“LITERASI MEDIA”
DISUSUN OLEH :
NAMA : ARDITIA JULIANSYAH
NIM : 2015-41-110
FAKULTAS KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah Sosiologi Komunikasi mengenai “Literasi Media”.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan dalam makalah saya, baik itu dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar nantinya saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah Sosiologi Komunikasi mengenai
“Literasi Media” ini dapat bermanfaat serta memberikan informasi serta inspirasi
bagi pembacanya.
Penulis
BAB 1
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
Literasi media berasal dari bahasa inggris yaitu media literacy, terdiri dari
dua suku kata media berarti media tempat pertukapan pesan dan literacy berarti
melek, kemudian dikenal dalam istilah Literasi Media. Dalam hal ini literasi media
merujuk kemampuan khalayak yang melek terhadap media dan pesan media
massa dalam konteks komunikasi massa.
Tujuan dasar literasi media ialah mengajar khalayak dan pengguna media
untuk menganalisis pesan yang disampaikan oleh media massa,
mempertimbangkan tujuan komersil dan politik di balik suatu citra atau pesan
media, dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan atau idea yang
diimplikasikan oleh pesan atau citra itu. Seseorang pengguna media yang
mempunyai literasi media atau melek media akan berupaya memberi reaksi dan
menilai sesuatu pesan media dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Di sisi lain, Potter (Baran and Davis, 2003 dalam Kidia) memberikan
pendekatan yang agak berbeda dalam menjelaskan ide-ide mendasar dari media
literacy, yaitu:
1) Sebuah rangkaian kesatuan, yang bukan merupakan kondisi kategorikal (Media
Literacy is a continuum not a category
2) Media literacy perlu dikembangkan dengan melihat tingkat kedewasaan
seseorang
3) Media literacy bersifat multidimensi, yaitu domain kognitif yang mengacu pada
proses mental dan proses berpikir, domain emosi yaitu dimensi perasaan, domain
estetis yang mengacu pada kemampuan untuk menikmati, memahami dan
mengapresiasi isi media dari sudut pandang artistik, dan domain moral yang
mengacu pada kemampuan untuk menangkap nilai-nilai yang mendasari sebuah
pesan
4) Tujuan dari media literacy adalah untuk memberi kita kontrol yang lebih untuk
menginterpretasi pesan. Tujuan dari melek media adalah untuk memberdayakan
individu-individu dalam mengontrol media pemrograman. Istilah pemrograman
dalam pengertian ini, tidak bermaksud program televisi atau media pesan.
Seorang individu oleh dirinya sendiri tidak akan punya banyak pengaruh
mengubah bagaimana massa kerajinan media pesan mereka. Seorang individu
akan pernah bisa menjalankan banyak kendali atas apa yang akan ditawarkan
kepada publik. Namun, seseorang bisa belajar untuk mengerahkan banyak kontrol
atas cara pikiran seseorang mendapat diprogram. Dengan demikian, tujuan media
keaksaraan adalah untuk menunjukkan orang-orang bagaimana untuk
mengalihkan kontrol dari media sendiri. Inilah yang saya maksud ketika saya
mengatakan bahwa tujuan melek media untuk membantu orang mengendalikan
program media.
Fashion atau sebuah gaya busana baru dikatakan “ngetren” jika selebriti
atau kalangan yang diekspos media memakai gaya busana tersebut. Ternyata selama
ini tidak ada yang berhak menyandang gelar trendsetter karena kita hanya mencontoh
gaya busana yang terus menerus muncul di media, kemudian saling mengikuti satu sama
lain. Tren tersebut bersemi untuk sementara, sampai media mengekspos gaya busana
yang baru. Media lah yang menjadi komandan /what’s in and what’s out/. Benarkah media
berpengaruh sebegitu kuat? Taruhan, saat ini dijamin tidak ada mahasiswa (diasumsikan
mahasiswa melek fashion) yang berani ke kampus dengan gaya rambut mengembang,
sweater besar, romini, dan ikat kepala warna-warni, dimana saat ini media selalu
memunculkan remaja putri dengan rambut lurus berponi, kaus ketat, jeans /boot cut/, dan
sepatu hak tinggi.
Hegemoni media juga berhasil mengubah cara khalayaknya mengkonstruksikan
konsep, contoh mudahnya konsep ketampanan dan kecantikan. Beberapa tahun yang
lalu, ketika film Meteor Garden mengalami sukses besar, tampaknya para remaja putri
memiliki kesepakatan baru mengenai konsep “tampan”. Pada masa tersebut, pria yang
dikatakan tampan adalah pria berwajah oriental, dengan rambut semi gondrong berlayer.
Begitu juga ketika produsen sabun Lux secara bergantian menampilkan bintang-bintang
iklan yang cantik, berkulit putih, agak ke-/bule-bule/-an (kecuali Dian Sastro), tentunya
banyak pria bersepakat bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang berkulit putih,
berambut panjang, keturunan eropa atau amerika.
Contoh lain yang populer di Indonesia adalah ketika sinetron-sinetron remaja
berhasil menciptakan pergeseran nilai dalam kehidupan remaja di kota-kota besar. Saat
ini siapa yang mengajarkan orang tua untuk member izin anaknya yang masih duduk di
SMP untuk menyetir mobil sendiri ke sekolah, bahkan dengan ikhlas membuatkan SIM
tembak untuk anaknya? Siapa yang mengajarkan bahwa anak-anak usia sekolah saat ini
boleh-boleh saja keluar malam dan pulang pagi? Siapa lagi kalau bukan sinetron remaja
yang terus menerus berusaha menampilkan bahwa anak SMP yang menyetir mobil
sendiri dan pulang pagi adalah suatu kewajaran.
3.1 Kesimpulan
http://medialiterasi0715.blogspot.co.id
http://junitakhairanicaniago.weebly.com/uploads/1/8/4/6/18468290/makalah_liter
asi_media__digital.pdf
perpustakaanrinabudiarti.weebly.com/uploads/1/9/4/4/19448353/literasi.docx
http://ekosudarto.blogspot.co.id/2015/09/high-context-and-low-context.html
http://icanihsanuddin.blogspot.co.id/2012/03/literasi-media-sekedar-melek-
media.html