pada kornea

e. Tumor
Gambar 2.4 Bayangan Pada Mata Astigmatisma

Bentuk astigmatisme :

1. Astigmatisme regular : astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan


pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme
regular dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau
lingkaran.

Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang


konstan pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma selalu
sama pada setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan kacamata
lensa silindris. Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:15

1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada


anak-anak, dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya
bias/ kelengkungan yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus
dipakai pada/ mendekati meridian 90.
2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada
orang dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki
daya bias/ kelengkungan yang lebih besar daripada meridian vertikal, dan
sebuah koreksi silinder plus dipakai pada/ mendekati meridian 180
3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/
mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135
4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada
sudut yang sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya
lagi 100.

2. Astigmatisme irregular : astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2


meridian saling tegak lurus. Astigmatisme irregular dapat terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan
menjadi irregular. Astigmatisme irregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma,
dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.
Terjadi apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari
titik ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90 pada
setiap titik, kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri, secara
keseluruhan, meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama lain.
Sebenarnya setiap mata normal memiliki setidaknya sedikit astigmatisma ireguler,
dan peralatan seperti topografer kornea dan wavefront aberrometer dapat
digunakan untuk mendeteksi keadaan ini secara klinis.

Klasifikasi Astigmatisme Regular :

a. Astigmatisma Miopikus simpleks

Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik


B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah fokus dari daya bias
terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah).
Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl
–Y atau Sph –X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

b. Astigmatisma Hipermetropikus simpleks

Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina.
c. Astigmatisma Miopikus Kompositus

Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B


berada di antara titik A dan retina. Pola pikiran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph –X Cyl -Y

d. Astigmatisma Hipermetropikus Kompositus

Astigmatisma jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedangkan


titik A berada diantara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisma jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y

e. Astigmatisma Mixtus

Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik


B berada dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma
jenis ini adalah Sph +X Cyl –Y, atau Sph –X Cyl +Y dimana ukuran
tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau
notasi X dan Y menjadi sama-sama (-) atau (+).

Patofisiologi
a. Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur
dan equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian
yang lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang.
Dua jenis meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak
lurus.
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan
satunya lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih
saling tegak lurus/ 90 satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat
daripada yang horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan
palpebra ke kornea.Tipe astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering
pada anak-anak.Sementara itu, apabila meridian horizontal membiaskan cahaya
lebih kuat, ini disebut dengan astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada
orang dewasa. Perbedaan refraksi antara kedua meridian utama ini
menggambarkan besarnya astigmatisma dan direpresentasikan dalam dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut
dengan astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih
bisa dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang.
Namun jika lebih dari ¾ D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan
gejala subjektif. Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-
7 D.
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris
tidak memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.
Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar,
dengan nilai yang ekstrim berada di meridian 90.Oleh sebab itu, kekuatan
refraksinya berbeda-beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan
lensa silindris tidak memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang
terbentuk. Bentuk umum dari permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau
torus, yang mirip dengan bentuk bola football Amerika, dengan kata lain dapat
dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan lensa silindris. Bentuk geometris
yang rumit dari seberkas cahaya yang berasal dari satu sumber titik dan dibiaskan
oleh lensa sferosilinder ini disebut dengan istilah conoid of Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada
meridian-meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan
melewati setiap garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm
pada titik-titik yang berbeda sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips,
termasuk bagian luar dari dua garis fokus ini.Pada setiap dioptriknya, dua garis
fokus ini memiliki potongan sirkuler. Potongan sirkuler dari berkas sinar ini
disebut circle of least confusion, dan merepresentasikan fokus terbaik dari lensa
sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar akan terfokus jika lensa memiliki
kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis rata-rata pada semua meridian
lensa sferosilinder. Rata-rata kekuatan sferis lensa sferosilinder merepresentasikan
ekuivalen sferis dari lensa, dan dapat dihitung dengan rumus:16
Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2
b. Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan
unequal pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan
konsekuensi dari perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral
kornea, ulkus, pannus, keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi
kapsul posterior, subluksasi lensa, dan lain-lain).
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami
penurunan dan kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia.Semua
mata memiliki setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi
astigmatisma ireguler dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk
iregularitas yang lebih kuat.
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian
yang saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda
Manifestasi Klinis
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejalagejala sebagai berikut :
a) Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang
tinggi.
b) Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
c) Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita
astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.
d) Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan
untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak
buram, sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan
gejala – gejala sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek- ucek mata.
Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi
yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada
pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu
penglihatan
2. Uji refraksi
 Subjektif: Optotipe dari Snellen & Trial lens
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam
penglihatanmaksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi
astigmat.Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).
 Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakankomputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini
mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
3. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan
berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa
spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisikisi juring astigmat, dan
ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.Bila garis juring pada 90°
yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengansumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa
silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi - kisi astigmat vertikal
sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring
sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan- lahan ditaruh
lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
4. Keratoskop
Keratoskopatau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej
tersebut tidak terbentuk sempurna.
5. Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal
dan horizontal.
Penatalaksanaan
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan
sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule
diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o)
atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
A. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the
rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
dikurangi dengan 0,5 D.
B. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the
rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmatisma yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus
atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada
bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk
membentuk kurvatur kornea, dilakukan dengan membuang
jaringan dari lapisan dangkal dan bagian dalam kornea
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik),laser digunakan untuk
merubah kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada
kedua sisi kornea. LASIK dilakukan dengan memotong bagian dari
permukaan kornea luar melipatnya kembali untuk mengekspos
jaringan dalam. Maka laser digunakan untuk membuang sejumlah
jaringan yang dibutuhkan dan flap jaringan luar ditempatkan kembali
pada posisinya posisi untuk proses penyembuhan.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
2.4. Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi

a. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan (Visus)

Subjektif: Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya


pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri, kartu
Snellen di letakkan di depan pasien, pasien duduk menghadap kartu Snellen
dengan jarak 6 meter, dan satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata
kiri untuk menguji mata kanan, dengan mata yang terbuka pasien diminta
membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa
positif + 0,50 untuk menghilangkan akomodasi saat pemeriksaan di depan mata
yang dibuka, bila penglihatan tidak tambah baik, berarti pasien tidak
hipermetropia, bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah
berlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien menderia hipermetropia. Lensa
positif yang terkuat yang masih memberikan ketajaman terbaik merupakan ukuran
lensa koreksi untuk mata tersebut, bila penglihatan tidak bertambah baik, maka
diletakkan lensa negatif. Bila menjadi jelas, berarti pasien menderita miopia.
Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teringan yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal, bila penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan
untuk hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau
20/20 maka lakukan uji pinhole1.

b. Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Subjektif: Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji kemudian diminta
membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya, bila tidak terjadi
perbaikan penglihatan maka mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut karena media
penglihatan keruh atau terdapat kelainan pada retina atau saraf optik, bila terjadi
perbaikan penglihatan maka ini berarti terdapat astigmatisme atau silinder pada
mata tersebut yang belum dapat koreksi mata.

Objektif: Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan: Refraksionometer


merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau refraktor automatik yang
dikenal pada masyarakat alat komputer pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang
diharapkan dapat mengukur dengan tepat kelainan refraksi mata, retinoskopi
adalah pemeriksaan yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif
untuk pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskopi merupakan alat untuk melakukan
retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang secara objektif.
Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata atau pupil pasien. Pada keadaan ini
terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan dikenal 2 cara retinoskopi yaitu Spot
retinoscopy dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan dan Streak
retinoscopy dengan memakai berkas sinar denagn bentuk celah atau slit 1.

2.5. Tatalaksana

Berbagai cara dan alat untuk memperbaiki tajam penglihatan untuk membiaskan
sinar sehingga sehingga terfokus pada bintik kuning yaitu:

a. Kaca Mata

Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan kerena
mudah merawatnya dan murah. Kerja kaca mata pada mata adalah minus kuat di
perlukan pada mata miopia tinggi akan memberikan kesan pada lensa benda yang
dilihat menjadi lebih kecil dari ukuran yang sesungguhnya. Sebaliknya memakai
lensa konveks atau plus pada mata hipermetropia akan memberikan kesan lebih
besar. Penderita astigmatisme akan mendapatkan perasaan tidak enak bila
memakai kaca mata.

Keluhan memakai kaca mata yaitu kaca mata tidak selalu bersih, mengurangi
kecerahan warna yang dilihat, mengganggu gaya hidup, mudah turun dari pangkal
hidung, dan sakit pada telinga. Keuntungan dan kerugian kaca mata kaca
dibanding plastik yakni kaca mata kaca mudah berembun dibandingkan kaca mata
plastik, kaca mata kaca lebih mudah pecah dibandingkan dengan kaca mata
plastik, kaca mata kaca lebih berat dibandingkan kaca mata plastik, dan kaca mata
kaca lebih tipis dibandingkan kaca mata plastik.

Kerugian memakai kaca mata yaitu menghalangi penglihatan perifer, pemakaian


dengan waktu tertentu, membatasi kegiatan tertentu, spt olah raga, dan kaca mata
mudah rusak
b. Lensa Kontak

Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan didataran depan koernea
untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Keuntungan pakai lensa
kontak yaitu pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dengan bayangan
normal, lapang pandang menjadi lebih luas, tidak membatasi kegiatandan lain-
lain, keluhan memakai lensa kontak yaitu sukar dibersihkan, sukar merawat, mata
dapat merah dan infeksi, sukar dipakai di lapangan berdebu, dan terbatasnya
waktu pemakaiannya, serta kerugian memakai lensa kontak adalah harus bersih,
tidak dapat dipergunakan pada silinder berat, alergi, mudah hilang,dan tidak dapat
dipakai di daerah berdebu.

c. Bedah refraksi.

Bedah dengan sinar laser, radial keratotomy, karatektomi dan karatoplasti


lamelar automated (ALK)
BAB III
KESIMPULAN

Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering
terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di dunia. Kelainan refraksi terdiri dari 4 jenis yaitu miopia,
hipermetropia, presbiopia dan astigmatisma. Masing-masing dari jenis kelainan
tersebut dapat dikoreksi menggunakan kacamata dengan lensa yang berbeda-beda.
Secara patofisiologi kelainan refraksi adalah adalah keadaan bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem
penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak
dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/
atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan
kelainan panjang sumbu bola mata. Prognosis pada pasien dengan kelainan
refraksi tergantung kepada sebera parah kelaian refraksi yang dialami pasien
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2015.

Ariestanti H, Dewayani P. Characteristic of patients with refractive disorder at eye


clinic hospital. Bali Medical Journal. 2012 Desember; 3(1).

Resnikof S. Global Data on Visual Impairment in the Year. Bulletin of The world
Health Organization; 82(11).

S V, MF C, R S. Prevalence of Visual Impairment inThe United State. JAMA.


2010; 295.

Journal cEH. http://www.cehjournal.org/files. [Online].; 2017.

RI D. survei morbiditas mata dan kebutaan di 8 propinsi. , Ditjen Binkesmas.

Ciner E DVSPADCLd. A survey of vision screening policy. Survey of


Ophtalmology. 2011.

Anda mungkin juga menyukai