Anda di halaman 1dari 10

1. Sebutkan dan jelaskan jenis jenis gangguan emosi/perasaan (mood dan afek) ?

Jawab :
Perasaan atau emosi adalah reaksi spontan manusia yang bila tidak diaksikan atau diikuti
perilaku maka tidak dapat dinilai baik buruknya. Emosi atau perasaan yang pervasif dan
menetap yang mewarnai persepsi seseorang terhadap dunia dan sekelilingnya. Perasaan
dapat berupa perasaan atau emosi normal (adekuat/eutimik) dapat pula perasaan positif
(gembira, senang, bangga, cinta, kagum, gembira, euphoria, dan lain-lain.) dan perasaan
atau emosi negative (takut, khawatir, curiga, sedih, marah, grieft, mourning, depresi,
kecewa, bersalah, jenuh, cemas, takut, curiga, aleksitimia, anhedonia ( kehilangan rasa
senang atau tidak dapat merasakan kesenangan), kosong, terhina, dan lain-lain). Dapat
dinilai kualitasnya, kedalaman atau intensitasnya, lamanya, reaktivitasnya/iritabilitasnya,
fluktuasi atau kestabilannya, pengontrolan (labil), keserasiannya dengan isi pikiran,situasi
dan budaya, dapat/tidaknya memulai, mempertahankan dan mengakhiri respon emosinya
(terhambat/tumpul/datar) serta dapat atau tidak dapat dirabarasakan
(pemeriksa/pewawancara tidak dapat merasakan mood dan afek pasien).
a. Mood adalah perasaan, menyenangkan atau tidak seperti kebanggaan, kekecewaan,
kasih sayang, yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta
kurang disertai oleh komponen fisiologis. Kata sifat yang sering digunakan untuk
menggambarkan mood adalah depresi, kecewa, mudah marah, cemas, euforik,
kosong, bersalah, terpesona, sia-sia, merendahkan diri-sendiri, ketakutan,
membingungkan. Mood dinilai meliputi kedalaman, intensitas, durasi, dan fluktuasi.
 Mood swing adalah peralihan suasana perasaan emosional seseorang diantara
periode elasi dan dan periode depresi.
 Disforia adalah suasana perasaan yang tidak nyaman, kondisi mood dimana
terdapat ketidakpuasan atau kegelisahan secara umum. Dapat dijumpai pada
depresi atau anxietas.
 Euthymia adalah mood dalam rentang normal, tidak ada mood yang depresi atau
meningkat.
 Expansife adalah ekspresi perasaan tanpa pengendalian, seringkali disertai
overestimasi (penilaian yang lebih tentang dirinya) betapa pentingnya atau
bermakananya ia. Dapat dijumpai pada manic dan waham kebesaran.
 Iritabel adalah keadaan dimana seseorang mudah tersinggung dan dibuat marah.
 Labil adalah peralihan dalam mood antara euphoria dan kesedihan atau anxietas
( tidak pada titik ekstrim).
 Elevasi adalah perasaan kepercyaan diri dan kesenangan ; mood yang lebih ceria
disbanding normal, tapi tidak harus patologis.
 Elasi adalah mood yang meliputi perasaan euphoria, kemenangan dan penuh
kepuasan diri atau optimism. Dapat dijumpai pada mania, dengan waham
kebesaran.
 Euphoria adaah perasaan yang berlebih-lebihan dan tidak sesuai dengan kenyataan,
dapat terjadi pada pasien dengan penggunaan obat seperti opiate, amfetamin dan
alcohol.
 Depresi adalah keadaan mental yang mempunyai ciri-ciri kesedihan, kesepian,
kekecewaan, rendah diri, dan menyalahkan diri.
 Alexitimia adalah ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau
menyadari emosi atau mood seseorang; elaborasi/perluasan dari fantasi yang
biasanya terjadi pada depresi, penyalahgunaan obat dan PTSD.
b. Afek adalah manifestasi mood atau perasaan yang di dalam ke luar dan disertai oleh
banyak kompenen fisiologis dan berlangsung relatif tidak lama (misalnya :ketakutan,
kecemasan, depresi dan kegembiraan) atau pengalaman emosi subjektif dan segera
yang melekat pad aide atau mewakili mental pasien, dapat pula diartikan sebagai
respon emosi saat ini tampak dari ekspresi wajah pasien. Afek dapat dinyatakan
dalam beberapa cara :
1) Dengan menyebutkan jenis emosi yang diutarkan dan dapat diamati : kemarahan,
kesedihan, elasi, dan lain-lain.
2) Dengan menyebutkan intensitas dan derajat emosi yang diekspresikan: datar,
tumpul, sempit atau luas, dangkal (shallow), inadequate. Aksi tersebut datar bila
tidak terdapat ekspresi perasaan, muka tidak berubah dan suara monoton
(emosional flatness). Afek tumpul bila ekspresi perasaan sangat kurang. Afek
sempit bila keadaan ekspresi perasaan berkurang tapi tidak seberat afek tumpul.
Afek luas adalah keadaan normal, yaitu bila semua perasaan dapat dieksprsikan
secara penuh.
3) Dengan menyebut keserasiannya. Dianggap tidak serasi (inappropriate), bila
terdapat ketidakcocokan yang nyata perasaan yang menyertai ide, pikiran atau
pembicaraan (tertawa pada waktu menceritakan bahwa semua orang dalam
sedang ketakutan. Dimana tampak bahwa emosi yang diperlihatkan tidak sesuai
dengan stimulus.
4) Dengan menyebut konsistensi perasaan. Dianggap labil bila terdapat perubahan
yang cepat antara beberapa keadaan perasaan yang berbeda (menangis, tertawa
atau marah).

Beberapa jenis-jenis afek adalah sebagai berikut:

 Luas : dapat menggambarkan keadaanya dengan baik dan sesuai, baik sedih
maupun senang.
 Terbatas (restricted) : penurunan dalam rentang dan intensitas ekspresi,
dimana kurang parah dibandingkan afek tumpul tetapi jelas menurun.
 Menyempit (constricted) : penurunan dalam rentang dan intensitas ekspresi,
dimana lebih menurun dari afek terbatas dan kurang parah dibandingka afek
tumpul.
 Tumpul : ekspresi emosi sangat menurun, gangguan pada afek yang di
manifestasikan dengan penurunan yang parah dalam intensitas suasana
perasaan: salah satu gejala fundamental skizofrenia.
 Datar : untuk mendiagnosisnya, secara nyata tidak ada tanda yang terlihat dari
ekspresi afektif; suara pasien monoton dan wajahnya imobil. Pasien kesulitan
untuk memulai, melanjutkan atau menghentikan respon emosional.

2. Gangguan mood dan afek sesuai dengan scenario ?


3. Jelaskan definisi, etiologi, patofisiologi dari gangguan mood afektif ?
 Definisi
Mood didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat pervasif dan
bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.
Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood yang
patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang merupakan
gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu, gangguan mood dikenal
dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood lebih disukai
karena mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap dari seseorang
sedangkan afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat itu. Gangguan
mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan gejala-gejala
yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang mempengaruhi
fungsi dan pola kehidupan sehari-hari.1 Pemeriksa dapat menilai suasana perasaan
pasien dari pernyataan yang disampaikan oleh pasien, dari ekspresi wajah,
perilaku motorik, atau bila perlu dapat ditanyakan kepada pasien tentang suasana
perasaan yang dialaminya.3
Afek merupakan respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai
lewat ekspresi wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuh pasien (bahasa
tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi sesaat, dapat bersesuaian dengan mood
maupun tidak. Penilaian terhadap afek dapat berupa afek normal, terbatas, tumpul,
atau mendatar.2 Gambaran afek normal dapat terlihat dari variasi ekspresi wajah,
intonasi suara, serta penggunaan tangan dan pergerakan tubuh. Ketika afek
menjadi terbatas, maka luas dan intensitas ekspresi pasien berkurang. Pada
gambaran afek vang menumpul, terlihal intensitas ekspresi emosi berkurang lebih
jauh. Afek mendatar ditandai dengan tidak adanya ekspresi aktif, intonasi bicara
monoton, dan ekspresi wajah datar. Tumpul, datar, dan terbatas digunakan untuk
menggambarkan kedalaman emosi, sedangkan depresi, bangga, marah, ketakutan,
cemas, rasa bersalah, euforia, dan ekspansif digunakan untuk menunjukkan suatu
gambaran afek tertentu.

 Epidemiologi
Gangguan depresi mayor (berat) adalah tipe yang paling umum dari
gangguan mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevelensi semasa
hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk
pria.
a. Jenis Kelamin
Pada pengamatan yang hampir universal, terlepas dari kultur atau negara,
terdapat prevelensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih beasr pada
wanita dibandingkan laki-laki. Meski perbedaan hormonal atau atau
perbedaan biologis lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan
berpengaruh, namun sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh
American Psychological Association (APA) menyatakan bahawa perbedaan
gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stress yang
diahdapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Perbedaan dalam gaya
mengatasi masalah juga dapat membantu menjelaskan mengenai lebih
besarnya wanita untuk terkena depresi.
b. Usia
Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun;
50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20-50 tahun. Gangguan
depresif berat juga mungkin memiliki onset selama masa anak-anak atau pada
lanjut usia, walaupun Universitas Sumatera Utara 9 hal tersebut jarang terjadi.
Beberapa data epidemiologis akhir akhir ini menyatakan bahawa insiden
gangguan depresif berat meningkat pada orang-orang berusia kurang dari 30
tahun. Jika pengamatan tersebut benar, hal tersebut mungkin berhubungan
dengan meningkatnya penggunaan alcohol dan zat lain pada kelompok usia
tersebut.
c. Ras
Prevelensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain. Tetapi,
klinisi cenderung kurang mendiagnosa gangguan moral dan terlalu
mendiagnosa skizofrenia pada pasien yang mempunyai latar belakang rasial
yang berbeda dengan dirinya.
d. Status Perkawinan
Pada umunya, gangguan depresif berat terjadi pada orang yang tidak
memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau yang
berpisah.
e. Pertimbangan Sosioekonomi
Tidak ditemukan adanya korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan
depresif berat. Namun sumber lain menyatakan orang dengan taraf
sosioekonomi yang lebih rendah memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding
mereka dengan taraf yang lebih baik untuk menderita depresi.
 Etiologi
1. Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang
penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi
biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan
komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat
yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,
kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat
menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat
menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat
memicu mania.4

Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering


dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit
serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan
antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan
kembali serotonin. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam
menyebabkan depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun
pada depresi dan meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar
dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan
dopamin seperti parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang
meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion
menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan
hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi.Obat-obatan
yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan
memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-
dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium
channel blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu
regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat
menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia
pembuluh darah.5

Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti


vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua
(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan
regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan
mood.Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan
fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis,
disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal
terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami
penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin,
penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron pada laki-
laki.Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah
mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan
gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan
kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.1

Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat


sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki
memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih
jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI
juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki
nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak
literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area
korteks frontalis pada pasien depresi berat.Hipotesis menyatakan gangguan
mood melibatkan patologis pada sistem limbik, ganglia basalis, dan
hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbik terutama pada
hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala depresif.
Disfungsi pada hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu
makan, dan perilaku seksual pada pasien dengan depresi.1
2. Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki
resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada
umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota
keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi, namun
diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya
depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan depresi
ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda dibanding individu yang
lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri Virginia
Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70%
karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat
langsung dari depresi berat.4
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen
reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase
yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di
kromosom 11.1 Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait
lokus dekat sentromer pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada
kromosom 21q22.3. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan bipolar
namun gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi faktor
keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7
3. Faktor Psikososial
Dalam mengulas kontribusi genetik terhadap penyebab depresi dapat
dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada
pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik
untuk masing-masing individu.
a. Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-
orang yang dimintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup
menganggur, sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan hubungan,
kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko
berkembangnya gangguan mood atau kambuhnya sebuah gangguan mood,
terutama depresi mayor. Dan pada orang-orang dengan depresi mayor ini
sering kali kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah interpersonal dengan teman, teman kerja atau
supervisor.
b. Teori Humanistic
Menurut teori ini, seseorang menjadi depresi saat mereka tidak dapat
mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat
pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian
dunia dianggap sebagai tempat yang menjemukan.
c. Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat
atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam
kehidupannya (baik sesuai kenyataan maupun tidak).
d. Negative Cognitive Styles
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang difokuskan
secara negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian terdekatnya,
dan masa depannya. Di mana menurut Beck, penderita depresi
memandang yang terburuk dari segala hal. Bagi mereka, kemunduran
terkevil sekalipun merupakan bencana besar.
 Patofisiologi
Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Konsisten dengan model diatesis-stres, depresi dapat merefleksikan
antara faktor-faktor biologis (seperti faktor genetis, ketidakteraturan neurotransmitter,
atau abnormalitas otak), faktor psikologis (seperti distorsi kognitif atau
ketidakberdayaan yang dipelajari), serta stressor sosial dan lingkungan (sepreti
perceraian atau kehilangan pekerjaan).
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan
adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun tidak semua orang
mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbulah
keluhan – keluhan antara lain stres, cemas dan depresi.

Anda mungkin juga menyukai