Anda di halaman 1dari 10

KALA 1,2,3,4 DALAM PERSALINAN

FEBRINA KABAN 13:32 ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN

a. Kala I (Pembukaan)

Menurut Rohani dkk (2011) inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks
mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis
karena pergeseran-pergeseran ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I adalah kala pembukaan
yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi 2 fase,
yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan aktif (7 jam) dimana serviks
membuka antara 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering terjadi selama fase aktif. Pada pemulaan his,
kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih
dapat berjalan-jalan. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida
sekitar 8 jam.

Berdasarkan Kunve Friedman, diperhitungkan pembukaan multigravida 2 cm per jam. Dengan


perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan (Sulasetyawati dan
Nugraheny, 2010, hlm. 7).

Menurut Friedmen, fase percepatan memulai fase persalinan dan mengarah ke fase lengkung maksimal
adalah waktu ketika pembukaan serviks terjadi paling cepat dan meningkat dari tiga sampai empat
sentimeter sampai sekitar 8 sentimeter. Pada kondisi normal kecepatan pembukaan konstanta, rata-rata
tiga sentimeter per jam, dengan kecepatan maksimal tidak lebih dari 1,2 sentimeter per jam pada
nulipara. Pada multipara, kecepatan rata-rata pembukaan selama fase lengkung maksimal 5,7
sentimeter per jam. Fase perlambatan adalah fase aktif. Selama waktu ini, kecepatan pembukaan
melambat dan serviks mencapai pembukaan 8 sampai 10 sentimeter sementara penurunan mencapai
kecepatan maksimum penurunan rata-rata nulipara adalah 1,6 sentimeter per jam dan normalnya paling
sedikit 1,0 sentimeter per jam. Pada multipara, kecepatan penurunan rata-rata 5,4 sentimeter per jam,
dengan kecepatan minimal 2,1 sentimeter per jam (Varney, 2004, hlm. 679).
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hal. 75) asuhan-asuhan kebidanan pada kala I yaitu:

Pemantauan terus menerus kemajuan persalinan menggunakan partograf;

Pemantauan terus-menerus vital sign;

Pemantauan terus menerus terhadap keadaan bayi;

Pemberian hidrasi bagi pasien;

Menganjurkan dan membantu pasien dalam upaya perubahan posisi dan ambulansi;

Mengupayakan tindakan yang membuat pasien nyaman;

Memfasilitasi dukungan keluarga.

b. Kala II (Pengeluaran Janin)

Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala I atau pembukaan kala II dengan
kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri.Bila ketuban belum pecah,
ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala II wanita tersebut mau muntah atau
muntah disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan lebih timbul sering dan merupakan tenaga
pendorong janin pula. Di samping itu his, wanita tersebut harus dipimpin meneran pada waktu ada his.
Di luar ada his denyut jantung janin harus diawasi (Wiknjosastro, 1999, hlm.194).

Menurut Wiknjosastro (2008, hlm.77) gejala dan tanda kala II persalinan adalah:

Ibu merasa ingin meneran bersamaan adanya kontraksi;

Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya;

Vulva-vagina dan sfingter ani membuka;

Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah.

Penatalaksanaan Fisiologis Kala II

Penatalaksanaan didasarkan pada prinsip bahwa kala II merupakan peristiwa normal yang diakhiri
dengan kelahiran normal tanpa adanya intervensi.Saat pembukaan sudah lengkap, anjurkan ibu
meneran sesuai dorongan alamiahnya dan beristirahat di antara dua kontraksi. Jika menginginkan, ibu
dapat mengubah posisinya, biarkan ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan proses kelahiran
berlangsung. Ibu akan meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih, tiga sampai empat kali
perkontraksi (Sagady, 1995). Meneran dengan cara ini dikenal sebagai meneran dengan tenggorokan
terkatup atau valsava manuver. Meneran dengan cara ini berhubungan dengan kejadian menurunnya
DJJ dan rendahnya APGAR.

Asuhan Kala II Persalinan

Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 150) asuhan kala II persalinan merupakan kelanjutan tanggung jawab
bidan pada waktu pelaksanaan asuhan kala I persalinan, yaitu sebagai berikut:

Evaluasi kontinu kesejahteraan ibu;

Evaluasi kontinu kesejahteraan janin;

Evaluasi kontinu kemajuan persalinan;

Perawatan tubuh wanita;

Asuhan pendukung wanita dan orang terdekatnya beserta keluarga;

Persiapan persalinan;

Penatalaksanaan kelahiran;

Pembuatan keputusan untuk penatalaksanaan kala II persalinan.

c. Kala III (Pengeluaran Plasenta)

Partus kala III disebut pula kala uri. Kala III ini, seperti dijelaskan tidak kalah pentingnya dengan kala I
dan II. Kelainan dalam memimpin kala III dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri
dimulai sejak dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Terdapat dua tingkat pada
kelahiran plasenta yaitu: 1) melepasnya plasenta dari implantasi pada dinding uterus; 2) pengeluaran
plasenta dari kavum uteri (Wiknjosastro, 1999, hlm. 198).

Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hlm. 8) lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:

Uterus mulai membentuk bundar;


Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah Rahim;

Tali pusat bertambah panjang;

Terjadi perdarahan.

Perubahan Fisiologis Kala III

Pada kala III persalinan, otot uterus menyebabkan berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan implantasi plasenta karena
tempat implantasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah. Oleh karena itu
plasenta akan menekuk, menebal, kemudian terlepas dari dinding uterus. Setelah lepass, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas vagina (Rohani dkk, 2011, hlm. 8).

Penatalaksanaan Fisiologis Kala III

Penatalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin segera setelah lahir bahu anterior,
mengklem tali pusat segera setelah pelahiran bayi, menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk
pelahiran plasenta (Varney, 2007, hlm. 827).

Menurut Wiknjosastro (2008) langkah pertama penatalaksanaan kala III pelepasan plasenta adalah:

Mengevaluasi kemajuan persalinan dan kondisi ibu.

Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva, satu tangan ditempatkan di abdomen ibu
untuk merasakan, tanpa melakukan masase. Bila plasenta belum lepas tunggu hingga uterus
bekontraksi.

Apabila uterus bekontraksi maka tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial
hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas menandakan plasenta telah lepas
dan dapat dilahirkan.

Setelah plasenta lepas anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus
vagina.

Lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya
untuk meletakkan dalam wadah penampung. f) Karena selaput ketuban mudah sobek, pegang plasenta
dengan keua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terilinmenjadi satu.
Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Asuhan Persalinan Kala III

Asuhan kala III persalinan adalah sebagai berikut:

Memberikan pujian kepada pasien atas keberhasilannya;

Lakukan manajemen aktif kala III;

Pantau kontraksi uterus;

Berikan dukungan mental pada pasien;

Berika informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh pasien dan pendamping agar proses pelahiran
plasenta lancer;

Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah (perineum)

d. Kala IV (Observasi)

Setelah plasenta lahir lakukan rangsangan taktil (masase uterus) yang bertujuan untuk merangsang
uterus berkontraksi baik dan kuat.Lakukan evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara
melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah
pusat. Kemudian perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan periksa kemungkinan perdarahan dari
robekan perineum. Lakukan evaluasi keadaan umum ibu dan dokumentasikan semua asuhan dan
temuan selama persalinan kala IV (Wiknjosastro, 2008, hlm. 110).

Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Kala IV
dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam pertama.

Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tingkat kesadaran pasien

Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.

Kontraksi uterus

Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.
Asuhan Kala IV Persalinan

Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 234) secara umum asuhan kala IV persalinan adalah:

Pemeriksaan fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit jam ke 2. Jika kontraksi
uterus tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras.

Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan tiap 15 menit pada jam pertama dan 30
menit pada jam ke 2.

Anjurkan ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi.

Bersihkan perineum dan kenakan pakaian yang bersih dan kering.

Biarkan ibu beristirahat karena telah bekerja keras melahirkan bayinya, bantu ibu posisi yang nyaman.

Biarkan bayi didekat ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi.

Bayi sangat bersiap segera setelah melahirkan. Hal ini sangat tepat untuk memberikan ASI

Pastikan ibu sudah buang air kecil tiga jam pascapersalinan.

Anjurkan ibu dan keluarga mengenal bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi serta
tanda-tanda bahaya ibu dan bayi

LASENTA PREVIA

FEBRINA KABAN 22:37 ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN

PLASENTA PREVIA

Henry Klaoholz, M.D.

Walaupun jarang bahwa episode perdarahan yang pertama pada plasenta previa adalah berat dan
membahayakan hidup, namun demikian masalahnya dapat sangat membahayakan. Hal ini berlaku
terutama jika pemeriksaan dalam dilakukan secara tidak disadari mengganggu tempat plasenta dan
menyebabkan perdarahan yang berat.
Dapat diterima untuk melakukan pemeriksaan dengan speculum untuk menyingkirkan sumber local
perdarahan, seperti polip, serviks, kanker, laserasi vagina, atau varix yang rupture. Cara ini harus
dilakukan dengan hati-hati dan dengan perhatian yang kuat untuk menghindari tekanan atau trauma
pada serviks atau segmen bawah Rahim, yang akan kemungkinan mengganggu tempat plasenta. Tidak
ada bentuk pemeriksaan atau manipulasi intravaginal yang boleh dilakukan sampai plasenta previa jelas
di singkirkan karena pemeriksaan digital pada vagina atau rektal dapat menyebabkan perdarahan yang
tidak dapat dikontrol pada kasus di mana kanalis servikalis tertutup.

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna untuk menegakkan adanya
plasenta previa. Cara ini juga sangat membantu untuk menilai ukuran dan status janin, memberikan
informasi yang penting mengenai maturitas dan kesehatan janin untuk pedoman penatalaksanaan.
Tindakan ekspektatif konservatif, jika dimungkinkan, harus dilakukan untuk letak janin yang preterm,
intervensi yang lebih agresif diperlukan jika janin telah aterm atau dalam keadaan yang berbahaya.

Perdarahan yang berat adalah membahayakan kehidupan bagi ibu. Keadaan ini juga dapat
membahayakan janin, karena kira-kira 10 persen perdarahan berasal dari janin. Jika perdarahan tidak
berat, amniosentesis diharuskan untuk memastikan maturitas paru-paru janin. Jika paru paru janin tidak
matur, diharuskan pertimbangan untuk memberikan kortikosteroid pada ibu untuk mempercepat
maturasi paru-paru janin. Hal ini dilakukan untuk mengatasi episode perdarahan yang berat yang dapat
terjadi saat kehamilan berlanjut; karena perdarahan tersebut mungkin memerlukan intervensi, dan
adalah penting untuk mencoba menghindari gawat pernafasan pada bayi preterm dengan cara ini.

Jika dimungkinkan, penatalaksanaan ekspektif lebih disukai dan harus dilakukan sampai janin mencapai
usia 37 minggu. Pada waktu ini, amniosentesis dilakukan untuk memastikan maturasi fungsi paru-paru
janin.

Saat segmen bawah Rahim berkembang, tempat plasenta dapat terlihat pada ultrasonografi mengalami
“migrasi” dari ostium internal. Dengan demikian, ultrasonografi harus diulangi secara berkala jika
perdarahan terjadi pada awal. Pemeriksaan serial tersebut dapat menyingkirkan plasenta previa dan
memungkinkan ambulasi serta perawatan prenatal rutin sesudahnya sampai terjadi onset persalinan
spontan.
Tiap manipulasi, pemeriksaan, atau prosedur intravagina, kecuali pemeriksaan speculum yang dilakukan
di ruang operasi dengan pasien telah diberikan penjelasan secara sepenuhnya serta segala sesuatu telah
disiapkan untuk pembedahan segera. Persiapan yang diperlukan sebelumnya adalah seperti berikut:
Jalur intravena dengan jarum besar yang adekuat dan terbuka; telah diperiksa golongan darah dan cross
match serta darah telah tersedia; alat-alat ruangan operasi, instrument, serta personal asisten medis
dan perawat telah menggunakan pakaian operasi; dan ahli anastesi diberi tahu serta siap untuk tindakan
segera.

Jika ditemukan plasenta previa pada pasien yang sebelumnya pernah mengalami seksio sesarea,
pertimbangkan kemungkinan plasenta akreta. Dapatkan persetujuan untuk kemungkinan histerektomi
pada kasus benar-benar ditemukan plasenta akreta.

Jika serviks telah matang dan perdarahan minimal atau tidak terdapat, lakukan induksi persalinan.
Pengawasan yang tetap pada keadaan janin dan maternal adalah penting, dengan ruang operasi telah
disiapkan serta darah tersedia untuk segera digunakan jika diindikasikan. Selaput ketuban biasanya
dipecah pada kasus ini untuk menimbulkan efek tamponade dari kepala janin pada tepi plasenta,
dengan demikian menghindari perdarahan saat persalinan maju dan serviks berdilatasi memisahkan
plasenta letak rendah dari perlekatannya dekat denganostium internal dan pada segmen bawah Rahim.

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

FEBRINA KABAN 22:29 ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Susan B. Wilson, M.D.

Lebih dari setengah wanita yang mengandung mengalami mual dan muntah selama 12 sampai 18
minggu pertama kehamilanya. Hampir tiga perempat primigravida terkena. Pada sebagian besar kasus,
hidrasi dan nutrisi dapat dipelihara dengan cara simptomatik dan penyesuaian diet sampai manifestasi
yang tidak menyenangkan tersebut pada kehamilan dini menghilang. Kurang dari 2 persen pengalaman
hipermesis gravidarum sesungguhnya tidak responsif terhadap tindakan supotif dan di tandai dengan
dehidrasi yang progresif, ketonuria, takikardia, dan penurunan berat badan. Hal ini biasanya lebih sering
terjadi pada remaja, primigravida, wanita obese, dan bukan perokok. Jarang terjadi komplikasi yang
benar-benar serius, jika keadaan dikenali dan diatasi dengan agresif. Jika terjadi muntah yang persisten
yang diabaikan atau pengobatan tidak efektif, dapat menyebabkan erosi mukosa esofagus bahkan
sampai terjadi ruptur, juga pecahnya varises esofagus, pembentukan abses mediastinal atau
pneumonitis aspirasi.

Hiperemesis gravidarum terjadi lebih sering pada kehamilan ganda dan mola hidatiformis dari pada
kehamilan tanpa komplikasi lainnya. Masalah yang meyerupai, seperti hipertiroidisme, hepatitis, ulkus
lambung atau duodenum, kolelitiasis, hiatus hernia, penyakit peradangan usus, karsinoma lambung,
pielonefritis, gastroenteritis, obstruksi usus, pankreatitis, diabetik ketoasidosis, dan tumor sistem saraf
pusat, harus disingkirkan juga dengan alkoholisme serta gaangguan emosional.

Tentukan frekuensi muntah dan carilah mengenai diet, stres, dan dukungan secara terinci. Riwayat
oliguria adalah tanda dehidrasi. Pemeriksaan fisik harus mencari tanda-tanda keadaan patologis yang
munkin merupakan penyebab atau yang memperberat. Nilailah keadaan dehidrasi (pada turgor kulit dan
membran mukosa yang kering), ketoasidosis, pertumbuhan rahim, dan keadaan janin. Ultrasonografi
dapat menemukan penyakit kandung empedu, hidronefrosis. Mola, atau kehamilan ganda.

Sebagian besar pasien berespon baik dengan modifikasi diet, seperti pola makan yang sering. Mereka
biasanya mentoleransi makanan lunak, kering, dan tidak berlemak dengan baik. Penjelasan dan
dukungan simpatik adalah diperlukan. Hipnosis telah dilaporkan berhasil dalam menekan gejala-gejala
setelah satu sampai tiga kali pada sebagian besar pasien yang reseptif. Hindarkan penggunakan
antiemetik, kecuali gejala-gejalanya jelas memerlukan obat tersebut, karena secara teoritis akan
mempunyai risiko terhadap janin (sejauh ini belum dibuktikan).

Untuk gravida dengan dehidrasi dan ketonuria derajat ringan, pengobatan rawat jalan dengan hidrasi
intravena dan antemetik harus dicoba lebih dahulu. Risiko tiap obat yang digunakan pada kehamilan
harus dipertimbangkan dengan cermat terhadap manfaatnya. Doxylamine succinate, meclizine,
promethazine, atau prochlorperazine dapat dipertimbangkan karena hanya dilaporkan sedikit pengaruhi
pada janin walaupun telah digunakan secara luas selama bertahun-tahun. Namun demikian,
penggunaan obat-obat tersebut harus dibatasi untuk kasus dimana obat tersebut diindikasikan dengan
jelas.

Hiperemesis gravidarum yang berat memerlukan pengawasan berkala yang ketat pada kadar elektrolit,
pemeriksaan fungsi hati dan ginjal, serta keseimbangan asam basa. Tes fungsi tiroid diindikasikan juga.
Kematian telah terjadi sebagai akibat kerusakan ginjal dan hati. Ensefalopati Wernicke dapat timbul
sekunder karena defisiensi tiamin.

Perawatan dirumah sakit adalah termasuk penatalaksanaan agresif dengan penggantian cairan, glukosa,
elektrolit, dan vitamin secara intravena untuk memperbaiki ketoasidosis, dehidrasi, dan defisiensi
nutrisi. Asupan oral awalnya dibatasi. Penyedotan nasogastrik dan obat antiemetik mungkin diperlukan.
Selanjutnya diikuti dengan peningkatan asupan oral secara bertahap. Konsultasi dan perawatan
psikiatrik mungkin diperlukan. Mebatasi pengunjung telah dilakukan jika hubungan interpersonal
tampaknya sebagai penyebab atau memperberat keadaan.

Hiperalimentasi telah digunakan dengan berhasil untuk mengobati hiperemesis gravidarum. Cara ini
harus dicoba sebelum mempertimbangkan terminasi kehamilan. Tetapi, induksi abortus mungkin
diperlukan, sebagai tindakan yang menyelamatkan kehidupan (life-saving) pada gravida dengan
hiperemesis yang tidak menyembuh yang tidak berespons terhadap regimen rumah sakit yang paling
agresif.

Anda mungkin juga menyukai