Anda di halaman 1dari 79

PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN TERHADAP

MUTU FISIK DAN KIMIA BREM PADAT SUBTITUSI TEPUNG


UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus B)

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

WHINNY WIBAWATI PERTIWI

NIM 13.047

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

PUTRA INDONESIA MALANG

JULI 2016
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN TERHADAP

MUTU FISIK DAN KIMIA BREM PADAT SUBTITUSI TEPUNG

UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus B)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada

Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang

untuk memenuhi salah satu persyaratan

Dalam menyelesaikan program D-3

Bidang Analis Farmasi dan Makanan

OLEH

WHINNY WIBAWATI PERTIWI

NIM 13.047

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN


PUTRA INDONESIA MALANG
JULI 2016
ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan

saya,

NAMA : WHINNY WIBAWATI PERTIWI

NIM :13.047

Didalam Naskah Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah

diajukan orang lain untuk memperoleh gelar akademik disuatu Perguruan Tinggi, dan

tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain

dan disebutkan dalam sumber kutipan dan pustaka.

Apabila ternyata didalam naskah KTI ini dapat dibuktikan terdapat unsur-

unsur PLAGIASI, saya bersedia KTI ini digugurkan dengan gelar akademik yang

telah saya peroleh (A.Md.,Si) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. (UU NO 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan

pasal 70 )

Malang, 21 Juli 2016

Whinny Wibawati Pertiwi


HALAMAN PERSEMBAHAN

“Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seturut kehendak-Mu”

Setiap saat dan setiap waktu yang saya jalani, saya percaya bahwa semua adalah
rencana indah dari Tuhan Yesus Kristus , begitu juga pada saat pengerjaan Tugas Akhir
ini, untuk itu saya mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan berterimaksih
kepada :

1. My dearest and beloved parents Bapak Dwi Kusto Budoyo & Ibu Sedyo Setyaringsih Wilujeng,
who never e tired for ving me support dan terimakasih sudah selalu mendengarkan keluh-
keluhan dan tangisan selama mengerjakan Tugas Akhir, terimakasih buat penghiburan,
dukungan dan motivasi yang selalu menenangkan hatiku dan selalu mebuatku tegar serta
bersemangat mengerjakan tugas akhir ini. Tuhan Yesus memberkati My dearest and beloved
parents.
2. Buat saudara-saudara perempuanku Karisma Pertiwi dan Adinda Kusuma Pertiwi yang selalu
menanyakan kapan lulus dan kapan wisuda walau hanya sekedar numpang lewat tapi itu
menjadi motivasi dalam penyelesaian Tugas Akhir. Mutiara tiada tara adalah keluarga
3. Ibu Dyah Ratna Wulan M.Si selaku pembimbing terimkasih atas segala bimbingan, masukkan,
waktu dan arahanya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini
4. Buat teman teman seperjuangan terutama anak-anak ”AKAFARMA B” kapan kita maen
kepantai bareng lagi ? berkumpuul bersama kalian membuat tiap detik penuh dengan tawa
lepas dan kalian yang menjadi keluargaku di Putra Indonesia Malang ini. Dunia semakin
berkesan mengenal kalian dalam menempuh perkuliahan bersama.
5. Buat tempat curhat sejatiku, Merry J Margareta, terimkasih sudah mau menjadi tong
sampah ceritaku, hehe. Kamu mau dengar keluh kesahku dan motivasi, jangna jenuh ya
menerima ceritaku. Lanjutkan perjuanganmu !!
6. The last but not the least semua pihak yang saya kenal namun tak bisa disebutkan satu
persatu. Terimakasih buat semuanya, senang mengenal dan mempunyai teman seperti kalian.
7. Dosen pengajar Putra Indonesia Malang, khususnya dosen AKAFARMA terimkash telah bersedia
membagikan ilmunya kepada saya selama menimba ilmu di Putra Indoonesia Malang.
Semoga pihak yang telah membantu penulis mendapatkan berkat dan anugerah
yang lebih indah dari Tuhan Yesus Kristus
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN TERHADAP MUTU FISIK DAN
KIMIA BREM PADAT SUBTITUSI TEPUNG UMBI SUWEG (Amorphophallus
campanulatus B)

RELATIONSHIP OF SOLID BREM SUBTITUTION SUWEG TUBER FLOUR


(Amorphophallus campanulatus B) QUALITY CHARACTERISTIC TO
MALTODEXTRIN CONCENTRATION

ABSTRAK
Brem, makanan tradisional Indonesia dari fermentasi beras ketan. Untuk mengatasi
terbatasnya beras ketan, digunakan umbi suweg karena kandungan amilopektin yang tinggi.
Amilopektin yang tinggi memperpadat tekstur brem. Untuk memperoleh mutu brem sesuai
SNI, ditambahkan maltodekstrin agar brem lebih padat. Tujuan penelitian ini mengetahui
pengaruh penambahan maltodekstrin (2,5% 5% 7,5%) terhadap mutu fisika dan kimia brem
padat subtitusi tepung umbi suweg 15%. Dari penelitian diperoleh brem dengan organoleptis
warna coklat, padat, rasa manis sedikit asam, aroma khas brem, persentase (b/b) rendemen
hasil fermentasi sebesar 37,73% ± 0,8. Hasil penelitian brem padat dengan penambahan
maltodekstrin 2,5%, 5%, 7,5% secara berturut-turut didapatkan kadar air sebesar 13,27% ±
0,42, 11,12% ± 1,01, 10,76% ± 0,2, derajat asam sebesar 0,036% ± 0,00109, 0,032% ±
0,00069, 0,03% ± 0.00063, bagian tak larut dalam air sebesar 7,58% ± 0,11, 7,75% ± 0,09,
7,96% ± 0,19. Brem padat subtitusi tepung umbi suweg dengan penambahan maltodekstrin
memenuhi standart SNI, kecuali bagian tak larut dalam air. Penambahan maltodekstrin
berpengaruh kuat terhadap mutu fisik dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi suweg.
Perlu dilakukan penelitian mengenai bahan dasar pati umbi suweg (tepung umbi suweg yang
telah dihilangkan seratnya) yang kadar abunya rendah, amilopektinnya tinggi dalam
pembuatan brem.
Kata Kunci : Brem Padat, Umbi Suweg, Maltodekstrin, Mutu Fisika, Mutu Kimia.

ABSTRACT

Brem is a traditional Indonesian food from fermented glutinous rice. Supplies of glutinous
rice are limited. To overcome this problem, suweg tuber were used. Amylopectin of suweg
tuber are approaching glutinous rice. High amylopectin create a dense texture of Brem. To
obtain good quality Brem, maltodextrin is added as a hardener. The aim of this study is
determine the effect of maltodextrin (2.5% to 5% to 7.5%) on the physical quality and
chemical quality of solid Brem substitution tuber suweg flour 15%. Brem obtained from
studies with oraganoleptis brown, solid, slightly sour sweet taste, distinctive aroma Brem, the
percentage (w / w) yield fermented by 37.73% ± 0.8. Brem solid with the addition of
maltodextrin concentration of 2.5%, 5%, 7.5% obtained water content of 13.27% ± 0.42,
11.12 ± 1.01%, 10.76% ± 0.2 respectively. The degree of acid at 0.036% ± 0,00109, 0.032%
± 0,00069, 0.03% ± 0,00063, a water-insoluble part of 7.58% ± 0.11, 0.09 ± 7.75%, 7.96% ±
0.19. Brem solid substitution suweg tuber flour with the addition of maltodextrin meets ISO
standards, except parameter part insoluble in water. The addition of maltodextrin strongly
affected physical and chemical quality of solid Brem substitution tuber suweg flour. For the
future research, materials that have low ash content and high amylopectin as subtituen in
making Brem was needed.

Keywords: Solid Brem, Tuber suweg, Maltodextrin, Quality of Physical, Chemistry Quality.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpah rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Maltodekstrin Terhadap Mutu Fisik dan Kimia terhadap brem padat
subtitusi tepung umbi suweg (Amorphophallus Campanulatus B)” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah persyaratan untuk
menyelesaikan program D III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra
Indonesia Malang.

Sehubungan dengan terselesaikanya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis


mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dra. Wigang Soelandjari selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan


Makanan Putra Indonesia Malang

2. Ibu Dyah Ratna Wulan, M.Si. selaku dosen pembimbing

3. Ibu Dr. Erna Susanti., M. biomed, Apt selaku dosen penguji I

4. Ibu Ayu Ristamaya Yusuf.A,Md.ST selaku dosen penguji II

5. Bapak dan ibu dosen Akafarma dan Akfar Putra Indonesia Malang beserta staf

6. Kedua orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat
serta motivasinya

7. Teman-teman mahasiswa Akafarma maupun Akfar dan semua pihak yan


langsung maupun tidak langsung telah memberiikan bantuan dan bimbingan,
serta arahan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai
beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan sara akan sangat diharapkan.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.

Malang, Juli 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. viii

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
1.4 Ruang Lingkup .................................................................................................... 3
1.5 Definisi Istilah ..................................................................................................... 3
BAB II ........................................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 4

2.1 Brem .................................................................................................................... 4


2.1.1 Pembuatan Brem Padat ................................................................................ 6

2.2 Beras Ketan Putih................................................................................................ 7


2.3 Umbi Suweg ........................................................................................................ 9
2.3.1 morfologi dan klasifikasi umbi suweg ......................................................... 9

2.3.2 Kandungan Gizi Umbi Suweg ................................................................... 11

2.3.3 Manfaat Suweg........................................................................................... 12

2.4 Tepung Umbi Suweg ........................................................................................ 12

iii
2.5 Tape ................................................................................................................... 13
2.5.1 Definisi Tape .............................................................................................. 13

2.5.2 Ragi Tape ................................................................................................... 14

2.5.3 Khamir Saccharomyces cerevisiae ............................................................. 16

2.6 Fermentasi ......................................................................................................... 18


2.6.1 Pengertian Fermentasi ................................................................................ 18

2.6.2 faktor faktor yang mempengaruhi fermentasi ............................................ 21

2.6.3 Perubahan Biokimia Selama Proses Fermentasi ........................................ 23

2.7 Maltodekstrin .................................................................................................... 24


2.8 Kadar Air........................................................................................................... 26
2.9 Organoleptis ...................................................................................................... 28
2.10 Derajat Asam ................................................................................................... 28
2.11 Bagian Tidak Larut Air ................................................................................... 29
2.12 Kerangka Konsep ............................................................................................ 29
2.13 Hipotesis.......................................................................................................... 31
BAB III ....................................................................................................................... 32

METODE PENELITIAN ............................................................................................ 32

3.1 Rancang Penelitian ............................................................................................ 32


3.2 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 32
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 33
3.3.1 Lokasi ......................................................................................................... 33

3.3.2 Waktu Penelitian ........................................................................................ 33

3.4 Definisi Operasional Variabel ........................................................................... 33


3.5 Alat dan Bahan .................................................................................................. 34
3.5.1 Bahan ......................................................................................................... 34

iv
3.5.2 Alat ............................................................................................................. 34

3.6 Pengumpulan Data ............................................................................................ 34


3.6.1 Pembuatan Brem Padat .............................................................................. 34

3.6.2 Pengujian Kadar Air ................................................................................... 36

3.6.3 Pengujian Rendemen .................................................................................. 37

3.6.4 Pengujian Derajat Asam ............................................................................. 37

3.6.5 Pengujian Bagian Tak Larut dalam Air ..................................................... 37

3.7 Analisa Data ...................................................................................................... 38


BAB IV ....................................................................................................................... 39

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................................... 39

4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................. 39


4.1.1 Determinasi Umbi Suweg .......................................................................... 39

4.1.2 Pembuatan Tepung Umbi Suweg ............................................................... 39

4.1.3 Identifkasi Maltodekstrin ........................................................................... 40

4.1.4 Hasil Pembuatan Brem Padat ..................................................................... 40

4.1.5 Hasil Rendemen Brem Padat ..................................................................... 42

4.1.6 Hasil Pengujian Kadar Air Brem Padat ..................................................... 43

4.1.7 Hasil Pengujian Derajat Asam Brem Padat ............................................... 46

4.1.8 Hasil Pengujian Bagian Tak Larut Dalam Air ........................................... 47

BAB V......................................................................................................................... 50

PENUTUP ................................................................................................................... 50

5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 50


5.2 Saran .................................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 51

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Standart Mutu Brem Padat Indonesia dalam SNI nomor 0369-90 .............. 5

Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Beras Ketan ....................................................................... 9

Tabel 2. 3 Kandungan Gizi Umbi Suweg dalam 100 gram ........................................ 11

Tabel 4. 1 Hasil analisis organoleptis brem padat....................................................... 40

Tabel 4. 2 Hasil analiss rendemen brem padat subtitusi 15 % tepung umbi suweg
dengan variasi maltodekstrin....................................................................................... 42

Tabel 4. 3 hasil analisis kadar air pada brem padat subtitusi tepung umbi suweg
dengan variasi kosentrasi matodekstrin ...................................................................... 44

Tabel 4. 4 Hasil analisis derajat asam pada brem padat subtitusi tepung umbi suweg
dengan variasi konsentrasi maltodekstrin. .................................................................. 46

Tabel 4. 5 Hasil analisis bagan tak larut dalam air pada brem padat subtitusi tepung
umbi suweg ................................................................................................................. 48

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Struktur Amylopectin ............................................................................... 8

Gambar 2. 2 Proses Fermentasi ................................................................................... 15

Gambar 2. 3 Proses Fermentasi Alkohol..................................................................... 16

Gambar 4. 1 Grafik Pengaruh Penambahan Maltodekstrin terhadap Kadar Air......... 45

Gambar 4. 2 Grafik Pengaruh Penambahan Maltodektrin terhadap Derajat Asam .... 46

Gambar 4. 3 Grafik Pengaruh Penambahan Maltodektrin terhadap Bagian Tak Larut


Dalam Air .................................................................................................................... 49

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan KTI ............................ Error! Bookmark not defined.5

Lampiran 2. Determinasi Umbi Suweg....................................................................... 56

Lampiran 3. Proses Pembuatan Brem Padat ............................................................... 57

Lampiran 4. Produk Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi Suweg. ............................. 58

Lampiran 5. Hasil Analisa Derajat asam..................................................................... 59

Lampiran 6. Hasil Analisa Kadar Air ......................................................................... 63

Lampiran 7. Hasil Analisa Bagian Tak Larut Dalam Air ........................................... 64

Lampiran 8. Dokumentasi ........................................................................................... 65

viii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Brem merupakan salah satu makanan tradisional hasil fermentasi yang enak dan

bergizi yang banyak di usahakan di Madiun dan Wonogiri, brem mempunyai warna

putih, tekstur tidak lembek, kering dan mudah hancur dimulut. Ada 2 macam brem

yang kita kenal yaitu brem padat dan brem cair atau brem Bali (Susanto dan Saneto,

1994)

Brem padat adalah suatu produk hasil fermentasi dari ketan oleh kamir yang

dikeraskan. Brem dapat bermanfaat untuk kesehatan kulit, sebagai makanan

suplement alternatif, dapat menghangatkan badan dan meningkatkan nafsu makan

(Anonymous, 2003)

Sampai pada saat ini, umumnya bahan yang digunakan untuk membuat brem

padat adalah beras ketan. Beras ketan merupakan salah satu varietas padi yang

memiliki kandungan amilopektin yang sangat tinggi yaitu 99,7% dan bersifat tidak

mengembang dalam air dingin (Kadan et all, 1997) akan tetapi, harga beras ketan saat

ini cukup mahal dan permintaan beras ketan semakin meningkat. Data produksi beras

ketan putih di Jawa Timur menunjukkan adanya penurunan angka dari 331.900.

1
2

ton pada tahun 2000 menjadi 304.664 ton pada tahun 2001 (Anonmymous, 2001).

Usaha penganekaragaman pangan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah

ketergantungan pada satu jenis bahan pangan saja. untuk mengatasi masalah tersebut

perlu dicari alternatif lain pembuatan brem padat dengan bahan baku lain, namun

kualitas yang dihasilkan tetap tinggi.

Beberapa penelitian tentang bahan pengganti beras ketan telah dilakukan pada

umbi kayu yang memiliki kandungan amilopektin sebesar 34,7 % (Pinus lingga dkk,

1992) sedangkan kandungan amilopektin pada tepung umbi suweg sebesar 75,5 %

(Faridah 2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa umbi suweg memiliki

kandungan karbohidrat sebesar 83,18 % ( Faridah, 2005). Selain kadungan

karbohidrat yang tinggi, umbi suweg juga mempunyai kadar serat sebesar 5,23 %,

kandungan lemak pada tepung ubi suweg rendah yaitu sebesar 0,28 % ( Faridah,

2005)

Brem yang dari berasal umbi umbian tidak dapat menghasilkan tekstur yang padat

sehingga, pada saat pembuatan brem perlu dilakukan penambahan maltodekstrin

supaya didapatkan tekstur brem yang padat.

Maltodekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisa pati menggunakan

asam atau enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, malatosa, polisakarida dan

dekstrin (Deman, 1993)

Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan pembuatan brem padat dari tepung

umbi suweg dengan penambahan maltodesktrin untuk mencari alternatif penggunaan

beras ketan sebagai bahan utama dalam pembuatan brem padat.


3

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah pengaruh penambahan maltodekstrin terhadap rendemen, mutu

fisik (organoleptis, kadar air, bagian tak larut dalam air) dan kimia (derajat asam)

brem padat subtitusi tepung umbi suweg.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh penambahan maltodekstrin terhadap mutu fisik dan kimia

brem padat subtitusi tepung umbi uweg.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi determinasi umbi suweg, pembuatan

tepung umbi suweg menggunakan pengeringan oven, pembuatan brem padat tepung

umbi suweg menggunakan ragi sccharomyces ceriviseae dengan penambahan

maltodeskstrin (2,5%, 5%, 7,5%). Brem padat subtitusi tepung umbi suweg dihitung

rendemennya dan diuji mutu fisik dan kimia yang meliputi organoleptis, kadar air,

bagian yang tak larut dalam air dan derajat asam.

1.5 Definisi Istilah


Adapun definisi istilah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Brem adalah salah satu makanan tradisional hasil fermentasi dari ketan oleh

khamir yang dikeraskan.

2. Umbi suweg adalah tanaman yang menghasilkan sumber karbohidrat

alternatif selain serealia.


4

3. Maltodekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisa pati menggunakan

asam atau enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, maltosa, polisakarida

dan dektrin.

4. Brem padat subtitusi tepung umbi suweg adalah brem yang dibuat dengan

mencampurkan beras ketan 85% dan tepung umbi suweg 15 %.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Brem
Brem adalah salah satu makanan yang memanfaatkan bioteknologi konvensional

yaitu fermentasi. Pada proses fermentasi brem berlangsung dua tahap, yaitu

fermentasi gula dan tahap fermentasi alkohol. Pada fermentasi gula terjadi pemecahan

zat pati dalam bahan oleh amilase, yaitu enzim pemecah pati yang diproduksi oleh

mikroorganisme dalam ragi, membentuk gula-gula sederhana (glukosa). (Anonim,

2012)

Berdasarkan cara pembuatannya dikenal dua jenis brem, yaitu brem cair dan brem

padat. Brem padat berwarna putih sampai kecoklatan dengan rasa manis keasaman

yang merupakan hasil pemasakan atau pengeringan sari pati tapai, sedang brem cair

yang populer dengan sebutan brem Bali merupakan jenis minuman yang rasanya

manis, sedikit asam, dan berwarna merah dengan kandungan alkohol 3-

10%.(Anonim, 2012)

Dalam fermentasi alkohol dan gula-gula sederhana tersebut dipecah menjadi

alkohol dan gas karbondioksida. Agar fermentasi dapat berlangsung biasanya bahan

ditutup supaya kedap udara karena proses ini harus dilakukan tanpa kontak dengan

udara (oksigen). Fermentasi berlangsung tidak spontan, artinya dapat berlangsung

dengan penambahan ragi (starter) pada bahan baku. (Anonim, 2012)

4
5

Brem padat merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang banyak

diusahakan di Jawa Timur dan Tawa Tengah, khususnya di Caruban (Madiun) dan

Wonogiri. Brem padat adalah makanan tradisional yang terbuat dari cairan hasil

fermentasi tape beras ketan putih atau beras ketan hitam. Tape beras tersebut

selanjutnya dikentalkan dengan pemanasan, kemudian ditambahkan dengan starter

brem padat, lalu didinginkan menjadi padat (Evyrosita,1999)

Brem padat adalah suatu produk hasil fermentasi dari ketan oleh kamir ynag

dikeraskan. Brem padat memiliki rasa manis atau manis keasaman, tesktur padat,

kering tidak lembek, warna putih kekuningan sampai kuning kecoklatan serta mudah

hancur dalam mulut. Brem padat banyak dibuat di daerah Jawa Tengah dan Jawa

Timur seperti Boyolali, Wonogiri, Caruban dan Madiun. Bentuk brem padat yang

paling umum diperjual-belikan adalah bentuk persegi empat (kotak) atau bulat pipih

(Astawan dan Mita, 1991).

Tabel 2. 1 Standart Mutu Brem Padat Indonesia dalam SNI nomor 0369-90

No Karakteristik Syarat
1. Bau, warna, rasa Khas
2. Kadar air Maksimum 16 %
3. Kadar abu Maksimum 0,5 %
4. Jumlah karbohidart di hitung sebagai pati 60-70 %
5. Pemanis buatan Tidak ternyata
6. Derajat asam Maksimum 15 %
7. Bagian tak larut dalam air Maksimum 1%
8. Logam berbahaya Tidak ternyata
6

2.1.1 Pembuatan Brem Padat

Menurut Setyorini (2003), tahapan pembuatan brem padat dapat diuraikan sebagai

berikut :

1. pencucian dan perendaman

pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada

bahan baku sedangakan perendaman berperan dalam hidrasi molekul pati

untuk memudahkan proses gelatinisasi.

2. pengukusan

Proses pengukusan digunakan untuk mensterilkan bahan baku sehingga dapat

mengontrol tahap fermentasi lebih baik pengukusan dilakukan selama 30

menit.

3. peragian dan fermentasi.

Setelah dingin tepung umbi suweg seberat 1 kg diinokulasi dengan ragi 0,5 %.

Tepung umbi suweg yang telah diinokulasi dimasukkan kedalam wadah yang

tetutup dan dibiarkan selama 7 hari pada suhu ruang.

4. pengepresan dan pemekatan

pengepresan dimaksudkan untuk mendapatkan air atau sari tape. Pengepresan

dilakukan secara perlahan-lahan sehingga filtrat yang keluar akan lebih

banyak. Menurut (susanto dan saneti 1994), ekstraksi cairan tape dengan cara

pengepresan ditujukan untuk mendapatkan cairan tape sebanyak banyaknya.

Pemekatan bertujuan untuk mengurangi sebagian air yang ada. Pemekatan


7

dilakukan dengan cara pemanasan sampai didapatkan konsentrasi tertentu.

Proses pemekatan dilakukan dengan pemanasan pada suhu 900C selama 3

jam.

5. Pengadukan

Proses pengadukan untuk memperoleh kristal-kristal yang baik. Pengadukan

yang kuat pada larutan pekat akn menimbulkan kristal-kristal yang bertekstur

halus. Apabila larutan tersebut mencapai titik jenuh maka kristal akan

terbentuk karena adanya tenaga yang menyebabkan bergabungnya komponen-

komponen terlarut membentuk inti kristal.

2.2 Beras Ketan Putih


Ketan putih merupakan salah satu varietas padi yang termasuk dalam famili

Graminae. Butir beras sebagian besar terdiri dari zat pati (sekitar 80-85%) yang

terdapat dalam endosperma yang tersusun oleh granula-granula pati yang berukuran

3-10 milimikron. Beras ketan juga mengandung vitamin (terutama pada bagian

aleuron), mineral dan air. Komposisi kimiawi Beras Ketan Putih terdiri dari

Karbohidrat 79,4 % ; Protein 6,7 % ; Lemak 0,7 % ; Ca 0,012 % ; Fe 0,008 % ; P

0,148 % ; Vit B 0,0002 % dan Air 12.

Dari komposisi kimiawinya diketahui bahwa karbohidrat penyusun utama beras

ketan adalah pati. ketan (sticky rice) baik yang putih maupun merah/hitam, sudah

dikenal sejak dulu. Padi ketan memiliki kadar amilosa di bawah 1% pada pati
8

berasnya. Patinya didominasi oleh amilopektin dengan kadar 99,7 % (Kadan et al.,

1997), sehingga jika ditanak sangat lekat.

Gambar 2. 1 Struktur Amylopectin

Amilopektin adalah ikatan alpha glikosida. Disamping sebagian besar adalah

ikatan 1 ikatan 1-6, secara kimia terbukti bahwa amilopektin merupakan rantai yang

bercabang. Rantai utama memiliki rantai samping dan begitu pula dengan rantai

selanjutnya (Winarno,1995).

Menurut Steenis (1988), ketan adalah sejenis beras yang diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Graminales
Famili : Graminea
Genus : Oryza
Spesis : Oryza sativa L.
Varietas : Oryza sativa glutinosa
9

Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Beras Ketan


Komponen Jumlah

Kalori (Kal) 362,00


Protein (g) 6,70
Lemak (g) 0,70
Karbohidrat (g) 79,40
Kalsuim (mg) 12,00
Besi (mg) 0,80
Vitamin B1 (mg) 0,16
Air (g) 12,00

(Direktorat Gizi, 1981)

Kandungan karbohidrat beras ketan sangat tinggi dibanding protein, lemak dan

vitamin. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik

bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Zat makanan utama yang

terkandung dalam beras ketan adalah pati. Pati merupakan homopolimer glukosa dan

ikatan glikosida.

2.3 Umbi Suweg

2.3.1 Morfologi dan Klasifikasi Umbi Suweg


Klasifikasi umbi suweg
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan)
10

Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus campanulatus Bl
Suweg (Amorphophallus campanulatus B) merupakan tanaman herba yang mulai

bertunas di awal musim kemarau dan pada akhir tahun di musim kemarau umbinya

bisa dipanen (Kasno, dkk., 2009). Umbi suweg mengandung pati tinggi yaitu 18,44%

(Utomo dan Antarlina, 1997). Ukuran umbi suweg bisa mencapai diameter lebar 40

cm. Bentuknya bundar agak pipih. Diameter tinggi umbi bisa mencapai 30 cm.

Seluruh permukaan kulit suweg penuh dengan bintil-bintil dan tonjolan yang

sebenarnya merupakan anak umbi dan tunas. Sedangkan di bagian atas tepat di

tengah-tengah lingkaran umbi, terletak tunas utamanya. Bobot umbi suweg bisa

mencapai 10 Kg lebih (Anonymous, 2010). Menurut Lingga (1992), komposisi zat

gizi masing-masing varietas berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh umur

tanam dan keadaan tanah tempat tumbuhnya.

Suweg mempunyai prospek untuk produk tepung umbi maupun tepung pati. Sifat

fisikokimia suweg mempunyai amilosa rendah (24,5%) dan amilopektin tinggi

(75,5%) (Wankhede dan Sajjan, 1981). Implikasi hasil penelitian untuk menggali

potensi sumber karbohidrat sebagai tepung komposit ataupun sebagai bahan industri

perpatian (Richana dan Sunarti, 2009). Menurut Tjokroadikoesoemo (1986),

perbandingan antara amilosa dan amilopektin sangat bervariasi, bergantung pada

jenis tumbuh-tumbuhan penghasilnya.

Komponen lainnya dari umbi suweg yang perlu mendapatkan perhatian dalam

penanganannya adalah kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi suweg
11

dapat menyebabkan rasa gatal. Kristal kalsium oksalat merupakan produk buangan

dari metabolisme sel yang sudah tidak digunakan lagi oleh tanaman (Nugroho, 2000).

Untuk menghilangkan kalsium oksalat maka perlu di tambahkan jeruk nipis 1%-

Kapur sirih selain itu juga untuk menghindari warna coklat pada umbi suweg.

2.3.2 Kandungan Gizi Umbi Suweg


Suweg sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Sehingga dapat

dibuat dalam bentuk makanan ringan, misalnya kue kering, kue traditional dan kue

modern. Komposisi utamanya adalah karbohidrat sekitar 80-85%. Setiap 100g suweg

mengandung protein 1,0 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 15,7 gram, kalsium 62

mg, besi 4,2 gram, thiamine 0,07 mg dan asam askorbat 5 mg. Suweg juga baik

dikonsumsi bagi penderita diabetes karena indek glisemik rendah yaitu 42. Bahan

pangan dengan indek glisemik rendah dapat menekan peningkatan kadar gula darah

penderita diabetes.(Wikipedia, 2009)

Tabel 2. 3 Kandungan Gizi Umbi Suweg dalam 100 gram


Zat gizi Jumlah

Kalori (Kal) 69

Protein (g) 1,0

Lemak (g) 0,1

Karbohidrat (g) 15,7

Kalsuim (mg) 62

Fosfor (mg) 41

Besi (mg) 4,2

Vitamin B1 (mg) 0,07

Air (g) 82

Sumber : Mariana cyti, 2010


12

2.3.3 Manfaat Suweg


Manfaat suweg sangat banyak terutama untuk industri dan kesehatan. Suweg

merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk

dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, tanaman ini juga mampu

menghasilkan tingkat panen tinggi. Cita rasanya netral sehingga mudah dipadu

padankan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan modern.

Suweg memiliki kadar serat tinggi akan tetapi rendah gula. Serat tinggi berfungsi

untuk memberikan pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit

seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi

dalam darah, kencing manis dan dapat dijadikan makanan alternatife pengganti nasi

bagi penderita diabetes. (Nurfari, 2012).

2.4 Tepung Umbi Suweg


Tepung suweg berbentuk butiran kecil, lembut, berwarna krem. Tepung suweg

beraroma lemah spesifik, berkadar air rendah. Memiliki sifat banyak mengikat air

sehingga membentuk adonan cenderung lembek. Pada hasil olahan cenderung

membentuk hasil olahan bertekstur keras. Tekstur keras disebabkan karena daging

umbi kering memiliki sifat padat dan keras, sehingga olahan kering cenderung

menjadi keras. (Purwantoyo, 2007:69). Kandungan air dalam suweg cukup tinggi

oleh karena itu dalam pembuatan tepung suweg mengalami penyusutan cukup

banyak. Rendemen tepung suweg sekitar 30%.

Tepung suweg dibuat dari gaplek suweg. Proses pembuatan tepung suweg dengan

cara pencucian dengan air bersih untuk menghilangkan tanah yang menempel pada
13

kulit. umbi suweg kemudian umbi suweg di kupas lalu diremdan dengan garam dapur

untuk menghilangan oksalat selama 30 menit. Sebanyak 5 Kg umbi suweg yang tidak

berlendir muali di sawut dan masukkan ke dalam mesin pres, setalah selesai

masukkan kedalam oven untuk menghilangkan kandunga air sehingga menjadi sawut

kering. Umbi suweg yang telah menjadi sawut kering kemudian di giling agar

menjadi tepung.

2.5 Tape

2.5.1 Definisi Tape


Tape adalah salah satu jenis makanan hasil proses fermentasi yang digemari oleh

sebagian besar masyarakat Indonesia karena cara membuatnya mudah, tidak

membutuhkan biaya yang besar dan berasa enak atau tidak kalah lezat dengan

makanan lain. Tape dapat dibuat dari ubi kayu (singkong), padipadian atau bahan lain

yang mengandung tepung (karbohidrat).

Menurut Winarno dkk (1984), suatu bahan disebut tape apabila bahan yang telah

diragikan berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasam-asaman dan berbau

alkohol. Hal ini disebabkan oleh kegiatan mikroba-mikroba tertentu yang dapat

menghasilkan enzim yang mampu merombak subtrat menjadi gula dan alkohol.

Kandungan alkohol (etanol) dalam tape sekitar 3 sampai 5 % dan pH sekitar 4

(Rahman, 1992).

Dalam proses pembuatan tape ada dua tahapan pengerjaan yang dilakukan untuk

mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi yaitu tahap persiapan dan tahap
14

pengolahan. Tahap persiapan merupakan tahap awal pada proses pembuatan tape

yaitu ubi jalar dibersihkan dan menyiapkan alat-alat serta bahan, seperti menyiapkan

alat penanak nasi untuk menanak ubi jalar. Sedangkan tahap pengolahan meliputi

pemasakan ubi jalar yang sudah dibersihkan, pemberian ragi dan proses

pefermentasian.

2.5.2 Ragi Tape


Menurut Dwidjoseputro (1997), kata “ragi” dipakai untuk menyebutkan adonan

atau ramuan yang digunakan dalam pembuatan berbagai makanan dan minuman

seperti tempe, oncom, tape, roti, anggur, brem dan sebagainya.

Ragi tape adalah suatu inokulum padat yang terbuat dari tepung beras dan bahan

tambahan lain serta mengandung mikroba dari jenis kapang, khamir dan bakteri yang

berfungsi sebagai stater fermentasi bagi subtrat yang kaya akan pati. Seperti ubi kayu,

ubi jalar dan umbi-umbi lainnya (Rialita, 2005).

Ragi mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi bahan

lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape merupakan

campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama secara sinergetik,

dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus Aspergillus yang dapat

menyederhanakan amilum, Saccharomyces, Candida, Hansenula yang dapat

menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya serta

bakteri (Acetobacter) yang menumpang untuk mengubah akohol menjadi asam cuka

(Dwidjoseputro, 1994).
15

Seperti penjelasan diatas bahwa genus–genus yang terdapat didalam ragi tape

mengandung enzim amilase, maltase dan zimase. Peranan enzim amilase dapat

mengubah amilum atau zat tepung menjadi maltosa, enzim maltase mengubah

maltosa manjadi glukosa, sedangkan enzim zimase mengubah glukosa menjadi

alkohol dan karbondioksida. Secara singkat proses fermentasi dapat ditulis sebagai

berikut (Tarigan 1988 dalam Utami 2003);

Gambar 2. 2 Proses Fermentasi

Susanto dan Saneto (1994) menyatakan bahwa pada proses fermentasi, jumlah

ragi yang digunakan sebanyak 0,5% dari berat bahan yang dipakai. Pemberian ragi

tidak boleh terlalu banyak namun juga tidak boleh terlalu sedikit karena akan

menyebabkan proses fermentasi tidak berjalan dengan sempurna bahkan gagal.

Sementara itu, untuk stater kultur murni dipakai pada dosis 108 cfu/g atau identik

dengan 0,3% ragi (Ardhana, 2000).


16

2.5.3 Khamir Saccharomyces Cerevisiae


Khamir termasuk golongan fungi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Anynomous, 2006):

Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Sub Phylum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Bangsa : Saccharomycetales
Suku : Saccharomycetaceae
Marga : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae

Khamir adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran antara 5 sampai 20

mikron, biasanya berukuran 5 sampai 10 kali lebih besar dari bakteri dan terdapat

berbagai macam bentuk dalam ragi. Ada yang berbentuk oval, bulat dan memanjang.

Khamir dapat tumbuh dalam media cair dan padat. Perbanyakan sel terjadi secara

aseksual dengan pembentukan tunas, suatu proses yang merupakan sifat khas dari

khamir. Suhu pertumbuhan optimal adalah 250C sampai 300C dengan kisaran pH

optimum 4 sampai 4,5 (Buckle dkk, 1987). Secara singkat proses fermentasi alkohol

(etanol) dapat ditulis sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :

Gambar 2. 3 Proses Fermentasi Alkohol


17

Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (1994) dalam Rokhmawati (2004),

menambahkan produksi etanol dengan subtrat gula oleh khamir Saccharomyces sp

merupakan proses fermentasi dengan kinetika sangat sederhana, karena hanya

melibatkan 1 fase pertumbuhan dan produksi, pada fase tersebut glukosa diubah

secara simultan menjadi biomassa etanol dan CO2.

Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting dalam

pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan yang

dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk makanan

terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk fortifikasi

makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang hingga saat ini

paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.

Saccharomyces cerevisiae sebagai salah satu galur yang paling umum digunakan

untuk fermentasi, karena bersifat fermentatife kuat dan anaerob fakultatif (mampu

hidup dengan atau tanpa oksigen), memiliki sifat yang stabil dan seragam, mampu

tumbuh dengan cepat saat proses fermentasi sehingga proses fermentasi berlangsung

dengan cepat pula serta mampu memproduksi alkohol dalam jumlah banyak. Alkohol

(etanol) yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pelarut selain air dan bahan

baku utama dalam laboratorium dan industri kimia (Buckle dkk, 1987).

Pada khamir yang bersifat fermentatif seperti Saccharomyces cerevisiae, 70%

dari glukosa didalam subtrat akan diubah menjadi karbondioksida dan alkohol,

sedangkan sisanya sebanyak 30% tanpa adanya nitrogen akan diubah menjadi produk
18

penyimpanan cadangan. Produk penyimpanan tersebut akan digunakan kembali

melalui fermentasi (endogenous) jika glukosa di dalam medium sudah habis. Dalam

Fardiaz (1992), Kluyver mengemukakan ada tiga ketentuan dasar dalam fermentasi

khamir, yaitu :

1. Jika suatu khamir tidak dapat menfermentasi D-glukosa, khamir tersebut tidak

dapat menfermentasi gula-gula lainnya

2. Jika suatu khamir dapat menfermentasi D-glukosa, khamir tersebut juga dapat

menfermentasi D-fruktosa dan D-mannosa, tetapi tidak selalu D-galaktosa

3. Jika suatu khamir menfermentasi maltosa, khamir tersebut tidak dapat

menfermentasi laktosa, demikian pula sebaliknya. Untuk ketentuan yang ketiga ini

ada beberapa kekecualian, misalnya Brettanomyces claussenii dapat

menfermentasi maltosa dan laktosa.

2.6 Fermentasi

2.6.1 Pengertian Fermentasi


Fermentasi merupakan salah satu jenis teknologi yang banyak digunakan untuk

meningkatkan nilai tambah suatu bahan (pertanian) menjadi produk yang lebih

bernilai dan berguna. Secara sederhana, fermentasi dapat diartikan sebagai

peningkatan nilai tambah suatu bahan melalui bantuan mikroba (seperti; jamur,

bakteri). Contohnya perubahan kacang kedelai menjadi tempe dengan bantuan jamur

Rhizopus oligosporus dan Rhizopus stonoliferus (Supardi dan Sukamto, 1999).


19

Fermentasi adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin “ferfere” yang berarti

mendidih. Istilah fermentasi digunakan untuk menggambarkan kondisi munculnya

gelembung-gelembung dari ekstrak buah yang disebabkan oleh keberadaan ragi

didalamnya (Lidya dan Djenar, 2000).

Menurut Buckle dkk (1987), fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan

pangan yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh mikroba atau sudah ada dalam

bahan pangan tersebut. Walaupun jumlah enzim dalam sel mikroba sangat sedikit

akan tetapi mempunyai kemampuan yang besar untuk melakukan perubahan kimia

yang diperlukan sel.

Winarno dkk (1984) menyatakan bahwa proses fermentasi dapat didefinisikan

sebagai proses pemecahan karbohidrat, asam amino dan lemak dengan bantuan

mikroba dan enzim tertentu yang dapat menghasilkan CO2 dan zat-zat lainnya.

Terjadinya proses fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan

sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut.

Perubahan-perubahan itu, seperti; kadar air, kadar pati, kadar alkohol, total asam dan

pH.

Kadar air sangat penting dalam bahan pangan karena berperan sebagai pelarut dan

bahan pereaksi dari beberapa komponen. Kadar air dalam bahan pangan akan berubah

sesuai dengan lingkungan dan pengolahannya, dalam hal ini sangat erat hubungannya

dengan daya awet bahan pangan tersebut (Purnomo, 1995).


20

Keuntungan dari bahan pangan atau makanan yang mengalami fermentasi

biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini tidak

hanya disebabkan oleh mikroba yang bersifat katabolik atau memecah komponen-

komponen kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah

dicerna, tetapi mikroba juga dapat mensintesa beberapa vitamin kompleks dan faktor-

faktor pertumbuhan badan lainnya, misalnya produksi dari beberapa vitamin seperti

riboflavin, vitamin B dan provitamin A. Selain itu, melalui proses fermentasi juga

dapat terjadi pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak

dapat dicerna oleh manusia, misalnya selulosa, hemiselulosa dan polimer-pelimernya.

Berdasarkan kebutuhan oksigen, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua,

diantaranya (Afrianti, 2005);

1. Fermentasi aerob adalah fermentasi yang prosesnya memerlukan oksigen karena

dengan adanya oksigen maka mikroba dapat mencerna glukosa menghasilkan

air, CO2 dan sejumlah energi.

2. Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak membutuhkan adanya oksigen

karena beberapa mikroba dapat mencerna bahan energi tanpa adanya oksigen.

Jadi hanya sebagian bahan energi yang dipecah. Mikroorganisme yang

melakukan fermentasi ini adalah yeast, beberapa jenis kapang dan bakteri.

Afrianti (2005) menambahkan bahwa dari macam-macam fermentasi di atas,

perlu diperhatikan pula perubahan yang terjadi secara mikrobiologi dalam makanan.

Adapun mikroba yang bersifat fermentatif dapat mengubah karbohidrat dan turunan-

turunannya menjadi alkohol, asam dan karbondioksida. Dilanjutkan mikroba


21

proteolitik dapat memecah protein dan komponen nitrogen lainnya sehingga

menghasilkan bau busuk yang tidak diinginkan, sedangkan mikroba lipolitik akan

menghidrolisa lemak, fosfolipid dan turunannya dengan menghasilkan bau tengik.

Bila alkohol dan asam yang dihasilkan mikroba cukup tinggi, maka pertumbuhan

mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat. Jadi pada prinsipnya, pengawetan

pangan dengan cara fermentasi adalah menumbuhkan atau mengaktifkan

pertumbuhan mikroba pembentuk alkohol dan asam serta menekan pertumbuhan

mikroba proteolitik dan lipolitik.

2.6.2 faktor faktor yang Mempengaruhi Fermentasi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi tape, antara

lain (Winarno dkk, 1984);

1. Macam Bahan atau Substrat

Subtrat digunakan mikroba sebagai sumber energi. Dalam proses fermentasi,

subtrat merupakan bagian yang essensial untuk dipecah menjadi senyawa-senyawa

sederhana. Menurut Kartika dkk (1992), bahan baku pembuatan tape dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Bahan baku yang mengandung sakarida sederhana, misalnya buah-buahan dan

gula tebu.

b. Bahan baku yang mengandung pati, misalnya biji-bijian, kentang dan umbi-

umbian. Secara umum, bahan baku yang mengandung pati digunakan sebagai

substrat dalam proses fermentasi alkoholik.

c. Bahan baku yang mengandung selulosa dan lignin.


22

2. Oksigen

Setiap mikroba membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda untuk pertumbuhan

atau membentuk sel-sel baru dan untuk proses fermentasi. Misalnya Saccharomyces

sp yang melakukan fermentasi terhadap gula jauhlebih cepat pada keadaan anaerobik,

akan tetapi mengalami pertumbuhan lebih baik pada keadaan aerobik sehingga

jumlahnya bertambah banyak.

3. Waktu Fermentasi

Waktu yang digunakan untuk proses fermentasi berkisar antara 1 sampai 6 hari.

4. Mikroba

Jumlah mikroba dalam hal ini adalah ragi tape yang optimal (proporsional dengan

jumlah substrat) akan menghasilkan tape yang baik. Menurut Susanto dan Saneto

(1994) pada proses fermentasi jumlah ragi yang digunakan sebanyak 0,5% dari berat

bahan yang dipakai. Menurut Desrosier (1988), ada tiga karakteristik yang harus

dimiliki oleh mikroba dalam proses fermentasi, sebagai berikut:

a. Mikroba harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu subtrat dan

lingkungan serta mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar

b. Memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis dan menghasilkan

enzim-enzim esensial dengan mudah dan jumlah besar

c. Memiliki kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan.


23

5. Temperatur

Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama

fermentasi. Suhu yang diberikan pada proses fermentasi tape adalah suhu ruang

sehingga sesuai dengan pertumbuhan semua mikroba yang bekerja pada proses

tersebut. Kebanyakan khamir mempunyai suhu optimum antara 250C- 300C.

2.6.3 Perubahan Biokimia Selama Proses Fermentasi


Dalam proses fermentasi terjadi perubahan-perubahan kimia dan fisik yang

mengubah rupa, bentuk dan flavor dari bahan aslinya. Perubahan-perubahan tersebut

dapat memperbaiki gizi dari produk dan mampu menghambat pertumbuhan mikroba

yang tidak diinginkan. Perubahan biokimia yang terjadi selama proses fermentasi tape

adalah sebagai berikut;

a. Hidrolisa Pati

Pati merupakan polimer karbohidrat yang dibentuk dari ratusan atau ribuan unit

glukosa sehingga membentuk rantai yang panjang dalam bentuk granula. Secara

umum, pati tersusun atas dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.

Amilosa merupakan polimer a-D-glukosa yang tersusun secara linier dengan ikatan

glukosidik a-1,4 dengan panjang rantai bervariasi antara 500-600 unit glukosa,

sedangkan amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai bercabang.

Ikatan pada rantai lurus adalah a-1,4 dan pada cabangnya adalah b-1,6 (Kimball,

1983). Proses fermentasi diawali dengan hidrolisa pati oleh enzim amilase yang

dihasilkan oleh kapang, khamir atau bakteri yang bersifat amilolitik. Enzim pemecah

karbohidrat terbagi tiga golongan yaitu; a-amilase, b-amilase dan amiloglukosidase


24

b. Fermentasi Gula Menjadi Alkohol

Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2 adalah enzim

komplek yang disebut Zimase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae

(Fardiaz, 1992). Proses ini terus berlangsung dan akan terhenti jika kadar etanol

sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh sel-sel khamir. Tingginya

kandungan alkohol akan menghambat pertumbuhan khamir dan hanya mikroba yang

toleran terhadap alkohol yang dapat tumbuh (Ketchum, 1988 dalam Hambali 2001).

c. Pembentukan Asam

Jika proses fermentasi tape terus berlanjut maka terbentuk asam asetat karena

adanya bakteri Acetobacter yang sering terdapat pada ragi yang bersifat oksidatif.

Metanol yang dihasilkan dari penguraian glukosa akan dipecah oleh Acetobacter

menjadi asam asetat, asam piruvat dan asam laktat. Buckle (1987), menyatakan

bahwa asam piruvat adalah produk antara yang terbentuk pada hidrolisa gula menjadi

etanol. Asam piruvat dapat diubah menjadi etanol dan asam laktat.

2.7 Maltodekstrin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit

α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE

kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Anonim,

2008). Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida, dan

dekstrin (Deman, 1993).


25

Maltodekstrin biasanya dideskripsikan oleh DE (Dextrose Equivalent).

Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, sedangkan

maltodekstrin dengan DE tinggi cenderung menyerap air (higroskopis) Maltodekstrin

pada dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari

campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah

kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah

kecil oligosakarida berantai panjang. Nilai DE maltodekstrin berkisar antara 3 – 20

(Blancard, 1995).

Maltodekstrin merupakan produk dari modifikasi pati salah satunya singkong

(tapioka). Maltodekstrin sangat banyak aplikasinya, seperti halnya pati maltodekstrin

merupakan bahan pengental sekaligus dapat sebagai emulsifier. Kelebihan

maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah melarut pada air dingin.

Aplikasinya penggunaan 17 maltodekstrin contohnya pada minuman susu bubuk,

minunan berenergi (energen) dan minuman prebiotik (Anonim, 2008)

Aplikasi maltodekstrin pada produk pangan (Blancard, 1995) antara lain pada:

1. Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding

capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk

beku.

2. Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak

meningkatkan kemanisan produk seperti gula.


26

3. Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai pengganti

gula atau lemak.

Sifat – sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat,

memiliki sifat daya larut yang tinggi maupun membentuk film, membentuk sifat

higroskopis yang rendah, mampu membentuk body, sifat browning yang rendah,

mampu menghambar kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat. Maltodekstrin

merupakan salah satu jenis bahan pengganti lemak berbasis karbohidrat yang dapat

diaplikasikan pada produk frozen dessertseperti es krim, yang berfungsi membentuk

padatan, meningkatkan viskositas, tekstur, dan kekentalan (Blancard, 1995).

2.8 Kadar Air


Kadar air adalah persentasekandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan

berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar

air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan

kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid,

1993).

Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan basah.

Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu

tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang

terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan (Kusumah, dan

Andarwulan, 1989). Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam

bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang

sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
27

tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut

menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi

mengakibatkanmudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,

sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Air ada yang berbentuk bebas, ada pula yang terikat baik didalam matriks bahan

maupun didalam jaringannya. Air yang berbentuk bebas sangat mudah menguap

karena biasanya terdapat pada permukaan bahan pangan. Kadar air perlu diukur untuk

menentukan umur simpan suatu bahan pangan. Dengan demikian, suatu produsen

makanan olahan dapat langsung mengetahui umur simpan produknya tanpa harus

menunggu sampai produknya busuk.

Beberapa cara untuk menetapkan kadar air suatu bahan makanan misalnya dengan

metode pemanasan langsung dan dengan metode destilasi (Azeotroph). Metode

destilasi menggunakan pelarut yang tidak bercampur dalam air dan mempunyai titik

didih sedikit diatas titik didih air, sehingga ketika dilakukan destilasi, air akan

terkumpul dan jatuh dalam tabung Aufhauser. Hal ini dapat terjadi karena berat jenis

air lebih besar dari pada berat jenis pelarut.

Ketika semua air telah terdestilasi, volume air dapat dibaca pada skala tabung

Aufhauser. Pada percobaan ini kami menggunakan pelarut toluene dan xylene.

Penentuan kadar air bahan pangan. Penetapan kadar air bahan pangan dapat

dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya

penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan sejumlah sampel dalam oven
28

pada suhu 105-110° C selama 3 jam atau hingga didapat berat yang konstan. Selisih

berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.

2.9 Organoleptis
Uji Organoleptis ini dilakukan oleh seorang panelis. Misalnya dalam pengujiannya

seperti ini, Pengujian terhadap sifat organoleptik meliputi rasa, bau, warna, dan

bentuk, dilakukan dengan panelis dan biasanya dilakukan oleh seorang panelis,

biasanya panelis ini adalah panelis agak terlatih (Hidayat et Al, 2013). Pengujian

organoleptis adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan

diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat

indera akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indera

yang berasal dari benda tersebut. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan

berdasarkan kemampuan alat indera memberikan reaksi atas rangsangan yang

diterima. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendekteksi, mengenali,

membedakan, membandingkan, dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka.

Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat sulit untuk

dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih sulit untuk

dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori memiliki sensori memiliki tingkat

kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga sulit atau dari yang

paling sederhana sampai yang kompleks ( Univ. Muhamadiyah Semarang, 2013).

2.10 Derajat Asam


Yang dimaksud dengan derajat asam adalah jumlah mL NaOH 0,1 N yang

diperlukan untuk menetralisir asam yang berada dalam 2% b/v brem padat degan
29

phenolphthalein sebagai indikator. Metode ini dimodifikasi (Jumlah sampel dan

Normalitas NaOH) dari SNI 01-2782-1998/Rev 1992 menggenai penggujian susu

segar.

2.11 Bagian Tidak Larut Air


Partikel tidak dapat larut. Dengan prinsip bagian yang tidak dapat larut dalam air

adalah zat-zat pengotor dan lain-lain.

2.12 Kerangka Konsep


Brem padat merupakan suatu produk hasil fermentasi dari ketan oleh kamir yang

dikeraskan. Brem padat memiliki rasa manis atau manis keasaman, tesktur padat,

kering tidak lembek, warna putih kekuningan sampai kuning kecoklatan serta mudah

hancur dalam mulut. Saat ini brem biasanya terbuat dari beras ketan, sedangkan beras

ketan sudah mulai langkah dan hargnya juga cukup mahal sehingga perlu alternatif

bahan baku lain untuk pembuatan brem.

Beberapa penilitian tentang bahan pengganti beras ketan telah dilakukan.

Umumnya subtitusi beras ketan untuk membuat brem diperoleh dari jenis umbi

umbian yang memiliki kadar pati tinggi dibanding bagian lain dari tanaman. Brem

dengan tekstur yang baik diperoleh dengan subtitusi 15 % umbi talas, tetapi semakin

tinggi persetase subtitusi umbi talas maka semakin besar kadar air. Kadar air yang

tinggi menyebakan tekstur yang lembek pada brem padat (Sri djajati). Subtitusi beras

ketan dengan 100% umbi kayu yang difermentasi selama 7 hari dapat menghasilkan

brem padat dengan penambahan maltodekstrin 0,5% (Etis Finallika, 2015). Adapun
30

kandungan pati umbi kayu sebesar 21,45 % (Simanjuntak (2006) sedangkan

kandungan amilopektin sebesar 23,77 % (Wulan, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa

penambahan maltodekstrin dapat meningkatkan kepadatan brem.

Maltodekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisa pati menggunakan

asam atau enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, malatosa, polisakarida dan

dekstrin (Deman, 1993). Sehingga penambahan maltodesktrnin perlu dilakukan

seteah fermentasi, jika penambahan dilakukan sebelum fermentasi kemungkinan

ikatan polisakarida akan diputus menjadi oligosakarida sehingga tidak mampu

memadatkan brem.

Berdasarkan hal tersebut dicari alternative pengganti beras ketan dari umbi

dengan penambahan dekstrin. Umbi suweg kandungan pati 15,7 % dan amilopektin

sebesar 75,5 % (Wankhede dan Sajjan, 1981). Kadar pati tepung umbi suweg lebih

tinggi dari umbi suweg asalnya, yaitu sebesar 80-85 % sedangankan kandungan

amilopektinnya menjadi 75,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa umbi suweg dapat

berpotensi untuk dijadikan bahan baku brem penggati beras ketan.

Untuk membuat tepung umbi suweg perlu di lakukan preparasi dengan cara

memilih umbi suweg yang baik (tidak membusuk), pencucian umbi dari tanah dan

mengupasan kulit umbi, pemotongan menjadi kecil kecil kemudian dilakukan

perendaman dengan garam dapur untuk menghilangkan kalsium oksalat, seletah itu

dilakukan penyerutan dan pengepresan untuk mengurangi kadar air yang ada pada

umbi selanjutnya proses penggilingan untuk menjadikan tepung. Setalah menjadi

tepung umbi suweg kemudian dilakukan pembuatan brem dengan cara pengukusan 1
31

selama 15 menit lalu di tambahkan dengan air sebanyak 40% dan pengukusan 2

selama 30 menit lalu didinginkan. setelah itu di inokulasi menggunakan ragi

sebanyak 1 % difermentasi selama 6 hari dan akan menghasilkan air tape yang

nantinya akan dipekatkan dengan cara pemanasan dengan suhu 20 C selama ± 1 jam

yang kemudian ditambahkan maltodesktrin 2,5%, 5%, 7,5%. Penambahan

maltodesktrin dilakukan setelah fermentasi karena maltodekstrin merupakan hidrolisa

pati menggunakan enzim, jika diberikan diawal maka maltodekstrin akan

terfermentasi menjadi gula-gula sederhana sehingga tidak bisa membuat tekstur padat

kemudian biarkan dingin hingga mengeras dan dilakukan pengujian brem padat yang

meliputi organoleptis, kadar air, bagian tak larut dalam air, derajat asam.

2.13 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini yaitu adanya pengaruh penambahan maltodekstrin

terhadap mutu fisika dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi suweg.
32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancang Penelitian


Rancangan penelitian merupakan suatu proses dalam perencanaan penelitian dan

pelaksanaan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan

penelitian. Berdasarkan rumusan permasalahannya, penelitian ini termasuk penelitian

eksperimental yang ditekankan pada penemuan produk baru dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh penambahan maltodesktrin terhadap mutu fisik dan kimia

dalam pembuatan brem padat subtitusi tepung umbi suweg antara 2,5%, 5%, 7,5%.

Adapun tahapan penelitian ini meliputi determinasi, pembuatan tepung, pembuatan

brem padat, analisa mutu fisik brem padat yang meliputi rendemen, kadar air, bagian

yang tak larut dalam air, derajat asam, organoleptis.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah brem padat subtitusi tepung umbi suweg

dengan penambahan maltodekstrin sedangkan sampel yang digunakan adalah brem

padat subtitusi tepung umbi suweg dengan penambahan maltodesktrin konsentrasi

2,5% , 5%, 7,5%.

32
33

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi
Lokasi dari penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi

Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

3.3.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2016 hingga Agustus 2016.

3.4 Definisi Operasional Variabel


Devinisi variabel penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi maltodekstrin sedangkan

variabel terikatnya adalah mutu fisik dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi

suweg.

Variabel Sub Definisi Operasional Hasil Ukur


Variabel

1. Konsentrasi Jumlah maltodektrin pada Jumlah kadar 2,5% 5% 7,5%


maltodekstrin tiap 100 gram tepung umbi
suweg

2. Mutu Fisik Warna Hal yang menunjukan corak Warna brem adalah putih
dan kimia dari brem kecoklatan

Tekstur Hal yang menunjukan fisik Tekstur padat


memadat

Bau Hal yang dialami oleh indera Aroma brem adalah khas
penciuman (hidung) ketika
mencium aroma brem
Rasa Hal yang dialami oleh indera Rasa manis sedikit asam
perasa ( lidah) ketika
merasakan brem
Kadar air Persentase kandungan air Memenuhi syarat jika
suatu bahan yang dapat maksimum 16 %
dinyatakan berdasarkan
berat basah atau berat kering
34

Variabel Sub variabel Definisi Operasional Hasil Ukur

Mutu Fisika Rendemen Presentase produk yang


dan kimia didapatkan dari
membandingkan berat awal
bahan dengan berat akhir

derajat asam Menyatakan tingkat Memenuhi syarat jika


keasaman(konsentrasi maksimum 15 %
CH3COOH)
Bagian yang Partikel tidak dapat larut. Memenuhi syarat jika
tak larut maksimum 1 %
dalam air

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi suweg, ragi merk NKL,

air, maltodekstrin, beras ketan, asam asetat, natrium hidroksida.

3.5.2 Alat
alat yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi pisau, oven, daun pisang,

kompor gas, dandang,panci, pengaduk kayu, cetakan, kain saring, timbangan, mixer.

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Pembuatan Brem Padat


1. Umbi suweg didapatkan di Pasar besar kota Malang.

2. Umbi suweg sebanyak 20 kg dicuci bersih sampai hilang tanah yang melekat

pada kulit umbi suweg.


35

3. Kemudian dikupas, dipotong dan dicuci dengan larutan jeruk nipis 1% selama

15 menit sebanyak 3x kemudian bilas dengan air.

4. cuci umbi suweg dengan air kapur sirih selama 15 menit sebanyak 3 x lalu

bilas dengan air yang berfungsi untuk menghilangkan natrum oksalat.

5. Keringkan umbi suweg dengan oven pada suhu 50-60 0C.

6. Setelah umbi suweg haluskan umbi suweg kemudian ayak menggunakan

ayakan no 80 mesh.

7. Timbang tepung umbi suweg sebanyak 150 gram dan beras ketan sebanyak

850 gr.

8. Rendam beras ketan dan suweg selama 15 jam yang berfungsi untuk hidrasi

molekul pati untuk memudahkan proses gelatinisasi

9. Kemudian siapkan dandang untuk mengukus (1) selama 15 menit yang

berfungsi untuk mensterilkan bahan baku.

10. Setalah dikukus ditambahkan air panas sebanyak 40% (b/b).

11. Kemudian dikukus kembali selama 30 menit, lalu didinginkan.

12. Setelah dingin ditambahkan dengan maltodekstrin.

13. Kemudian diinokulasi dengan ragi merk NKL sebanyak 1% (10 gram).

14. Tepung umbi suweg yang sudah diberi ragi disimpan pada wadah yang

tertutup.

15. Difermentasi selama 6 hari.

16. Kemudian disaring untuk di ambil filtratnya.


36

17. Air tape yang didapatkan kemudian dipekatkan dengan suhu 2 0C selama ± 1

jam.

18. Didinginkan pada susu 270-300 C dan ditambahkan maltodekstrin yang

berfungsi untuk membuat tesktur padat pada brem.

19. Mixer selama 30 menit yang berfungsi untuk memperoleh kristal-kristal yang

baik.

20. Kemudian dicetak dan biarkan memadat pada suhu kamar.

3.6.2 Pengujian Kadar Air

1. Timbang cawan porselin yang kering.

2. Timbang 2-5 gram brem, catat sebagai berat sampel.

3. Masukkan brem ke dalam cawan porselin lalu ditimbang,catat sebagai berat

awal.

4. Masukkan dalam oven pada suhu 1050 3-4 jam, dianginkan pada densikator.

5. Oven kembali cawan tersebut selama 30 menit, dianginkan pada densikator.

6. Beratnya penyimpangan yang dibolehkan penimbangan pertama dengan

kedua setelah di oven adalah tidak boleh lebih dari 0,25% jika tidak

memenuhi syarat ulang prosedur no 5. Hingga berat sudah konstan, cacat

berat akhir sampel.

7. Kehilangan berat tersebut dihitung sebagai persentase kandungan air dengan

rumus.
37

3.6.3 Pengujian Rendemen

1. Di timbang berat beras ketan dan umbi suweg sebelum di fermentasi.

2. Timbang berat ekstrak pekat hasil fermentasi.

3. Hitung presentase produk yang didapatkan dari membandingkan berat awal

bahan dengan berat akhir.

3.6.4 Pengujian Derajat Asam


1. Pipet sampel sebanyak 10 ml dan masukan dalam Erlenmeyer.

2. Tambahkan indikator PP 1-2 tetes.

3. Titrasi mengunakan larutan baku sekunder NaOH.

4. Titrasi 3x sampai terjadi perubahan warna.

5. Hitung volume titrasi.

3.6.5 Pengujian Bagian Tak Larut dalam Air


1. Timbang kurang lebih 20 gram sampel masukkan dalam gelas piala 40 ml,

tambahkan 200 ml air panas aduk hingga larut.

2. Dalam keadaan panas, enap tuangkan bagian yang tidak dapat larut kedalam

kertas saring yang telah dikeringkan ditimbang.

3. Bilas piala gelas dengan kertas saring dengan air panas.

4. Keringkan kertas saring alam oven pada suhu 105 0C selama 2 jam,

dianginkan dan timbang sampai bobot tetap.


38

3.7 Analisa Data

Data oraganoleptis brem padat subtitusi tepung umbi suweg dilaporkan secara

deskripitif dan dibandingkan dengan SNI nomer 0369-90. Data penelitan berupa

kadar air, rendemen, bagian tak larut dalam air, derajat asam dilaporkan sebagai rata-

rata ± standart deviasi dan dibandingkan dengan SNI nomer 0369-90. Pengaruh

penambahan maltodekstrin terhadap mutu fisika dan kimia dianalisis menggunakan

statistika korelasi regresi linier untuk memperoleh nilai r. Besarnya pengaruh

penambahan maltodekstrin dilihat dari nilai r jika :

1. r = 0,00 – 0,25 menunjukkan tidak ada hubugan/ hubungan lemah.

2. r = 0,26 – 0,50 menunjukkan hubungan sedang.

3. r = 0,52 – 0,75 menunjukkan hubungan kuat.

4. r = 0,76 – 1,00 menunjukkan hubungan sangat kuat.


39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian tentang pembuatan brem padat subtitusi tepung umbi suweg dengan

penambahan konsetrasi maltodekstrin telah dilakukan. Penelitian ini diawali dengan

pembuatan tepung yang berbahan umbi suweg yang kemudian diformulasikan dalam

bentuk brem dengan tiga macam konsentrasi maltodektrin yaitu 2,5% 5% 7,5 %.

Brem padat yang dihasilkan kemudian diujikan mutu fisiknya yang meliputi

organoleptis, rendemen, kadar air, bagian tak larut dalam air, derajat asam.

4.1.1 Determinasi Umbi Suweg


Umbi suweg didapat dari Pasar Besar kota Malang. Umbi suweg dideterminasi di

UPT. Balai Materia Medica Batu. Hasil determinasi menunjukan bahwa umbi yang

digunakan adalah umbi suweg (Amorphophallus campanulatus B). Adapun hasil

determinasi terlampir dalam lampiran 2.

4.1.2 Pembuatan Tepung Umbi Suweg


Umbi suweg segar yang telah dideterminasi kemudian diolah menjadi tepung

umbi suweg. Tepung yang didapatkan 3,2 Kg dari 20 Kg suweg basah sehingga

rendemen yang di peroleh sebesar 16 % b/b. Organoleptis dari tepung umbi suweg

halus berwarna kecoklatan dan tidak berasa. Warna kecoklatan ini diduga karena

terjadi browning enzim saat pengupasan. Browning enzim adalah proses kimia yang

39
40

terjadi oleh enzim polifenol oksidase dan oksigen yang mengasilkan pigmen warna

coklat (Winarno, 1995)

4.1.3 Identifkasi Maltodekstrin


Maltodekstrin yang didapat di toko Panadia Kota Malang. Maltodekstrin yang

didapatkan berwarna putih, higroskopis rendah, maltodekstrin tidak memiliki rasa

manis dan tidak berbau sehingga maltodesktrin yang didapat adalah maltodekstrin.

4.1.4 Hasil Pembuatan Brem Padat


Proses pembuatan brem padat subtitusi tepung umbi suweg dilakukan dengan

menimbang tepung umbi suweg dan beras ketan dengan perbandingan 15:85. Adapun

hasil oraganoleptis dari brem padat subtitusi tepung umbi suweg sebagai berikut :

Tabel 4. 1 Hasil Analisis Organoleptis Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi Suweg
dengan Konsentrasi Maltodekstrin.
Organoleptis Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
maltodekstrin 2,5 maltodekstrin 5 maltodekstrin 7,5
% % %

Bentuk Padat, kurang keras Padat, keras Padat, sangat keras

Warna Coklat Coklat Putih kecoklatan

Aroma Brem Brem Brem

Rasa Manis sedikit asam Manis sedikit asam Manis sedikit asam

Keterangan : Data organoleptis diperoleh dari 20 orang panelis.

Warna merupakan parameter utama yang menentukan tingkat penerimaan

konsumen terhadap suatu produk. Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa

beram padat menurut SNI berwarna putih kekuningan sedangkan brem padat subtitusi

15 % tepung umbi suweg dengan berbagai variasi maltodekstrin menunjukan warna


41

putih kecoklatan. Warna coklat ini disebabkan karena terjadinya reaksi pencoklatan

non enzimatis yang terjadi selama pemekatan sari tape yaitu antara gula reduksi

dengan gugus amina primer. Adapun hasil dari penambahan konsentrasi

maltodekstrin yang semakin besar, warna brem padat semakin putih. Hal ini karena

maltodekstrin berwarna putih sehingga pada saat dicampurkan dengan bahan akan

memberi warna cerah.

Aroma memiliki peran yang sangat penting untuk produk makanan. Sebelum

mengkonsumsi tentu terlebih dahulu aroma makanan tercium oleh indera penciuman,

Apabila aroma pada produk terlalu menyengat atau terkesan hambar tentu membuat

konsumen tidak tertarik untuk mengkonsumsi. Brem padat memiliki aroma khas tape

sedangan hal ini karena pembuatan brem padat berasal dari fermentasi tape. Aroma

khas ini terjadi karena adanya aktifitas khamir pada saat fermentasi. Brem padat

subtitusi tepung umbi suweg sudah sesuai dengan standart SNI. Variasi konsetrasi

maltodekstrin tidak mempengaruhi terhadap rasa hal ini karena maltodekstrin tidak

berbau.

Brem padat yang sesuai standart SNI dengan Brem padat subtitusi tepung umbi

suweg dengan variasi maltodektsrin hampir tidak ada perbedaan dari segi rasa. Hal ini

disebabkan karena maltodekstrin dan tepung umbi suweg tidak memiliki rasa,

sehingga cita rasa yang dihasilkan hampir sama yaitu memiliki rasa manis dan sedikit

asam. Rasa manis sedikit asam ini disebabkan karena selama fermentasi tape

berlangsung peruraian pati menjadi gula-gula sederhana, sehingga rasanya manis.

Dalam waktu yang bersamaan, gula diubah menjadi alkohol oleh kamir kemudian
42

alcohol yang terbentuk akan diubah menjadi asam asam organik oleh bakteri

sehingga, rasa brem padat manis sedikit asam.

Bentuk memiliki peranan yang tak kalah penting dengan aroma, sebelum

masyarakat merasakan sebuah produk maka konsumen akan tertarik oleh sebuah

bentuk. Tekstur brem yang sesuai standart SNI lebih lembut dan empuk, sedangkan

brem padat subtitusi tepung umbi suweg cenderung lebih keras. Hal ini dikarenakan

pada pengolahan brem yag sesuai standart SNI dilakukan penambahan baking soda

sedangkan brem sampel tanpa penambahan baking soda. Selain itu maltodekstrin juga

mampu membuat film (Hui, 2002). Film berupa lapisan yang mengikat material-

material didalamnya, sehingga semakin tinggi variasi kosentrasi maka semakin

banyak film yang terbentuk dan semakin keras bentuk dari brem padat.

4.1.5 Hasil Rendemen Brem Padat


Tabel 4. 2 Hasil Analisis Rendemen Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi Suweg
dengan Konsentrasi Maltodekstrin.
Konsentrasi subtitusi tepung Rendemen (%)
umbi suweg pada brem padat

37,25

15 % 37,28
38,66

Rata-rata 37,73 ± 0,8

Rendemen diperoleh dari perhitungan berat hasil fermentasi subtitusi tepung

umbi suweg terhadap berat beras ketan dan tepung umbi suweg. Diperoleh rendemen
43

sebesar 37,25%, 37,28%, 38,66%. Dari hasil rendemen tersebut tidak ada perbedaan,

hal ini di karenakan rendemen diperoleh sebelum adanya penambahan maltodekstrin.

Standar deviasi yang kurang dari 2 menunjukkan bahwa pengujian mempunyai harga

ketelitian yang baik (Hamida 2004). Pengukuran rendemen hasil fermentasi memiliki

ketelitian yang baik (standar deviasi 0,8). Brem padat dengan subtitusi umbi talas

memiliki nilai rendemen sebesar 43,43 % hal ini karena tepung umbi talas memiliki

kandungan amilopektin sebesar 78,56% (Hartati dan Prana, 2003) sedangkan

kandungan amilopektin tepung umbi suweg sebesar 75,5% ( Wankhede dan Sajjan,

1981 )

4.1.6 Hasil Pengujian Kadar Air Brem Padat


Analisa kadar air pada brem dilakukan dengan metode gravimetri. Penetapan

kadar air perlu dilakukan karena sangat berpengaruh terhadap kerusakan bahan

pangan. Bahan pangan yang memiliki kadar air yang relatif tinggi akan cenderung

mengalami kerusakan yang lebih cepat dibandingkan dengan bahan pangan yang

memiliki kadar air lebih rendah (Kadir et. al., 1982 di kutip Chamdani, 2005).

Kadar air dipengaruhi oleh total padatan, semakin rendah kadar air maka semakin

tinggi total padatan. Total padatan pada beras ketan dan umbi suweg sangat

dipengaruhi komponen penyusun utamanya yaitu karbohidrat. Kandungan

karbohidrat tepung umbi suweg 15,7% (Mariana cyti, 2010) lebih kecil daripada

kandungan beras ketan sebesar 79,40% (Direktorat Gizi, 1981). Hal inilah yang

menyebabkan kadar air pada brem padat subtitusi tepung umbi suweg sebesar 13,27%

- 10,76%, lebih besar daripada kadar air brem padat beras ketan merk suling gading
44

sebesar 5% (Margaretha, 2015). Selain itu diduga karena kandungan gula reduksi

pada air ketan putih lebih tinggi, tingginya kadar gula reduksi pada air tepe ketan

putih menyebabkan rendahnya kadar air dari brem padat yang dihasilkan, karena gula

reduksi akan mengikat air yang terdapat pada air tape ketika proses pemekatan

(Hapsari, 2004)

Tabel 4. 3 Hasil Analisis Kadar Air pada Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi Suweg
dengan Kosentrasi Matodekstrin
Konsentrasi maltodekstrin Kadar air (%)
(%)

2,5 13,27 ± 0,42

5 11,12 ± 1,01

7,5 10,76 ± 0,2

Keterangan : kadar air dilaporkan sebagai nilai rata-rata ± Standart deviasi dari 3x

pengulangan

Nilai rata-rata kadar air untuk brem padat dengan perlakuan konsentrasi

maltodekstrin 2,5 % memiliki hasil kadar tertinggi yaitu 13,27% sedangkan rata-rata

untuk kadar air terendah yaitu konsentrasi maltodekstrin 7,5% dengan kadar 10,76%.

Standar deviasi yang kurang dari 2 menunjukkan bahwa pengujian mempunyai harga

ketelitian yang baik (Hamida 2004). Secara berturut turut didapatkan nilai standart

devias pengujian kadar air 0,42, 1,01, 0,2 sehingga standart deviasi pengujian

mempunyai nilai ketelitan yang baik.


45

Gambar 4. 1 Grafik Pengaruh Penambahan Maltodekstrin terhadap Kadar Air.

Dari hasil gambar tersebut diketahui bahwa nilai r2 sebesar 0,868 sehingga

didapatkan nilai r sebesar 0,93. Hal menunjukan ada hubungan sangat kuat antara

penambahan konsentrasi maltodekstrin dengan kadar air. Dari grafik terlihat bahwa

gradient garis atau arah persamaan garis bernilai negatif sehingga, semakin tinggi

penambahan konsentrasi maltodekstrin maka semakin rendah kadar air pada brem

padat subtitusi tepung umb suweg. Hal ini disebabkan maltodekstrin memiliki sifat

yaitu mampu mengikat kadar air bebas suatu bahan (Hui, 2002). Hasil pengujian ini

sesusai dengan standart SNI nomor 0369-90 yaitu maksimal 16 %.


46

4.1.7 Hasil Pengujian Derajat Asam Brem Padat


Tabel 4. 4 Hasil Analisis Derajat Asam pada Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi

Suweg dengan Konsentrasi Maltodekstrin.

Konsentrasi Derajat Asam sebagai asam asetat (% )(b/v)


maltodekstrin (%)

2,5 0,036 ± 0,00109

5 0,032 ± 0,00069

7,5 0,030 ± 0,00063

Rerata derajat asam akibat pengaruh penambahan maltodekstrin berkisar

antara 0,036 % - 0,03 %. Standar deviasi yang kurang dari 2 menunjukkan bahwa

pengujian mempunyai harga ketelitian yang baik (Hamida 2004). Secara berturut-

turut didapatkan nilai standart deviasi pengujian derajat asam 0,00109, 0,00069,

0,00063 sehingga standart deviasi pengujian mempunyai nilai ketelitan yang baik.

Gambar 4. 2 Grafik Pengaruh Penambahan Maltodektrin terhadap Derajat Asam


47

Pada gambar diatas dapat diketahui nilai r2 sebesar 0,96 sehigga didapatkan

nilai r sebesar 0,98. Hal menunjukan ada hubungan sangat kuat antara penambahan

konsentrasi maltodekstrin dengan derajat asam. Dari grafik terlihat bahwa gradient

garis atau arah persamaan garis bernilai negatif sehingga, semakin tinggi

penambahan konsentrasi maltodekstrin maka semakin rendah derajat asam pada brem

padat subtitusi tepung umbi suweg. Hal ini disebabkan karena maltodekstrin memiliki

nilai pH lebih rendah yaitu 4-7. Rendahnya nilai pH ini memungkinkan maltodekstrin

masih memiliki residu asam yang diperoleh pada proses pembuatan maltodekstrin itu

sendiri sehingga pH produk menjadi menurun. Semakin tinggi asam maka ion H+

yang dilepaskan dalam larutan juga tinggi sehingga pH semakin rendah. Hasil

pengujian ini sudah sesusai dengan standart SNI nomor 0369-90 yaitu maksima 15%.

4.1.8 Hasil Pengujian Bagian Tak Larut Dalam Air


Brem padat yang dihasilkan memiliki bagian tak larut dalam air antara 7,58% -

7,96% hal ini disebabkan semakin banyak kandungan umbi suweg dalam brem padat,

semakin banyak pula bagian serat pangan tidak larut. Menurut (Faridah, 2005)

mengatakan bahwa serat pangan yang tidak larut air sebesar 5,27% ± 0,20,disamping

itu kadar abu yang tinggi (4,60% ± 0,03) kadar abu yang tinggi turut berkontribusi

meningkatkan bagian tak larut dalam air. Telah diketahui kandugan karbohidrat pada

beras ketan lebih banyak dibandingkan karbohidrat pada umbi suweg. Kandungan

karbohidrat pada beras ketan berpengaruh pada hasil tekstur dikarenakan kandungan

pati semakin tinggi dapat menambah total padatan (Margaretha, 2015)


48

Tabel 4. 5 Hasil Analisis Bagian tak Larut dalam Air pada Brem Padat Subtitusi
Tepung Umbi Suweg dengan Konsentrasi Maltodekstrin
Konsentrasi maltodekstrin Bagian tak larut dalam air (%)
(%)

2,5 7,58 ± 0,11

5 7,75 ± 0,09

7,5 7,96 ± 0,19

Nilai rata-rata bagian tak larut dalam air untuk brem padat dengan perlakuan

konsentrasi maltodekstrin 2,5 % memiliki hasil kadar terendah yaitu 7,58 %

sedangkan rata-rata untuk kadar air tertiggi yaitu konsentrasi matodekstrin 7,5 %

dengan kadar 7,96 %. Pengujian ini tidak sesuai dengan SNI yaitu maksimal 1%. Hal

ini karena maltodekstrin mengandung kadar abu sebanyak 0,1 – 0,2 % (Anonym d,

2002). Kadar abu menujukan banyaknya mineral sehingga semakin banyak mineral

semakin tidak larut.Standar deviasi yang kurang dari 2 menunjukkan bahwa

pengujian mempunyai harga ketelitian yang baik (Hamida 2004). Secara berturut

turut didapatkan nilai standart devias pengujian bagian tak larut dalam air 0,11, 0,09

0,19 sehingga standart deviasi pengujian mempunyai nilai ketelitan yang baik
49

Gambar 4. 3 Grafik Pengaruh Penambahan Maltodektrin terhadap Bagian Tak Larut

Dalam Air

Pada gambar diatas dapat diketahui nilai r2 sebesar 0,98 sehigga didapatkan nilai r

sebesar 0,99. Hal menunjukan ada hubungan sangat kuat antara penambahan

konsentrasi maltodekstrin dengan derajat asam. Dari grafik terlihat bahwa gradient

garis atau arah persamaan garis bernilai positif sehingga, semakin tinggi penambahan

konsentrasi maltodekstrin maka semakin tinggi bagian yang tak larut dalam air pada

brem padat subtitusi tepung umbi suweg.


50

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan konsentrasi maltodekstrin

berpengaruh kuat terhadap mutu fisik dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi

suweg (bentuk, kadar air, derajat asam, bagian tak larut dalam air) yang dihasilkan.

Mutu fisik brem padat subtitusi 15% tepung umbi suweg kurang memenuh standart

SNI karena bagian tak larut dalam air yang dihasilkan (7,58% - 7,96%) melebihi

batas maksimal 1 %.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenahi bahan dasar lain yang kadar abunya

rendah dan amilopektinnya tinggi sebagai pensubtitusi beras ketan dalam

pembuatan brem lain misalnya pada Umbi talas.

2. Perlu dilakukan penelitan mengenahi mutu brem padat dengan mengurangi

konsentrasi umbi suweg dan maltodekstrin.

50
51

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, maltodekstrin, http://yongkikastanaluthana/maltodekstrin, 2008.

Anonymous. 2001. Jawa Timur dalam Angka. Biro Pusat Statistik. Propinsi Jawa
Timur. H. 79.

Anonymous. 2003. Madiun. http://www.madiun.go.id. Tanggal akses 20 maret 2004

Anynomous 2006. Tape. http://id.wikiedia.org/wiki/Tape. Diakses tanggal 8


Desember 2015.

Ardhana, M.M. 2000. Pengembangan Kultur Murni Ragi Untuk Memperoleh Produk
Fermentasi dengan Kualitas yang Optimal. Malang, Pusat Kajian Makanan
Tradisional (PKMT) Universitas Brawijaya.

Astawan, M dan W. Mita. 1991. Teknologi Pengadukan Pangan Nabati Tepat Guna,
Akademika Pressindo, Jakarta.

Blancard, P. H. and F. R. Katz, starch hydrolysis in food polysaccaharides and their


application, Marcell Dekker, Inc. New York, 1995

Buckle dkk. 1987. Ilmu Pangan. Terjemah Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI
Press

Deman, j., Kimia Makanan, ITB, Bandung 1993, pp. 190-195

Desrosier. W.N., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemah: Muljoharjo M.


Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Evyrosita, E. 1991. Pengaruh subtitusi Filtrat tape Ubi Kayu dan Waktu Pengadukan
Terhadap Kualitas Brem Padat. Skripsi Jurusan Teknologi pangan, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Veteran, Jawa Timur.

Faridah, D.N. 2005. Kajian Sifat fungsional Umbi Suweg (Amorphophallus


campanulatus B1.) secara In Vivo pada Manusia. Laporan Akhir Penelitian Dosen

51
52

Muda-IPB. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian.


IPB. Bogor

Fardiaz, S. 1992 Mikrobiologi Pangan. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hartati, N.S. dan Prana, T.K.2003. Analisis kadar pati dan serat kasar tepung
beberapa kultivar talas (Colocasia esculenta L. Schott). Natur Indonesia6(1): 29-
33.

Kadan, R .S ., Champagne, E .T ., Zieler, G.M . & Richard. A.O . 1997. Amylase and
protein content of rice cultivars as related to texture of rice-based fries. Journal of
food science 62(4): 701-702.

Kartika, B dkk. 1992. Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil Pertanian.


Yogyakarta: PAU Pangan dan gizi.

Kasno, dkk. 2009. Pengaruh Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan, Hasil Dan Kualitas
Umbi Suweg (Amorphophaltus Campanulatus B1) Pada Berbagai Umur. Buletin
Agronomi Vol.XVII No. 1.

Lay, B.W., dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Press.

Lidya, B dan Djenar NS.2000. Dasar Bioproses. Jakarta: Direktorat Jendral


Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS.

Lingga, Pinus, Bertanam Ubi-Ubian, Penebar Swadaya, Jakarta, 1992. Pp. 5-7.

Nugroho, A.D., 200. Pembuatan dan Karakteristik Edible Film dari Campuran
tepung Glukomanan Iles-Iles Kuning (Amorphophallus onchophyllus) dan
Carboxymethyl Cellulose. Fakultas Teknologi Pertanian. ITB, Bogor.

Nurfari, Didah. 2012. Manfaat Suweg bagi Penderita Diabetes.


http://desamina.blogspot.com/2012/04/manfaat-suweg-bagi-penderita-diabetes (5
Januari 2016)
53

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Arcan.

Rialita, T. 2005. Pembuatan Tape Menggunakan Inokulumm Mikroba Murni.


Bandung, http://digilib.Bi.itb.ac.id/go.php. diakses tanggal 28 Desembar 2015.

Richana, N dan Sunarti, T.C., 2009. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan
Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg Ubi Kelapa dan Gembili.
http://pascapanen.litbang.deptan.go.id; 28 Desember 2015

Rokhmawati, S., 2004. Pembuatan Suwar-Suwir Ubi Jalar ; Kajian Varietas Dan
Lama Fermentasi Tape Ubi Jalar. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknik Pertanian Universitas Brawijaya.

Setyorini, 2003. Pengaruh Proporsi Air Tape (Ubi Jalar dan Ketan) dan Lama
Pengadukan Terhadap Kualitas Brem Padat. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang

Susanto dan Saneto. 1994. Pembuatan brem padat dengan subtitusi filtrate tape umbi
talas. Jurnal teknologi pangan UPN

Susanto, T dan B, Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu,
Surabaya.

Supardi, I dan sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan


Pangan. Bandung, Penerbit Alumni.

Tjokroadikoesoema, S., 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya. Penerbit PT.
Gramedia. Jakarta.

Utami, B. 2003. Pengaruh Lama Fermnentasi Terhadap Kadar Gula Tape Dari Tiga
Kultivar Pisang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang, Jurusan Biologi Fakultas
SAINS Universitas Islam Negri Malang.
54

Utomo, Y.S dan S.S antarlina,. 1997. Proseding Seminar Teknologi Pangan 1997
Kajian Sifat fisiko Kimia Pai Umbi-Umbian Selain Ubi Kayu. Balitbang:
Kendalpayan Malang.

Wankhade, D. dan Sajjan, S.U. 1981. Isolation and Physico-chemical of Starch


Extracted from Yam, Elephant Amorphophallus campanulatus, Verlag Chemie
GmbH,D-6940, Weirhem.

Winarno, F.G, Fardiaz, S and Fardiaz, D., Pengantar Teknologi Pangan, PT


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1984.

Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Penerapannya Dalam Pengawetan Pangan.


Jakarta: UI Press
55

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan KTI

Kegiatan Tanggal Pelaksaan

Penulisan proposal KTI November – 09 Januari 2016

Ujian proposal KTI 14 – 15 Januari 2016

Pembuatan tepung umbi suweg 14 maret – 18 maret 2016

Revisi proposal KTI 1 April – 28 April 2016

Pembuatan brem padat subtitusi tepung umbi suweg 2 April – 26 Mei 2016
dengan penambahan maltodekstin

Pengujian mutu fisika dan kimia 1 Juni – 8 Juni 2016

Penyusunan naskah KTI 12 Juni – 02 Juli 2016

Ujian hasil KTI 19 – 21 Juli 2016


56

Lampiran 2. Determinasi Umbi Suweg


57

Lampiran 3. Proses Pembuatan Brem Padat

Pengkusan I Pengaruan Pengkusan II

Hasil fermentasi Fermentasi Pendinginan

Filtrate dipekatkan Hasil pekat Penambahan Maltodekstrin

Pencetakan brem padat Pencampuran


58

Lampiran 4. Produk Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi Suweg.

Konsentrasi Maltodekstrin 7,5 %

Konsentrasi Maltodekstrin 5 %

Konsentrasi Maltodekstrin 2,5 %


59

Lampiran 5. Hasil Analisa Derajat asam

Tabel titrasi pembakuan NaOH dengan H2C2O4

No Sampel Volume awal Volume akhir Volume titrasi

1 10 mL 0 9.65 9.65

2 10 mL 0 9.6 9.6

3 10 mL 0 9.65 9.65

Tabel titrasi penentuan kadar

Sampel : 2,5 %

No Sampel Volume awal Volume akhir Volume titrasi

1 25 mL 0 1.65 1.65

2 25 mL 0 1.65 1.65

3 25 mL 0 1.60 1.60

Sampel : 5 %

No Sampel Volume awal Volume akhir Volume titrasi

1 25 mL 0 1.40 1.40

2 25 mL 0 1.45 1.45

3 25 mL 0 1.45 1.45
60

Sampel : 7,5 %

No Sampel Volume awal Volume akhir Volume titrasi

1 25 mL 0 1.4 1.4

2 25 mL 0 1.35 1.35

3 25 mL 0 1.35 1.35

Perhitungan pembakuan

Grek NaOH = Grek H2C2O4

NxV=N xV

N NaOH x 9.65 mL = N x V

Perhitungan kadar sampel 2.5 %

Grek sampel = Grek NaOH

NxV=NxV

N x 25 mL = 0.0932 N x 1.65 mL

= 0.1538 mmol/25 mL

= 0.1538 mmol/ 25 mL x 60 mg/mmol

= 9.228 mg/25 mL
61

= 0.009228 gr/25 mL

= 0.0369 gr/100mL

Perhitungan kadar sampel 5 %

Grek sampel = Grek NaOH

NxV=NxV

N x 25 mL = 0.0932 N x 1.45 mL

= 0.1351 mmol/25 mL

= 0.1351 mmol/ 25 mL x 60 mg/mmol

= 8.106 mg/25 mL

= 0.008106 gr/25 mL

= 0.0324 gr/100mL

Perhitungan kadar sampel 7.5 %

Grek sampel = Grek NaOH

NxV=NxV

N x 25 mL = 0.0932 N x 1.35 mL
62

= 0.1258 mmol/25 mL

= 0.1258 mmol/ 25 mL x 60 mg/mmol

= 7.548 mg/25 mL

= 0.007548 gr/25 mL

= 0.0301 gr/100mL

DERAJAT ASAM

Sampel 2.5% Sampel 5% Sampel 7.5%


Replikasi Derajat Asam (%) Replikasi Derajat Asam (%) Replikasi Derajat Asam (%)
I 0.0369 I 0.0312 I 0.0312
II 0.035 II 0.0324 II 0.0301
III 0.0369 III 0.0324 III 0.0301
rata-rata : 0.036 Rata-rata : 0.032 Rata-rata : 0.030
standart deviasi : 0.00109 standart deviasi : 0.00069 standart deviasi : 0.00063
63

Lampiran 6. Hasil Analisa Kadar Air

% Kadar Air

sampel 2,5 %
Replikasi botol kosong berat sampel berat setelah d oven 1berat setelah d oven 2berat setelah d oven 3berat setelah d oven 4 berat awal % Kadar air
I 30.0302 2.0669 31.8364 31.8193 31.8175 31.8169 32.0971 13.55653394
II 30.824 2.0537 32.6188 32.6035 32.6024 32.6011 32.8777 13.46837415
III 30.7998 2.0882 32.6431 32.6234 32.6215 32.621 32.888 12.7861316
rata-rata : 13.27
Std : 0.42

sampel 5 %
Replikasi botol kosong berat sampel berat setelah d oven 1berat setelah d oven 2berat setelah d oven 3berat setelah d oven 4 berat awal % Kadar air
I 34.305 2.1576 36.2281 36.2107 36.2097 36.2086 36.4626 11.77233964
II 21.7449 2.0204 23.5732 23.5654 23.565 23.5642 23.7653 9.953474559
III 34.3179 2.0971 36.1896 36.1721 36.1716 36.1709 36.415 11.63988365
rata-rata : 11.12
Std : 1.01

sampel 7,5 %
Replikasi botol kosong berat sampel berat setelah d oven 1berat setelah d oven 2berat setelah d oven 3berat setelah d oven 4 berat awal % Kadar air
I 19.6435 2.0113 21.4621 21.4444 21.4435 21.441 21.6548 10.62994083
II 21.0633 2.0821 22.9361 22.9189 22.917 22.9165 23.1454 10.99370828
III 22.5005 2.0815 24.3791 24.3613 24.3609 24.3601 24.582 10.66058131
rata-rata : 10.76
Std : 0.20
64

Lampiran 7. Hasil Analisa Bagian Tak Larut Dalam Air

BAGIAN TAK LARUT DALAM AIR

konsentrasi : 2.5 %
berat sampel berat kertas saring berat setelah di oven 1 berat setelah di oven 2 berat setelah di oven 3 berat setelah di oven 4 bagian tak larut dalam air
5.1455 0.3935 0.6712 0.6614 0.6575 0.657 5.120979497
5.1304 0.3896 0.6685 0.6515 0.6498 0.6435 4.948931857
5.1315 0.384 0.6578 0.6524 0.6499 0.6358 4.906947286
rata-rata : 4.99
Std : 0.11
konsentrasi 5 %
berat sampel berat kertas saring berat setelah di oven 1 berat setelah di oven 2 berat setelah di oven 3 berat setelah di oven 4 bagian tak larut dalam air
5.3039 0.3995 0.765 0.7575 0.7566 0.756 6.749750184
5.2351 0.4154 0.8322 0.7603 0.7593 0.759 6.569119979
5.2431 0.4039 0.8354 0.7569 0.7573 0.7602 6.73265816
rata-rata : 6.68
STD : 0.09
konsentrasi 7.5 %
berat sampel berat kertas saring berat setelah di oven 1 berat setelah di oven 2 berat setelah di oven 3 berat setelah di oven 4 bagian tak larut dalam air
5.2496 0.4083 0.8241 0.8066 0.8062 0.8032 7.579625114
5.2963 0.4145 0.8281 0.8239 0.825 0.8224 7.750693881
5.2504 0.4095 0.8279 0.8276 0.8243 0.8135 7.963202804
rata-rata : 7.76
Std : 0.19
65

Lampiran 8. Dokumentasi

Analisa Derajat Asam

Preparasi Sampel Titrasi Hasil Titrasi

Analisa Kadar Air

Penimbangan Sampel Pengovenan Didinginkan pada Desikator

Bagian Tak Larut Dalam Air

Preparasi Sampel Penyaringan Hasil bagian Tak Larut Dalam Air

Anda mungkin juga menyukai