Anda di halaman 1dari 10

J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.

3, November 2014: 356-365

KONSEP PENATAAN LANSKAP UNTUK WISATA ALAM


DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SORONG
(Landscape Arrangement Concept for Natural Tourism at Sorong Natural Tourism Park)

Matheus Beljai1*, E.K.S Harini Muntasib2 dan Bambang Sulistyantara3


1
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan, Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, PO BOX 168, Bogor 16001.
2
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor, PO BOX 168, Bogor 16001.
3
Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor,
PO BOX 168, Bogor 16001.
*
Penulis korespondensi. Email: beljaimatheus@gmail.com.

Diterima: 18 Februari 2014 Disetujui: 1 Juni 2014

Abstrak

Taman Wisata Alam Sorong (TWAS) merupakan suatu kawasan hutan yang memiliki potensi sumberdaya lanskap
dan potensi wisata yang baik, seperti: keragaman topografi, hidrologi, flora dan fauna, pemandangan alam serta
aksesibilitas yang mudah. Saat ini TWAS belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga perlu pemanfaatan sumberdaya
dan ruang yang ada. Pengembangan zonasi pemanfaatan wisata dibuat berdasarkan hasil analisis kesesuaian potensi
biofisik lahan dan potensi obyek dan atraksi wisata alam yang ada di TWAS. Penataan lanskapnya mengacu pada
konsep dasar taman wisata alam sesuai UU No. 5 Tahun 1990 sebagai suatu kawasan pelestarian alam yang
dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata alam (wisata alam) dan disesuaikan dengan kondisi biofisik kawasan dan
keragaman obyek dan atraksi wisata alam. Zona yang dapat dikembangkan di TWAS ialah zona intensif, zona semi
intensif dan zona ekstensif. Ruang yang dapat dikembangkan ialah ruang penerimaan dan pelayanan, ruang wisata inti,
ruang wisata penunjang dan ruang konservasi.

Kata kunci: konsep penaatan lanskap, pemanfaatan kawasan, ruang wisata, taman wisata alam, zonasi wisata.

Abstract

Sorong Natural Tourism Park (SNTP) is a potentiall resource forest area which consists of potenstial landscape and
it attractive objects such as topographical diversity, hydrology, highly abundant of flora fauna as well as natural view
sublimity. Currently, seems that SNTP has not optimally managed yet so as it needs further management and space in
the SNTP. Expansion activities in SNTP directed towards nature tourism action and adapted to both condition and
function of the area. Landscape arrangement plan is refer to the basic concept of natural tourism park as a region for
developed tourism in the form of regional spatial and divided by specific biophysical potency and tourism. Circulation
path system is developed as a liaison between zone and attraction. Zone planned in SNTP are intensive, semi intensive
and extensive while space planned are receptions and services, core tourism area, supporting area and conservation.

Keywords: area utilization, landscape planning, natural tourism park, space tourism, tourism zone.

PENDAHULUAN kesatuan ruang tertentu yang dapat menarik


keinginan orang untuk berwisata. Warpani dan
Taman Wisata Alam Sorong (TWAS) Warpani (2007) berpendapat bahwa pemanfaatan
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri lanskap untuk mengembangkan wisata alam perlu
Pertanian No: 397/Kpts/Um/5/1981 tanggal 7 Mei dilakukan secara hati-hati dan cermat serta tidak
1981, terletak di Distrik Sorong Timur Kota Sorong terjebak dengan kepentingan ekonomi. Hal ini tidak
Provinsi Papua Barat dan saat ini dikelola oleh lain dimaksudkan agar keutuhan potensi
Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Papua sumberdaya alam yang ada tetap terjaga dan
Barat. Kawasan ini merupakan kawasan hutan yang terlindungi. Pendapat tersebut searah pula dengan
memiliki potensi sumberdaya lanskap dan potensi yang telah dikemukakan oleh Gunn (1994) bahwa
wisata yang baik, seperti keragaman topografi, pengembangan dan perencanaan kawasan wisata
hidrologi, flora dan fauna, pemandangan alam serta sebagai suatu unit lanskap, pada dasarnya harus
aksesibilitas yang mudah. Potensi sumberdaya disesuaikan dengan kondisi geografis kawasan
tersebut menurut Gold (1980) merupakan suatu tersebut agar tidak terjadi degradasi. Oleh karena
November 2014 MATHEUS BELJAI DKK.: KONSEP PENATAAN LANSKAP 357

itu, agar potensi sumberdaya alam ini dapat tetap dari tahap pengumpulan data, analisis data, sintesis
terjaga dan terlindungi maka diperlukan data dan penyusunan konsep penataan lanskap.
perencanaan yang baik terhadap lanskap tersebut Data yang dikumpulkan ialah data biofisik lahan,
melalui suatu upaya penataan yang tepat maupun sosial masyarakat sekitar serta obyek dan atraksi
penyusunan program-program pengembangannya wisata alam. Data-data tersebut bersumber dari data
yang sesuai. primer dan sekunder, yang diperoleh melalui studi
TWAS sebagai kawasan hutan yang memiliki pustaka, wawancara dan survei lapangan.
bentukan lanskap menarik berpotensi untuk Data yang dikumpulkan dianalisis secara spasial
dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Namun, dan melalui penilaian kriteria. Analisis spasial
kondisi saat ini menunjukkan bahwa TWAS belum dilakukan terhadap potensi biofisik kawasan,
dimanfaatkan secara optimal, antara lain sedangkan penilaian kriteria dilakukan terhadap
pemanfaatan ruang wisata yang belum tepat, potensi obyek dan atraksi wisata alam. Penilaian
pengembangan fasilitas wisata yang belum potensi obyek dan atraksi wisata alam
memadai maupun pelibatan masyarakat lokal yang menggunakan kriteria penilaian yang dimodifikasi
kurang harmonis. Di sisi lain, TWAS mengalami dari panduan kriteria penilaian potensi obyek dan
tekanan ekologis yang disebabkan oleh aktivitas daya tarik wisata yang dikeluarkan Direktorat
masyarakat yang kurang terawasi, seperti Wisata Alam dan Jasa Lingkungan (Anonim,
pengambilan flora dan perburuan satwa liar secara 2001). Hasil analisis dikembangkan untuk sintesis
sembarangan, pemanfaatan lahan untuk dengan tujuan penentuan zonasi pengembangan
pembangunan fasilitas perumahan masyarakat dan wisata. Selanjutnya dari hasil sintesis digunakan
kantor pemerintahan maupun pembukaan lahan sebagai dasar untuk membuat konsep penataan
hutan untuk berkebun. lanskap yang mengacu pada tujuan dan fungsi yang
Kondisi tersebut menjadi perdebatan yang telah ditetapkan serta dikembangkan lebih lanjut
panjang antara kepentingan pemanfaatan dalam bentuk tata ruang, tata sirkulasi dan tata letak
konservasi dan wisata maupun antara pemanfaatan fasilitas.
konservasi dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
akan berdampak pada penurunan kualitas HASIL DAN PEMBAHASAN
lingkungan TWAS maupun terjadinya kerusakan
ekologis yang semakin tinggi dan melampaui daya Analisis Potensi Biofisik Kawasan
dukung lingkungan serta kapasitas Secara geografis, Taman Wisata Alam Sorong
keberlanjutannya. Oleh karena itu dipandang perlu (TWAS) terletak di antara koordinat 0o51’-0o58’ LS
adanya pemanfaatan yang optimal melalui dan 131o19’-131o21’ BT (Gambar 2). Luas TWAS
pemanfaatan sumberdaya dan ruang yang ada di sebesar 945,90 Ha dengan batas-batas kawasan
TWAS. Dengan demikian, disadari bahwa perlu ialah sebelah utara dan barat berbatasan dengan
adanya suatu konsep penataan yang terarah hutan produksi yang dapat dikonversi, sedangkan
sehingga kawasan ini dapat mengakomodir fungsi sebelah selatan dan timur berbatasan dengan hutan
wisata dan tetap menjaga fungsi pokoknya sebagai produksi yang dapat dikonversi dan areal
kawasan pelestarian alam. Untuk itu, dilakukan penggunaan lain. Lokasi TWAS dapat dicapai
penelitian tentang konsep penataan lanskap untuk menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan
wisata alam di kawasan taman wisata alam sorong. provinsi ± 20-25 menit. Kondisi jalan menuju
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk lokasi sangat baik dan nyaman dilewati.
menyusun konsep penataan lanskap dalam rangka Kawasan TWAS berada di daerah perbukitan
pengembangan kegiatan wisata alam di TWAS. rendah sebelah timur Kota Sorong pada ketinggian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan 0-105 m dpl. Keadaan topografi kawasan bervariasi
masukan bagi Balai Besar Konservasi Sumber dari datar sampai berbukit dengan kemiringan
Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat dalam lereng yang berkisar dari 0-45 %. Secara
mengembangkan dan merencanakan kegiatan keseluruhan, lahan pada kawasan TWAS lebih
wisata alam di TWAS. didominasi oleh topografi datar dan bergelombang
dengan kondisi lereng yang berkisar dari 0-15 %,
METODE PENELITIAN sedangkan topografi berbukit dengan kemiringan
lereng > 15 % sebagian besar mendominasi lahan
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Wisata bagian tenggara dan utara serta sebagian kecilnya
Alam Sorong Kota Sorong Provinsi Papua Barat berada di bagian timur, selatan, barat dan bagian
(Gambar 1) pada bulan Maret sampai April 2012. tengah kawasan.
Metode dalam penelitian ini menggunakan Berdasarkan data kondisi iklim 2007-2011 dari
pendekatan sistematis perencanaan wisata BMKG Kota Sorong, suhu udara rata-rata bulanan
(modifikasi Wearing dan Neil, 2009), yang terdiri di TWAS ialah 26,8 oC dan kelembaban udara rata-
358 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 21, No.3

rata bulanan berkisar 86 %. Menurut Robinette tarik tersendiri sebagai obyek wisata alam karena
(1983), kisaran suhu udara luar yang nyaman bagi dapat dijadikan sebagai tempat berkemah dan
manusia adalah 21-27 oC, sehingga suhu udara di melakukan petualangan rimba. Hutan merupakan
TWAS masih tergolong nyaman bagi manusia. habitat flora dan fauna. Di dalam hutan dapat
Suhu yang nyaman belum diimbangi dengan dilakukan pelestarian flora dan fauna.
kelembaban yang ada. Menurut Laurie (1986), Vegetasi di TWAS berupa vegetasi hutan hujan
kelembaban udara yang ideal bagi kenyamanan tropis dataran rendah yang didominasi oleh jenis-
manusia agar dapat melakukan aktivitasnya dengan jenis vegetasi pohon berkayu antara lain Intsia sp.,
baik adalah berkisar dari 40-75 %. Kelembaban Agathis labilardierri, Pometia pinnata,
udara di TWAS cukup tinggi, maka itu perlu upaya Callophyllum inophyllum dan lain-lain. Vegetasi
penataan kawasan yang baik agar tidak bermasalah lain yang ada di TWAS berupa jenis-jenis semak
bagi aktivitas pengunjung. dan tumbuhan bawah seperti palem (Sommieria
Curah hujan rata-rata bulanan tercatat sekitar leucophylla), pandan (Pandanus sp.), bambu, paku-
313,8 mm/bulan dengan banyaknya hari hujan rata- pakuan dan jamur (Ganoderma sp., Trametes sp.,
rata dalam sebulan 20,3 hari. Kecepatan angin rata- dan lain-lain). Selain itu terdapat perambat dan
rata dalam sebulan ialah 9,8 knot. Kondisi angin di epifit, antara lain jenis rotan (Calamus sp.) dan
TWAS harus dapat dimanfaatkan untuk anggrek (Dendrobium sp. dan Bulbophyllum sp.).
kenyamanan pengunjung melalui penataan yang Satwa yang hidup di dalam kawasan TWAS, ialah
tepat. Di TWAS, kondisi cahaya matahari hampir burung (Rhyticerus plicatos, Probosciger atterimus,
terasa nyaman sepanjang hari dengan rata-rata Lorius roratus, dan lain-lain), mamalia (kuskus,
penyinaran matahari adalah 49,6 % per bulan. Pada babi hutan, dan lain-lain), reptil (Varanus salvator,
siang hari bila cuaca cerah, sinar matahari cukup ular, dan lain-lain) katak dan bermacam-macam
terasa pada daerah yang terbuka, namun pada jenis serangga, seperti kupu-kupu (Hypolycaena
daerah bervegetasi sinar matahari kurang terasa sp., Ideopsis sp., dan lain-lain), laba-laba (Nephila
karena dikendalikan oleh vegetasi. pilipes), dan lain-lain.
Kawasan TWAS ditutupi dengan vegetasi hutan Kualitas visual TWAS ditunjukkan dengan
seluas ± 823,24 Ha, semak belukar seluas ± 112,95 panorama ekosistem hutan hujan tropis dataran
Ha, kebun dengan luas ± 2,61 Ha dan pemukiman rendah yang merupakan pemandangan utama dalam
seluas ± 7,10 Ha. Kondisi tersebut menunjukkan kawasan. Panorama lautan di sebelah selatan Kota
bahwa sebagian besar kawasan masih ditutupi oleh Sorong menjadi pemandangan menarik yang dapat
hutan (823,24 Ha) dengan tingkat potensi yang disaksikan dari kejauhan, terutama bila dilihat dari
sangat banyak dan baik. Hutan memberikan ketinggian 83,69 m dpl di sebelah utara TWAS
perlindungan pada permukaan tanah di bawah (Gambar 3). Keberadaan buka-bukaan pada puncak
tegakan, menyimpan cadangan air di sekitar bukit di bagian utara Kota Sorong, menampakkan
perakaran, menjaga kesuburan tanah dan ciri bentukan geologi menarik yang dapat dilihat
mengurangi bahaya erosi. Hutan memiliki daya dari kejauhan pada ketinggian 99,82 m dpl di

Gambar 1. Lokasi penelitian. Gambar 2. Kondisi geografis kawasan TWAS.


November 2014 MATHEUS BELJAI DKK.: KONSEP PENATAAN LANSKAP 359

Gambar 3. Pemandangan menuju laut yang dapat dilihat dari sebelah Utara TWAS.

Gambar 4. Pemandangan menuju bukit utara kota Sorong dilihat dari sebelah Tenggara TWAS.
sebelah tenggara TWAS (Gambar 4). Lahan di Daya Tarik
sekitar TWAS yang dimanfaatkan untuk pertanian Unsur-unsur daya tarik yang dinilai adalah
dan bangunan, menampakkan kualitas visual obyek keindahan alam, keunikan sumberdaya alam,
dengan bentuk yang bersambungan menjadi banyaknya sumberdaya alam yang menonjol,
pemandangan menarik untuk dilihat. Akustika pada kepekaan sumberdaya alam, variasi jenis kegiatan
kawasan menggambarkan bahwa bunyi-bunyian wisata alam, kebersihan lokasi obyek dan
yang dominan berasal dari suara satwa dan suara keamanan (Tabel 1). Dari Tabel 1 diperoleh nilai
angin yang dapat didengar sepanjang hari. Secara kriteria daya tarik TWAS yang tinggi dengan
umum, TWAS kurang dipengaruhi oleh kebisingan. variasi unsur daya tarik yang baik. Keindahan alam
TWAS ditunjukkan dengan keberadaan beberapa
Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata tempat untuk memandang lepas pemandangan lain
Alam dari kejauhan, suasana yang dihadirkan dalam
Penilaian potensi obyek dan atraksi wisata alam obyek, komposisi daya tarik dan kondisi
dilakukan terhadap 5 kriteria, yaitu daya tarik, lingkungan obyek. Jenis kegiatan wisata alam yang
aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi dapat dilakukan sangat beragam, yaitu menikmati
masyarakat sekitar, ketersediaan air bersih dan keindahan alam, tracking, camping, pengamatan
sarana dan prasarana. burung, pengamatan flora, wisata rohani, lintas
Tabel 1. Hasil penilaian daya tarik obyek dan alam dan lain-lain. Keunikan sumberdaya alam
atraksi wisata alam di TWAS. kawasan TWAS ialah jenis-jenis flora dan fauna
No.
Kriteria unsur daya tarik
Nilai khas. Flora, fauna dan air merupakan potensi
unsur sumberdaya alam yang menonjol di kawasan ini.
1 Keindahan alam 25 Keamanan kawasan TWAS cukup baik karena
2 Keunikan sumberdaya alam 15 tidak ada perambahan, penebangan liar, kebakaran
3 Potensi sumberdaya alam yang 20 dan kepercayaan yang mengganggu.
menonjol
4 Variasi jenis kegiatan wisata alam 30
5 Keamanan kawasan 25 Aksesibilitas
Jumlah nilai unsur 115 Unsur-unsur aksesibilitas yang dinilai ialah
Nilai kriteria = jumlah nilai unsur x 690 kondisi dan jarak jalan darat, waktu tempuh dari
bobot (6) pusat kota dan frekuensi kendaraan umum dari
(Sumber: diolah dari Anonim, 2001)
360 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 21, No.3

Tabel 2. Hasil penilaian aksesibilitas di TWAS. Tabel 4. Hasil penilaian ketersediaan air bersih.
Nilai Kriteria unsur ketersediaan air Nilai
No. Kriteria unsur aksesibilitas No.
unsur bersih unsur
1 Kondisi dan jarak jalan darat 80 1 Volume air 15
2 Waktu tempu ke lokasi 25 Dapat tidaknya air dialirkan ke
3 Frekuensi kendaraan umum dari 2 obyek/mudah dikirim dari 15
25
pusat kota ke lokasi tempat lain
Jumlah nilai unsur 130 3 Kelayakan dikonsumsi 15
Nilai kriteria = 4 Kontinuitas 20
650
jumlah nilai unsur x bobot (5) Jumlah nilai unsur 65
(Sumber: diolah dari Anonim, 2001) Nilai kriteria =
260
jumlah nilai unsur x bobot (5)
Tabel 3. Hasil penilaian kondisi lingkungan sosial (Sumber: diolah dari Anonim, 2001)
ekonomi masyarakat sekitar.
Kriteria unsur kondisi lingkungan Nilai Tabel 5. Hasil penilaian sarana dan prasarana
No.
sosial ekonomi masyarakat sekitar unsur wisata.
1 Tata ruang wilayah obyek 15 Kriteria unsur sarana dan
2 Status lahan 20 No. Nilai unsur
prasarana wisata
3 Mata pencaharian penduduk 10 1 Sarana wisata 15
4 Tingkat pendidikan 20 2 Prasarana wisata 15
Persepsi masyarakat terhadap Jumlah nilai unsur 30
5 pengembangan obyek dan ataksi 20 Nilai kriteria = jumlah nilai
wisata alam 60
unsur x bobot (2)
Jumlah nilai unsur 85 (Sumber: diolah dari Anonim, 2001)
Nilai kriteria =
425
jumlah nilai unsur x bobot (5)
(Sumber: diolah dari Anonim, 2001)

pusat kota ke lokasi obyek wisata alam (Tabel 2). sangat mendukung adanya upaya pengembangan
Pada Tabel 2, kondisi aksesibilitas sangat memadai obyek wisata alam di TWAS.
dengan unsur-unsur yang sangat mendukung.
Kondisi jalan darat menuju kawasan TWAS sangat Ketersediaan Air Bersih
baik dan jarak jalan dari pusat kota cukup dekat. Unsur-unsur ketersediaan air bersih yang dinilai
Waktu tempuh menuju lokasi kawasan TWAS ialah volume air, kemampuan air dialirkan ke
relatif cepat karena kurang dari satu jam perjalanan. obyek atau mudah dikirim dari tempat lain,
Frekuensi kendaraan umum dari pusat kota Sorong kelayakan dikonsumsi dan kontinuitas (Tabel 4).
menuju kawasan TWAS cukup tinggi sehingga Pada Tabel 4 ketersediaan air bersih sangat
kawasan ini mudah dicapai. menunjang pengembangan wisata alam di TWAS.
Volume air di TWAS dinilai cukup karena airnya
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat tersedia sepanjang tahun dan tidak pernah kering
Sekitar selama musim panas. Air dari sumber air yang ada
Unsur-unsur kondisi lingkungan sosial ekonomi mudah dialirkan ke lokasi obyek wisata di TWAS,
masyarakat sekitar yang dinilai adalah tata ruang namun harus melalui pipa. Untuk kepentingan
wilayah obyek, status lahan, mata pencaharian mengonsumsi, airnya perlu perlakuan sederhana,
penduduk, tingkat pendidikan dan persepsi seperti dimasak terlebih dahulu dan disaring
masyarakat terhadap pengembangan obyek wisata kemudian dapat diminum.
alam (Tabel 3). Hasil penilaian Tabel 3
menunjukkan bahwa kondisi lingkungan sosial Sarana dan Prasarana Wisata
ekonomi masyarakat sekitar sangat baik dengan Sarana dan prasarana wisata yang dinilai adalah
unsur-unsur yang cukup menunjang. Status lahan sarana dan prasarana wisata yang berada di TWAS
TWAS adalah sebagai hutan Negara karena telah (Tabel 5). Hasil penilaian Tabel 5 menunjukkan
ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian kondisi sarana dan prasarana wisata di TWAS yang
Nomor: 397/Kpts/Um/5/1981 tanggal 7 Mei 1981 sedang. Sarana wisata yang ada ialah gapura
dan dikelola oleh BBKSDA Papua Barat. Tata tata masuk, pos jaga, shelter, kantor pengelola, area
ruang wilayah TWAS sudah ada namun belum piknik dan area perkemahan, sedangkan prasarana
sesuai dengan kondisi potensi obyek dan daya tarik wisata yang ada ialah papan interpretasi, papan
wisata. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan nama kawasan, papan peringatan, jalan, jembatan
sebagian besar telah lulus SLTA ke atas dan dan jalur track. Kekurangan sarana dan prasarana
bekerja sebagai petani. Masyarakat sekitarnya wisata dapat memicu minat pengunjung yang
November 2014 MATHEUS BELJAI DKK.: KONSEP PENATAAN LANSKAP 361

rendah, oleh karena itu kondisi ini perlu spasial potensi biofisik lahan dengan potensi obyek
diperhatikan dalam upaya pengembangan wisata dan atraksi wisata alam diperoleh 3 macam zona
alam di TWAS. pemanfaatan wisata, yaitu zona intensif, zona semi
intensif dan zona ekstensif (Gambar 5).
Rekapitulasi Hasil Penilaian Potensi Obyek dan Zona intensif merupakan zona yang sesuai
Atraksi Wisata Alam untuk pengembangan wisata alam. Dari aspek
Potensi obyek dan atraksi wisata alam pada lanskap, zona intensif berada pada daerah tutupan
kawasan TWAS ditentukan berdasarkan 5 kriteria, vegetasi hutan dengan kondisi topografi datar
yaitu daya tarik, aksesibilitas, kondisi lingkungan sampai bergelombang dan memiliki kemiringan
sosial ekonomi masyarakat sekitar, ketersediaan air lereng yang berkisar antara 0-15 %. Dari aspek
bersih serta sarana dan prasarana. Rekapitulasi hasil wisata, zona ini memiliki potensi obyek dan atraksi
penilaian potensi obyek dan atraksi wisata alam wisata yang sangat baik berupa daya tarik visual
ditampilkan pada Tabel 6. obyek wisata alam maupun dukungan akses jalan
Pada Tabel 6 diperoleh total nilai potensi obyek dan fasilitas wisata. Lahan pada zona ini dapat
dan atraksi wisata alam sebesar 2085. Nilai tersebut dikembangkan untuk daerah wisata masal,
menggambarkan bahwa potensi obyek dan atraksi sedangkan ruang wisata yang dapat dikembangkan
wisata alam di TWAS cukup baik untuk ialah ruang aktivitas wisata aktif dan pasif. Fasilitas
pengembangan wisata alam. Hal ini menunjukkan yang dapat disediakan berupa fasilitas pendukung
bahwa secara umum TWAS telah memenuhi syarat wisata yang terkait dengan kebutuhan beraktivitas
yang cukup untuk pengembangan wisata alam. Dari maupun fasilitas pengelolaan yang terkait dengan
aspek daya tarik, TWAS memiliki daya tarik yang pelayanan pengunjung. Penggunaan ruang pada
tinggi (nilai 690) dari segi keindahan alam, zona ini dilakukan secara intensif.
keunikan sumberdaya alam, keamanan kawasan Zona semi intensif merupakan zona yang agak
dan variasi kegiatan wisata alam yang dapat sesuai untuk pengembangan wisata. Zona semi
dilakukan. Dari aspek aksesibilitas, TWAS intensif berada pada daerah tutupan vegetasi semak
ditunjang dengan aksesibilitas yang memadai (nilai belukar, kebun dan lahan pemukiman masyarakat
650) karena mudah diakses menggunakan sekitar dengan kondisi topografi berbukit dan
kendaraan mobil atau motor dengan waktu tempuh berkemiringan lereng > 15 %. Potensi obyek dan
yang relatif lebih cepat. Kondisi lingkungan sosial atraksi wisata alam pada zona intensif bernilai
ekomoni masyarakat sekitar cukup menunjang sedang, antara lain terdapat perkampungan dan
(nilai 425) karena adanya sikap positif yang masyarakat lokal, kebun dan dukungan akses jalan.
ditunjukkan oleh masyarakat sekitarnya. Lahan pada zona semi intensif dapat dialokasikan
Ketersediaan air bersih di dalam kawasan sangat
mendukung (nilai 260) pengembangan wisata alam
di kawasan ini. Ketersediaan sarana dan prasarana
wisata pada kawasan belum memadai (nilai 60),
sehingga menjadi perhatian dalam pengembangan
wisata alam ke depan.

Zonasi Pemanfaatan Wisata


Pengembangan zonasi pemanfaatan pada
kawasan TWAS dibuat berdasarkan hasil analisis
potensi biofisik lahan dan potensi obyek dan atraksi
wisata alam yang ada di TWAS. Hasil analisis

Tabel 6. Rekapitulasi hasil penilaian potensi obyek


dan atraksi wisata alam TWAS.
No. Nilai
Kriteria penilaian
kriteria
1 Daya tarik 690
2 Aksesibilitas 650
3 Kondisi lingkungan sosial
ekonomi masyarakat sekitar 425
4 Ketersediaan air bersih 260
5 Sarana dan prasarana wisata 60
Jumlah 2085
(Sumber: diolah dari Anonim, 2001) Gambar 5. Zona pemanfaatan wisata pada TWAS.
362 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 21, No.3

untuk pengembangan daerah binaan rekreasi lingkungan budaya dan lanskap (Maksin dan
maupun pengembangan daerah agrowisata. Ruang Milijic, 2010). Penataan lanskap di TWAS
wisata pada zona ini dapat dialokasikan untuk mengacu pada konsep dasar taman wisata alam
ruang aktivitas wisata aktif dan pasif, sementara (UU No. 5 Tahun 1990) sebagai suatu kawasan
fasilitas yang dapat dikembangkan berupa fasilitas pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk tujuan
pelayanan umum dan fasilitas wisata penunjang. pariwisata alam (wisata alam). Pengembangannya
Penggunaan ruang pada zona ini dilakukan secara disesuaikan dengan kondisi sumberdaya yang ada,
intensif dan semi intensif. yaitu mempertimbangkan kondisi biofisik kawasan
Zona ekstensif merupakan zona yang berada dan keragaman obyek dan atraksi wisata alam.
pada daerah dengan tutupan vegetasi beragam TWAS diharapkan mampu menampung kebutuhan
dengan kondisi topografi dan kemiringan lereng wisata alam. Dengan mengacu pada zonasi yang
yang bervariasi pula. Zona ekstensif meliputi dihasilkan maka pemanfaatan lanskap di TWAS
sebagian besar hutan alam yang belum didukung dapat dibagi dalam 3 zona pemanfaatan wisata yang
dengan akses jalan, sehingga pengembangannya masing-masing dapat diuraikan pada bagian
dapat dialokasikan untuk daerah konservasi. Untuk berikut:
daerah yang berdekatan dengan jalan raya dan
terdapatnya kebun dan perkampungan dapat Zona wisata utama
dikembangkan untuk daerah wisata penunjang Kawasan yang termasuk zona intensif
maupun daerah binaan rekreasi. Lahan pada zona ditetapkan sebagai zona wisata utama. Hal ini
eksentif dapat dialokasikan untuk daerah konservasi didasarkan atas pertimbangan bahwa pada zona
maupun daerah binaan rekreasi dan penunjang intensif terdapat potensi obyek dan atraksi wisata
wisata. Fasilitas pendukung yang dapat disediakan alam yang memiliki nilai sangat baik berupa
pada zona eksentif berupa fasilitas yang terkait panorama alam, gejala alam, pemandangan obyek
dengan aktivitas konservasi maupun fasilitas wisata lepas di luar kawasan maupun flora dan fauna khas.
yang terkait dengan aktivitas wisata minat khusus Disamping itu, terdapatnya lahan yang didominasi
dan aktivitas wisata penunjang oleh topografi datar dengan kemiringan lebih
rendah memungkinkan untuk dikembangkan
Konsep Penataan Lanskap berbagai aktivitas wisata masal dan bangunan
fasilitas pendukungnya. Pada zona ini akan
Konsep Pengembangan Ruang dikembangkan subzone yang terdiri dari ruang
Ketertarikan para wisatawan dan rekreasioner penerimaan, pelayanan dan ruang wisata inti.
terhadap suatu kawasan lindung merupakan dasar Aktivitas wisata yang dapat dilakukan pada
dalam pengembangan pariwisata yang berbasis zona wisata utama ialah tracking, camping, piknik,
pada alam (Petäjistö dkk, 2011). Manfaat ekonomi pengamatan flora dan fauna, penelitian, jelajah
yang dihasilkan dapat menawarkan kompensasi hutan, pengenalan jenis flora, fotografi, wisata
bagi penduduk setempat dan menanggung sebagian rohani, menelusuri sungai, berjalan, bermain,
besar biaya tidak langsung dari pembatasan bersantai/duduk-duduk, menikmati keindahan alam
penggunaan lahan terkait dengan status (memandang lepas) dan lain-lain. Fasilitas yang
perlindungan daerah tertentu (Mayer dkk, 2010). perlu disediakan untuk mendukung aktivitas wisata
Dalam banyak kasus, pelayanan yang dirasakan pada zona ini, ialah jalur tracking, area
dari kawasan lindung alam secara umum belum perkemahan, area piknik, area pengamatan burung,
terlalu nampak dalam pasar, karena tidak adanya area memandang lepas, jalan setapak bersyarat,
nilai standar yang ditetapkan untuk kawasan- papan informasi, papan interpretasi, MCK, jaringan
kawasan tersebut. Misalnya, untuk kegiatan wisata air bersih, tempat sampah, meja dan bangku,
pada Taman Nasional Spanyol dengan lebih dari 10 shelter, menara pandang, menara pengintai, jalur
juta rata-rata kunjungan menempatkan nilai penelusuran sungai dan lain-lain.
keuangan dengan nilai sejarah dan mendorong
sektor publik dan swasta untuk konservasi Zona wisata penunjang
(Navalpotro dkk, 2012). Kawasan yang termasuk zona semi intensif
Penataan ruang sebagai instrumen dalam ditetapkan sebagai zona wisata penunjang. Selain
pembangunan berkelanjutan mampu menawarkan kawasan zona semi intensif, zona wisata penunjang
pemandangan integral untuk pembangunan masa juga dialokasikan pada sebagian kawasan zona
depan suatu wilayah, sehingga asumsi penataan eksentif. Pertimbangan penentuan zona-zona
ruang didasarkan pada dimensi ruang itu sendiri tersebut sebagai zona wisata penunjang oleh karena
dan kemampuan koordinasi serta integrasi berbagai zona-zona ini memiliki karakter lanskap yang sama,
kebijakan, baik dalam hal pembangunan ekonomi, yaitu berupa tutupan vegetasi kebun dan
transportasi maupun kebijakan perlindungan perkampungan. Zona-zona tersebut juga berada
November 2014 MATHEUS BELJAI DKK.: KONSEP PENATAAN LANSKAP 363

berdekatan dengan akses jalan raya sehingga


memungkinkan untuk pengembangan aktivitas dan
fasilitas wisata. Adanya lahan kebun dan
perkampungan masyarakat sekitar yang dekat
dengan akses jalan raya dapat menjadi alternatif
pengembangan sebagai daya tarik wisatanya.
Ruang wisata pada zona wisata penunjang
tergolong intensif dan semi intensif, sehingga ada
pembatasan aktivitas dan bangunan fasilitas
terutama pada daerah dengan kondisi kemiringan
lereng yang agak curam (> 15 %). Aktivitas wisata
pada zona wisata penunjang diarahkan pada
aktivitas yang tidak merusak alam dalam bentuk
agrowisata, wisata desa dan budaya. Pada zona ini
dapat dibangun fasilitas pendukung wisata, seperti
pos jaga, shelter, papan informasi, papan
interpretasi, penginapan, kios, restaurant, meja dan
bangku, jaringan air bersih, jaringan listrik dan
lain-lain.

Zona konservasi
Sebagian besar kawasan yang termasuk dalam
zona ekstensif ditetapkan sebagai zona konservasi.
Zona ini dialokasikan terutama pada daerah hutan
alam yang belum didukung dengan akses jalan. Gambar 6. Rencana ruang wisata di TWAS.
Aktivitas pada zona ini berupa aktivitas yang terkait
dengan upaya konservasi, seperti pengawasan, pintu masuk utama bagi pengunjung untuk
pengelolaan dan penelitian. Sementara untuk memasuki TWAS, juga sebagai ruang pengenalan
aktivitas wisata alamnya diarahkan untuk aktivitas sebelum memasuki ruang wisata inti.
wisata minat khusus (ecotourism), seperti penelitian Pengembangan ruang ini dimaksudkan agar
dan jelajah hutan. Untuk mendukung aktivitas pengunjung dengan mudah mendapatkan informasi
wisata pada zona ini, dapat disediakan jalan setapak sekilas tentang kondisi umum TWAS.
bersyarat maupun bangunan fasilitas pendukung Pertimbangan dalam menentukan pintu masuk
yang terbatas seperti papan interpretasi, menara kawasan sebagai ruang penerimaan dan pelayanan
pandang, shelter dan rambu-rambu peringatan. didasarkan atas dukungan aksesibilitas yang mudah
dan keberadaan gerbang utama TWAS (gapura),
Konsep Penataan Ruang kantor pengelola dan papan nama kawasan sebagai
Penataan lingkungan wisata tidak hanya akan fasilitas pelayanan dan pengenalan. Aktivitas pada
meningkatkan kegiatan wisata, tetapi juga akan ruang ini dapat berupa aktivitas masuk dan keluar
meningkatkan minat wisatawan dan mendorong kawasan, memarkir kendaraan, mencari informasi,
kunjungan wisatawan serta sesungguhnya dapat lapor diri atau perijinan masuk kawasan, menyewa
mendorong peluang berinvestasi, oleh sebab itu perlengkapan wisata, menginap, makan, minum,
penggunaan elemen lanskap keras dan halus untuk berbelanja dan sebagainya. Untuk mendukung
memperindah lingkungan wisata penting karena ini aktivitas tersebut dapat disediakan fasilitas
akan membantu menarik pengunjung ke pusat- pendukung seperti pusat informasi, pos jaga, loket
pusat wisata (Ayeni 2013). Pembagian ruang pada karcis, areal parkir, pusat penyewaan peralatan
kawasan TWAS mengacu pada konsep wisata, penginapan/mess, gedung serbaguna,
pengembangan ruang yang telah ditentukan dan warung/restoran, kios, toko souvenir, agen travel,
dibuat berdasarkan pertimbangan keragaman laundry, pemadam kebakaran, P3K/klinik, taman
potensi biofisik maupun potensi obyek dan atraksi bermain dan fasilitas pendukung lainnya.
wisata alam yang terdapat di TWAS. Ruang yang Ruang wisata inti merupakan ruang yang
dapat dikembangkan di TWAS terbagi atas 4 ruang mengakomodasi aktivitas wisata alam dan
utama, yaitu ruang penerimaan dan pelayanan, dialokasikan sebesar 83,24 Ha. Ruang wisata inti
ruang wisata inti, ruang wisata penunjang dan dialokasikan sebagai tempat berlangsungnya
ruang konservasi (Gambar 6). aktivitas wisata alam secara intensif. Ruang ini juga
Ruang penerimaan dan pelayanan dialokasikan merupakan ruang yang memanfaatkan dan
sebesar 1,78 Ha. Ruang ini berfungsi selain sebagai mengembangkan potensi sumberdaya alam berupa
364 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 21, No.3

obyek dan atraksi wisata alam seperti pemandangan menghubungkan setiap ruang dan obyek wisata
alam (sungai dan hutan), gejala-gejala alam yang ada. Jalur sirkulasi tersebut merupakan jalur
(bentukan-bentukan geologi tebing), pemandangan sirkulasi yang dapat dilalui dengan kendaraan
obyek lepas di luar kawasan (view lepas), flora khas maupun berjalan kaki. Untuk akses jalan tanah dan
(Agathis labilardierri, Sommieria leucophylla, jalan pengerasan yang menghubungkan masing-
Dendrobium sp., Pandanus sp., jamur dan lain-lain) masing obyek wisata dalam setiap ruang
dan fauna endemik (Rhyticerus plicatos, merupakan jalur sirkulasi pendukung yang dapat
Probosciger atterimus, Lorius roratus, kupu-kupu dilalui dengan berjalan kaki.
dan lain-lain). Aktivitas yang dapat dikembangkan
pada ruang wisata inti seperti tracking, camping, Konsep Penataan Fasilitas
piknik, fotografi, pengamatan burung, menelusuri Prinsip dan petunjuk yang dapat digunakan
sungai, penelitian, pengamatan flora dan lain-lain. dalam membuat dan mengevaluasi rencana tapak
Ruang wisata penunjang dialokasikan sebesar adalah berkaitan dengan pengembangan fasilitas
115,16 Ha. Ruang wisata penunjang merupakan dalam tapak kawasan. Bangunan yang dibuat
ruang yang dapat menjadi alternatif tujuan bagi seminimal mungkin tidak mengganggu ekosistem
pengunjung selain mengunjungi ruang wisata inti. alam. Suatu bentuk dan motif bangunan tidak
Ruang wisata penunjang dialokasikan sebagai boleh mendominasi warna alami suatu kawasan.
ruang alternatif wisata dengan pertimbangan Tata letak bangunan disesuaikan berdasarkan
terdapatnya perkampungan dan kebun yang dapat pertimbangan aspek strategi dan fungsi tapak.
menjadi alternatif pemanfaatan obyek dan aktrasi Sebelum bangunan didirikan, perlu beberapa
wisatanya. Pemanfaatan ruang wisata penunjang ini pemikiran dalam hal ketercapaian dan arus
ialah dapat difungsikan sebagai ruang pemanfaatannya. Akses berupa jalan yang dibuat,
pengembangan agrowisata, wisata desa dan wisata harus menghindari daerah habitat spesies satwa
budaya. Aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang dan tumbuhan agar tidak mengganggu
ini seperti berfoto, berjalan, duduk-duduk, belanja, kehidupannya (MacKinnon dkk, 1993).
makan, minum, mempelajari budaya masyarakat Fasilitas yang akan dikembangkan di TWAS
setempat, belajar menanam di kebun bersama disesuaikan dengan kebutuhan pengunjung dalam
masyarakat, penyuluhan, pengobatan (wisata melakukan wisata alam beserta kegiatan
kesehatan) dan lain-lain. Fasilitas yang dapat penunjangnya, dan untuk tujuan pengelolaan
dikembangkan ialah seperti pos jaga, shelter, papan kawasan. Fasilitas dikembangkan dengan
informasi, papan interpretasi, green house, gedung memperhatikan keragaman fungsi dan jenis serta
serba guna, jaringan air bersih, jaringan surat kabar, peletakan fasilitas pada setiap ruang/zona. Lokasi
museum, klinik, penginapan, warung/restoran, atau tata letak fasilitas mempertimbangkan aspek
jaringan air bersih dan lain-lain. keamanan, kenyamanan, dan keselamatan
Ruang konservasi dialokasikan sebesar 745,71 pengunjung serta kondisi lingkungan. Desain
Ha. Ruang konservasi merupakan ruang yang fasilitas fisik/struktur diarahkan agar sesuai dan
didominasi hutan alam yang belum terjangkau mencerminkan image karakter lokasi kawasan
dengan akses jalan sehingga difungsikan sebagai
ruang untuk melindungi kawasan wisata dari KESIMPULAN
kerusakan. Walaupun belum didukung dengan
akses jalan, namun kondisi hutan yang masih alami Taman Wisata Alam Sorong (TWAS)
tersebut masih menyimpan banyak potensi obyek berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan
dan atraksi wisata alam sehingga selain berfungsi wisata alam dengan tindakan konservasi yang tepat
sebagai ruang perlindungan, difungsikan pula untuk dalam bentuk pemanfaatan dan aktivitas yang
pengembangan aktivitas yang terkait dengan disesuaikan dengan kondisi biofisik dan potensi
aktivitas wisata minat khusus (ecotourism) seperti obyek dan atraksi wisata alam yang ada. Zonasi
jelajah hutan dan penelitian. Fasilitas yang yang dihasilkan berbasis pada karakter biofisik
dikembangkan sangat terbatas, seperti menara kawasan dan keberagaman potensi obyek dan
pandang, rambu-rambu peringatan, papan-papan atraksi wisata alam, yaitu zona intensif, zona semi
interpretasi, jalan patroli maupun jalan setapak. intensif dan zona ekstensif. Konsep penataan
lanskap mengacu pada konsep mempertahankan
Konsep Penataan Sirkulasi kondisi lanskap alami TWAS sebagai lanskap hutan
Jalur wisata terbentuk dengan adanya jalur hujan dataran rendah yang dibagi dalam 4 ruang
penghubung antara ruang dengan obyek wisata utama yaitu ruang penerimaan dan pelayanan,
yang dialokasikan dalam setiap zona yang ada. Dari ruang wisata inti, ruang wisata penunjang dan
kondisi yang ada, akses jalan raya dan jalan masuk ruang konservasi.
kawasan merupakan jalur sirkulasi utama yang
November 2014 MATHEUS BELJAI DKK.: KONSEP PENATAAN LANSKAP 365

Beberapa saran yang dapat dikemukan ialah Dilindungi di Daerah Tropika. HH Amir,
pembangunan fasilitas di TWAS disesuaikan Penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
dengan karakter lanskap maupun latar belakang University Press. Terjemahan dari: Managing
budaya setempat agar tercapai keselarasan dengan Protected Areas in The Tropics.
alam sekitarnya. Pembinaan masyarakat sekitar Maksin, M., dan Milijic, S., 2010. Strategic
untuk mencari solusi peningkatan pendapatan yang Planning for Sustainable Spatial, Landscape and
tidak bergantung pada aktivitas pemanfaatan hutan Tourism Development in Serbia. SPATIUM Int.
secara sembarangan. Kerjasama antar instansi Rev.,23(10):30-37.
sangat diperlukan terkait dalam pola kemitraan Mayer, M., Müller, M., Woltering, M., Arnegger,
yang berbasis pada keberlanjutan sumberdaya J., dan Job, H., 2010. The Economic Impact of
kawasan, termasuk wilayah-wilayah di sekitar Tourism in Six German National Parks.
kawasan. Landscape and Urban Planning, 97(4):73–82.
Navalpotro, J.A.S., Quiroga, F.G., dan Pérez, M.S.,
DAFTAR PUSTAKA 2012. Evaluation of Tourism Development in
Ayeni, D.A. 2013. Potential Roles of Landscaping the National Parks of Spain. Int. J. Business &
in Sustainable Tourism Development in Nigeria: Soc. Sci., 3(14):1-7.
A Multivariate Analysis. British J. Arts & Soc. Petäjistö, L., Selby, A., dan Huhtala, M., 2011. The
Sci., 11(2):174-185. Realisation of Tourism Business Opportunities
Anonim, 2001. Kriteria Penilaian Pengembangan Adjacent to Three National Parks in Southern
Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam. Direktorat Finland: Entrepreneurs and Local Decision-
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Makers Matter. Forest Policy and Economics
Alam, Departemen Kehutanan, Jakarta. 13:446–455.
Gunn, C.A., 1994. Tourism Planning: Basics, Robinette, G.O., 1983. Landscape Planning for
Concepts, Cases. Taylor & Francis, Energy Conservation. Van Nostrand Reinhold
Washington. Campany, New York.
Gold, S.M., 1980. Recreation Planning and Design. Warpani, S.P., dan Warpani, I.P., 2007. Pariwisata
Mc Graw-Hill Book Company, New York. dalam Tata Ruang Wilayah. Penerbit ITB,
Laurie, M., 1986. Pengantar kepada Arsitektur Bandung.
Pertamanan (terjemahan). Intermedia Wearing, S., dan Neil, J., 2009. Ecotourism:
Bandung.133 hal. Impacts, Potentials and Possibilities. Elsevier’s
MacKinnon, J., MacKinnon, K., Child, G., dan Science and Technology Rights Department in
Thorsen, J., 1993. Pengelolaan Kawasan yang Oxford, Oxford.

Anda mungkin juga menyukai