Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan
fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak
mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan ini testina dan tidak
mengganggu jaringan otak.” ( Brunner & Suddarth, 2000 ).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban
kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
Tindakan resusitasi, anamnesia dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis
harus dilakukan secara serentak. Pendakatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala
menjadi ringan segara ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Trauma capitis itu ?
2. Bagaimana penyebab, serta tanda dan gelaja dari penyakit tersebut ?
3. Bagaimana langkah-langkah penanganan dari penyakit tersebut ?
4. Apa-apa saja yang perlu dikaji ?
B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar dapat mengetahui penyakit Trauma capitis tersebut.
2. pengetahui penatalaksanaannya
3. langkah-langkah penanganan trauma tersebut.
4. dan memahami hal-hal yang perlu dikaji dalam penyakit Trauma capitis
tersebut.

1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Trauma kapitis ( cedera kepala ) adalah suatu peristiwa atau kejadian
yang menyebabkan luka atau kerusakan pada kepala maupun bagian dalam
kepala dan bisa juga terjadi pada otak.
Trauma capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan
gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan
tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan ini testina dan
tidak mengganggu jaringan otak.” ( Brunner & Suddarth, 2000 ).

2. Etiologi
Adapun penyebab cedera antara lain :
 Kecelakaan
 Perkelahian
 Terjatuh
 Cedera olahraga
 Peluru atau pisau

2
3. Patofisiologi
Berdasarkan jenis cedera kepala dapat dibedakan :
a) Cedera kulit kepala
Karena ini banyak mengandung pembuluh darah. Kulit kepala berdarah
bila cedera dalam. Luka kulit kepala juga merupakan tempat masuknya
infeksi intracranial. Trauma dapat menyebabkan abrasia, kontusio,
laserasi atau avulasi.Suntikan prokain melalui subkutan membuat luka
mudah dibersihkan dan diobati.Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan
benda asing dan meminimalkanmasuknya infeksi sebelum laserasi
ditutup.
b) Fraktur tengkorak
Merupakan masuknya contunitas tulang tengkorak disebabkan untuk
trauma ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur
tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup.
c) Cedera otak
Pertimbangan paling penting pada cedera kepala manapun adalah apakah
otak tidak mengalami cedera. Kejadian cedera ‘minor’ dapat
menyebabkan kerusakan otak bermakna.
d) Komosio
Komosio serebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi
neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya
merupakan sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir
selama beberapa detik sampai beberapa menit.
e) Kontusio
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak
mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien
berada pada peroide tidak sadarkan diri.
f) Hemoragi intracranial

3
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi didalam kubas cranial
adalah akibat yang paling serius dari cedera kepala.
Hematoma epidural : setelah cedera kepala darah berkumpul didalam
ruang epidural (ekstradural ) diantar tengkorak dan dural.
g) Hemoragi intraserebral
Merupakan perdarahan kedalam substansi otak. Biasanya terjadi pada
cedera kepala dimana tekanan mendesak kekepala sampai daerah keal.

4. Manifestasi Klinik
 Gangguan kesadaran
 Konfusi
 Abnormalitas pupil
 Gangguan pergerakan
 Awitan tiba-tiba defisit neurologi
 Perubahan tanda vital
 Gangguan penlihatan dan pendengaran
 Disfungsi sensorik
 Kejang otot
 Sakit kepala

5. Pemeriksaan Diagnostik

1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemorogi menetukan ukuran


ventikel pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang

4
5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( faktur pergeseran
struktur dan garis tengah karena perdarahan edema dan adanya fragmen
tulang ).
6. BAER ( Brain Eauditory Evoked ) : menentukan fungsi dari kortek dan
batang otak.
7. PET ( Pesikon Emission Tomografi ): menunjukkan aktifitas metabolisme
pada otak.
8. Fungsi lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
9. Kimia/elekrtolit darah : mengetahiu ketidakseimbangan yang berpengaruh
dalam peningkatan TIK.
10. GDA ( Gas Darah Arteri ) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap penurunan kesadaran.
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

Evaluasi Diagnostik

 Pemeriksaan neurologik dan fisik awal memberi data dasar yang akan
digunakan untuk membangdingkan dengan pemeriksaan berikutnya.
 Pemeriksaan CT adalah alat diagnostic pencitraan, neuruprimer dan ini
bermamfaat dalam evaluasi terhadap cedera jaringan lunak.

6. Komplikasi

1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior


dekat sinius frontal tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang-kejang pasca trauma dapat terjadi segera ( dalam 24 jam
pertama dini, minggu pertama ) atau lanjut ( setelah satu minggu )

5
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada
rangkai hipofisis menyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.

7. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan medik cedera kepela yang utama adalah mencegah


terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sismatik seperti hipofisis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan
otak ( Tunner, 2000 ). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan
pada penderita cedera kepala ( Turner, 2000 ).

Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

a. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.


b. Stabilitasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
c. Berikan oksigenasi
d. Awasi tekanan darah
e. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
f. Atasi shock.
g. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya :

a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,


dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi ( trauma kepela berat ). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik
d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
e. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak ( penisilin ).

6
f. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bla terjadi muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%,
aminofusin, aminofel ( 18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan ), 2-
3 hari kemudian diberikan makana lunak.
g. Pada trauma berat, hari-hari pertama ( 2-3 hari ), tidak terlalu banyak
cairan Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrosa untuk 8 jam
kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari bila kesadaran
rendah, makanan diberikan melalui ngt ( 2500-3000 tktp). Pemberian
protein tergantung nilai urea N.

Tindakan terhadap peningktatan TIK

1. Pemantauan TIK dengan ketat.


2. Oksigenisasi adekuat.
3. Pemberian manitol.
4. Penggunaan steroid.
5. Peningkatan kepala tempat tidur.
6. Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain

1. Dukungan ventilasi.
2. Pencegahan kejang.
3. Pemeliharaan cairan, eltktrolit dan keseimbangan nutrisi.
4. Terapi anti konvulsan.
5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6. Pemasangan selang nasogastrik.

7
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.

Aktivitas/ Istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda : Perubahan kesehatan, letargi

Hemiparase, quadrepelgia

Ataksia cara berjalan tak tegap

Masalah dalam keseimbangan

Cedera (trauma) ortopedi

Kehilangan tonus otot, otot spastik

Sirkulasi

Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi)

Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang


diselingi bradikardia disritmia).

Integritas Ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan


impulsif.

Eliminasi

Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan


fungsi.

8
Makanan/ cairan

Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.

Tanda : Muntah (mungkin proyektil)

Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

Neurosensoris

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,


vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal
pada ekstremitas.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma

Perubahan status mental

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)

Wajah tidak simetri

Genggaman lemah, tidak seimbang

Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah

Apraksia, hemiparese, Quadreplegia

Nyeri/ Kenyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
koma.

9
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

Pernapasan

Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).


Nafas berbunyi stridor, terdesak

Ronki, mengi positif

Keamanan

Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/ dislokasi

Gangguan penglihatan

Gangguan kognitif

Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum


mengalami paralisis

Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh

Interaksi Sosial

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.

10
2. Penyimpangan KDM

Adanya trauma
( kecelakaan, benturan, terjatuh dll )

Terjadi pendarahan di otak

Kerusakan jaringan dan


Pembuluh darah

Penurunan suplai darah dan


Oksigen ke otak

Gangguan perpusi serebral

Kelemahan
Perubahan status kesehatan

Penurunan kekuatan
Kurang informasi
otak

Kurang pengetahuan
Gangguan mobilitas fisik

Penurunan kemampuan
Merawat diri

Gangguan personal hygiene

11
3. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah dan
oksigen ke otak.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
3. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan penurunan kemampuan
merawat diri.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

4. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah dan


oksigen ke otak.
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan kognisi
dan fungsi motorik / sensorik
No Intervensi Rasional
1. Tentukan faktor yang berhubungan Data dasar melanjutkan intervensi
dengan keadaan tertentu yang
menyebabkan koma.
2. Pantau TTV Untuk mengetahui TTV klien
3. Evalusi kemampuan membuka Menentukan tingkat kesadaran.
mata, seperti spontan ( sadar
penuh ) membuka hanya diberi
rangsangan atau tetap tertutup.
4. Observasi adanya aktifitas kejang Kejang dapat terjadi dari iritasi serehid
hiposia.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam Diuretic dapat digunakan untuk
pemberian obat diuretik misal menurungkan air dari sel otak,
monitol. menurungkan edema pada otak.

12
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : - melakukan kembali / memepertahankan posisi fungsi
optimal, dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur
- mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang sakit dan / atau kompensasi.

No Intervensi Rasional
1. Periksa kembali kemampuan dan Data dasar melanjutkan intervensi.
keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
2. Kaji derajat imobilitas pasien dan Mengetahui sejauh mana imobilisasi
menggunakan skala. klien.
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu Meningkatkan sirkulasi pada seluruh
unyuk menghindari kerusakan bagian tubuh.
karena tekanan.
4. Pertahankan kesejajaran tubuh Mencegah terjadinya rotasi, abnormalitas
secara fungsional seperti bokong, pada bokong.
kaki dan tangan.
5. Berikan / bantuan untuk melakukan Mempertahankan mobilitas dan fugsi
latihan rentang gerak. sendi.

3. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan penurunan


kemampuan merawat diri.
Tujuan : - mendemostrasikan teknik / perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat
kemampuan sendiri.

13
No Intervensi Rasional

1. Kaji pengetahuan klien tentang Data dasar melenjutkan intervensi


kebutuhan akan personal hygiene.
2. Kaji ketidakmampuan klien untuk Mengetahui kemampuan klien dalam
merawat diri. perawatan diri.
3. Bantu klien memenuhi hygiene fisik Kebutuhan personal hygiene tetap
secara total, misalnya mandi. terpenuhi.
4. Anjurkan klien untuk selalu Meningkatkan kepercayaan diri klien.
mengganti pakaiannya selama
dirawat di RS.
5. Lakukan hygiene oral setiap 4-8 Meningkatkan kebersihan mulut guna
jam. meningkatkan nafsu makan.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.


Tujuan : - mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan
pengobatan dan potensial komplikasi.
- memulai perubahan gaya hidup baru dan / atau
keterlibatan
dalam program rehabilitas.
No Intervensi Rasional
1. Kaji pengetahuan klien terhadap Mengetahui pengetahuan klien terhadap
penyakitnya. penyakitnya.
2. Jelaskan tentang patofisiologi Meningkatkan pengetahuan klien.
perawatan
3. Jelaskan keterbatasan dan latihan Mengetahui kekurangan dan kelebihan
yang harus dilakukan. klien.
4. Jelaskan pada klien dan keluarganya Mencegah terjadinya penyakit berulang.
mengenai tanda dan gejala penyakit.
5. Berikan dorongan untuk melakukan Meningkatkan keakraban serta
komunikasi diantara klien dan memotivasi klien.

14
keluarga.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah Penilaian keberhasilan rencana perawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan :
1. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya / membaik dan fungsi motorik
/ sensorik.
2. Mendemostrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Kebutuhan seharu-hari klien terpenuhi.
4. Perawatan diri klien terpenuhi.
5. Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma kapitis ( cedera kepala ) adalah suatu peristiwa atau kejadian
yang mentebabkan luka atau kerusakan pada kepala maupun bagian dalam
kepala dan bisa juga terjadi pada otak.
Trauma capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan
fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak
mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan ini testina dan tidak
mengganggu jaringan otak.

Adapun penyebab cedera antara lain Kecelakaan, perkelahian, terjatuh,


cedera olahraga dan peluru atau pisau.
Jenis cedera kepala dapat dibedakan yaitu Cedera kulit kepala, fraktur
tengkorak, cedera otak, komosio, kontusio, hemorogi intracranial dan hemoragi
intraserebral.

B. Saran
1. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi klien dan berdasarkan teori
yang ada
2. Penyakit Trauma capitis ini berbahaya dan kita sebagai mahasiswa harus
bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.

16
17

Anda mungkin juga menyukai