Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

PROSES BERFIKIR MATEMATIS

DOSEN : Dr. RIZKY ROSJANUARDI, M.Si

OLEH

YUNI RHAMAYANTI NIM : 1803407

SEKOLAH PASCA SARJANA (SPS)


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI)
BANDUNG
2018
TUGAS 1

1. Perbedaan PISA dan TIMSS


PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for Student
Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan
yang dirancang untuk siswa usia 15 tahun (Shiel, 2007). PISA sendiri merupakan
proyek dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000 untuk bidang membaca,
matematika dan sains. Ide utama dari PISA adalah hasil dari sistem pendidikan
harus diukur dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep utamanya
adalah literasi (Neubrand, 2005).
PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003,
2006, 2009, dan seterusnya. Sejak tahun 2000 Indonesia mulai sepenuhnya
berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000 sebanyak 41 negara berpartisipasi
sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada
tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara. Jumlah negara yang berpartisipasi pada
studi ini meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir
diadakan pada tahun 2012, dan laporan mengenai hasil studi ini belum dirilis oleh
pihak OECD.
Salah satu tujuan dari pisa adalah untuk menilai pengetahuan matematika
siswa dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Itulah
mengapa digunakan istilah literasi metematika karena dalam pisa matematika
tidak hanya dipandang sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, akan tetapi
bagaimana siswa dapat mengplikasikan suatu pengetahuan dalam masalah dunia
nyata (real world) atau kehidupan sehari-hari. Sehingga pengetahuan tersebut
dapat dirasa lebih kebermanfaatan secara langsung oleh siswa.
Pada PISA matematika, dengan memiliki kemampuan literasi matematika
maka akan dapat menyiapkan siswa dalam pergaulan di masyarakat modern
(OECD, 2010). Meningkatnya permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa
dikehidupannya membutuhkan kepahaman akan matematika, penalaran
matematika, peralatan matematika, dll sebelum mereka benar-benar menjalankan
dan melewati permasalahan nyata itu.
Dari definisi matematika literasi di atas dapat dikatakan bahwa literasi
matematika merupakan kapasitas masing-masing individu untuk
memformulasikan, menggunakan dan menginterpretasikan matematika di banyak
situasi konteks. Kepahaman individu meliputi membuat penalaran matematika dan
menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat untuk mendeskrepsikan,
menjelaskan dan memprediksi sebuah kejadian. Seseorang dikatakan memiliki
tingkat literasi matematika baik apabila mampu menganalisis, bernalar, dan
mengkomunikasikan pengetahuan dan keterampilan matematikanya secara efektif,
serta mampu memecahkan dan menginterpretasikan penyelesaian matematika.
Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman tentang literasi matematika
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Kemampuan literasi matematika dapat dilakukan penilaian. PISA
menyajikan teknik penilaian literasi matematika yang didasarkan pada konten,
konteks dan kelompok kompetensi. Adapun kemampuan matematis yang
digunakan dalam penilaian proses matematika dalam PISA adalah (OECD, 2010):
a) Komunikasi (Communication)
Siswa merasakan adanya beberapa tantangan dan dirangsang untuk mengenali
dan memahami masalah. Membaca, mengkode dan menginterpretasikan
pernyataan, pertanyaan, tugas atau benda yang memungkinkan siswa untuk
membentuk mental dari model situasi yang merupakan langkah penting dalam
memahami, menjelaskan, dan merumuskan masalah. Selama proses
penyelesaian masalah, perlu diringkas dan disajikan. Kemudian setelah solusi
ditemukan, maka pemecah masalah perlu untuk mempresentasikan solusi yang
didapatkan, dan melakukan jsutifikasi terhadap solusinya.
b) Matematisasi (Mathematizing)
Istilah matematisasi digunakan untuk menggambarkan kegiatan matematika
dasar yang terlibat dalam bentuk mentransformasi masalah yang didefinisikan
dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk matematis (yang mencakup
struktur, konsep, membuat asumsi, dan atau merumuskan model), atau
menafsirkan, mengevaluasi hsil matematika atau model matematika dalam
hubungannya dengan masalah kontekstual.
c) Representasi (Representation)
Pada kemampuan representasi ini, siswa merepresentasikan hasilnya baik
dalam bentuk grafik, tabel, diagram, gambar, persamaan, rumus, deskripsi
tekstual, dan materi yang konkrit.
d) Penalaran dan Argumen (Reasoning and Argument)
Kemampuan ini melibatkan kemampuan siswa untuk bernalar secara logis
untuk mengekspolari dan menghubungkan masalah sehingga mereka membuat
kesimpulan mereka sendiri, memberikan pembenaran terhadap solusi mereka.
e) Merumuskan strategi untuk memecahkan masalah (Devising Strategies for
Solving Problems)
Kemampuan ini melibatkan siswa untuk mengenali, merumuskan, dan
memecahkan masalah. Hal ini ditandai dengan kemampuan dalam
merencanakan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah
secara matematis.
f) Menggunakan bahasa simbolik, formal, dan teknik, serta operasi (Using
symbolic, formal, and technical language, and operations)
Hal ini melibatkan kemampuan siswa untuk memahami, menginterpretasikan,
memanipulasi, dan menggunakan simbol-simbol matematika dalam
pemecahan masalah.
g) Menggunakan alat-alat matematika (Using Mathematical Tools)
Hal ini melibatkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat
matematika seperti alat ukur, kalkulator, komputer, dan lain sebagainya.

TIMSS merupakan singkatan dari Trends International Mathematics and


Science Study yaitu studi international tentang kecenderungan atau perkembangan
matematika dan sains. Studi ini diselenggarakan oleh International Association
for the Evaluation of Education Achievement (IEA) yaitu sebuah asosiasi
internasional untuk menilai prestasi dalam pendidikan yang berpusat di Lynch
School of Education, Boston College, USA.
TIMSS bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran
matematika dan sains. yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Pertama kali
diselenggarakan pada tahun 1995, kemudian berturut-turut pada tahun 1999, 2003,
2007 dan 2011 sedang berlangsung. Salah satu kegiatan yang dilakukan TIMSS
adalah menguji kemampuan matematika siswa kelas IV SD (Sekolah Dasar) dan
Kelas VIII SMP (Sekolah Menengah Pertama). Bentuk soal-soal dalam TIMSS
adalah pilihan ganda dengan 4 atau 5 pilihan jawaban, isian singkat dan uraian.
Kerangka penilaian kemampuan bidang matematika yang diuji menggunakan
istilah dimensi dan domain.
Dalam TIMSS 2011 Assesment framework penilaian terbagi atas dua
dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif. Penilaian dimensi konten
untuk siswa kelas IV SD terdiri atas tiga domain, yaitu: bilangan (50 %), bentuk
geometri dan pengukuran (35 %), serta penyajian data (15 %). Sedangkan
dimensi konten untuk kelas VIII SMP terdiri atas empat domain, yaitu: bilangan
(30%), aljabar (30%), geometri (20%), data dan peluang (20%). Sedangkan
Penilaian dimensi kognitif pada kelas IV SD dan kelas VIII SMP terdiri dari tiga
domain, yaitu :
1. Domain pertama adalah pengetahuan, mencakup fakta-fakta, konsep dan
prosedur yang harus diketahui siswa.
2. Domain kedua adalah penerapan, yang berfokus pada kemampuan siswa
menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk menyelesaikan
masalah atau menjawab pertanyaan.
3. Domain ketiga yaitu domain penalaran, yang berfokus pada penyelesaian
masalah non rutin, konteks yang kompleks dan melakukan langkah
penyelesaian masalah yang banyak.
Adapun perbedaan soal PISA dan TIMSS yaitu sebagai berikut :

No Aspek Perbedaan PISA TIMSS


1 Jenjang berpikir high order thinking, dari high order thinking,
yang di uji penerapan konten dalam dari penerpan konsep
kehidupan sehari hari, dalam kehidupan sehari
menganalisa, membuat hari menganalisa suatu
hipotesis, menyimpulkan keadaan, membuat
dan menilai suatu kondisi hipotesis, serta
serta pemecahan masalah. menyimpulkan dan
merumuskan masalah
yang dapat dikaitkan
dalam kehidupan
2 kemampuan yang kemampuan pengetahuan aspek kognitif , afektif
diukur dan keterampilan dalam dan psikomotor
tiga domain kognitif, yaitu matematika dan sains
membaca, matematika,
dan ilmu pengetahuan
alam
3 konten tiga komponen yaitu istilah dimensi dan
matematika komponen konten, proses domain
dan konteks.
4 Proses Literasi Terdapat Tidak Terdapat

2. Kondisi Hasil PISA dan TIMSS Indonesia dan Belanda


Kondisi Hasil TIMS dan PISA di Indonesia
Pada keikutsertaan pertama kali tahun 1999 pada TIMSS Indonesia
memperoleh nilai rata-rata 403 dan berada pada peringkat ke 34 dari 38 negara,
tahun 2003 memperoleh nilai rata-rata 411 dan berada di peringkat ke 35 dari 46
negara, tahun 2007 memperoleh nilai rata-rata 397 dan berada di peringkat ke 36
dari 49 negara, dan tahun 2011 memperoleh nilai rata-rata 386 dan berada pada
peringkat 38 dari 42 negara. Sedangkan hasil TIMSS 2015 yang baru
dipublikasikan Desember 2016 lmenunjukkan prestasi siswa Indonesia bidang
matematika mendapat peringkat 46 dari 51 negara dengan skor 397. Nilai standar
rata-rata yang ditetapkan oleh TIMSS adalah 500 hal ini artinya posisi Indonesia
dalam setiap keikutsertaannya selalu memperoleh nilai di bawah rata-rata yang
telah ditetapkan.
Sedangkan untuk pertama kalinya terlibat dalam PISA di tahun 2000 yaitu
memperoleh nilai rata-rata 367 dan berada pada peringkat 39 dari 41 negara, tahun
2003 memperoleh nilai rata-rata 360 dan berada pada peringkat 38 dari 40 negara,
tahun 2006 memperoleh nilai rata-rata 391 dan berada pada peringkat 50 dari 57
negara, tahun 2009 memperoleh nilai rata-rata 383 dan berada pada peringkat 66
dari 67 negara, rata-rata 375 di tahun 2012 dan berada pada peringkat 64 dari 65
negara yang dievaluasi sedangkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 386 dan
berada pada peringkat 63 dari 69 negara, dimana rata-rata skor Internasional PISA
yaitu 500. Siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal dalam kategori rendah
dan sedikit sekali bahkan hampir tidak ada yang dapat menjawab soal yang
menuntut pemikiran tingkat tinggi (Stacey, 2012).

Kondisi Hasil TIMS dan PISA di Belanda


Pada keikutsertaan pertama kali tahun 1995 pada TIMSS memperoleh nilai
rata-rata 541 dan berada pada peringkat ke 9, selanjutnya pada tahun 1999
memperoleh nilai rata-rata 540 dan berada pada peringkat ke 7 dari 38 negara,
tahun 2003 memperoleh nilai rata-rata 536 dan berada di peringkat ke 7 dari 46
negara, dan tahun 2007 Belanda tidak ikut sebagai peserta TIMSS.
Sedangkan dalam PISA pada tahun 2003 memperoleh nilai rata-rata 524
dan berada pada peringkat 8 dari 40 negara, tahun 2006 memperoleh nilai rata-rata
525 dan berada pada peringkat 9 dari 57 negara, tahun 2009 berada pada peringkat
11 dari 67 negara.
Hasil PISA tahun 2012 mengejutkan banyak negara, terutama Amerika
Serikat dan Eropa yang selama ini diyakini memiliki sistem pendidikan lebih baik.
Pasalnya, kali ini peringkat 10 besar PISA 2012 didominasi negara di Asia. Anak-
anak di Shanghai menduduki ranking pertama, diikuti Singapura, Hongkong,
Taiwan, Korea Selatan, Makau, dan Jepang. Urutan ke-8 ditempati Liechtenstein,
Swiss (urutan ke-9), dan Belanda (urutan ke-10). Finlandia yang selama ini
dikenal memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia berada di posisi ke-12,
Inggris ke-26, dan Amerika Serikat ke-36.

3. Vietnam Maju Dalam Matematika karena Vietnam secara mengejutkan berhasil


menduduki peringkat ke-12 dalam the Programme for International Student
Assessment bidang matematika. Meski partisipasi Vietnam pada tahun 2012
tersebut merupakan yang pertama kalinya, ternyata telah berhasil menggantikan
kedudukan Malaysia dan Thailand sebagai negara sesama anggota ASEAN yang
sebelumnya masuk dalam peringkat tersebut.
Ada tiga faktor utama yang berkontribusi terhadap hasil yang
mengesankan itu, yakni kepemimpinan yang berkomitmen, kurikulum yang
terfokus, dan berinvestasi pada guru.
Pejabat-pejabat pada tingkat tertinggi pemerintahan Vietnam sudah
berpikir mengenai tantangan yang mereka hadapi dalam mendidik anak-anak
mereka. Kementerian Pendidikan Vietnam telah merancang rencana jangka
panjang. Mereka tampak ingin belajar dari negara-negara dengan kinerja terbaik
mengenai cara melaksanakan rencana itu dan siap untuk memberikan dukungan
keuangan yang diperlukan. Hampir 21% pengeluaran pemerintah pada 2010
dialokasikan untuk pendidikan - proporsi yang lebih besar dibandingkan negara-
negara OECD lainnya.
Para pendidik di Vietnam juga telah merancang kurikulum yang terfokus
agar siswa memperoleh pemahaman mendalam tentang konsep dan penguasaan
keterampilan inti. Siswa-siswa itu diharapkan untuk melalui pendidikan dengan
tidak hanya mampu membaca apa yang mereka pelajari di kelas, tetapi
menerapkan konsep-konsep dan praktik pada konteks asing. Ruang-ruang kelas
Vietnam memiliki kesan tegas, dengan guru-guru yang menantang siswanya
dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut. Mereka berfokus mengajar
beberapa hal dengan baik dan dengan pengertian yang bisa membawa siswa maju.
Guru-guru di Vietnam sangat dihormati, baik di kalangan masyarakat
maupun di ruang kelas. Itu mungkin merupakan faktor budaya, namun juga
mencerminkan peran yang diberikan pada guru dalam sistem pendidikan, yang
jauh melampaui peran sebagai pengajar di sekolah dan mencakup dimensi –
dimensi seperti dukungan dan kesejahteraan siswa. Para pengajar diharapkan
berinvestasi dalam pengembangan kemampuan profesional mereka. Bahkan, guru-
guru matematika, terutama mereka yang bekerja di pelosok, menerima pelatihan
kemampuan lebih dibandingkan rata-rata di negara-negara OECD. Guru-guru ini
tahu bagaimana cara menciptakan lingkungan belajar yang positif, membina
disiplin yang baik di dalam kelas, dan membantu membangun sikap positif siswa
terhadap pendidikan. Hal ini juga dibantu dorongan dari orang tua, yang
umumnya memegang harapan tinggi bagi anak-anak mereka, dan oleh masyarakat
yang menghargai pendidikan dan kerja keras.

4. Hasil IMO Indonesia dan Belanda adalah


IMO merupakan olimpiade matematika terbesar di dunia dan untuk
pertama kali tahun ini IMO dilangsungkan di Belanda. IMO ke-52 di-ikuti oleh
564 siswa sekolah dari 101 negara. Dari seluruh peserta, sebanyak 57 peserta di
antaranya adalah siswa perempuan. Indonesia yang berlaga di kompetisi
Matematika pelajar tingkat dunia, International Mathematical Olympiad ( IMO)
ke-59 di Cluj-Napoca, Rumania.
Dalam ajang bergengsi tersebut, tim olimpiade matematika Indonesia
berhasil meraih 6 medali (1 emas dan 5 perak) dan masuk dalam jajaran 10 terbaik
dari 106 negara yang ikut berpartisipasi. Hasil yang dicapai oleh Tim olimpiade
matematika Indonesia tersebut bahkan mengalahkan negara-negara yang selama
ini dianggap unggul dalam matematika, di antaranya adalah Australia (peringkat
11), Inggris (peringkat 12), dan Jepang (peringkat 13).
Medali emas untuk Indonesia diraih oleh Gian Cordana Sanjaya, siswa
SMAK Petra 1 Surabaya. Sedangkan 5 medali perak diraih oleh Alfian Edgar
Tjandra (SMA Kharisma Bangsa), Kinantan Arya Bagaspati (SMA Taruna
Nusantara), Farras Mohammad Hibban Faddila (SMAK Kharisma Bangsa),
Valentino Dante (SMAK 2 Petra Surabaya), dan Otto Alexander Sutianto (SMAK
Penabur Gading Serpong).
Sedangkan pada ajang IMO ke-54 di Kota Santa Marta, Kolombia, 18-28
Juli 2013 tim Indonesia yang mengirimkan enam peserta selain meraih satu
medali emas, juga meraih satu medali perak, dan empat medali perunggu. Medali
emas dipersembahkan oleh Stephen Sanjaya, siswa SMAK 1 BPK Penabur
Jakarta Medali perak diraih oleh Fransisca Susan siswa SMAK 1 BPK Penabur
Jakarta. Adapun medali perunggu diraih oleh Bivan Alzacky Harmanto siswa
SMA Labschool Jakarta, Gede Bagus Bayu Pentium siswa SMA Semesta
Semarang, Reza Wahyu Kumara siswa SMAN Sragen BBS, dan Kevin Christian
Wibisono siswa SMAK IPEKA Puri Indah Jakarta.
Prestasi membanggakan ini menempatkan Indonesia di posisi 19 dari 97
negara peserta. Mengalahkan negara-negara di benua Eropa seperti Italia di
peringkat 20, Perancis di peringkat 21, Belanda di peringkat 25, dan Jerman di
peringkat 27. Meski demikian, Indonesia masih berada jauh di bawah peringkat
sesama negara ASEAN, yakni Vietnam di peringkat ke-7 dengan menyabet tiga
medali emas. Sementara Cina kembali merebut posisi puncak yang sempat
diambil alih Korea Selatan tahun lalu.
Tim Indonesia Juga meraih 1 emas dan 5 perak dalam International
Mathematical Olympiad (IMO) yang berlangsung pada 9-10 Juli 2018 di Kota
Cluj-Napoca, Romania. Raihan medali tim Indonesia di International
Mathematical Olympiad (IMO) 2018: medali emas oleh Gian Cordana Sanjaya,
medali perak diraih oleh Valentino Dante Tjowasi, Farras Mohammad Hibban
Faddila, Kinantan Arya Bagaspati, Alfian Edgar Tjandra, Otto Alexander
Sutianto.
5. Pesan Moral dalam penjelasan di atas adalah Pemerintah dan kalangan lembaga
pendidikan, seluruh lapisan masyarakat harus lebih memberikan dukungan yang
fokus kepada kualitas pendidikan yang dalam 10 tahun terakhir ini hasil PISA dan
TIMSS selalu beriringan dan berjalan di tempat. Sementara gencarnya anak-anak
Indonesia berprestasi di olimpiade internasional. Namun jumlahnya tidak
sebanding dengan populasi keseluruhan anak Indonesia. Dengan demikian mari
kita menata masa depan generasi mendatang, dengan terus mengharap Karunia
Allah Swt, saling bekerja sama, bekerja keras dan bekerja cerdas untuk belajar
tentang kelebihan dan kekurangan siswa walaupun harus menjadikan bahan
pelajaran keberhasilan Vietnam, Belanda dan Singapura.

Anda mungkin juga menyukai