Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di dalam rongga pleura
diakibatkan transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi
pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Efusi pleura selalu abnormal dan mengidentifikasi penyakit yang mendasarinya.1,2,3
Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Pada keadaan
normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasukirongga
pleura dari kapiler di plura parietalis. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh
limfatik pada pleura parietal yang memlilik kapasitas pengeluaran 0,2 mL/kg/jam.
Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi
kecepatan absorbsinya.3 Fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan
kedua pleura pada waktu pernafasan. 2 Pleura sering kali mengalami pathogenesis
seperti terjadinya efusi cairan, misalnya hydrothorax dan pleuritis eksudatif karena
infeksi, hemothorax jika berisi darah, kilothorax jika cairan limfa, piothorax jika
berisi nanah. Penyebab patologi bermacam-macam, bisa karena infeksi tubekolosis,
infeksi non tuberculosis, keganasan, trauma dan lain-lain. Indonesia masih
menempati urutan ke-4 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Pada
tahun 1998, diperkirakan kasus TB di Indonesia mencapai 591.000 kasus dan
perkiraan kejadian BTA sputum positif di Indonesia adalah 266.000. berdasarkan
survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB
menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan
kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura
merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks
dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan
jaringan elastis.2,3,5
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini
bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura
ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial
yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm). Diantara celah-celah sel ini terdapat
beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi
fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat
jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan
intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A.
Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening.
Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan
pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang
sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa
yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan
potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer
sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc.4

2
2.2 Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Jenis cairan yang
bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan
cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu
penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
 Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura.
 Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening.
 Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus (chylothorak).
 Efusi berbentuk empiema akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1. Transudat
Transudat dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening)
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeable abnormal dan berisi protein transudat.

3
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT
Warna Jernih Jernih, keruh, berdarah
BJ < 1,016 > 1,016
Jumlah set Sedikit Banyak (> 500 sel/mm2)
Jenis set PMN < 50% PMN > 50%
Rivalta Negatif Negatif
Glukosa 60 mg/dl (= GD plasma) 60 mg/dl (bervariasi)
Protein < 2,5 g/dl >2,5 g/dl
Rasio protein TE/plasma < 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU/dl > 200 IU/dl
Rasio LDH T-E/plasma < 0,6 > 0,6

2.3 Etiologi efusi pleura


1. Berdasarkan Jenis Cairan
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran
kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura
berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
6000/cc.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-
lain).
3) Pleuritis karena fungi penyebabnya : Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat
juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya

4
cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis
perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga
pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral dan jarang yang masif. Pada pasien
pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan
tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura.
4) Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.
c. Darah

5
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.

2.4 Manifestasi klinis efusi pleura


Pada anamnesis lazim ditemukan, antara lain :
 nyeri dada dan sesak
 pernafasan dangkal
 tidur miring ke sisi yang sakit.

Pada pemeriksaan fisik


Inspeksi :
 terlihat sesak nafas dengan pernafasan yang dangkal
 hemitoraks yang sakit lebih cembung
 ruang sela iga melebar, mendatar dan tertinggal pada pernafasan
Palpasi :
 Fremitus suara melemah sampai menghilang
Perkusi :
 terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi
 tanda pendorongan jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat
Auskultasi
 suara pernafasan melemah sampai menghilang

2.5 Pemeriksaan penunjang efusi pleura


1. Rontgen thorax PA
Pemeriksaan ini mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi
pleura. Karena cairan cenderung berakumulasi di tempat yang rendah, maka pertama
kali dilihat pada foto pasien dengan posisi berdiri dan foto lateral pada sudut

6
costofrenikus, sebagai gambaran perselubungan padat dan homogen dengan jumlah
cairan paling sedikit antara 100 – 300 ml. Pada pasien dengan efusi yang sangat
sedikit (< 200 ml) dapat ditemukan dengan foto dengan posisi lateral decubitus. 6,7
Beberapa penyimpangan yang biasa dijumpai seperti akumulasi cairan di antara
diafragma dengan permukaan inferior paru (efusi intra pulmonal), yang mana
kecurigaan ditunjukan dengan kenaikan satu atau dua diafragma tanpa sebab yang
jelas. Ini dapat ditunjukan dari peningkatan jarak antara permukaan bawah kiri paru
dengan permukaan atas lambung (lebih dari 2 cm), dan efusi intra pulmonal kanan
dapat dicurigai dengan terlihatnya fisura minor semakin dekat ke diafragma. Pada
posisi lateral dekubitus efusi akan nampak yang mana sairan yang terletak di atas
diafragma pindah ke posisi lateral dada.6
Kadang-kadang dijumpai efusi yanga terakumulasi di sekeliling lobus
tertentu, yang disangka sebagai konsolidasi lobus. Cairan efusi juga dapat
mengumpul di paramediastinal, difisura interlobaris atau paralel dengan batas jantung
(kardiomegali).5 Berdasarkan foto dada efusi pleura dibagi atas tiga klasifikasi (oleh
Martenson dan Himelman), yaitu:5,6,7
 Sedikit, bila cairan hanya menutupi sinus costofrenikus tidak sampai
menutupi seluruh permukaan diafragma.
 Sedang, bila batas meniskus cairan mencapai 1/3 rongga dada.
 Banyak/masif, lebih dari sedang.

Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit
(lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura
sedikit.4

2. USG Dada
USG adalah sarana diagnostik radiologis yang sangat tinggi akurasinya (bisa
mencapai 100%) untuk mencitrakan efusi pleura dengan adanya gambaran anechoic
pada kavum pleura. Hasil pemeriksaan USG sebagai standar baku emas.
3. CT Scan Dada

7
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
4. Torakosentesis
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan
lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior
dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000 –1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik
dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru. 5,8,9
5. Biopsi Pleura
Biopsi pleura parietalis merupakan yang paling baik untuk mendiagnosa efusi
pleura. Umumnya biopsi pleura dilakukan setelah torakosentesis.
Dapat dilakukan bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan atau dapat
dilakukan beberapa biopsi ulangan.6.7

2.6 Penatalaksanaan efusi pleura


1.Pengobatan kausal
Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan
menggunakan OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk
menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya
cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan
kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian
dosis diturunkan secara perlahan).
Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan
sensitivitas bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi
lain yang lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari
rongga pleura dengan efektif.

8
2.Thorakosentesis
- Pungsi pleura yaitu aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16.
- Pungsi percobaan/diagnostic yaitu dengan menusuk dari luar dengan suatu
spuit kecil steril 10 atau 20 ml serta mengambil sedikit cairan pleura (jika ada)
untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan untuk pemeriksaan biokimia (uji
Rivalta, kadar kolesterol, LDH, pH, glukosa, dan amilase), pemeriksaan
mikrobiologi umum dan terhadap M. tuberculosis serta pemeriksaan sitologi.
3.Water Sealed Drainage
Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi
maligna. Indikasi WSD pada empyema :
- Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
- Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
- Terjadinva piopneumothoraxs
4.Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum,
talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan sangat banyak dan
selalu terakumulasi.

2.7 Definisi TB Paru


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberkulosis.

2.8 Klasifikasi TB paru


A. TB Paru
TB paru adalah TB yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a.TB paru BTA (+) adalah:
 Minimal 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA (+)

9
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran TB aktif.
 Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA(+) dan biakan(+).
b.TB paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan M.
tuberculosis positif.

2.Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya.Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1 Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
2 Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
3 Kasus defaulted atau drop out adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
4 Kasus gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
5 Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2
dengan pengawasan yang baik.
6 Kasus bekas TB
a. Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)
dan gambaran radiologi paru menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung.

10
b. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gambaran radiologi.

B. TB Ekstra paru
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya kelenjar getah bening,selaput otak, tulang, ginjal, saluran
kencing, dan lain-lain.

2.9 Diagnosis TB Paru


Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
A. Gejala klinis
Gejala klinis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan sistemik. Bila
organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal
sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori
 batuk ≥ 2 minggu
 nyeri dada
 batuk darah
 sesak napas
2. Gejala sistemik
 demam (subfebris)
 malaise
 keringat malam
 anoreksia
 berat badan menurun
B. Pemeriksaan Fisis
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak atau sulit sekali menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior dan inferior,
di daerah apeks. Dapat ditemukan suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

11
Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas maka didapatkan perkusi redup,
auskultasi suara napas bronkial, ronki basah, kasar, dan nyaring. Akan tetapi jika
infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, auskultasi menjadi vesikuler melemah. Bila
ada kavitas cukup besar, perkusi hipersonor atau timpani dan auskultasi amforik.
TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi ciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya. Bila fibrosis lebih dari setengah jumlah jaringan paru-
paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran paru, dan selanjutnya hipertensi pulmonal
diikuti terjadinya tanda-tanda korpulmonal dan gagal jantung kanan.4
Jika TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan, perkusi pekak, dan auskultasi suara napas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
C. Pemeriksaan Bakteriologi
Bahannya berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinalis, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feces, dan jaringan biopsi.
Pemeriksaan sputum paling penting karena dengan ini diagnosis pasti TB dapat
ditegakkan. Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, karena
pasien tidak batuk atau batuk non produktif. Oleh karena itu, dianjurkan satu hari
sebelumnya, pasien minum air sebanyak ± 2 liter dan diajarkan melakukan reflex
batuk. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan bilasan bronkus atau bilasan
lambung, biasanya pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahak.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan bila:
 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif  BTA positif
 1 kali positif, 2 kali negatif  ulang BTA 3 kali, kemudian
 bila 1 kali positif, 2 kali negatif  BTA positif
 bila 3 kali negatif  BTA negatif

D. Pemeriksaan Radiologi
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:

12
 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas.
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.10 Penatalaksanaan TB Paru


Regimen Pengobatan Berdasarkan Kategori (WHO / Depkes RI)

Kategori Kriteria penderita Fase awal Fase lanjutan

I  Kasus baru BTA (+) 2 RHZE (RHZS) 6 EH


 Kasus baru BTA (-) 2 RHZE (RHZS) 4 RH
Ro” (+) sakit berat
 Kasus TBEP berat 2 RHZE (RHZS)* 4 R3H3*
II Kasus BTA positif
 Kambuh 2 RHZES / 1 RHZE 5 RHE
 Gagal 2 RHZES / 1 RHZE* 5 R3H3E3*
 Putus berobat
III  Kasus baru BTA (-) 2 RHZ (E) 6 EH
 TBEP ringan 2 RHZ (E) 4 RH
2 RHZ* (E) 4 R3H3*
IV  Kasus kronik Obat-obat sekunder

Dosis obat antituberkulosis (OAT)


Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
Obat
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks.300 mg) 15-40 (maks.900 mg) 15-40 (maks.900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks.600 mg) 10-20 (maks.600 mg) 15-20 (maks.600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks.2000 mg) 50-70 (maks.4000 mg) 15-30 (maks.3000 mg)
Etambutol 15-25 (maks.2500 mg) 50 (maks.2500 mg) 15-25 (maks. 2500 mg)
Streptomisin 15-40 (maks.1000 mg) 25-40 (maks.1500 mg) 25-40 (maks. 1500 mg)

2.11 Komplikasi TB Paru


1. Komplikasi dini
Pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis.
2. Komplikasi lanjut

13
Obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat (fibrosis paru), kor
pulmonale, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS) yang
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

BAB III
LAPORAN KASUS

3. 1 Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Mandailing Natal, Sumatra Utara

3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 28 Januari 2016 pukul
08.00 WIB di bangsal Paru Rumah Sakit dr.Achmad Mochtar Bukit Tinggi.
Keluhan Utama :
Nyeri dada kanan ketika bernafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke bangsal Paru RS Ahmad Mochtar pada hari Senin, 25
Januari 2016 pindahan dari bangsal neurologi dengan keluhan Nyeri dada kanan
ketika bernafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terutama
saat menarik nafas. Pasien juga mengeluhkan sesak, semakin lama semakin berat,
tidak dipengaruhi posisi, dan berkurang saat istirahat. Sesak seperti ini dirasakan

14
pasien pertama kali. Pasien juga mengeluhkan batuk ± selama 3 bulan, dan berdahak,
berwarna putih, tidak berbau.
Selain itu pasien mengeluh badan semakin lama semakin lemas dan sering
merasa meriang kedinginan. Pasien juga mengeluh sering mual namun tidak muntah
dengan mual tersebut nafsu makan pasien menurun.
Pasien juga mengeluh badan demam selama 3 hari terutama pada pagi hari,
panas naik turun, dan timbul tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, dan
tidak bias mendengar suara yang kencang. Pasien menyangkal adanya nyeri perut.
BAK dan BAB pasien seperti biasa.

Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat Magh (+)
 Riwayat Rhinosinusitis (+)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat Diabetes Melitus (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat minum OAT (-)

Riwayat kehidupan pribadi, sosial, dan kebiasaan :


Pasien menyangkal merokok dan minum alkohol, pasien mengaku sulit dalam
memilih makanan dan sering telat makan. Pasien mengaku tinggal bersama suami dan
anaknya. Dan pasien mengaku dirumah pasien pecahayaan dan ventilasi rumah baik.
Pasien bekrtja sebagai pedagang di pasar.

Riwayat penyakit keluarga :


Adik kandung pasien memiliki riwayat batuk yang lama, namun sampai saat
ini belum dibawa berobat. Ayah, ibu, kakak, dan adik pasien tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan alergi.

3.3 Pemeriksaan fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

15
Tanda vital:
Tekanan darah :120/70 mmHg
RR: 22x/m
HR: 80x/m
Suhu : 36,6oC
Antropometri
BB : 56 kg
TB : 165 cm
BMI : BB/ TB(m)2 = 20,5 kg/m2 (BB normal)
Edema umum : Tidak ditemukan
Kulit : Warna kuning langsat, tugor kulit baik, teraba hangat dan lembab,
sianosis(-)
Kepala : Rambut, wajah, mata, hidung, telinga, mulut, dan tenggorok dbn
Leher : Tiroid dan KGB tidak teraba membesar
Dada : Mendatar, simetris, sela iga tidak melebar atau sempit, tidak ada
retraksi sela iga.
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis Simetris saat statis
Kanan Simetris saat statis Simetris saat statis
Palpasi Kiri Tidak teraba benjolan, Tidak teraba benjolan,
Vokal fremitus normal Vokal fremitus normal
Kanan Tidak teraba benjolan Tidak teraba benjolan,
Vokal fremitus melemah-
Vokal fremitus melemah-
berkurang
berkurang
Perkusi Kiri Sonor Sonor
Kanan Redup Redup
Auskultasi Kiri Suara vesikuler normal Suara vesikuler normal
Wheezing -/-, Rhonki -/- Wheezing -/-, Rhonki -/-
Kanan Suara vesikuler melemah Suara vesikuler melemah
Wheezing -/-, Rhonki -/- Wheezing -/-, Rhonki -/-

16
Abdomen
Inspeksi Datar, simetris, amiling umbilicus (-), dilatasi vena (-)
Palpasi Dinding perut supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), turgor kulit
baik
Perkusi Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi Bising usus (+) 3x/ menit

Ekstremitas : Oedem (-)

3.4 Pemeriksaan penunjang


Cairan Pleura (telah dilakukan pungsi tanggal 26/01/2016)
Tanggal 27/1/2016
Rivalta : positif
BTA : negative
Sel PMN : 2%
Sel MN : 98%
Glukosa : 105 mg/dl

Rontgen thorax :

17
3.5 Diagnosis Kerja
Efusi pleura dextra et causa Tuberculosis Paru

3.6 Penatalaksanaan
 Punksi pleura, hasil : 200 cc berwarna kuning
 Amoxilin 3x 500 mg
 Metil Prednisolon 3x1
 PCT 3X1
 CTM 3X1
 Rifampisin 1 x 450 mg
 INH 1 x 300 mg
 Pirazinamid 1 x 1000 mg
 Etambutol : 1 x 750 mg
 Vitamin B6 1x1
 Rencana : Rontgen thorax PA, cek BTA.

3.7 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

FOLLOW UP
Tanggal 29/01/2016 Tanggal 30/01/2016
S: S:
Nyeri dada di daerah pungsi (+) Nyeri dada didaerah pungsi berkurang
Sesak nafas (-) Sesak nafas (-)
Mual berkurang Mual (-)
O: O:
KU/KES: TSS/CM KU/KES: TSS/CM
Tanda vital: Tanda vital:
 TD: 110/70 mmHg  TD: 120/80 mmHg
 HR: 80x/m  HR: 80x/m
 RR: 20x/m  RR: 20x/m

18
 T: 36,5oC  T: 36,5oC
Hemithorax kanan belakang : Vokal Hemithorax kanan belakang : Vokal
fremitus menurun, redup fremitus menurun, redup
A: Efusi pleura dextra + Tuberculosis A: Efusi pleura dextra + Tuberculosis
paru BTA ? paru BTA ?
P: Amoxilin 3x 500 mg P: Terapi lain lanjutkan, rencana thorax
 Metil Prednisolon 3x1 PA
 PCT 3X1
 CTM 3X1
 Rifampisin 1 x 450 mg
 INH 1 x 300 mg
 Pirazinamid 1 x 1000 mg
 Etambutol : 1 x 750 mg
 Vitamin B6 1x1
 Rencana : Pelepasan WSD

Tanggal 31/01/2016
S:
Sesak nafas (-)
Mual (-)
Pegal di daerah tusukan (-)
O:
KU/KES: TSS/CM
Tanda vital:
 TD: 120/70 mmHg
 HR: 80x/m
 RR: 22x/m
 T: 36,7oC
Hemithorax kanan belakang : Vokal
fremitus menurun, redup,
A: Efusi pleura dextra + Tuberculosis
paru BTA ?
P: terapi lanjutkan

19
BAB IV
ANALISA KASUS

Patofisiolgi tuberkuloasis paru secara umum sebgai berikut port d’entrée lebih
dari 98% kasus infeksi TB karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya
kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag
alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB
dalam makrofag yang terus berkembangbiak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda

20
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu.
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-
104,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama
berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB
sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer
inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik,
begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.

21
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak
dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam
bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara
ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB
ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Pada kasus ini, suatu proses infeksi tuberculosis meningkatkan permeabilitias
membrane kapiler dan kemudian terjadi kegagalan drainage limfatik sehingga terjadi
peningkatan cairan pleura, terbentuklah cairan pleura yang berupa eksudat. Terjadi
penumpukan cairan di rongga pleura, yang lama-kelamaan dapat menekan paru

22
sehingga ekspansi paru menurun menyebabkan sesak nafas. Keadaan sesak nafas
tersebut menyebabkan suplai oksigen tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga bisa
menyebabkan malaise atau lemas. Dan keadaan sesak nafas tersebut dapat
menyebkan tidak nafsu makan ehingga nutrisi tidak sesuai kebutuhan tubuh terjadi
penurunan berat badan. Selain itu proses infeksi tuberculosis juga berhubungan
langsung dengan penurunan berat badan karena terjadinya peningkatan metabolisme
namun intake tidak adekuat penurunan berat badan dan selain itu terjadi peningkatan
sekresi asam lambung sehingga menyebabkan mual. Selain itu peningkatan
metabolisme menyebabkan suhu tubuh meningkat atau demam.

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Khairani R, Syahruddin E, Partukusumua LG. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah
Sakit Persahabatan . J Respir Indo. 2012 Juli; 32:155-60
2. Amin M, Alsagaff H, Saleh WBMT. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press; 1995; p.128-30.
3. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi. 2nd ed. Jakarta: EMS
Price; 2008.
4. Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
5. Anonim, 2004, Petunjuk Penggunaan Obat FDC Untuk Pengobatan Tuberkulosis
Di Unit Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
6. Masnjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Jilid II. FK UI. Media
Aesculapius. Jakarta. 1982; 206-8.
7. Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta. 1996; 573-86.
8. Amin M, Alsagaff H, Saleh WBMT. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya. 1995; 128-30.

3. Tatalaksana
 Pungsi pleura, hasil : 200 cc berwarna kuning

24
Pungsi pleura yaitu aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga
garis aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Selain
sebagai tatalaksana pungsi pleura juga untuk menentukan diagnostic penyebab efusi
dengan mengidentifikasi cairan tersebut. Cairan terbentuk berwarna kuning dan
sedikit keruh bisa karena tersebut adalah eksudat merupakan merupakan komplikasi
yang paling banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran
getah bening. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk
ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral dan jarang yang masif.
 OAT FDC
FDC (Fixed Dose Combination) atau dalam bahasa Indonesia KDT
(Kombinasi Dosis Tetap). Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC.
Tablet 4FDC mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid (INH), 150 mg
Rifampisin, 400 mg Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk
pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Tablet 2 FDC
mengandung 2 macam obat yaitu: 150 mg Isoniasid (INH) dan 150 mg Rifampisin.
Dan berdasarkan berat badan pasien meminum 4 tablet.
 Vitamin B6
Pemeberian vitamin B6 untuk mengurangi efek damping dari Isoniazid yang
merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek
sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk
mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).
 Primperan
Primperan berisi metoklopramide yang merupakan derivate prokinamide
yang bekerja secara sentral pada reseptor dopaminergik sentral (D2) sebagai
anatgonis dan serotogenik (5 HT3) sebagai agonis. Diindikasi atas keluhan mual.
 Rencana : Rontgen thorax PA, lateral kanan, lateral decubitus kanan
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi
perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat. Pada

25
kasus ini terjadi efusi pleura dan dengan rontgen thorax lateral kanan dan lateral
dekubitus kanan diharapkan gambarn efusi dapat lebih jelas terlihat.

26

Anda mungkin juga menyukai