OLEH
NIM 13.047
JULI 2016
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN TERHADAP
Diajukan kepada
OLEH
NIM 13.047
saya,
NIM :13.047
Didalam Naskah Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan orang lain untuk memperoleh gelar akademik disuatu Perguruan Tinggi, dan
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
Apabila ternyata didalam naskah KTI ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur PLAGIASI, saya bersedia KTI ini digugurkan dengan gelar akademik yang
telah saya peroleh (A.Md.,Si) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
pasal 70 )
Setiap saat dan setiap waktu yang saya jalani, saya percaya bahwa semua adalah
rencana indah dari Tuhan Yesus Kristus , begitu juga pada saat pengerjaan Tugas Akhir
ini, untuk itu saya mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan berterimaksih
kepada :
1. My dearest and beloved parents Bapak Dwi Kusto Budoyo & Ibu Sedyo Setyaringsih Wilujeng,
who never e tired for ving me support dan terimakasih sudah selalu mendengarkan keluh-
keluhan dan tangisan selama mengerjakan Tugas Akhir, terimakasih buat penghiburan,
dukungan dan motivasi yang selalu menenangkan hatiku dan selalu mebuatku tegar serta
bersemangat mengerjakan tugas akhir ini. Tuhan Yesus memberkati My dearest and beloved
parents.
2. Buat saudara-saudara perempuanku Karisma Pertiwi dan Adinda Kusuma Pertiwi yang selalu
menanyakan kapan lulus dan kapan wisuda walau hanya sekedar numpang lewat tapi itu
menjadi motivasi dalam penyelesaian Tugas Akhir. Mutiara tiada tara adalah keluarga
3. Ibu Dyah Ratna Wulan M.Si selaku pembimbing terimkasih atas segala bimbingan, masukkan,
waktu dan arahanya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini
4. Buat teman teman seperjuangan terutama anak-anak ”AKAFARMA B” kapan kita maen
kepantai bareng lagi ? berkumpuul bersama kalian membuat tiap detik penuh dengan tawa
lepas dan kalian yang menjadi keluargaku di Putra Indonesia Malang ini. Dunia semakin
berkesan mengenal kalian dalam menempuh perkuliahan bersama.
5. Buat tempat curhat sejatiku, Merry J Margareta, terimkasih sudah mau menjadi tong
sampah ceritaku, hehe. Kamu mau dengar keluh kesahku dan motivasi, jangna jenuh ya
menerima ceritaku. Lanjutkan perjuanganmu !!
6. The last but not the least semua pihak yang saya kenal namun tak bisa disebutkan satu
persatu. Terimakasih buat semuanya, senang mengenal dan mempunyai teman seperti kalian.
7. Dosen pengajar Putra Indonesia Malang, khususnya dosen AKAFARMA terimkash telah bersedia
membagikan ilmunya kepada saya selama menimba ilmu di Putra Indoonesia Malang.
Semoga pihak yang telah membantu penulis mendapatkan berkat dan anugerah
yang lebih indah dari Tuhan Yesus Kristus
PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN TERHADAP MUTU FISIK DAN
KIMIA BREM PADAT SUBTITUSI TEPUNG UMBI SUWEG (Amorphophallus
campanulatus B)
ABSTRAK
Brem, makanan tradisional Indonesia dari fermentasi beras ketan. Untuk mengatasi
terbatasnya beras ketan, digunakan umbi suweg karena kandungan amilopektin yang tinggi.
Amilopektin yang tinggi memperpadat tekstur brem. Untuk memperoleh mutu brem sesuai
SNI, ditambahkan maltodekstrin agar brem lebih padat. Tujuan penelitian ini mengetahui
pengaruh penambahan maltodekstrin (2,5% 5% 7,5%) terhadap mutu fisika dan kimia brem
padat subtitusi tepung umbi suweg 15%. Dari penelitian diperoleh brem dengan organoleptis
warna coklat, padat, rasa manis sedikit asam, aroma khas brem, persentase (b/b) rendemen
hasil fermentasi sebesar 37,73% ± 0,8. Hasil penelitian brem padat dengan penambahan
maltodekstrin 2,5%, 5%, 7,5% secara berturut-turut didapatkan kadar air sebesar 13,27% ±
0,42, 11,12% ± 1,01, 10,76% ± 0,2, derajat asam sebesar 0,036% ± 0,00109, 0,032% ±
0,00069, 0,03% ± 0.00063, bagian tak larut dalam air sebesar 7,58% ± 0,11, 7,75% ± 0,09,
7,96% ± 0,19. Brem padat subtitusi tepung umbi suweg dengan penambahan maltodekstrin
memenuhi standart SNI, kecuali bagian tak larut dalam air. Penambahan maltodekstrin
berpengaruh kuat terhadap mutu fisik dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi suweg.
Perlu dilakukan penelitian mengenai bahan dasar pati umbi suweg (tepung umbi suweg yang
telah dihilangkan seratnya) yang kadar abunya rendah, amilopektinnya tinggi dalam
pembuatan brem.
Kata Kunci : Brem Padat, Umbi Suweg, Maltodekstrin, Mutu Fisika, Mutu Kimia.
ABSTRACT
Brem is a traditional Indonesian food from fermented glutinous rice. Supplies of glutinous
rice are limited. To overcome this problem, suweg tuber were used. Amylopectin of suweg
tuber are approaching glutinous rice. High amylopectin create a dense texture of Brem. To
obtain good quality Brem, maltodextrin is added as a hardener. The aim of this study is
determine the effect of maltodextrin (2.5% to 5% to 7.5%) on the physical quality and
chemical quality of solid Brem substitution tuber suweg flour 15%. Brem obtained from
studies with oraganoleptis brown, solid, slightly sour sweet taste, distinctive aroma Brem, the
percentage (w / w) yield fermented by 37.73% ± 0.8. Brem solid with the addition of
maltodextrin concentration of 2.5%, 5%, 7.5% obtained water content of 13.27% ± 0.42,
11.12 ± 1.01%, 10.76% ± 0.2 respectively. The degree of acid at 0.036% ± 0,00109, 0.032%
± 0,00069, 0.03% ± 0,00063, a water-insoluble part of 7.58% ± 0.11, 0.09 ± 7.75%, 7.96% ±
0.19. Brem solid substitution suweg tuber flour with the addition of maltodextrin meets ISO
standards, except parameter part insoluble in water. The addition of maltodextrin strongly
affected physical and chemical quality of solid Brem substitution tuber suweg flour. For the
future research, materials that have low ash content and high amylopectin as subtituen in
making Brem was needed.
Keywords: Solid Brem, Tuber suweg, Maltodextrin, Quality of Physical, Chemistry Quality.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpah rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Maltodekstrin Terhadap Mutu Fisik dan Kimia terhadap brem padat
subtitusi tepung umbi suweg (Amorphophallus Campanulatus B)” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah persyaratan untuk
menyelesaikan program D III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra
Indonesia Malang.
5. Bapak dan ibu dosen Akafarma dan Akfar Putra Indonesia Malang beserta staf
6. Kedua orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat
serta motivasinya
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai
beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan sara akan sangat diharapkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................... i
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
iii
2.5 Tape ................................................................................................................... 13
2.5.1 Definisi Tape .............................................................................................. 13
iv
3.5.2 Alat ............................................................................................................. 34
BAB V......................................................................................................................... 50
PENUTUP ................................................................................................................... 50
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Standart Mutu Brem Padat Indonesia dalam SNI nomor 0369-90 .............. 5
Tabel 4. 2 Hasil analiss rendemen brem padat subtitusi 15 % tepung umbi suweg
dengan variasi maltodekstrin....................................................................................... 42
Tabel 4. 3 hasil analisis kadar air pada brem padat subtitusi tepung umbi suweg
dengan variasi kosentrasi matodekstrin ...................................................................... 44
Tabel 4. 4 Hasil analisis derajat asam pada brem padat subtitusi tepung umbi suweg
dengan variasi konsentrasi maltodekstrin. .................................................................. 46
Tabel 4. 5 Hasil analisis bagan tak larut dalam air pada brem padat subtitusi tepung
umbi suweg ................................................................................................................. 48
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Brem merupakan salah satu makanan tradisional hasil fermentasi yang enak dan
bergizi yang banyak di usahakan di Madiun dan Wonogiri, brem mempunyai warna
putih, tekstur tidak lembek, kering dan mudah hancur dimulut. Ada 2 macam brem
yang kita kenal yaitu brem padat dan brem cair atau brem Bali (Susanto dan Saneto,
1994)
Brem padat adalah suatu produk hasil fermentasi dari ketan oleh kamir yang
(Anonymous, 2003)
Sampai pada saat ini, umumnya bahan yang digunakan untuk membuat brem
padat adalah beras ketan. Beras ketan merupakan salah satu varietas padi yang
memiliki kandungan amilopektin yang sangat tinggi yaitu 99,7% dan bersifat tidak
mengembang dalam air dingin (Kadan et all, 1997) akan tetapi, harga beras ketan saat
ini cukup mahal dan permintaan beras ketan semakin meningkat. Data produksi beras
ketan putih di Jawa Timur menunjukkan adanya penurunan angka dari 331.900.
1
2
ton pada tahun 2000 menjadi 304.664 ton pada tahun 2001 (Anonmymous, 2001).
ketergantungan pada satu jenis bahan pangan saja. untuk mengatasi masalah tersebut
perlu dicari alternatif lain pembuatan brem padat dengan bahan baku lain, namun
Beberapa penelitian tentang bahan pengganti beras ketan telah dilakukan pada
umbi kayu yang memiliki kandungan amilopektin sebesar 34,7 % (Pinus lingga dkk,
1992) sedangkan kandungan amilopektin pada tepung umbi suweg sebesar 75,5 %
(Faridah 2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa umbi suweg memiliki
karbohidrat yang tinggi, umbi suweg juga mempunyai kadar serat sebesar 5,23 %,
kandungan lemak pada tepung ubi suweg rendah yaitu sebesar 0,28 % ( Faridah,
2005)
Brem yang dari berasal umbi umbian tidak dapat menghasilkan tekstur yang padat
asam atau enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, malatosa, polisakarida dan
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan pembuatan brem padat dari tepung
fisik (organoleptis, kadar air, bagian tak larut dalam air) dan kimia (derajat asam)
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi determinasi umbi suweg, pembuatan
tepung umbi suweg menggunakan pengeringan oven, pembuatan brem padat tepung
maltodeskstrin (2,5%, 5%, 7,5%). Brem padat subtitusi tepung umbi suweg dihitung
rendemennya dan diuji mutu fisik dan kimia yang meliputi organoleptis, kadar air,
1. Brem adalah salah satu makanan tradisional hasil fermentasi dari ketan oleh
asam atau enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, maltosa, polisakarida
dan dektrin.
4. Brem padat subtitusi tepung umbi suweg adalah brem yang dibuat dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Brem
Brem adalah salah satu makanan yang memanfaatkan bioteknologi konvensional
yaitu fermentasi. Pada proses fermentasi brem berlangsung dua tahap, yaitu
fermentasi gula dan tahap fermentasi alkohol. Pada fermentasi gula terjadi pemecahan
zat pati dalam bahan oleh amilase, yaitu enzim pemecah pati yang diproduksi oleh
2012)
Berdasarkan cara pembuatannya dikenal dua jenis brem, yaitu brem cair dan brem
padat. Brem padat berwarna putih sampai kecoklatan dengan rasa manis keasaman
yang merupakan hasil pemasakan atau pengeringan sari pati tapai, sedang brem cair
yang populer dengan sebutan brem Bali merupakan jenis minuman yang rasanya
10%.(Anonim, 2012)
alkohol dan gas karbondioksida. Agar fermentasi dapat berlangsung biasanya bahan
ditutup supaya kedap udara karena proses ini harus dilakukan tanpa kontak dengan
4
5
Brem padat merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang banyak
diusahakan di Jawa Timur dan Tawa Tengah, khususnya di Caruban (Madiun) dan
Wonogiri. Brem padat adalah makanan tradisional yang terbuat dari cairan hasil
fermentasi tape beras ketan putih atau beras ketan hitam. Tape beras tersebut
Brem padat adalah suatu produk hasil fermentasi dari ketan oleh kamir ynag
dikeraskan. Brem padat memiliki rasa manis atau manis keasaman, tesktur padat,
kering tidak lembek, warna putih kekuningan sampai kuning kecoklatan serta mudah
hancur dalam mulut. Brem padat banyak dibuat di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur seperti Boyolali, Wonogiri, Caruban dan Madiun. Bentuk brem padat yang
paling umum diperjual-belikan adalah bentuk persegi empat (kotak) atau bulat pipih
Tabel 2. 1 Standart Mutu Brem Padat Indonesia dalam SNI nomor 0369-90
No Karakteristik Syarat
1. Bau, warna, rasa Khas
2. Kadar air Maksimum 16 %
3. Kadar abu Maksimum 0,5 %
4. Jumlah karbohidart di hitung sebagai pati 60-70 %
5. Pemanis buatan Tidak ternyata
6. Derajat asam Maksimum 15 %
7. Bagian tak larut dalam air Maksimum 1%
8. Logam berbahaya Tidak ternyata
6
Menurut Setyorini (2003), tahapan pembuatan brem padat dapat diuraikan sebagai
berikut :
2. pengukusan
menit.
Setelah dingin tepung umbi suweg seberat 1 kg diinokulasi dengan ragi 0,5 %.
Tepung umbi suweg yang telah diinokulasi dimasukkan kedalam wadah yang
banyak. Menurut (susanto dan saneti 1994), ekstraksi cairan tape dengan cara
jam.
5. Pengadukan
yang kuat pada larutan pekat akn menimbulkan kristal-kristal yang bertekstur
halus. Apabila larutan tersebut mencapai titik jenuh maka kristal akan
Graminae. Butir beras sebagian besar terdiri dari zat pati (sekitar 80-85%) yang
terdapat dalam endosperma yang tersusun oleh granula-granula pati yang berukuran
3-10 milimikron. Beras ketan juga mengandung vitamin (terutama pada bagian
aleuron), mineral dan air. Komposisi kimiawi Beras Ketan Putih terdiri dari
ketan adalah pati. ketan (sticky rice) baik yang putih maupun merah/hitam, sudah
dikenal sejak dulu. Padi ketan memiliki kadar amilosa di bawah 1% pada pati
8
berasnya. Patinya didominasi oleh amilopektin dengan kadar 99,7 % (Kadan et al.,
ikatan 1 ikatan 1-6, secara kimia terbukti bahwa amilopektin merupakan rantai yang
bercabang. Rantai utama memiliki rantai samping dan begitu pula dengan rantai
selanjutnya (Winarno,1995).
Menurut Steenis (1988), ketan adalah sejenis beras yang diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Graminales
Famili : Graminea
Genus : Oryza
Spesis : Oryza sativa L.
Varietas : Oryza sativa glutinosa
9
Kandungan karbohidrat beras ketan sangat tinggi dibanding protein, lemak dan
bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Zat makanan utama yang
terkandung dalam beras ketan adalah pati. Pati merupakan homopolimer glukosa dan
ikatan glikosida.
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus campanulatus Bl
Suweg (Amorphophallus campanulatus B) merupakan tanaman herba yang mulai
bertunas di awal musim kemarau dan pada akhir tahun di musim kemarau umbinya
bisa dipanen (Kasno, dkk., 2009). Umbi suweg mengandung pati tinggi yaitu 18,44%
(Utomo dan Antarlina, 1997). Ukuran umbi suweg bisa mencapai diameter lebar 40
cm. Bentuknya bundar agak pipih. Diameter tinggi umbi bisa mencapai 30 cm.
Seluruh permukaan kulit suweg penuh dengan bintil-bintil dan tonjolan yang
sebenarnya merupakan anak umbi dan tunas. Sedangkan di bagian atas tepat di
tengah-tengah lingkaran umbi, terletak tunas utamanya. Bobot umbi suweg bisa
Suweg mempunyai prospek untuk produk tepung umbi maupun tepung pati. Sifat
(75,5%) (Wankhede dan Sajjan, 1981). Implikasi hasil penelitian untuk menggali
potensi sumber karbohidrat sebagai tepung komposit ataupun sebagai bahan industri
Komponen lainnya dari umbi suweg yang perlu mendapatkan perhatian dalam
penanganannya adalah kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi suweg
11
dapat menyebabkan rasa gatal. Kristal kalsium oksalat merupakan produk buangan
dari metabolisme sel yang sudah tidak digunakan lagi oleh tanaman (Nugroho, 2000).
Untuk menghilangkan kalsium oksalat maka perlu di tambahkan jeruk nipis 1%-
Kapur sirih selain itu juga untuk menghindari warna coklat pada umbi suweg.
dibuat dalam bentuk makanan ringan, misalnya kue kering, kue traditional dan kue
modern. Komposisi utamanya adalah karbohidrat sekitar 80-85%. Setiap 100g suweg
mengandung protein 1,0 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 15,7 gram, kalsium 62
mg, besi 4,2 gram, thiamine 0,07 mg dan asam askorbat 5 mg. Suweg juga baik
dikonsumsi bagi penderita diabetes karena indek glisemik rendah yaitu 42. Bahan
pangan dengan indek glisemik rendah dapat menekan peningkatan kadar gula darah
Kalori (Kal) 69
Kalsuim (mg) 62
Fosfor (mg) 41
Air (g) 82
merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk
menghasilkan tingkat panen tinggi. Cita rasanya netral sehingga mudah dipadu
padankan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan modern.
Suweg memiliki kadar serat tinggi akan tetapi rendah gula. Serat tinggi berfungsi
dalam darah, kencing manis dan dapat dijadikan makanan alternatife pengganti nasi
beraroma lemah spesifik, berkadar air rendah. Memiliki sifat banyak mengikat air
membentuk hasil olahan bertekstur keras. Tekstur keras disebabkan karena daging
umbi kering memiliki sifat padat dan keras, sehingga olahan kering cenderung
menjadi keras. (Purwantoyo, 2007:69). Kandungan air dalam suweg cukup tinggi
oleh karena itu dalam pembuatan tepung suweg mengalami penyusutan cukup
Tepung suweg dibuat dari gaplek suweg. Proses pembuatan tepung suweg dengan
cara pencucian dengan air bersih untuk menghilangkan tanah yang menempel pada
13
kulit. umbi suweg kemudian umbi suweg di kupas lalu diremdan dengan garam dapur
untuk menghilangan oksalat selama 30 menit. Sebanyak 5 Kg umbi suweg yang tidak
berlendir muali di sawut dan masukkan ke dalam mesin pres, setalah selesai
masukkan kedalam oven untuk menghilangkan kandunga air sehingga menjadi sawut
kering. Umbi suweg yang telah menjadi sawut kering kemudian di giling agar
menjadi tepung.
2.5 Tape
membutuhkan biaya yang besar dan berasa enak atau tidak kalah lezat dengan
makanan lain. Tape dapat dibuat dari ubi kayu (singkong), padipadian atau bahan lain
Menurut Winarno dkk (1984), suatu bahan disebut tape apabila bahan yang telah
diragikan berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasam-asaman dan berbau
alkohol. Hal ini disebabkan oleh kegiatan mikroba-mikroba tertentu yang dapat
menghasilkan enzim yang mampu merombak subtrat menjadi gula dan alkohol.
(Rahman, 1992).
Dalam proses pembuatan tape ada dua tahapan pengerjaan yang dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi yaitu tahap persiapan dan tahap
14
pengolahan. Tahap persiapan merupakan tahap awal pada proses pembuatan tape
yaitu ubi jalar dibersihkan dan menyiapkan alat-alat serta bahan, seperti menyiapkan
alat penanak nasi untuk menanak ubi jalar. Sedangkan tahap pengolahan meliputi
pemasakan ubi jalar yang sudah dibersihkan, pemberian ragi dan proses
pefermentasian.
atau ramuan yang digunakan dalam pembuatan berbagai makanan dan minuman
Ragi tape adalah suatu inokulum padat yang terbuat dari tepung beras dan bahan
tambahan lain serta mengandung mikroba dari jenis kapang, khamir dan bakteri yang
berfungsi sebagai stater fermentasi bagi subtrat yang kaya akan pati. Seperti ubi kayu,
Ragi mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi bahan
lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape merupakan
menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya serta
bakteri (Acetobacter) yang menumpang untuk mengubah akohol menjadi asam cuka
(Dwidjoseputro, 1994).
15
Seperti penjelasan diatas bahwa genus–genus yang terdapat didalam ragi tape
mengandung enzim amilase, maltase dan zimase. Peranan enzim amilase dapat
mengubah amilum atau zat tepung menjadi maltosa, enzim maltase mengubah
alkohol dan karbondioksida. Secara singkat proses fermentasi dapat ditulis sebagai
Susanto dan Saneto (1994) menyatakan bahwa pada proses fermentasi, jumlah
ragi yang digunakan sebanyak 0,5% dari berat bahan yang dipakai. Pemberian ragi
tidak boleh terlalu banyak namun juga tidak boleh terlalu sedikit karena akan
Sementara itu, untuk stater kultur murni dipakai pada dosis 108 cfu/g atau identik
(Anynomous, 2006):
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Sub Phylum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Bangsa : Saccharomycetales
Suku : Saccharomycetaceae
Marga : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae
mikron, biasanya berukuran 5 sampai 10 kali lebih besar dari bakteri dan terdapat
berbagai macam bentuk dalam ragi. Ada yang berbentuk oval, bulat dan memanjang.
Khamir dapat tumbuh dalam media cair dan padat. Perbanyakan sel terjadi secara
aseksual dengan pembentukan tunas, suatu proses yang merupakan sifat khas dari
khamir. Suhu pertumbuhan optimal adalah 250C sampai 300C dengan kisaran pH
optimum 4 sampai 4,5 (Buckle dkk, 1987). Secara singkat proses fermentasi alkohol
melibatkan 1 fase pertumbuhan dan produksi, pada fase tersebut glukosa diubah
Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting dalam
dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk makanan
terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk fortifikasi
makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang hingga saat ini
Saccharomyces cerevisiae sebagai salah satu galur yang paling umum digunakan
untuk fermentasi, karena bersifat fermentatife kuat dan anaerob fakultatif (mampu
hidup dengan atau tanpa oksigen), memiliki sifat yang stabil dan seragam, mampu
tumbuh dengan cepat saat proses fermentasi sehingga proses fermentasi berlangsung
dengan cepat pula serta mampu memproduksi alkohol dalam jumlah banyak. Alkohol
(etanol) yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pelarut selain air dan bahan
baku utama dalam laboratorium dan industri kimia (Buckle dkk, 1987).
dari glukosa didalam subtrat akan diubah menjadi karbondioksida dan alkohol,
sedangkan sisanya sebanyak 30% tanpa adanya nitrogen akan diubah menjadi produk
18
melalui fermentasi (endogenous) jika glukosa di dalam medium sudah habis. Dalam
Fardiaz (1992), Kluyver mengemukakan ada tiga ketentuan dasar dalam fermentasi
khamir, yaitu :
1. Jika suatu khamir tidak dapat menfermentasi D-glukosa, khamir tersebut tidak
2. Jika suatu khamir dapat menfermentasi D-glukosa, khamir tersebut juga dapat
menfermentasi laktosa, demikian pula sebaliknya. Untuk ketentuan yang ketiga ini
2.6 Fermentasi
meningkatkan nilai tambah suatu bahan (pertanian) menjadi produk yang lebih
peningkatan nilai tambah suatu bahan melalui bantuan mikroba (seperti; jamur,
bakteri). Contohnya perubahan kacang kedelai menjadi tempe dengan bantuan jamur
Fermentasi adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin “ferfere” yang berarti
Menurut Buckle dkk (1987), fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan
pangan yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh mikroba atau sudah ada dalam
bahan pangan tersebut. Walaupun jumlah enzim dalam sel mikroba sangat sedikit
akan tetapi mempunyai kemampuan yang besar untuk melakukan perubahan kimia
sebagai proses pemecahan karbohidrat, asam amino dan lemak dengan bantuan
mikroba dan enzim tertentu yang dapat menghasilkan CO2 dan zat-zat lainnya.
Perubahan-perubahan itu, seperti; kadar air, kadar pati, kadar alkohol, total asam dan
pH.
Kadar air sangat penting dalam bahan pangan karena berperan sebagai pelarut dan
bahan pereaksi dari beberapa komponen. Kadar air dalam bahan pangan akan berubah
sesuai dengan lingkungan dan pengolahannya, dalam hal ini sangat erat hubungannya
biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini tidak
hanya disebabkan oleh mikroba yang bersifat katabolik atau memecah komponen-
komponen kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah
dicerna, tetapi mikroba juga dapat mensintesa beberapa vitamin kompleks dan faktor-
faktor pertumbuhan badan lainnya, misalnya produksi dari beberapa vitamin seperti
riboflavin, vitamin B dan provitamin A. Selain itu, melalui proses fermentasi juga
dapat terjadi pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak
karena beberapa mikroba dapat mencerna bahan energi tanpa adanya oksigen.
melakukan fermentasi ini adalah yeast, beberapa jenis kapang dan bakteri.
perlu diperhatikan pula perubahan yang terjadi secara mikrobiologi dalam makanan.
Adapun mikroba yang bersifat fermentatif dapat mengubah karbohidrat dan turunan-
menghasilkan bau busuk yang tidak diinginkan, sedangkan mikroba lipolitik akan
Bila alkohol dan asam yang dihasilkan mikroba cukup tinggi, maka pertumbuhan
mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat. Jadi pada prinsipnya, pengawetan
sederhana. Menurut Kartika dkk (1992), bahan baku pembuatan tape dapat
dikelompokkan menjadi:
gula tebu.
b. Bahan baku yang mengandung pati, misalnya biji-bijian, kentang dan umbi-
umbian. Secara umum, bahan baku yang mengandung pati digunakan sebagai
2. Oksigen
atau membentuk sel-sel baru dan untuk proses fermentasi. Misalnya Saccharomyces
sp yang melakukan fermentasi terhadap gula jauhlebih cepat pada keadaan anaerobik,
akan tetapi mengalami pertumbuhan lebih baik pada keadaan aerobik sehingga
3. Waktu Fermentasi
Waktu yang digunakan untuk proses fermentasi berkisar antara 1 sampai 6 hari.
4. Mikroba
Jumlah mikroba dalam hal ini adalah ragi tape yang optimal (proporsional dengan
jumlah substrat) akan menghasilkan tape yang baik. Menurut Susanto dan Saneto
(1994) pada proses fermentasi jumlah ragi yang digunakan sebanyak 0,5% dari berat
bahan yang dipakai. Menurut Desrosier (1988), ada tiga karakteristik yang harus
a. Mikroba harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu subtrat dan
5. Temperatur
fermentasi. Suhu yang diberikan pada proses fermentasi tape adalah suhu ruang
sehingga sesuai dengan pertumbuhan semua mikroba yang bekerja pada proses
mengubah rupa, bentuk dan flavor dari bahan aslinya. Perubahan-perubahan tersebut
dapat memperbaiki gizi dari produk dan mampu menghambat pertumbuhan mikroba
yang tidak diinginkan. Perubahan biokimia yang terjadi selama proses fermentasi tape
a. Hidrolisa Pati
Pati merupakan polimer karbohidrat yang dibentuk dari ratusan atau ribuan unit
glukosa sehingga membentuk rantai yang panjang dalam bentuk granula. Secara
umum, pati tersusun atas dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan polimer a-D-glukosa yang tersusun secara linier dengan ikatan
glukosidik a-1,4 dengan panjang rantai bervariasi antara 500-600 unit glukosa,
Ikatan pada rantai lurus adalah a-1,4 dan pada cabangnya adalah b-1,6 (Kimball,
1983). Proses fermentasi diawali dengan hidrolisa pati oleh enzim amilase yang
dihasilkan oleh kapang, khamir atau bakteri yang bersifat amilolitik. Enzim pemecah
Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2 adalah enzim
(Fardiaz, 1992). Proses ini terus berlangsung dan akan terhenti jika kadar etanol
sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh sel-sel khamir. Tingginya
kandungan alkohol akan menghambat pertumbuhan khamir dan hanya mikroba yang
toleran terhadap alkohol yang dapat tumbuh (Ketchum, 1988 dalam Hambali 2001).
c. Pembentukan Asam
Jika proses fermentasi tape terus berlanjut maka terbentuk asam asetat karena
adanya bakteri Acetobacter yang sering terdapat pada ragi yang bersifat oksidatif.
Metanol yang dihasilkan dari penguraian glukosa akan dipecah oleh Acetobacter
menjadi asam asetat, asam piruvat dan asam laktat. Buckle (1987), menyatakan
bahwa asam piruvat adalah produk antara yang terbentuk pada hidrolisa gula menjadi
etanol. Asam piruvat dapat diubah menjadi etanol dan asam laktat.
2.7 Maltodekstrin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit
α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE
pada dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari
campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah
kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah
(Blancard, 1995).
maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah melarut pada air dingin.
Aplikasi maltodekstrin pada produk pangan (Blancard, 1995) antara lain pada:
beku.
3. Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai pengganti
Sifat – sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat,
memiliki sifat daya larut yang tinggi maupun membentuk film, membentuk sifat
higroskopis yang rendah, mampu membentuk body, sifat browning yang rendah,
merupakan salah satu jenis bahan pengganti lemak berbasis karbohidrat yang dapat
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar
air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan
kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid,
1993).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan basah.
Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu
tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang
Andarwulan, 1989). Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
27
tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
Air ada yang berbentuk bebas, ada pula yang terikat baik didalam matriks bahan
maupun didalam jaringannya. Air yang berbentuk bebas sangat mudah menguap
karena biasanya terdapat pada permukaan bahan pangan. Kadar air perlu diukur untuk
menentukan umur simpan suatu bahan pangan. Dengan demikian, suatu produsen
makanan olahan dapat langsung mengetahui umur simpan produknya tanpa harus
Beberapa cara untuk menetapkan kadar air suatu bahan makanan misalnya dengan
destilasi menggunakan pelarut yang tidak bercampur dalam air dan mempunyai titik
didih sedikit diatas titik didih air, sehingga ketika dilakukan destilasi, air akan
terkumpul dan jatuh dalam tabung Aufhauser. Hal ini dapat terjadi karena berat jenis
Ketika semua air telah terdestilasi, volume air dapat dibaca pada skala tabung
Aufhauser. Pada percobaan ini kami menggunakan pelarut toluene dan xylene.
Penentuan kadar air bahan pangan. Penetapan kadar air bahan pangan dapat
dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya
penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan sejumlah sampel dalam oven
28
pada suhu 105-110° C selama 3 jam atau hingga didapat berat yang konstan. Selisih
berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
2.9 Organoleptis
Uji Organoleptis ini dilakukan oleh seorang panelis. Misalnya dalam pengujiannya
seperti ini, Pengujian terhadap sifat organoleptik meliputi rasa, bau, warna, dan
bentuk, dilakukan dengan panelis dan biasanya dilakukan oleh seorang panelis,
biasanya panelis ini adalah panelis agak terlatih (Hidayat et Al, 2013). Pengujian
diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat
indera akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indera
yang berasal dari benda tersebut. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan
Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat sulit untuk
dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih sulit untuk
dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori memiliki sensori memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga sulit atau dari yang
diperlukan untuk menetralisir asam yang berada dalam 2% b/v brem padat degan
29
segar.
dikeraskan. Brem padat memiliki rasa manis atau manis keasaman, tesktur padat,
kering tidak lembek, warna putih kekuningan sampai kuning kecoklatan serta mudah
hancur dalam mulut. Saat ini brem biasanya terbuat dari beras ketan, sedangkan beras
ketan sudah mulai langkah dan hargnya juga cukup mahal sehingga perlu alternatif
Umumnya subtitusi beras ketan untuk membuat brem diperoleh dari jenis umbi
umbian yang memiliki kadar pati tinggi dibanding bagian lain dari tanaman. Brem
dengan tekstur yang baik diperoleh dengan subtitusi 15 % umbi talas, tetapi semakin
tinggi persetase subtitusi umbi talas maka semakin besar kadar air. Kadar air yang
tinggi menyebakan tekstur yang lembek pada brem padat (Sri djajati). Subtitusi beras
ketan dengan 100% umbi kayu yang difermentasi selama 7 hari dapat menghasilkan
brem padat dengan penambahan maltodekstrin 0,5% (Etis Finallika, 2015). Adapun
30
kandungan amilopektin sebesar 23,77 % (Wulan, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa
asam atau enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, malatosa, polisakarida dan
memadatkan brem.
Berdasarkan hal tersebut dicari alternative pengganti beras ketan dari umbi
dengan penambahan dekstrin. Umbi suweg kandungan pati 15,7 % dan amilopektin
sebesar 75,5 % (Wankhede dan Sajjan, 1981). Kadar pati tepung umbi suweg lebih
tinggi dari umbi suweg asalnya, yaitu sebesar 80-85 % sedangankan kandungan
amilopektinnya menjadi 75,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa umbi suweg dapat
Untuk membuat tepung umbi suweg perlu di lakukan preparasi dengan cara
memilih umbi suweg yang baik (tidak membusuk), pencucian umbi dari tanah dan
perendaman dengan garam dapur untuk menghilangkan kalsium oksalat, seletah itu
dilakukan penyerutan dan pengepresan untuk mengurangi kadar air yang ada pada
tepung umbi suweg kemudian dilakukan pembuatan brem dengan cara pengukusan 1
31
selama 15 menit lalu di tambahkan dengan air sebanyak 40% dan pengukusan 2
sebanyak 1 % difermentasi selama 6 hari dan akan menghasilkan air tape yang
nantinya akan dipekatkan dengan cara pemanasan dengan suhu 20 C selama ± 1 jam
terfermentasi menjadi gula-gula sederhana sehingga tidak bisa membuat tekstur padat
kemudian biarkan dingin hingga mengeras dan dilakukan pengujian brem padat yang
meliputi organoleptis, kadar air, bagian tak larut dalam air, derajat asam.
2.13 Hipotesis
terhadap mutu fisika dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi suweg.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
eksperimental yang ditekankan pada penemuan produk baru dengan tujuan untuk
dalam pembuatan brem padat subtitusi tepung umbi suweg antara 2,5%, 5%, 7,5%.
brem padat, analisa mutu fisik brem padat yang meliputi rendemen, kadar air, bagian
32
33
3.3.1 Lokasi
Lokasi dari penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi
variabel terikatnya adalah mutu fisik dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi
suweg.
2. Mutu Fisik Warna Hal yang menunjukan corak Warna brem adalah putih
dan kimia dari brem kecoklatan
Bau Hal yang dialami oleh indera Aroma brem adalah khas
penciuman (hidung) ketika
mencium aroma brem
Rasa Hal yang dialami oleh indera Rasa manis sedikit asam
perasa ( lidah) ketika
merasakan brem
Kadar air Persentase kandungan air Memenuhi syarat jika
suatu bahan yang dapat maksimum 16 %
dinyatakan berdasarkan
berat basah atau berat kering
34
3.5.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi suweg, ragi merk NKL,
3.5.2 Alat
alat yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi pisau, oven, daun pisang,
kompor gas, dandang,panci, pengaduk kayu, cetakan, kain saring, timbangan, mixer.
2. Umbi suweg sebanyak 20 kg dicuci bersih sampai hilang tanah yang melekat
3. Kemudian dikupas, dipotong dan dicuci dengan larutan jeruk nipis 1% selama
4. cuci umbi suweg dengan air kapur sirih selama 15 menit sebanyak 3 x lalu
ayakan no 80 mesh.
7. Timbang tepung umbi suweg sebanyak 150 gram dan beras ketan sebanyak
850 gr.
8. Rendam beras ketan dan suweg selama 15 jam yang berfungsi untuk hidrasi
13. Kemudian diinokulasi dengan ragi merk NKL sebanyak 1% (10 gram).
14. Tepung umbi suweg yang sudah diberi ragi disimpan pada wadah yang
tertutup.
17. Air tape yang didapatkan kemudian dipekatkan dengan suhu 2 0C selama ± 1
jam.
19. Mixer selama 30 menit yang berfungsi untuk memperoleh kristal-kristal yang
baik.
awal.
4. Masukkan dalam oven pada suhu 1050 3-4 jam, dianginkan pada densikator.
kedua setelah di oven adalah tidak boleh lebih dari 0,25% jika tidak
rumus.
37
2. Dalam keadaan panas, enap tuangkan bagian yang tidak dapat larut kedalam
4. Keringkan kertas saring alam oven pada suhu 105 0C selama 2 jam,
Data oraganoleptis brem padat subtitusi tepung umbi suweg dilaporkan secara
deskripitif dan dibandingkan dengan SNI nomer 0369-90. Data penelitan berupa
kadar air, rendemen, bagian tak larut dalam air, derajat asam dilaporkan sebagai rata-
rata ± standart deviasi dan dibandingkan dengan SNI nomer 0369-90. Pengaruh
BAB IV
pembuatan tepung yang berbahan umbi suweg yang kemudian diformulasikan dalam
bentuk brem dengan tiga macam konsentrasi maltodektrin yaitu 2,5% 5% 7,5 %.
Brem padat yang dihasilkan kemudian diujikan mutu fisiknya yang meliputi
organoleptis, rendemen, kadar air, bagian tak larut dalam air, derajat asam.
UPT. Balai Materia Medica Batu. Hasil determinasi menunjukan bahwa umbi yang
umbi suweg. Tepung yang didapatkan 3,2 Kg dari 20 Kg suweg basah sehingga
rendemen yang di peroleh sebesar 16 % b/b. Organoleptis dari tepung umbi suweg
halus berwarna kecoklatan dan tidak berasa. Warna kecoklatan ini diduga karena
terjadi browning enzim saat pengupasan. Browning enzim adalah proses kimia yang
39
40
terjadi oleh enzim polifenol oksidase dan oksigen yang mengasilkan pigmen warna
manis dan tidak berbau sehingga maltodesktrin yang didapat adalah maltodekstrin.
menimbang tepung umbi suweg dan beras ketan dengan perbandingan 15:85. Adapun
hasil oraganoleptis dari brem padat subtitusi tepung umbi suweg sebagai berikut :
Tabel 4. 1 Hasil Analisis Organoleptis Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi Suweg
dengan Konsentrasi Maltodekstrin.
Organoleptis Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
maltodekstrin 2,5 maltodekstrin 5 maltodekstrin 7,5
% % %
Rasa Manis sedikit asam Manis sedikit asam Manis sedikit asam
beram padat menurut SNI berwarna putih kekuningan sedangkan brem padat subtitusi
putih kecoklatan. Warna coklat ini disebabkan karena terjadinya reaksi pencoklatan
non enzimatis yang terjadi selama pemekatan sari tape yaitu antara gula reduksi
maltodekstrin yang semakin besar, warna brem padat semakin putih. Hal ini karena
maltodekstrin berwarna putih sehingga pada saat dicampurkan dengan bahan akan
Aroma memiliki peran yang sangat penting untuk produk makanan. Sebelum
mengkonsumsi tentu terlebih dahulu aroma makanan tercium oleh indera penciuman,
Apabila aroma pada produk terlalu menyengat atau terkesan hambar tentu membuat
konsumen tidak tertarik untuk mengkonsumsi. Brem padat memiliki aroma khas tape
sedangan hal ini karena pembuatan brem padat berasal dari fermentasi tape. Aroma
khas ini terjadi karena adanya aktifitas khamir pada saat fermentasi. Brem padat
subtitusi tepung umbi suweg sudah sesuai dengan standart SNI. Variasi konsetrasi
maltodekstrin tidak mempengaruhi terhadap rasa hal ini karena maltodekstrin tidak
berbau.
Brem padat yang sesuai standart SNI dengan Brem padat subtitusi tepung umbi
suweg dengan variasi maltodektsrin hampir tidak ada perbedaan dari segi rasa. Hal ini
disebabkan karena maltodekstrin dan tepung umbi suweg tidak memiliki rasa,
sehingga cita rasa yang dihasilkan hampir sama yaitu memiliki rasa manis dan sedikit
asam. Rasa manis sedikit asam ini disebabkan karena selama fermentasi tape
Dalam waktu yang bersamaan, gula diubah menjadi alkohol oleh kamir kemudian
42
alcohol yang terbentuk akan diubah menjadi asam asam organik oleh bakteri
Bentuk memiliki peranan yang tak kalah penting dengan aroma, sebelum
masyarakat merasakan sebuah produk maka konsumen akan tertarik oleh sebuah
bentuk. Tekstur brem yang sesuai standart SNI lebih lembut dan empuk, sedangkan
brem padat subtitusi tepung umbi suweg cenderung lebih keras. Hal ini dikarenakan
pada pengolahan brem yag sesuai standart SNI dilakukan penambahan baking soda
sedangkan brem sampel tanpa penambahan baking soda. Selain itu maltodekstrin juga
mampu membuat film (Hui, 2002). Film berupa lapisan yang mengikat material-
banyak film yang terbentuk dan semakin keras bentuk dari brem padat.
37,25
15 % 37,28
38,66
umbi suweg terhadap berat beras ketan dan tepung umbi suweg. Diperoleh rendemen
43
sebesar 37,25%, 37,28%, 38,66%. Dari hasil rendemen tersebut tidak ada perbedaan,
Standar deviasi yang kurang dari 2 menunjukkan bahwa pengujian mempunyai harga
ketelitian yang baik (Hamida 2004). Pengukuran rendemen hasil fermentasi memiliki
ketelitian yang baik (standar deviasi 0,8). Brem padat dengan subtitusi umbi talas
memiliki nilai rendemen sebesar 43,43 % hal ini karena tepung umbi talas memiliki
kandungan amilopektin tepung umbi suweg sebesar 75,5% ( Wankhede dan Sajjan,
1981 )
kadar air perlu dilakukan karena sangat berpengaruh terhadap kerusakan bahan
pangan. Bahan pangan yang memiliki kadar air yang relatif tinggi akan cenderung
mengalami kerusakan yang lebih cepat dibandingkan dengan bahan pangan yang
memiliki kadar air lebih rendah (Kadir et. al., 1982 di kutip Chamdani, 2005).
Kadar air dipengaruhi oleh total padatan, semakin rendah kadar air maka semakin
tinggi total padatan. Total padatan pada beras ketan dan umbi suweg sangat
karbohidrat tepung umbi suweg 15,7% (Mariana cyti, 2010) lebih kecil daripada
kandungan beras ketan sebesar 79,40% (Direktorat Gizi, 1981). Hal inilah yang
menyebabkan kadar air pada brem padat subtitusi tepung umbi suweg sebesar 13,27%
- 10,76%, lebih besar daripada kadar air brem padat beras ketan merk suling gading
44
sebesar 5% (Margaretha, 2015). Selain itu diduga karena kandungan gula reduksi
pada air ketan putih lebih tinggi, tingginya kadar gula reduksi pada air tepe ketan
putih menyebabkan rendahnya kadar air dari brem padat yang dihasilkan, karena gula
reduksi akan mengikat air yang terdapat pada air tape ketika proses pemekatan
(Hapsari, 2004)
Tabel 4. 3 Hasil Analisis Kadar Air pada Brem Padat Subtitusi Tepung Umbi Suweg
dengan Kosentrasi Matodekstrin
Konsentrasi maltodekstrin Kadar air (%)
(%)
5 11,12 ± 1,01
Keterangan : kadar air dilaporkan sebagai nilai rata-rata ± Standart deviasi dari 3x
pengulangan
Nilai rata-rata kadar air untuk brem padat dengan perlakuan konsentrasi
maltodekstrin 2,5 % memiliki hasil kadar tertinggi yaitu 13,27% sedangkan rata-rata
untuk kadar air terendah yaitu konsentrasi maltodekstrin 7,5% dengan kadar 10,76%.
Standar deviasi yang kurang dari 2 menunjukkan bahwa pengujian mempunyai harga
ketelitian yang baik (Hamida 2004). Secara berturut turut didapatkan nilai standart
devias pengujian kadar air 0,42, 1,01, 0,2 sehingga standart deviasi pengujian
Dari hasil gambar tersebut diketahui bahwa nilai r2 sebesar 0,868 sehingga
didapatkan nilai r sebesar 0,93. Hal menunjukan ada hubungan sangat kuat antara
penambahan konsentrasi maltodekstrin dengan kadar air. Dari grafik terlihat bahwa
gradient garis atau arah persamaan garis bernilai negatif sehingga, semakin tinggi
penambahan konsentrasi maltodekstrin maka semakin rendah kadar air pada brem
padat subtitusi tepung umb suweg. Hal ini disebabkan maltodekstrin memiliki sifat
yaitu mampu mengikat kadar air bebas suatu bahan (Hui, 2002). Hasil pengujian ini
5 0,032 ± 0,00069
antara 0,036 % - 0,03 %. Standar deviasi yang kurang dari 2 menunjukkan bahwa
pengujian mempunyai harga ketelitian yang baik (Hamida 2004). Secara berturut-
turut didapatkan nilai standart deviasi pengujian derajat asam 0,00109, 0,00069,
0,00063 sehingga standart deviasi pengujian mempunyai nilai ketelitan yang baik.
Pada gambar diatas dapat diketahui nilai r2 sebesar 0,96 sehigga didapatkan
nilai r sebesar 0,98. Hal menunjukan ada hubungan sangat kuat antara penambahan
konsentrasi maltodekstrin dengan derajat asam. Dari grafik terlihat bahwa gradient
garis atau arah persamaan garis bernilai negatif sehingga, semakin tinggi
penambahan konsentrasi maltodekstrin maka semakin rendah derajat asam pada brem
padat subtitusi tepung umbi suweg. Hal ini disebabkan karena maltodekstrin memiliki
nilai pH lebih rendah yaitu 4-7. Rendahnya nilai pH ini memungkinkan maltodekstrin
masih memiliki residu asam yang diperoleh pada proses pembuatan maltodekstrin itu
sendiri sehingga pH produk menjadi menurun. Semakin tinggi asam maka ion H+
yang dilepaskan dalam larutan juga tinggi sehingga pH semakin rendah. Hasil
pengujian ini sudah sesusai dengan standart SNI nomor 0369-90 yaitu maksima 15%.
7,96% hal ini disebabkan semakin banyak kandungan umbi suweg dalam brem padat,
semakin banyak pula bagian serat pangan tidak larut. Menurut (Faridah, 2005)
mengatakan bahwa serat pangan yang tidak larut air sebesar 5,27% ± 0,20,disamping
itu kadar abu yang tinggi (4,60% ± 0,03) kadar abu yang tinggi turut berkontribusi
meningkatkan bagian tak larut dalam air. Telah diketahui kandugan karbohidrat pada
beras ketan lebih banyak dibandingkan karbohidrat pada umbi suweg. Kandungan
karbohidrat pada beras ketan berpengaruh pada hasil tekstur dikarenakan kandungan
Tabel 4. 5 Hasil Analisis Bagian tak Larut dalam Air pada Brem Padat Subtitusi
Tepung Umbi Suweg dengan Konsentrasi Maltodekstrin
Konsentrasi maltodekstrin Bagian tak larut dalam air (%)
(%)
5 7,75 ± 0,09
Nilai rata-rata bagian tak larut dalam air untuk brem padat dengan perlakuan
sedangkan rata-rata untuk kadar air tertiggi yaitu konsentrasi matodekstrin 7,5 %
dengan kadar 7,96 %. Pengujian ini tidak sesuai dengan SNI yaitu maksimal 1%. Hal
ini karena maltodekstrin mengandung kadar abu sebanyak 0,1 – 0,2 % (Anonym d,
2002). Kadar abu menujukan banyaknya mineral sehingga semakin banyak mineral
pengujian mempunyai harga ketelitian yang baik (Hamida 2004). Secara berturut
turut didapatkan nilai standart devias pengujian bagian tak larut dalam air 0,11, 0,09
0,19 sehingga standart deviasi pengujian mempunyai nilai ketelitan yang baik
49
Dalam Air
Pada gambar diatas dapat diketahui nilai r2 sebesar 0,98 sehigga didapatkan nilai r
sebesar 0,99. Hal menunjukan ada hubungan sangat kuat antara penambahan
konsentrasi maltodekstrin dengan derajat asam. Dari grafik terlihat bahwa gradient
garis atau arah persamaan garis bernilai positif sehingga, semakin tinggi penambahan
konsentrasi maltodekstrin maka semakin tinggi bagian yang tak larut dalam air pada
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan konsentrasi maltodekstrin
berpengaruh kuat terhadap mutu fisik dan kimia brem padat subtitusi tepung umbi
suweg (bentuk, kadar air, derajat asam, bagian tak larut dalam air) yang dihasilkan.
Mutu fisik brem padat subtitusi 15% tepung umbi suweg kurang memenuh standart
SNI karena bagian tak larut dalam air yang dihasilkan (7,58% - 7,96%) melebihi
batas maksimal 1 %.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenahi bahan dasar lain yang kadar abunya
50
51
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2001. Jawa Timur dalam Angka. Biro Pusat Statistik. Propinsi Jawa
Timur. H. 79.
Ardhana, M.M. 2000. Pengembangan Kultur Murni Ragi Untuk Memperoleh Produk
Fermentasi dengan Kualitas yang Optimal. Malang, Pusat Kajian Makanan
Tradisional (PKMT) Universitas Brawijaya.
Astawan, M dan W. Mita. 1991. Teknologi Pengadukan Pangan Nabati Tepat Guna,
Akademika Pressindo, Jakarta.
Buckle dkk. 1987. Ilmu Pangan. Terjemah Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI
Press
Evyrosita, E. 1991. Pengaruh subtitusi Filtrat tape Ubi Kayu dan Waktu Pengadukan
Terhadap Kualitas Brem Padat. Skripsi Jurusan Teknologi pangan, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Veteran, Jawa Timur.
51
52
Hartati, N.S. dan Prana, T.K.2003. Analisis kadar pati dan serat kasar tepung
beberapa kultivar talas (Colocasia esculenta L. Schott). Natur Indonesia6(1): 29-
33.
Kadan, R .S ., Champagne, E .T ., Zieler, G.M . & Richard. A.O . 1997. Amylase and
protein content of rice cultivars as related to texture of rice-based fries. Journal of
food science 62(4): 701-702.
Kasno, dkk. 2009. Pengaruh Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan, Hasil Dan Kualitas
Umbi Suweg (Amorphophaltus Campanulatus B1) Pada Berbagai Umur. Buletin
Agronomi Vol.XVII No. 1.
Lingga, Pinus, Bertanam Ubi-Ubian, Penebar Swadaya, Jakarta, 1992. Pp. 5-7.
Nugroho, A.D., 200. Pembuatan dan Karakteristik Edible Film dari Campuran
tepung Glukomanan Iles-Iles Kuning (Amorphophallus onchophyllus) dan
Carboxymethyl Cellulose. Fakultas Teknologi Pertanian. ITB, Bogor.
Richana, N dan Sunarti, T.C., 2009. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan
Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg Ubi Kelapa dan Gembili.
http://pascapanen.litbang.deptan.go.id; 28 Desember 2015
Rokhmawati, S., 2004. Pembuatan Suwar-Suwir Ubi Jalar ; Kajian Varietas Dan
Lama Fermentasi Tape Ubi Jalar. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknik Pertanian Universitas Brawijaya.
Setyorini, 2003. Pengaruh Proporsi Air Tape (Ubi Jalar dan Ketan) dan Lama
Pengadukan Terhadap Kualitas Brem Padat. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang
Susanto dan Saneto. 1994. Pembuatan brem padat dengan subtitusi filtrate tape umbi
talas. Jurnal teknologi pangan UPN
Susanto, T dan B, Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu,
Surabaya.
Tjokroadikoesoema, S., 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya. Penerbit PT.
Gramedia. Jakarta.
Utami, B. 2003. Pengaruh Lama Fermnentasi Terhadap Kadar Gula Tape Dari Tiga
Kultivar Pisang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang, Jurusan Biologi Fakultas
SAINS Universitas Islam Negri Malang.
54
Utomo, Y.S dan S.S antarlina,. 1997. Proseding Seminar Teknologi Pangan 1997
Kajian Sifat fisiko Kimia Pai Umbi-Umbian Selain Ubi Kayu. Balitbang:
Kendalpayan Malang.
Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pembuatan brem padat subtitusi tepung umbi suweg 2 April – 26 Mei 2016
dengan penambahan maltodekstin
Konsentrasi Maltodekstrin 5 %
1 10 mL 0 9.65 9.65
2 10 mL 0 9.6 9.6
3 10 mL 0 9.65 9.65
Sampel : 2,5 %
1 25 mL 0 1.65 1.65
2 25 mL 0 1.65 1.65
3 25 mL 0 1.60 1.60
Sampel : 5 %
1 25 mL 0 1.40 1.40
2 25 mL 0 1.45 1.45
3 25 mL 0 1.45 1.45
60
Sampel : 7,5 %
1 25 mL 0 1.4 1.4
2 25 mL 0 1.35 1.35
3 25 mL 0 1.35 1.35
Perhitungan pembakuan
NxV=N xV
N NaOH x 9.65 mL = N x V
NxV=NxV
N x 25 mL = 0.0932 N x 1.65 mL
= 0.1538 mmol/25 mL
= 9.228 mg/25 mL
61
= 0.009228 gr/25 mL
= 0.0369 gr/100mL
NxV=NxV
N x 25 mL = 0.0932 N x 1.45 mL
= 0.1351 mmol/25 mL
= 8.106 mg/25 mL
= 0.008106 gr/25 mL
= 0.0324 gr/100mL
NxV=NxV
N x 25 mL = 0.0932 N x 1.35 mL
62
= 0.1258 mmol/25 mL
= 7.548 mg/25 mL
= 0.007548 gr/25 mL
= 0.0301 gr/100mL
DERAJAT ASAM
% Kadar Air
sampel 2,5 %
Replikasi botol kosong berat sampel berat setelah d oven 1berat setelah d oven 2berat setelah d oven 3berat setelah d oven 4 berat awal % Kadar air
I 30.0302 2.0669 31.8364 31.8193 31.8175 31.8169 32.0971 13.55653394
II 30.824 2.0537 32.6188 32.6035 32.6024 32.6011 32.8777 13.46837415
III 30.7998 2.0882 32.6431 32.6234 32.6215 32.621 32.888 12.7861316
rata-rata : 13.27
Std : 0.42
sampel 5 %
Replikasi botol kosong berat sampel berat setelah d oven 1berat setelah d oven 2berat setelah d oven 3berat setelah d oven 4 berat awal % Kadar air
I 34.305 2.1576 36.2281 36.2107 36.2097 36.2086 36.4626 11.77233964
II 21.7449 2.0204 23.5732 23.5654 23.565 23.5642 23.7653 9.953474559
III 34.3179 2.0971 36.1896 36.1721 36.1716 36.1709 36.415 11.63988365
rata-rata : 11.12
Std : 1.01
sampel 7,5 %
Replikasi botol kosong berat sampel berat setelah d oven 1berat setelah d oven 2berat setelah d oven 3berat setelah d oven 4 berat awal % Kadar air
I 19.6435 2.0113 21.4621 21.4444 21.4435 21.441 21.6548 10.62994083
II 21.0633 2.0821 22.9361 22.9189 22.917 22.9165 23.1454 10.99370828
III 22.5005 2.0815 24.3791 24.3613 24.3609 24.3601 24.582 10.66058131
rata-rata : 10.76
Std : 0.20
64
konsentrasi : 2.5 %
berat sampel berat kertas saring berat setelah di oven 1 berat setelah di oven 2 berat setelah di oven 3 berat setelah di oven 4 bagian tak larut dalam air
5.1455 0.3935 0.6712 0.6614 0.6575 0.657 5.120979497
5.1304 0.3896 0.6685 0.6515 0.6498 0.6435 4.948931857
5.1315 0.384 0.6578 0.6524 0.6499 0.6358 4.906947286
rata-rata : 4.99
Std : 0.11
konsentrasi 5 %
berat sampel berat kertas saring berat setelah di oven 1 berat setelah di oven 2 berat setelah di oven 3 berat setelah di oven 4 bagian tak larut dalam air
5.3039 0.3995 0.765 0.7575 0.7566 0.756 6.749750184
5.2351 0.4154 0.8322 0.7603 0.7593 0.759 6.569119979
5.2431 0.4039 0.8354 0.7569 0.7573 0.7602 6.73265816
rata-rata : 6.68
STD : 0.09
konsentrasi 7.5 %
berat sampel berat kertas saring berat setelah di oven 1 berat setelah di oven 2 berat setelah di oven 3 berat setelah di oven 4 bagian tak larut dalam air
5.2496 0.4083 0.8241 0.8066 0.8062 0.8032 7.579625114
5.2963 0.4145 0.8281 0.8239 0.825 0.8224 7.750693881
5.2504 0.4095 0.8279 0.8276 0.8243 0.8135 7.963202804
rata-rata : 7.76
Std : 0.19
65
Lampiran 8. Dokumentasi