PEMBAHASAN
A. Pengertian UJI T
Sebagai salah satu tes statistik parametrik, Tes “t” mula pertama dikembangkan oleh
William Seely Gosset pada 1915. Pada waktu itu ia menggunakan nama samaran Student, dan
huruf “t” yang terdapat dalam istilah Tes “t” itu diambilkan huruf terakhir dari nama beliau. Itu
pula sebabnya mengapa Tes “t” sering juga disebut dengan nama atau istilah Student t.
Tes “t” atau “t” Test, adalah salah satu tes statistik yamg dipergunakan untuk menguji
kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah Mean
Sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
Sampel adalah suatu proporsi kecil dari populasi yang seharusnya diteliti, yang dipilih
atau ditetapkan untuk keperluan analisis. Dengan meneliti sampelnya saja peneliti berharap akan
dapat menarik kesimpulan tertentu yang akan dikenakan terhadap populasinya. Menarik
kesimpulan secara umum terhadap populasi dengan hanya menggunakan sampel inilah yang kita
kenal dengan istilah: generalisasi. Sudah barang tentu agar penarikan kesimpulan (inferensi) itu
tidak terlalu jauh menyimpang dari populasinya, pengambilan sampel tidak boleh dilakukan
secara sembrono, melainkan dengan kecermatan dan kesengajaan serta keyakinan tertentu,
sehingga pengaruh faktor “kebetulan saja” (by chance) dapat diestimasikan (dapat diperkirakan).
Salah satu tugas statistik inferensial adalah memperkirakan atau membuat estimasi seberapa
jauhkan kiranya hasil pengukuran yang dilakukan terhadap sampel menyimpang dari hasil
pengukuran yang dilakukan terhadap populasi (jika seandainya terhadap populasi itu dilakukan
pengukuran).
Pemakaian uji t ini bervariasi. Uji ini bisa digunakan untuk objek studi yang berpasangan
dan juga bisa untuk objek studi yang tidak berpasangan. Namun sebelum menghitung uji – t
terlebih dahulu kita analisis dengan Uji Normalitas dan Uji Hogenitas. Dalam Uji – t terdapat
istilah uji satu arah ( one tail ) dan uji dua arah ( two tail )
1. Uji dua arah. pada hipotesis awal tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-
rata1 dan rata-rata2.sedangkan pada hipotesis alternatif sebaliknya yaitu terdapat
perbedaan rata-rata 1 dan rata-rata 2.
1
2. Uji satu arah dimana pada hipotesis awal kelompok/sampel 1 memiliki rata-rata sama
dengan atau lebih besar dengan rata-rata kelompok 2. sedangakan hipotesis alternatif rata-
rata kelompok 1 lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kelompok 2.
Atau
Misal, ingin diketahui rata-rata IQ mahasiswa univ. X. Untuk itu dilakukan penelitian
dengan mengambil beberapa sampel mahasiswa univ.X.
Nah, apabila peneliti memiliki asumsi bahwa rata-rata IQ mahasiswa univ. X lebih dari
140, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji 1-pihak.
Namun, apabila asumsi ini tidak dimiliki, dengan kata lain, peneliti tidak tahu apakah rata-
rata IQ mahasiswa univ.X lebih dari atau kurang dari 140, maka akan tepat jika menggunakan uji
2-pihak.
Ciri khas dari uji 1-pihak atau 2-pihak adalah tanda pertidaksamaan yang digunakan
dalam penulisan HIPOTESIS 1. Dari kasus di atas, maka
H0 : µ = 140
H1 : µ > 140
2
Hal ini berarti, rata-rata IQ mahasiswa univ.X lebih besar dari 140
H0 : µ = 140
H1 : µ ≠ 140
Hal ini berarti, rata-rata IQ mahasiswa univ.X tidak sama dengan 140, entah itu lebih besar atau
lebih kecil dari 140.
Keterangan :
Hipotesis awal ditolak, bila:
t hitung| > t tabel
atau:
Hipotesis awal diterima, bila:
t hitung| ≤ t tabel
Penggunaan uji t test yang termasuk dalam uji parametric, sehingga menganut pada
asumsi-asumsi data berdistribusi normal, sebaran data homogeny dan sampel diambil secara acak.
Penggunaan uji t test independent, sering digunakan dalam pengujian rancangan eksperimen,
yang bertujuan untuk membandingkan nilai rata-rata dari dua perlakuan yang ada. Data yang
digunakan dal pengujian t test adalah data interval maupun data rasio.
Uji t termasuk dalam golongan statistika parametrik yang digunakan dalam pengujian
hipotesis dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan dari dua dua buah
variabel yang dikomparasikan. Salah satu bentuk uji t adalah paired sample t test. Paired sampel
T Test merupakan analisis dengan melibatkan dua pengukuran pada subjek yang sama terhadap
suatu pengaruh atau perlakuan tertentu. Pada uji beda Paired sampl t test, peneliti menggunakan
sampel yang sama, tetapi pengujian terhadap sampel dilakukan sebanyak dua kali.
Dalam penelitian biasanya test yang diberikan disebut dengan pretest (test sebelum
mengadakan perlakuan) dan posttest (setelah sampel diberi perlakuan). Perlakuan pertama
mungkin saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap
3
objek penelitian. Dalam melakukan pemilihan uji, seorang peneliti harus memeperhatikan
beberapa aspek yang menjadi syarat sebuah uji itu digunakan. Peneliti tidak boleh sembarangan
dalam memilih uji, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan. Adapun dasar
penggunaan paired sample t test adalah satu sampel yang diberikan dua perlakuan yang berbeda,
merupakan data kuantitatif (interval-rasio), dan sample yang digunakan harus dalam kondisi yang
sama atau homogen dan berasal dari popoulasi yaang telah terdistribusi secara normal. Hal ini
dapat diketahui setelah melakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji homogenetas pada data
tersebut.
Setelah data yang dimiliki memenuhi syarat diatas, maka pemilihan uji statistik harus
memperhatikan pertanyaan dari penelitian. Setelah melihat pertanyaan peneltian seorang peneliti
kemudian melakukan pemilihan uji yang tepat untuk menganalisis data yang dimiliki untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang disusun.
Contoh data yang dapat diuji menggunakan Paired sampleT Test adalah Pengaruh Media
iMainMapping pada Materi Sistem Pernafasan terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMAN 1
Makassar. Maka, sebelum peneliti menggunakan media iMainMapping di dalam kelas, peneliti
terlebih dahulu memberikan test awal (pretest) untuk melihat pengetahuan awal dari siswa terkait
dengan materi sistem pernafasan. Setelah memperoleh data pretest, peneliti akan memberikan
perlakuan kepada kelompok siswa yang telah mengisi prestest dengan menggunakan media
iMainMap dalam pembelajaran. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
H0 = tidak ada pengaruh penggunaan Media iMainMapping pada Materi Sistem Pernafasan
terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMAN 1 Makassar
H1 = ada pengaruh penggunaan Media iMainMapping pada Materi Sistem Pernafasan terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMAN 1 Makassar
Setelah proses belajar-mengajar selesai, maka kelompok siswa tersebut akan diberikan test
berupa posttest. Posttest harus dikerjakan oleh sejumlah siswa yang sama yang telah mengerjakan
pretest. Jumlah siswa tidak boleh ditambah atau pun dikurangi. Apabila terdapat beberapa siswa
yang tidak mampu bisa mengikuti posttest, maka hasil dari pretest siswa tersebut juga tidak dapat
dimasukkan dalam analisis data peneliti, sebab data yang ada harus berpasangan. Data hasil
pretest dan posttest yang telah melalui uji asumsi kemudian akan dianalisis secara Paired sample
T Test menggunakan aplikasi SPSS.
4
Adapun contoh data hasil belajar siswa pada aplikasi Microsoft Excell
1 75 80
2 60 70
3 65 70
4 50 70
5 70 75
6 60 70
7 70 75
8 70 75
9 80 80
10 75 80
a. Uji Normalitas
Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki distribusi
normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik ( statistik inferensial ). Uji normalitas
berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari
populasi normal. Uji kenormalan data, sebelum menggunakan statistik uji parametrik, perlu
dilakukan. Hal ini disebabkan karena statistik-statistik uji parametrik diturunkan dari sebaran
normal. Tentu saja, data yang akan dianalisis juga harus menyebar normal agar data yang
dianalisis relevan dengan alatnya (statistik uji parametrik). Namun, apabila menggunakan statistik
uji nonparametrik, TIDAK PERLU mempertimbangkan mengenai kenormalan data sama sekali.
Uji statistik normalitas yang dapat digunakan adalah Chi Square dan Metode Lilliefors
1) Chi Square
Persyaratan Metode Chi Square (Uji Goodness of fit Distribusi Normal)
- Data tersusun berkelompok atau dikelompokkan dalam tabel distribus frekuensi.
- Cocok untuk data dengan banyaknya angka besar ( n > 30 )
Signifikansi
5
- Signifikansi uji, nilai X2 hitung dibandingkan dengan X2 tabel (Chi-Square).
- Jika nilai X2 hitung < nilai X2 tabel, maka Ho diterima ; Ha ditolak.
- Jika nilai X2 hitung > nilai X2 tabel, maka maka Ho ditolak ; Ha diterima.
1. Menyusun data tersebut ke dalam distribusi frekuensi, dan menentukan nilai rat-rata serta
standar deviasi :
Oi X i
Rata – rata =
Oi
Standar Deviasi =
Oi X i X
2
Oi
2. Menentukan nilai Chi Square
k Oi Ei 2
X 2
Z
Xi X
i 1 Ei SD
Dapat dilakukan dengan menyusun data ke dalam tabel seperti berikut ini
Jumlah
Keterangan :
X2 = Nilai Chi-Square
6
SD = Standar deviasi
Contoh 1 :
Penyelesaian :
1. Menyusun data tersebut ke dalam distribusi frekuensi, dan menentukan nilai rat-rata serta
standar deviasi :
7
Oi X i
Rata – rata =
Oi
Standar Deviasi =
Oi X i X
2
Oi
8
4. Nilai tabel dan Derajat Bebas
Pilih alpha 5% = 0,05. Dengan derajat kebebasan df = 6-1 = 5, sehingga diperoleh nilai Chi-
Square tabel = 11,07
5. Keputusan
Nilai Chi-Square hitung = 9,3042 < Nilai Chi-Square tabel = 11,070, berarti Ho diterima.
6. Kesimpulan :
Data berdistribusi normal.
Note : Penolakan Ho jika Nilai Chi-Square Hitung > Nilai Chi-Square tabel dan sebaliknya Ho
diterima.
Contoh 2 :
Diambil tinggi badan mahasiswa di suatu perguruan tinggi tahun 1990
Tinggi Badan Jumlah
140 – 144 7
145 – 149 10
150 – 154 16
155 – 159 23
160 – 164 21
165 – 169 17
170 – 174 6
Jumlah 100
Selidikilah dengan α = 5%, apakah data tersebut di atas berdistribusi normal? ( Mean= 157.8;
Standar deviasi = 8.09 )
Penyelesaian :
1. Hipotesis :
Ho : Populasi tinggi badan mahasiswa berdistribusi normal
H1 : Populasi tinggi badan mahasiswa tidak berdistribusi normal
2. Nilai α
Nilai α = level signifikansi = 5% = 0,05
3. Rumus Statistik penguji
9
k Oi Ei 2
X 2
i 1 Ei
k Oi Ei 2
X2
i 1 Ei
7 3,862 10 10,12 16 18,942 23 7,592 21 21,352 17 12,982 6 5,382
3,86 10,1 18,94 24,23 21,35 12,98 5,38
3.142 0.12
2,942
15,412 0,352 4,022 0,622
3,86 10,1 18,94 7,59 21,35 12,98 5,38
9,85 0.01 8,64 237,46 0,12 16,16 0,38
3,86 10,1 18,94 24,23 21,35 12,98 5,38
35,59
4. Derajat Bebas
Df = N - 1 = ( 7 - 1 ) = 6
5. Nilai tabel
Nilai tabel X2 ; α = 0,05 ; df = 6 ; = 12.59. (Lihat Tabel X2 (Chi-Square))
35,59| ˃ |12,59| ; berarti Ho ditolak, Ha diterima
Kesimpulan : Populasi tinggi badan mahasiswa tidak berdistribusi normal α = 0,05.
10
2) Metode Lilliefors
Metode Lilliefors menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel distribusi
frekuensi. Data ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal sebagai
probabilitas komulatif normal.
Persyaratan
•Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)
•Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
•Dapat untuk n besar maupun n kecil.
Signifikansi
Signifikansi uji, nilai | F (x) - S (x) | terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Lilliefors.
Jika nilai | F (x) - S (x) | terbesar < nilai tabel Lilliefors, maka Ho diterima ; Ha ditolak.
Jika nilai | F(x) - S(x) | terbesar > dari nilai tabel Lilliefors, maka Ho ditolak ; Ha diterima.
No. Xi ̅
X𝑖−X F(x) S(x) | F (x) - S (x) |
Z= 𝑆𝐷
1.
2.
3.
dst
∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
𝑆𝐷 = √
𝑛−1
Keterangan :
Xi = Angka pada data
Z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal
Sd = Standar Deviasi
F(x) = Probabilitas komulatif normal (lihat dari tabel distribusi normal kumulatif Z)
S(x) = Probabilitas komulatif empiris
Rumus S(x):
banyaknya angka sampai angka ke ni
S(x) = banyaknya seluruh angka pada data
11
Contoh 1:
Berdasarkan data ujian statistik dari 18 mahasiswa didapatkan data sebagai berikut; 46, 57, 52,
63, 70, 48, 52, 52, 54, 46, 65, 45, 68, 71, 69, 61, 65, 68. Selidikilah dengan α = 5% dan standar
deviasi 9,22, apakah data tersebut di atas diambil dari populasi yang berdistribusi normal ?
Penyelesaian :
1. Hipotesis
Ho : Populasi nilai ujian statistik berdistribusi normal
H1 : Populasi nilai ujian statistik tidak berdistribusi normal
2. Nilai α
Nilai α = level signifikansi = 5% = 0,05
3. Statistik Penguji
̅ = ∑ 𝑋𝑖 = 1052 = 58,44
X 𝑛 18
No. Xi ̅
X𝑖−X F(x) S(x) | F (x) - S (x) |
Z= 𝑆𝐷
12
Nilai | F (x) - S (x) | tertinggi sebagai penguji normalitas, yaitu 0,1469.
6. Derajat Bebas
Df tidak diperlukan
7. Nilai tabel
Nilai Kuantil Penguji Lilliefors, α = 0,05 ; N = 18 yaitu 0,200. (Lihat Tabel Lilliefors)
| 0,1469 | < | 0,200| ; berarti Ho diterima; Ha di tolak.
8. Kesimpulan
Populasi nilai ujian statistik berdistribusi normal.
Contoh 2:
Selidikilah dengan α = 10% pada data ujian pemecahan masalah matematika dari 10 mahasiswa.
Didapatkan data sebagai berikut; 50, 60, 70, 70, 35, 41, 35, 45, 41, 45, 45. Apakah data tersebut
di atas diambil dari populasi yang berdistribusi normal ?
Penyelesaian :
1. Hipotesis
Ho : Populasi nilai ujian pemecahan masalah matematika berdistribusi normal
H1 : Populasi nilai ujian pemecahan masalah matematika tidak berdistribusi normal
2. Nilai α
Nilai α = level signifikansi = 10% = 0,01
3. Statistik Penguji
∑𝑥 762
̅
X = 𝑛 = 10 = 76,2
Mencari SD :
Xi ̅)
(Xi − X ̅ )2
(Xi − X
35 -41,2 1697,44
35 -41,2 1697,44
41 -35,2 1239,04
45 -31,2 973,44
45 -31,2 973,44
45 -31,2 973,44
50 -26,2 686,44
60 -16,2 262,44
70 -6,2 38,44
13
70 -6,2 38,44
Jumlah 8580,4
∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
𝑆𝐷 = √
𝑛−1
8580,4
=√
10 − 1
8580,4
=√
9
= √953,3778
=30,876
No. Xi ̅
X𝑖−X F(x) S(x) | F (x) - S (x) |
Z= 𝑆𝐷
14
b. Uji Homogenitas Variansi
Pengujian homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya variansi-variansi
dua buah distribusi atau lebih. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
dalam variabel X dan Y bersifat homogen atau tidak.
Catatan:
Pembilang:
S besar artinya Variance dari kelompok dengan variance terbesar (lebih banyak)
Penyebut:
S kecil artinya Variance dari kelompok dengan variance terkecil (lebih sedikit)
Jika variance sama pada kedua kelompok, maka bebas tentukan pembilang dan penyebut.
Untuk varians dari kelompok dengan variance terbesar adalah df pembilang n-1
Untuk varians dari kelompok dengan variance terkecil adalah df penyebut n-1
Jika F hitung < F tabel, berarti homogen
Jika F hitung > F tabel, berarti tidak homogen
Contoh 1 :
Data tentang Pengukuran Penguasaan kosakata(X) dan kemampuan membaca (Y):
X Y
75 68
78 72
38 63
15
94 74
83 68
91 81
87 72
91 74
38 58
68 58
X Y X² Y² XY
16
√𝑛.∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)²
2
𝑆𝐷𝑥 = 𝑛(𝑛−1)
√10×59077−743²
= = √430,23 = 20,74
10(10−1)
√10×47826−688²
= = √54,62 = 7,39
10(10−1)
Untuk varians dari kelompok dengan variance terbesar adalah df pembilang n-1, 10 – 1 =
9
Untuk varians dari kelompok dengan variance terkecil adalah df penyebut n-1, 10 – 1 = 9
Kita tentukan α = 5 % = 0.05
Dengan df pembilang 9 dan df penyebut 9 dan α = 5 % = 0.05 maka Ftabel = 3.18
Kesimpulan : Fhitung ( 2.81 ) < Ftabel ( 3.18 ), hal ini berartidata variabel X dan Y Homogen
Contoh 2 :
Terdapat Dua Macam Pengukuran Prosedur Kerja Di Sebuah Kantor. Prosedur Pertama
Dilakukan Sebanyak 10 Kali Yang Menghasilkan Varians Sebesar 37.2 Dan Prosedur Kedua
Dilakukan Sebanyak 13 Kali Dan Menghasilkan Varians Sebesar 24.7 Dan α = 0.05. Apakah
Kedua Prosedur Kerja Tersebut Mempunyai Varian Yang Homogen ?
Penyelesaian
17
Ho : µ1 = µ 2
Ha : µ 1 ≠ µ 2
2. Cari Fhitung :
Varians Terbesar
Fhitung = Varians Terkecil
37.2
= 24,7
= 1.506
3. α = 0.05
4. Kriteria :
Jika F hitung < F tabel, berarti homogen
Maka,
Pengujian Fhitung < Ftabel, 1.506 < 3.07 Maka H0 Diterima. Sehingga H0 Diterima (
Homogen )
18
Uji t berpasangan tentu saja digunakan apabila dua kelompok tersebut saling
berhubungan. Dua sampel berpasangan artinya sampel dengan subjek yang sama namun
mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.
Contoh yang umum ditemui adalah desain pra uji–pasca uji (pre-test–post-test
design), dimana untuk mengkaji perubahan yang terjadi akibat suatu perlakuan, kita sudah
membandingkan perilaku atas kemampuan subjek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan
diberikan. Uji – t berpasangan digunakan jika uji komparasi antar dua nilai pengamatan
berpasangan, misalnya: sebelum dan sesudah dan digunakan pada uji p
Ho : µ1 = µ2
H1 : µ 1 ≠ µ2
3. Tentukan besarnya D dan D2 ( dalam kolom tabel distribusi ) serta X setiap kelompok
D = X-Y
D = Differences
∑X
X =
N
∑Y
Y =
N
19
∑𝐷2 − [(∑𝐷)2 ]/𝑛𝑝
𝑆𝐷 = √
𝑛𝑝 − 1
Keterangan :
SD = standar deviasi
D = differences
np = n populasi
1 = nilai konstan
𝑆𝐷
𝑆𝐸 = √
𝑛𝑝
X −Y
𝑢𝑗𝑖 𝑡 =
𝑆𝐸
Keterangan :
X 1 = mean kelompok 1
X 2 = mean kelompok 2
SD = kesalahan baku distribusi sampling perbedaan
Db / df = N - 1
20
9. Berikan kesimpulan dalam bentuk kalimat.
Contoh kasus 1 :
Data sampel terdiri atas 10 pasien pria mendapat obat captopril dengan dosis 6,25 mg. pasien
diukur dengan tekanan darah sistolik sebelum pemberian obat dan 60 menit sesudah pemberian
obat. Peneliti ingin mengetahui apakah pengobatan tersebut efektif untuk menurunkan tekanan
darah pasien-pasien tersebut. Dengan α = 0,05. Adapun hasil pengukuran sebagai berikut:
Sebelum : 175 179 165 170 162 180 177 178 140 176
Sesudah : 140 143 135 133 162 150 182 150 175 155
Penyelesaian :
1. H0 = Tidak ada perbedaan tekanan darah sistolik setelah diberikan obat dibanding sebelum
diberi obat
Ha = Ada perbedaan tekanan darah sistolik setelah diberikan obat dibanding sebelum diberi
obat
2. H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 ≠ µ2
5 162 162 0 0
21
7 177 182 -5 25
∑X 1702
X = = = 170,2
N 10
∑Y 1525
Y = = = 152,5
N 10
4. Standar Deviasi
8065 − 31329/10
𝑆𝐷 = √
9
8065 − 3132,9
𝑆𝐷 = √
9
4932,1
𝑆𝐷 = √
9
𝑆𝐷 = √548,0111
𝑆𝐷 = 23,40
22
5. Menghitung besar SE
23,40
𝑆𝐸 = √ = 1,529
10
X −Y
𝑢𝑗𝑖 𝑡 =
𝑆𝐸
170,2 − 152,5
𝑢𝑗𝑖 𝑡 = = 11,576
1,529
7. α = 5% = 0,05
Db = 10 - 1 =10 – 1 = 9
9. Kesimpulan :
Ada perbedaan tekanan darah sistolik setelah diberikan obat dibanding sebelum diberi obat
Contoh kasus 2 :
Seorang guru ingin menguji efektifitas model pembelajaran statistik dengan studi kasus. Maka
dilakukan pre test dan post test dari 10 siswanya. Berikut datanya:
23
4 76 75
5 60 79
6 66 80
7 77 89
8 90 90
9 75 83
10 75 70
N =10 753 804
Penyelesaian :
1. Hipotesis :
H0 : Tidak efektif metode studi kasus untuk diterapkan pada pembelajaran sattistik.
Ha : efektif metode studi kasus untuk diterapkan pada pembelajaran statistika.
2. Hipotesis statistik
H0 : M 1 = M 2
Ha : M 1 ≠M 2
1 76 79 -3 9
2 83 89 -6 36
3 75 70 5 25
24
4 76 75 1 1
5 60 79 -19 361
6 66 80 -14 196
7 77 89 -12 144
8 90 90 0 0
9 75 83 -8 64
10 75 70 5 25
∑X 753
X = = = 75,3
N 10
∑Y 804
Y = = = 80,4
N 10
4. Standar Deviasi
(∑𝐷)2
∑𝐷 2 − [ ]
𝑆𝐷 = √ 𝑛𝑝
𝑛𝑝−1
(−51)2 2601
861− [ ] 861− [ ]
𝑆𝐷 = √ 10−1
861−260,1
=√
10 10
=√ = √66,77 = 8,17
9 9
𝑆𝐷 = 8,17
5. besar SE
8,17
𝑆𝐸 = √ = 0,817
10
X −Y
𝑢𝑗𝑖 𝑡 =
𝑆𝐸
25
75,3 − 80,4
𝑢𝑗𝑖 𝑡 = = −6,243
0,817
7. db = n -1
db = 10 -1 = 9
t tabel 5%, = 2,26
t tabel 1% = 3,25
10. Kesimpulan :
26
3. Masukkan angka-angka statistik dari tabel distribusi. Hitunglah skor X12 dan X22
Keterangan :
X 1 − X 2
Uji t ind =
Jk1 + Jk2 1 1
√[ ][ + ]
(N1 + N2) − 2 N1 N2
27
T hitung > t tabel maka signifikan; Ha diterima Ho ditolak
T hitung < t tabel maka non signifikan; Ha ditolak, Ho diterima
8. Berikan kesimpulan
Contoh soal 1:
1. Misalnya Anda ingin meneliti apakah siswa usia 8 sampai 10 tahun yang diajarkan
menghitung dengan sistem sempoa lebih memiliki kecepatan menghitung matematis
dibandingkan dengan siswa usia 8 sampai 10 tahun yang tidak diajarkan menghitung
dengan sistem sempoa. Nah, setelah pengumpulan data dilakukan didapat hasil sebagai
berikut
No 1 2 3 4 5 6
X1 10 6 8 4 9 7
X2 7 3 2 4 1 2
a. Rumuskan hipotesis
b. Ujilah dengan taraf nyata 5%
c. Berikan kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut
Penyelesaian :
1. Hipotesis :
H0 : Siswa usia 8 sampai 10 tahun yang tidak diajarkan menghitung sistem sempoa tidak
lebih cepat menghitung matematis
Ha : Siswa usia 8 sampai 10 tahun yang diajarkan menghitung sistem sempoa lebih memiliki
kecepatan menghitung matematis
2. Hipotesis statistik
H0 : µ1 ≤ µ2
H1 : µ1 > µ2
28
8 2 64 4
4 4 16 16
9 1 81 1
7 2 49 4
∑X1 = 44 ∑X2 = 19 ∑X12 = 346 ∑X22 = 83
∑𝑋1 44
X 1 = = = 7,33
𝑁 6
(∑X)2 442
Jk1 = ∑X 2 − = 346 − = 23,3333
N 6
∑𝑋2 19
X 2 = = = 3, 167
𝑁 6
(∑X)2 192
Jk 2 = ∑X 2 − = 38 − = 23,8333
N 6
5. Jika sudah menemukan hasil rerata dan jumlah kwadrat, langkah selanjutnya adalah
menghitung nilai uji t ind
̅̅̅1 − 𝑋
𝑋 ̅̅̅2
𝑈𝑗𝑖 𝑡 𝑖𝑛𝑑 =
𝐽𝑘1 + 𝐽𝑘2 1 1
√[ ] [ + ]
(𝑁1 + 𝑁2 ) − 2 𝑁1 𝑁2
7,333 − 3,167
=
23,333 + 23,833 1 1
√[ ] [6 + 6 ]
(6 + 6) − 2
4,166
=
47,166
√[ ] [0,33]
10
4,166
=
√[4,7166] [0,33]
4,166
=
√1,556
4,166
=
1,247
= 3,339
6. Menentukan taraf nyata dan Db / Df
29
Taraf nyata (α) = 5% = 0,05
Db / df = (N1 + N2) – 2 = (6 + 6) – 2 = 10
Maka ttabel = 1,833
7. Jadi t hitung = 3,358 ; ttabel = 1,833
t hitung > t tabel, H0 ditolak Ha diterima => Signifikan
8. Kesimpulan.
Terdapat perbedaan kecepatan berhitung matematis siswa usia 8 sampai 10 tahun yang
diajarkan menghitung dengan sistem sempoa dangan yang tidak diajarkan menghitung
dengan sistem sempoa, yaitu Siswa usia 8 sampai 10 tahun yang diajarkan menghitung
sistem sempoa lebih memiliki kecepatan menghitung matematis
Contoh soal 2 :
2. Menjelang tahun ajaran baru ook buku Saputra menjual berbagai macam merk buku tulis.
Dari berbagai merk yang ada, ada 2 merk yang sangat laris, yaitu merk Cerdas dan Ganteng.
Pemilik toko ingin menguji apakah antara kedua merk tersebut sama larisnya atau salah satu
lebih laris dari yang lain. Dari catatan penjualan yang ada selama sebulan diperoleh data
jumlah buku yang terjual sebagai berikut :
1 255 250
2 240 248
3 238 240
4 225 215
5 195 200
6 200 205
7 203 198
8 208 190
30
9 214 199
10 216 225
Penyelesaian :
1. Hipotesis :
H0 : Kedua merk sama laris
Ha : Kedua merk tidak sama laris
2. Hipotesis statistik
H0 : µ1 = µ2
H1 : µ1 ≠ µ2
31
∑ 2194 2170 484844 475384
∑𝑋2 2170
X 2 = = = 217
𝑁 10
(∑X)2
2
21702
Jk 2 = ∑X − = 475384 − = 4494
N 10
5. Jika sudah menemukan hasil rerata dan jumlah kwadrat, langkah selanjutnya adalah
menghitung nilai uji t ind
X 1 − X 2
Uji t ind =
Jk1 + Jk2 1 1
√[ ] [N1 + N2]
(N1 + N2) − 2
219,4 − 217
=
3480,4 + 4494 1 1
√[ ][ + ]
(10 + 10) − 2 10 10
= 0,25
6. Menentukan taraf nyata dan Db / Df
Taraf nyata (α) = 5% = 0,05
Db / df = (N1 + N2) – 2 = (10 + 10) – 2 = 18
Maka ttabel = 2,101
7. Jadi t hitung = 0,25 ; ttabel = 2,101
T hitung < t tabel maka non signifikan; Ha ditolak, Ho diterima
8. Kesimpulan.
Penjualan kedua merk tersebut sama larisnya
32
Daftar Pustaka
Herrhyanto, Nar., Hamid, Akib. 2009. Statistik Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Prodi Pendidikan Matematika FKIP Palembang. 2012. Metode Statistik. Palembang: FKIP
Universitas PGRI Palembang.
33