PEDOMAN
tentang
Surat ketetapan Kepala Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada Nomor
SK/..../..../....tanggal Oktober 2018 tentang Pedoman Pelayanan Sub Instalasi Anestesi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 3
1. Latar Belakang.....................................................................................................3
2. Tujuan.................................................................................................................. 3
3. Ruang Lingkup Pelayanan...................................................................................4
4. Batasan Operasional............................................................................................4
5. Landasan Hukum...............................................................................................11
9. Denah Ruang.....................................................................................................14
10. Standar Fasilitas................................................................................................14
BAB V LOGISTIK...................................................................................................................... 34
21. Dropping............................................................................................................34
22. Pembelanjaan Dana Non Apbn..........................................................................34
23. Pengertian..........................................................................................................35
24. Tujuan................................................................................................................ 35
25. Standar Keselamatan Pasien.............................................................................35
26. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event............................................35
27. KTD yang Tidak Dapat Dicegah / Unpreventable Adverse Event.......................36
28. Kejadian Nyaris Cedera (Knc) / Near Miss.........................................................36
29. Kesalahan Medis / Medical Errors......................................................................36
30. Kejadian Sentinel / Sentinel Event.....................................................................36
31. Tata Laksana......................................................................................................36
33. Pengertian..........................................................................................................37
BAB IX PENUTUP..................................................................................................................... 39
2
SURAT KETETAPAN
KEPALA RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
NOMOR SK/ /X/2018
tentang
MENETAPKAN
Ditetapkan di Jember
pada tanggal Oktober 2018
PEDOMAN
tentang
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
2. Tujuan.
a. Memberikan standar pelayanan anestesia dan terapi intensif yang baku bagi
seluruh staf di lingkungan Instalasi/Unit Anestesi dalam memberikan pelayanan yang
bermutu dan menjamin keselamatan pasien,
4
4. Batasan Operasional.
5) Dokter lain yaitu dokter spesialis lain dan/atau dokter yang telah mengikuti
pendidikan dan pelatihan di bidang anestesiologi atau yang telah bekerja di pelayanan
anestesiologi dan terapi intensif minimal 1 (satu) tahun.
6) Kepala instalasi anestesiologi dan terapi intensif adalah seorang dokter yang
diangkat oleh kepala rumah sakit.
7) Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan
pendidikan dan ilmu keperawatan anestesi.
8) Perawat adalah perawat yang telah mendapat pelatihan anestesia.
9) Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi dan perawat dalam
ruang lingkup medis dalam melaksanakan instruksi dokter.
10) Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan yang
dilakukan di dalam rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan medis tertentu
sesuai dengan peraturan internal rumah sakit.
11) Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan (pengetahuan,
ketrampilan, perilaku profesional) profesi didasarkan pada kriteria yang jelas untuk
memverifikasi informasi dan mengevaluasi seseorang yang meminta atau diberikan
kewenangan klinik.
12) Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan
standar kompetensi, standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang
disusun, ditetapkan oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah sakit dengan
memperhatikan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan peralatan yang
tersedia.
13) Pelayanan pra-anestesia adalah penilaian untuk menentukan status medis pra
anestesia dan pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh
tindakan anestesia.
14) Pelayanan intra anestesia adalah pelayanan anestesia yang dilakukan selama
tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu.
15) Pelayanan pasca-anestesia adalah pelayanan pada pasien pasca anestesia
sampai pasien pulih dari tindakan anestesia.
16) Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien sakit kritis.
17) Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien yang
berisiko mengalami henti jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka
panjang.
18) Pelayanan anestesia rawat jalan adalah subspesialisasi dari anestesiologi yang
dikhususkan kepada perawatan, pra operatif, intraoperatif, dan pasca operatif pada
pasien yang menjalani prosedur pembedahan rawat jalan.
19) Pelayanan anestesia regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk
memblok saraf regional sehingga tercapai anestesia di lokasi operasi sesuai dengan
yang diharapkan.
20) Pelayanan anestesia regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian
anestesia regional pada wanita dalam persalinan.
21) Pelayanan anestesia/analgesia di luar kamar operasi adalah tindakan pemberian
anestetik/analgesik di luar kamar operasi terutama nyeri akut, kronik dan kanker
dengan prosedur intervensi.
22) Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri,
(interventional pain management).
23) Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian atau
penundaan bantuan hidup.
6
b. Pelayanan Kritis
1) Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan
organ yang terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari
regimen terapi yang diberikan.
2) Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi
atau dokter lain yang memiliki kompetensi.
3) Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul
sampai pasien tidak dalam kondisi kritis lagi.
4) Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu
koordinasi yang baik dalam penanganannya. Seorang dokter anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator yang
bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai semua aspek penanganan
pasien, komunikasi dengan pasien, keluarga dan dokter lain.
5) Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi
prognosis pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan
dokter lain yang terkait untuk membuat keputusan penghentian upaya terapi
dengan mempertimbangkan manfaat bagi pasien, faktor emosional keluarga
pasien dan menjelaskannya kepada keluarga pasien tentang sikap dan pilihan
yang diambil.
6) Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis.
7) Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga
yang memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter
spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berhak
mendapat imbalan yang seimbang dengan energi dan waktu yang diberikannya.
8
i. Pelayanan Intensif
1) Intensive Care Unit (ICU)
Intensive care Unit (ICU) adalah bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi di bawah Kepala pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien – pasien
yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan
sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital
dengan menggunakan ketrampilan staf medik , perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Dalam menyelenggarakan pelayanan , pelayanan ICU di rumah sakit dibagi
dalam 3 (tiga) klasifikasi pelayanan yaitu:
a) Pelayanan ICU primer
b) Pelayanan ICU Sekunder
11
5. Landasan Hukum.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
a. Pemberian Wewenang
Pelayanan anestesia adalah tindakan medis yang harus dilakukan oleh tenaga
medis. Namun, saat ini jumlah dokter spesialis anestesiologi masih sangat terbatas
padahal pelayanan anestesia sangat dibutuhkan di rumah sakit. Memperhatikan
kondisi tersebut, untuk dapat terselenggaranya kebutuhan pelayanan anestesia di
rumah sakit yang tidak ada dokter spesialis anestesiologi, diperlukan pemberian
kewenangan tanggung jawab medis anestesiologi kepada dokter umum/perawat
anestesi.
7. Distribusi Ketenagaan.
c. Perawat Anestesi
Perawat berpengalaman di bidang anestesiologi yang telah mendapat pendidikan
atau pelatihan anestesi di rumah sakit yang diakui dan mendapat ijazah atau sertifikat
perawat atau pelatihan anestesi.
Perawat anestesi bekerja baik di kamar operasi maupun pelayanan anestesi di
luar kamar operasi, dan juga membantu pelayanan di ruang premedikasi, ruang
pemulihan.
8. Pengaturan Jaga.
BAB III
STANDAR FASILITAS
9. Denah Ruang.
Terlampir
otak
Layanan gawat
8 - + - -
darurat.
Layanan high
9 care/intermediate - - - -
care.
Layanan pasien
10 - - - -
berisiko tinggi.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Pasien
tidak ya
UGD poliklinik
meninggal
ICU HCU bangsal
Keterangan:
Setiap pasien (dari UGD/bangsal/HCU) yang akan masuk ke ruangan intensif,
baik ke ruangan ICU maupun ruangan HCU harus dikonsultasikan kepada dokter
spesialis anestesia yang bertugas hari itu sesuai dengan kriteria dan indikasi masuk
ruang intensif kemudian dikofirmasikan sebelumnya kepada keluarga pasien dan
perawat ruangan ICU mengenai administrasi serta keberadaan tempat tidur dan
peralatan.
1) Pasien Prioritas I
Yaitu merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi, seperti dukungan / bantuan ventilasi dan alat bantu suportif
organ / sistem yang lain, infuse obat-obatan vasoaktif kontinyu, obat – obatan
antiaritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi dan lain-lain, contoh pasien
jenis ini adalah pasca bedah kardiotoksik, pasien sepsis berat, gangguan asam
basa dan elektrolit yang mengancam jiwa. Institusi setempat dapat membuat
kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah
tekanan darah tertentu. Terapi pada prioritas 1 umumnya tidak mempunyai
batas.
2) Pasien Prioritas 2
Kelompok pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU,
sebab sangat berisiko bila tidak mendaptkan terapi intensif segera, misalnya
pemantaun intensif menggunakan pulmonary arterial cateter, contoh pasien
seperti ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal
ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami perdarahan mayor . Terapi pada
pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
3) Pasien Prioritas 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis , yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi . Kemungkinan sembuh dan atau manfaat
terapi ICU pada golongan ini sangat kecil.
Contoh pasien jenis ini adalah pasien dengan keganasan metastik disertai
penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan nafas atau pasien penykt
jatng, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat .
Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan
akutnya saja dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakkan intubasi atau
resusitasi jantung paru.
4) Pengecualian
Dengan petimbangan luar biasa dan atas persetujuan Kepala ICU , indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan , dengan catatan
bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan
dari ICU agar fasilitas ICU yang tebatas tersebut dapat digunakan untuk pasien
prioritas 1,2,3 . Pasien yang tergolong demikian antara lain pasien yang
memenuhi criteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan
hanya demi perawatan yang aman sajaini tidak menyingkirkan pasien-pasien
dengan perintah DNR (Do Not Resuscitate) sebenarnya pasien-pasien ini
mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk
meningkatkan kemungkianan survivalnya, pasien dalam keadaan vegetatatif
permanen, pasien yang telah dipastiiikan mengalami mati batangotak, pasien-
pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untu menunjang fungsi organ hanya
untuk kepentingan donor organ.
2) Indikasi keluar adalah pasien yang sudah stabil yang tidak lagi
membutuhkan pemantaun ketat dan pasien yang memburuk sehingga pindah ke
ICU.
3) Yang tidak perlu masuk HCU adalah pasien dengan fase terminal suatu
penyakit (seperti kanker stadim akhir) dan pasien / keluarga menolak dirawat di
HCU.
a. Jenis Pasien
1) Pasien Askes
(a) Pasien yang berasal dari purnawirawan TNI/Polri.
(b) Pasien askes non hankam.
2) Pasien Jamkesmas adalah pasien yang memenuhi kriteria sebagaimana
diatur oleh Permenkes No. 903/Menkes/PER/V/2011 tanggal 3 Mei 2011 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas.
3) Pasien Umum adalah :
(a) Pasien umum ( Pc Kerjasama ) dari perusahaan yang bekerjasama
dengan Rumah sakit.
(b) Pasien Umum murni ( Pc Murni ), pasien diluar kriteria diatas yang
datang dengan kemauan sendiri.
4) Tempat Pendaftaran
(a) URJ : Loket File
(b) IGD : Ur. Registrasi IGD
(c) URI : Registrasi Rawat Inap
(d) Radiologi : Kamar terima Radiologi
(e) Laborat : Loket Pendaftaran Laborat Patologi Klinik, Loket
Pendaftaran Laborat Patologi Anatomi
5) Pendaftaran pasien rawat jalan
Pasien baru pertama kali datang ke Rumah sakit mendaftarkan diri ke loket
file URJ, dengan dibedakan berdasarkan jenis pasien. Pasien lama yang sudah
mempunyai Kartu Berobat langsung menuju Poli yang dikehendaki. (Lihat
Panduan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan, Rawat Inap, dan IGD)
6) Pendaftaran pasien rawat inap
Pasien/keluarga/petugas ruangan mendaftarkan pasien untuk rawat inap
dengan membawa surat opname dari poli spesialis pada saat jam kerja, setelah
menyelesaikan administrasi dibagian keuangan bagi pasien umum murni (PC),
membawa Surat Jaminan dari perusahaan bagi pasien umum kerjasama (PC
Kerjasama), membawa surat jaminan pelayanan rawat inap bagi pasien askes,
surat rujukan dari puskesmas dan SKTM (surat keterangan tidak mampu) bagi
pasien jamkesmas/jampersal. (Lihat Panduan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan,
Rawat Inap, dan IGD).
Identifikasi pasien adalah kegiatan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran atau
kesesuaian sosok orang yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan diagnosis
dan/atau pengobatan dengan identitas orang tersebut sebagaimana tercantum dalam
file rekam medis pasien atau dokumen lain yang berkaitan dengan sosok orang
tersebut.
23
15. Tata Laksana Pemberian Informasi Pelayanan Kepada Pasien Dan Keluarga.
Informasi pasien adalah segala keterangan penjelasan yang perlu diberikan kepada
pasien dan atau keluarnya sejak sebelum, sewaktu dan sesudah proses pelayanan
kesehatan dilakukan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan pasien.
Segala keterangan, penjelasan, ketrampilan yang perlu diberkan kepada pasien
yang menerima pelayanan kesehatan. Sejak pendaftaran di URJ / Registrasi Rawat Inap,
UGD selama proses pemeriksaan, pengobatan, perawatan di Rawat Jalan/ Rawat Inap
26
dan tindak lanjut setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan sesuai dengan
diagnose dan keadaan pasien.
Informasi yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan Diagnosa dan
keadaan pasien. Informasi yang terkait dengan medis berdasarkan keputusan/konsulan
dari DPJP, sedangkan hal-hal diluar bidang medis atas permintaan pasien / keluarga
pasien.
Semua pemberi informasi segala profesi kesehatan/penunjang terkait pasien,
mengisi lembar edukasi (RM) dan dimasukkan ke dalam berkas rekam medis pasien yang
bersangkutan. Kegiatan pendidkan pasien diatur sesuai panduan PKRS. Bimbingan
rohani hanya diberikan atas permintaan pasien dan/keluarganya.
- KB
- Kesehatan Balita
4 URJ /R. Rawat Inap Poli terkait
- Kesehatan Ibu Hamil
- DM dll
5 URJ /R. Rawat Inap Bmbingan mental Psikolog/Paliatif
Bimbingan rohani sesuai Perwira / BA Rohani
6 Rawat Inap agama pasien
Asesmen pasien: adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase pre-
rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit. 2
Asesmen tempat kejadian: suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis saat tiba
di tempat kejadian.
Asesmen awal: suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang
belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
Asesmen awal dilakukan oleh dokter / perawat yang pertama kali menerima /
menangani pasien.
a. Keadaan umum:
1) Identifikasi keluhan utama / mekanisme cedera.
2) Tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS) dan
orientasi.
3) Temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa 3.
b. Jalan napas:
1) Pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus
medik, dan jaw thrust pada pasien trauma).5
2) Fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cedera
spinal.
3) Identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan, gigi
patah/hilang, trauma wajah).
4) Gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal airway (NPA) jika
perlu.
c. Pernapasan
1) Lihat (look), dengar (listen), rasakan (feel); nilai ventilasi dan oksigenasi.
2) Buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai kecepatan dan
kedalaman napas.
3) Nilai ulang status kesadaran.
4) Berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak adekuat
(pernapasan <12x/menit), berupa: oksigen tambahan, kantung pernapasan
(bag-valve mask), intubasi setelah ventilasi inisial (jika perlu). Jangan menunda
defibrilasi (jika diperlukan).
5) Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam
nyawa.
d. Sirkulasi:
1) Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan;
a) Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis.
b) Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan dengan arteri
karotis.
c) Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis.
2) Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan
langsung (direct pressure) dengan kassa bersih.
3) Palpasi arteri radialis: nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan denyut
(lambat, normal, cepat), teratur atau tidak.
4) Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna kulit, nilai
ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi.
e. Identifikasi prioritas pasien: kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil, stabil.
1) Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera signifikan,
lakukan asesmen segera-kasus trauma dan imobilisasi spinal.
28
Tidak = 0
2 Diagnosis Skunder
Ya = 15
Bantuan Berjalan
Bedret/bantuan perawat 0
3
Kruk/tongkat/walker 15
Furniture 30
Tidak = 0
4 Terapi intravena/heparin lock
Ya = 20
Gaya berjalan
Normal/bedret/immobile 0
5
Lemah 10
Dengan bantuan 20
Status mental
Orientasi terhadap kemampuan diri
0
6 sendiri
Melebih-lebihkan/melupakan
15
keterbatasan
TOTAL
3) Lingkungan
Lingkungan perawatan harus memenuhi standar kemanan mulai dari
tempat tidur pasien, kamar mandi, toilet, lantai ruangan, mebeler ruangan,
linen, alat makan serta terbebas dari segala peralatan yang tidak berkaitan
langsung dengan proses/tindakan perawatan
4) Kemampuan beraktifitas
Kelemahan/keterbatasan fisik karena penyakit yang diderita atau akibat
tindakatan medis sangat berpotensi pasien jatuh akibat kelemahan dan
kelelahan maupun
5) Pola tidur pasien
Beberapa pasien memiliki pola tidur yang dapat berptensi menyebabkan
jatuh. Khusunya pola tidur pasien anak, pasien dengan kesadaran menurun
dan pasien dengan kondisi jiwa terganggu.
f. Hal-hal penting yang harus diperhatikan perawat dalam melakukan tindakan
untuk menghindari pasien jatuh :
1) Identifikasi riwayat jatuh
2) Perhatikan adanya defisit sensorik dan motorik
3) Perhatikan gaya berjalan pasien stabil atau tidak
4) Alas kaki yang digunakan apakah berbahan yang licin terhadap lantai
ruangan
5) Apakah adanya hipotensi postural
6) Konfusi menetap/akut
7) Urgensi urine
8) Penyakit neurologis yang mempengaruhi gerak atau penilaian
30
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien. Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien
dari cedera fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan
klien merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah perasaan
tersebut perawat harus mengidentifikasi faktor pencetus pakah sesuai dengan indikasi
terapi, dan terapi ini hanya untuk intervensi yang paling akhir apabila intervensi yang lain
gagal mengatasi perilaku agitasi klien. Kemungkinan mencederai klien dalam proses
restrain sangat besar, sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan
harus terlatih untuk mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan
pendekatan dengan klien, penggunaan restrain yang aman dan lingkungan restrain harus
bebas dari benda-benda berbahaya.
32
a. Bantuan hidup dasar adalah tindakan pijat jantung luar dan pemberian nafas
bantuan terhadap pasien yang mengalami henti jantung dan/atau henti napas.
b. Gambaran EKG yang ditemukan pada henti jantung adalah
1) Asistole
2) PEA (pulseless electrical activity)
3) Ventricular fibrilation
4) Pulseless Ventricular tachicardia
Bantuan Hidup Dasar dilakukan sesuai guideline yang dikeluarkan oleh American
Heart Association tahun 2010. (terlampir)
Seluruh ruangan rawat inap baik rawat inap umum maupun rawat inap khusus,
ruang rawat intensiv dan IGD.
Seluruh perawat dan dokter ruangan/dokter jaga yang telah mengikuti pelatihan BLS
(basic life support) atau ACLS (advanced cardiac life support), dokter spesialis emergensi,
dokter spesialis jantung dan dokter spesialis anestesiologi.
Setiap petugas kesehatan yang mengetahui kejadian henti jantung atau henti napas
harus segera berteriak dengan suara keras “Cardiac arrest” dan segera melakukan pijat
jantung (sesuai Guideline CPR 2010 dari American Heart Association)
34
Petugas lain yang mendengar teriakan itu segera mengambil troley emergency dan
Defibrilator (bila tersedia) serta menghubungi dokter ruangan atau dokter jaga dan
perawat supervisor jaga.
Dokter ruangan atau dokter jaga dapat meminta bantuan dokter spesialis emergensi,
dokter spesialis jantung atau dokter spesialis anestesiologi untuk penatalaksanaan lebih
jauh.
a. Setiap petugas kesehatan yang mengetahui kejadian henti jantung atau henti
napas harus segera berteriak dengan suara keras “Cardiac arrest” dan segera
melakukan pijat jantung (sesuai Guideline CPR 2010 dari American Heart
Association)
b. Petugas lain yang mendengar teriakan itu segera mengambil troley emergency
dan Defibrilator (bila tersedia) serta menghubungi dokter ruangan atau dokter jaga
dan perawat supervisor jaga.
c. Dokter ruangan atau dokter jaga dapat meminta bantuan dokter spesialis
emergensi, dokter spesialis jantung atau dokter spesialis anestesiologi untuk
penatalaksanaan lebih jauh.
d. Dokter (yang memiliki sertifikat ACLS, PPGD atau PTC) segera melakukan
pemasangan pipa endotrakeal dan memberikan ventilasi 10 – 12 x/mnt dan petugas
yang lain memberikan pijat jantung minimal 100 x/mnt tanpa sinkronisasi.
e. Pemberian adrenalin 1:1000 1 mL (pada pasien dewasa) / adrenalin 1:10.000 1
mL (pada bayi/anak) intra vena setiap 2 menit selama masih henti jantung
sebelumnya dilakukan pemasangan jalur intra vena.
f. Defibrilator 300–-360-360 Joule (monophase) / 100-150-150 Joule (biphase)
diberikan bila terdapat gelombang fibrilasi atau pulseless ventrikel takikardi.
g. Proses ini minimal dilakukan selama 30 menit dan dapat diperpanjang.
h. Semua tindakan dicatat dan dimasukkan ke dalam rekam medis.
BAB V
LOGISTIK
21. Dropping.
Alkes dan matkes dropping didapatkan dari puskes TNI. Pengadaan alkes dan
matkes disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di Instalasi/Unit Kamar Operasi. Waktu
pengadaan alkes dan matkes ditetapkan tiap tahun dengan cara permohonan alkes
maupun matkes yang dibutuhkan.
Pengadaan alkes dan matkes dengan dropping dari puskes TNI bila tidak mencukupi
kebutuhan atau tidak terdukung maka dilakukan pembelanjaan dana non APBN. Sehingga
kebutuhan dalam pelaksanaan giat pelayanan dapat terselenggara dengan baik tanpa
kendala secara swadaya.
35
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
23. Pengertian.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
a. Asesmen risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
e. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
24. Tujuan.
a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peninggkatan keselamatan pasien
e. Mendidik staf tentang keselamatn pasien
f. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibat cedera pasien akibat
melakasanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,
dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukankesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
36
Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan
pengetahuan mutakhir.
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius biasanya
diapakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah.Kata “ sentinel “ terkait dengan keseriusan cedera
yang terjadi ( seperti pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadp kejadian ini
melengkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang ada.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kegiatan yang berkaitan
erat dengan kejadian yang disebabkan oleh kelalaian petugas, yang dapat mengakibatkan
kontaminasi bakteri terhadap makanan. Kondisi yang dapat mengurangi bahaya dan
terjadinya kecelakaan dalam proses penyelenggaraan makanan antara lain karena
pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja yang aman
dan terjamin kebersihannya, istirahat yang cukup. Kecelakaan tidak terjadi dengan
sendirinya, biasanya terjadi dengan tiba-tiba dan tidak direncanakan ataupun tidak
37
diharapkan, serta dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat, makanan dan “melukai”
pegawai.
a. Pengertian
Keselamatan kerja (safety) adalah segala upaya atau tindakan yang harus
diterapkan dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan
kerja petugas ataupun kelalaian/kesengajaan.
b. Tujuan
Menurut Undang-undang Keselamatan Kerja Tahun 1970, syarat-syarat
keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan
Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
1) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
2) Mencegah, mengurangi bahaya ledakan.
3) Memberi keselematan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya.
4) Memberi pertolongan pada kecelakaan.
5) Memberi perlindungan pada pekerja.
6) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran.
7) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik
fisik/psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
8) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
9) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
10) Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya.
11) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang.
12) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
13) Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
14) Mencegah terkena aliran listrik.
15) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
33. Pengertian
a. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan
agar pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, intruksi, pedoman,
standar, peraturan dan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai
tujuan yang diharapkan.
Pengawasan bertujuan agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana
kebijakan yang ditetapkan dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Selain itu
pengawasan bertujuan untuk membina aparatur negara yang bersih dan berwibawa.
38
b. Pengendalian
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan pembetulan
atau perbaikan pelaksanaan yang terjadi sesuai dengan arah yang ditetapkan.
Pengertian pengawasan dan pengendalian hampir sama. Perbedaannya jika
pengawasan mempunyai dasar hukum dan tindakan administratif, sedangkan
pengendalian tidak.
Pengawasan dan pengendalian (Wasdal) merupakan unsur penting yang harus
dilakukan dalam proses manajemen.
c. Evaluasi/Penilaian
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen. Bertujuan
untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan dan
kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.
Melalui penilaian, pengelola dapat memperbaiki rencana yang lalu bila perlu,
ataupun membuat rencana program yang baru.
39
BAB IX
PENUTUP