Anda di halaman 1dari 7

Perkembangan pendidikan dan masyarakat memberi dampak yang signifikan terhadap

hasil proses pendidikan. Awal mula pendidikan di mulai dari keluarga sebelum masuk jalur
pendidikan formal. Ketika siswa/anak didik telah masuk jalur pendidikan formal tidak berarti
tanggung jawab pendidikan sepenuhnya berpindah ke tangan guru/pendidik. Peranan orangtua
juga sangat menentukan tingkat perkembangan anak dalam menempuh pendidikan.
Ciri khas manusia adalah kemampuannya dalam mendidik dan dididik melalui aktivitas
pendidikan. Pendidikan adalah aktivitas dari kebudayaan dan merupakan aktivitas pembudayaan
sehingga pendidikan menjadi suatu instrumen untuk mentransmisikan kebudayaan pada generasi
baru. Di balik itu, sistem pendidikan harus di dasarkan atas kebudayaan masyarakat seperti yang
ditegaskan dalam Tap MPRS 1966 Pasal 13, bhawa kebudayaaan nasional harus menjadi sumber
dan landasan bagi pendidikan pengajaran di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi (Hamalik,
2007).
Dalam sistem kehidupan bermasyarakat yang berbudaya, orangtua, guru, dan anak didik
sebenarnya terlibat aktif dan langsung dalam berbagai aktivitas budaya. Walaupun posisi untuk
setiap elemen tersebut berbeda-beda, tetapi tetap saling mendukung. Keadaan saling mendukung
itulah yang menuntut adanya hubungan interaksi antara guru/pendidik dengan orangtua. Karena
sistem pendidikan Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan pantauan orangtua. Guru dan
orangtua harus benar-benar memperhatikan setiap hubungan yang terjalin. Fenomena yang
terlihat seolah-olah antara guru dan orangtua seperti ada pengotakan-pengotakan. Artinya guru
seperti membatasi ruang gerak orangtua dan orangtua membatasi ruang gerak guru. Belum lagi
ditambah bila ada permasalahan pribadi antara guru dan orangtua. Kenyataan inilah yang
sebenaranya perlu diluruskan karena sebenarnya kedudukan orangtua dan guru dihadapan anak
adalah panutan atau teladan. Jadi, posisinya sama. Orangtua member rasa aman dan kepercayaan
pada anak guru juga melakukan hal itu. Sehingga apa yang didapatkan oleh anak di rumah sama
dengan di sekolah dari segi perlakuan walaupun tidak menutup kemungkinan ada memang hal-
hal yang tidak sama.
Menaggapi hal inilah, pembahasan tentang hubungan guru dan orangtua perlu untuk
dibahas dan dikaji secara teori dan praktik sehingga diddapat sebuah ide atau suatu bentuk
pemahaman yang sama terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh guru dan orangtua supaya
hubungan tersebut berjalan harmonis.
A. Guru dan Orangtua
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu. Guru menempati kedudukan terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah
yang membuat mereka dihormati. Para orangtua yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak
didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Jadi guru, adalah sosok figur yang
menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Menjadi guru berdasarkan
tuntutan pekerjaan adalah suatu pekerjaan yang mudah, tetapi menjadi guru berdasarkan
panggilan jiwa dan tuntutan hati nurani adalah tidak mudah (Djamarah, 2005).
Orangtua adalah orang yang telah melahirkan kita atau orang yang mempunyai pertalian
darah. Orangtua juga merupakan public figure yang pertama menjadi contoh bagi anak-anak.
Karena pendidikan pertama yang didapatkan anak-anak adalah dari orangtuanya. Orangtua dan
guru adalah satu tim dalam pendidikan anak, untuk itu keduanya perlu menjalin hubungan baik .
bagi anak-anak yang sudah masuk sekolah, waktunya lebih banyak dihabiska bersama para guru
daripada dengan orangtua. Kedengarannya mungkin agak mengejutkan, tapi memang begitulah
kenyataannya. Ketika orangtua pulang dari tempat bekerja, anak-anak biasanya juga baru tiba
dari mengikuti kegiatan setelah jam sekolah. Hanya tersisa waktu beberapa jam saja untuk
makan malam bersama, menyelesaikan pekerjaan rumah dan mungkin menghadiri acara anak-
anak. Setelah itu semuanya tidur.
Memang benar semua kegiatan sehari-hari yang dilakukan orangtua adalah penting. Dan
memang banyak orangtua yang bisa menggunakan dengan baik waktu makan malam bersama,
ketika membantu anak mengerjakan tugas sekolah di rumah, dan ketika mengantar anak ke
sekolah. Tapi perlu diingat, pada saat yang sama ada orang dewasa lain yang juga mengajari,
mempengaruhi dan bersenang-senang dengan anak-anak kita selama 6 jam sehari, yaitu guru
mereka.
Anak-anak umumnya bisa melakukan tugas-tugas mereka dengan baik ketika di sekolah.
Sebagian di antaranya bahkan mungkin lebih mudah mempercayai guru mereka. Untuk itu, perlu
kiranya setiap orangtua mengetahui dengan baik sosok guru yang mengajar anak-anaknya. Hal
ini penting karena dalam pendidikan sekolah, orangtua dan guru harus menjadi satu tim yang
baik.
Jika orangtua dan guru bisa saling mengenal dan mempercayai, maka anak-anak tidak
akan menentang salah satu dari mereka, ketika anak-anak itu malas atau menghindar dari tugas-
tugasnya. Pengertian di antara orangtua dan guru menjadikan masalah kecil tidak berkembang
menjadi besar, dan masalah besar bisa diselesaikan dengan lebih baik. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan agar terjalin hubungan baik antara orangtua dan guru.
a. Perkenalkan anak dengan gurunya
b. Mendatangi pertemuan orangtua-guru
c. Senantiasa berprasangka baik kepada guru
d. Berkomunikasilah secara teratur
e. Berikanlah sumbangan
Anda dan guru sama-sama menginginkan yang terbaik untuk pendidikan anak-anak. Jika
Anda mendengar kabar yang buruk tentang guru, apakah ia galak, jahat, atau tidak obyektif,
maka tetap pertahankan hubungan baik Anda dengan sang guru. Cari tahu masalah yang
sebenarnya dengan menghubungi guru itu secara sopan. Jangan mengeluarkan kata-kata yang
buruk mengenai guru di depan anak Anda. Tetap fokus terhadap masalah yang dihadapi, jadikan
itu latihan bagi Anak bersikap terbuka.[di/pc/www.hidayatullah.com]
Berkaitan dengan hubungan antara guru dan orangtua, dalam kode etik guu telah
disebutkan tentang hal tersebut, yaitu dalam pasal 6 (Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-nilai
Operasional) bagian 2 Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif
mengenai perkembangan peserta didik.
3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan
kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya
berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan
pendidikan.
7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.

B. Pengaruh Latar Belakang Keluarga terhadap Belajar di Sekolah


Menurut John Simmons dan Leigh Alexander (1983) latar belakang keluarga biasanya
berkaitan dengan status sosial ekonomi keluarga. Status sosial ekonomi ini biasanya
mempergunakan indikator pendidikan keluarga, pekerjaan, dan penghasilan orangtua. Beberapa
penelitian juga memasukkan indikator-indikator lain seperti harapan siswa, harapan keluarga,
harapan masyarakat setempat terhadap hasil belajar anak serta sikap mereka terhadap hasil
belajar. Hasil penelitian yang dilaksanakan di India, Chile, Iran, dan Thailand yang dilaporkan
oleh Thorndike menjelaskan bahwa latar belakang keluarga itu dapat menjelaskan perubahan
prestasi belajar antara 1,5% sampai 8,7%. Jika dikontrol dengan indikator-indikator yang berasal
dari sekolah seperti kualitas pengajaran, fasilitas sekolah, jumlah siswa dalam kelas dan
sebagainya, hasil test menunjukkan sumbangan latar belakang keluarga itu tidak signifikan.
Sebenarnya, sekolah sebagai sebuah institusi mempunyai kewajiban yang besar terhadap
orangtua, sebaliknya juga orangtua juga punya kewajiban yang tak kalah banyaknya kepada
sekolah. Apabila kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berlangsung dengaan baik maka
sekolah akan makin maju karena mempunyai orangtua (baca Klien) yang selalu mendukung dan
memberikan empati terhadap apa yang institusi sekolah lakukan bagi pendidikan putra putrinya.
Banyak riset yang membuktikan bahwa keterlibatan orangtua yang banyak dalam proses
pendidikan anaknya terbukti membawa pengaruh yang baik dalam kehidupan akademisnya.
Dengan demikan, sebuah pola hubungan yang harmonis antar orangtua dan sekolah harus
diciptakan dan dibina.
Berikut ini adalah jalan untuk menciptakan harmonisasi tersebut;
1. Upayakan selalu kontak anda dengan orangtua selalu dalam nuansa yang positif.
Cobalah hindari jargon atau istilah yang rumit dalam bidang pendidikan yang
orangtua tidak mengerti.
2. Berdayakan buku komunikasi, gunakan buku itu untuk menceritakan apa yang
siswa pelajari, pemberitahuan mengenai PR, memberikan pujian serta
pemberitahuan lain mengenai anak didik kita.
3. Adakan pertemuan dengan orangtua seluruhnya saat tahun ajaran baru dimulai,
kenalkan diri dan biarkan orangtua menyampaikan kekhawatiran serta harapan
mereka terhadap kita sebagi guru, kaitannya dengan proses pendidikan putra-
putrinya.
4. Cobalah untuk selalu mengerti kesibukan orangtua anak didik kita.
5. Ajak orangtua untuk menjadi relawan di kelas kita, menjadi bintang tamu saat
pembelajaran mengenai topik atau yang lainnya.
6. Jadikan orangtua juga sebagai sumber belajar.
7. Adakan pelatihan mengenai pendidikan anak. Hal ini penting agar ada
kesinambungan antara pola asuh dirumah dan disekolah.
8. Adakan workshop mengenai peningkatan akademis anak didik. Judulnya misalnya;
‘Bagaimana mengajarkan matematika untuk anak’.
9. Jadikan situasi pengambilan rapor anak didik sebagai jalan untuk merayakan
keberhasilan dan pencapaian siswa.

C. Fungsi/Peran Guru dan Orangtua


Melirik posisi guru bagi peserta didik sama dengan posisi orangtua mereka sendiri.
Hanya saja bedanya bukan orang yang melahirkan mereka. Guru adalah orangtua kedua bagi
anak-anak ketika mereka berada di sekolah. Sedangkan orangtua mereka yang pertama adalah
orang yang melahirkan mereka lahir atau yang ada hubungan pertalian darah. Dari hal itu,
terlihatlah bahwasanya walau posisi berbeda namun peranannya hampir sama sehingga sudah
sepantasnya kedua orangtua tersebut berpartisipasi dan berinteraksi aktif guna membangun
perkembangan anak yang mapan. Dalam upaya menempatkan fungsi dan peran di lingkungan
sekolah, orangtua siswa juga dapat bergabung dengan komite sekolah dengan ketentuan-
ketentuan yang ada.

D. Hubungan Keluarga dan Guru Sekolah


Orangtua mempunyai peranan penting ketika anak-anak pulang dari sekolah dan guru
memiliki peranan penting ketika di sekolah dan bahkan di luar sekolah.Guru adakalanya
memberikan penjelasan mengenai metode belajar-mengajar yang dilakukannya. Ketika anak
mulai sekolah, segera perkenalkan diri Anda kepada gurunya. Jangan menunggu waktu hingga
Anda dipanggil ke sekolah karena anak bermasalah. Carilah jalan untuk melakukan kontak
dengan mereka, walau sekedar dengan sapaan "apa kabar," agar wajah dan nama Anda mudah
diingat oleh sang guru.
Jika kemungkinan waktu untuk bertemu sangat terbatas, usahakan menghubungi
bapak/ibu guru untuk menayakan kepada mereka waktu yang nyaman guna menanyakan kabar
seputar perkembangan pendidikan anak Anda. Tidak perlu melakukan percakapan panjang,
carilah sekedar informasi dan tunjukkan bahwa Anda sangat perhatian dengan pendidikan anak-
anak.
Berikanlah perhatian besar terhadap rencana pembelajaran dan pengajaran yang sudah
disusun. Jika ia belum memberitahukannya kepada Anda, maka tanyakanlah. Biasanya guru
sangat senang jika orangtua juga berkenan mengetahui target pelajaran yang ia tetapkan. Tapi,
jangan langsung mengkritik mereka jika Anda merasa ada hal yang kurang cocok. Berikan
penilaian positif jika Anda mendapati hal yang memang baik untuk kemajuan pendidikan anak.
Guru juga manusia biasa, yang kadang mengalami hari dan waktu yang buruk. Kadang
kehidupan pribadinya dilanda krisis dan masalah, dan bisa jadi mereka tidak bisa mengatasinya
dengan baik. Jika guru membentak anak Anda dan melakukan hal di luar kewajaran, tanyakan
kepadanya apakah ia baik-baik saja. Sedikit memberikan dukungan kepada guru, akan membuat
keadaan pulih dengan segera.

E. Pengaruh Keluarga Terhadap Pendidikan di Sekolah


Benyamin S. Bloom (1976) menyatakan bahwa lingkungan keluarga dan faktor-faktor
luar sekolah yang telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup di kelas pada
suatu sekolah relatif singkat, sebagian besar waktunya dipergunakan siswa untuk bertempat
tinggal di rumah. Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari
orang dewasa dan beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian
terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah. Dari uraian ini, dapat
diketahui lebih lanjut bahwa kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar
bagi studi anak di sekolah.
Suasana keluarga yang bahagia akan mempengaruhi masa depan anak baik di sekolah
maupun di masyarakat, dalam lingkungan, pekerjaan, maupun dalam lingkungan keluarga kelak
(Sikun Pribadi, 1981, p. 67). Dari kutipan ini dapat diketahui bahwa suasana dalam kelaurga
dapat mempengaruhi kehidupan di sekolah.
Menurut Erikson yang dikutip oleh Sikun Pribadi (1981) bahwa pendidikan dalam
keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh (1) rasa
aman, (2) rasa otonomi, (3) rasa inisiatif. Rasa aman ini merupakan periode perkembangan
pertama dalam perkembangan anak. Perasaan aman ini perlu diciptakan, sehingga anak
merasakan hidupnya aman dalam kehidupan keluarga.
Rasa aman yang tertanam ini akan menimbulkan kepercayaan pada diri sendiri. Anak
yang gagal mengembangkan rasa percaya diri ini akan menimbulkan suatu kegelisahan hidup, ia
merasa tidak disayangi, dan tidak mampu menyayangi.
Fase perkembangan yang kedua adalah rasa otonomi (sense of autonomy)yang terjadi
pada waktu anak berumur 2 sampai 3 tahun. Orangtua harus membimbing anak dengan bijaksana
agar anak dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah pribadi yang berharga, yang dapat
berdiri sendiri dan dengan caranya sendiri ia dapat memecahkan persoalan yang ia hadapi.
Kegagalan pembentukan rasa otonomi, suatu sikap percaya pada diri sendiri dan dapat berdiri
sendiri akan menyebabkan anak selalu tergantung hidupnya pada orang lain. Setelah ia
memasuki bangku sekolah ia selalu harus dikawal oleh orangtuanya. Ia selalu tidak percaya diri
sendiri untuk menghadapi persoalan yang dihadapi di sekolah.
Pada fase perkembangan ketiga disebut perkembangan rasa inisiatif (sense of
initiative) yaitu pada umur 4 sampai 6 tahun. Anak harus dibiasakan untuk mengatasi hambatan-
hambatan dalam lingkungan keluarga. Sebab dengan dibiasakan menangani masalah hidupnya
maka anak akan mengembangkan inisiastifnya dan daya kreatifnya dalam rangka menghadapi
tantangan hidupnya. Jika orangtua selalu membantu dan bahkan melarang anaknya untuk
mengerjakan sesuatu hal maka inisiatif dan daya kreasi anak akan lemah dan akan
mempengaruhi hidup anak dalam belajar di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai