Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SASTRA INDONESIA DALAM

PERSPEKTIF BAHAN AJAR DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

oleh
Daman Huri

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini pembelajaran sastra di sekolah masih dianggap belum menyentuh

substansi dan belum mencapai tujuan utamanya, yakni memberikan pengalaman

bersastra (apresiasi, ekspresi, dan kreasi) kepada siswa. Pembelajaran sastra

membutuhkan keterampilan yang memadai dalam hal cara menyampaikan pesan

yang terkandung di dalamnya untuk dapat ditransfer kepada siswa. Hasil penelitian

dan kajian terhadap pembelajaran sastra di sekolah menunjukkan bahwa salah satu

problematika pembelajaran sastra adalah penggunaan bahan ajar yang belum sesuai

dengan harapan. Indrawati (2009) membuktikannya dari hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa buku ajar yang dipergunakan guru masih memiliki berbagai

kelemahan, baik dari segi isi/substansi maupun dari segi format atau kerangka

pengornanisasian. Buku ajar yang ada dan beredar belum sepenuhnya mengacu

pada kurikulum yang berlaku.

Bahan ajar adalah sesuatu yang mengandung pesan yang akan disajikan

dalam proses belajar mengajar. Bahan ajar dikembangkan berdasarkan tujuan

pembelajaran. Bahan ajar sastra yang ideal adalah bahan yang autentik, artinya

benar-benar berupa karya cipta sastra. Karya sastra tersebut dapat berupa puisi,

cerpen, novel, drama yang ditulis oleh sastrawan atau ditulis sendiri oleh guru.

1
Beberapa hal yang terkait dengan pemilihan materi ajar, di antaranya: (1)

materi harus spesifik, jelas, akurat, mutakhir; (2) materi harus bermakna, otentik,

terpadu, berfungsi, kontekstual, kebersamaan; (3) materi harus mencerminkan

kebhinekaan dan kebersamaan, pengembangan budaya, ipteks, dan pengembangan

kecerdasan berpikir, kehalusan perasaan, kesantunan sosial (Ismawati, 2013:

hlm.35).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah di atas, rumusan masalah dalam makalah ini

adalah 1) bagaimanakah hakikat bahan ajar dalam pembelajaran? 2) bagaimanakah

perkembangan pendidikan sastra dalam persektif bahan ajar berdasarkan

kurikulum?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah 1) hakikat bahan ajar dalam

pembelajaran. 2) perkembangan pendidikan sastra dalam persektif bahan ajar

berdasarkan kurikulum.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan laporan ini diharapkan bermanfaat untuk banyak pihak. Pihak-

pihak yang dapat memanfaatkan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,

bagi guru, mengetahui proses perkembangan bahan ajar sastra sehingga

memudahkan guru dalam proses pembelajaran. Kedua, bagi siswa menambah

pengetahuan berkaitan dengan periode sastra.

2
E. Kajian Teoretis

1. Hakikat Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

Depdiknas (2010:25) dijelaskan bahwa salah satu komponen rencana

pembelajaran yang memegang peranan penting dari keseluruhan ini kurikulum

adalah materi ajar. Guru harus mampu memilih dan menyiapkan materi ajar sesuai

dengan prinsip pengembangannya agar peserta didik dapat mencapai kompetensi

yang diharapkan. Oleh karena itu, untuk memudahkan guru dalam menyajikan

materi ajar dalam proses pembelajaran dan memudahkan peserta didik untuk

mempelajarinya, maka guru perlu mengorganisasikan materi ajar yang telah

dikembangkan ke dalam bahan ajar.

Widodo dan Jasmadi (2013:1) menyatakan bahwa bahan ajar adalah

seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,

metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis

dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai

kompetensi dan subkompetensi dengan segala kompleksitasnya.

Iskandarwassid dan Dadang (2011:171) mengungkapkan bahwa bahan ajar

merupakan seperangkat informasi yang harus diserap peserta didik melalui

pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyusunan

bahan ajar diharapkan siswa benar-benar merasakan manfaat bahan ajar atau materi

itu setelah ia mempelajarinya.

Menurut Opara dan Oguzor (2011:66) mengungkapkan bahwa instructional

materials are the audio visual materials (software/hardware) which can be used as

3
alternative channels of communication in the teaching-learning process. Bahan ajar

merupakan sumber belajar berupa visual maupun audiovisual yang dapat digunakan

sebagai saluran alternatif pada komunikasi di dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan kajian di atas, istilah bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini

adalah suatu bahan/ materi pelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan

guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP untuk mencapai

tujuan yang diharapkan.

b. Fungsi Bahan Ajar

Menurut panduan pengembangan bahan ajar Depdiknas (2007) disebutkan

bahwa bahan ajar berfungsi sebagai.

1. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses

pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya

diajarkan kepada siswa.

2. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses

pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya

dipelajari/dikuasainya.

3. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi bahan ajar sangat akan terkait dengan

kemampuan guru dalam membuat keputusan yang terkait dengan perencanaan

(planning), aktivitas-aktivitas pembelajaran dan pengimplementasian (implement-

ting), dan penilaian (assessing).

4
c. Jenis-Jenis Bahan Ajar

Mulyasa (2006: 96) menambahkan bahwa bentuk bahan ajar atau materi

pembelajaran antara lain adalah bahan cetak (hand out, buku, modul, LKS, brosur,

dan leaflet), audio (radio, kaset, cd audio), visual (foto atau gambar), audio visual

(seperti; video/ film atau VCD) dan multi media (seperti; CD interaktif, computer

based, dan internet).

Lestari (2013:5) menjelasakan bahwa secara umum bahan ajar dapat

dibedakan ke dalam bahan ajar cetak dan noncetak. Bahan ajar cetak dapat berupa,

handout, buku, modul, brosur, dan lembar kerja siswa. Sedangkan bahan ajar

noncetak meliputi, bahan ajar audio seperti, kaset, radio, piringan hitam, dan

compact disc audio. Bahan ajar audio visual seperti, CAI (Computer Assisted

Instruction), dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

Berdasarkan bentuknya, bahan ajar dikelompokkan menjadi lima kategori,

yaitu bahan cetak seperti:handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,

wallchart. Audio Visual, seperti video/film,VCD. Audio, seperti radio, kaset, CD

audio, PH. Visual, seperti foto, gambar, model/maket. Multi media, seperti CD

interaktif, computer based, Internet.

Berdasarkan perdapat di atas dapat dijelaskan bahwa jenis-jenis bahan ajar,

yaitu sebagi berikut. Bahan ajar Berdasarkan bentuknya,dibagi menjadi empat

,yakni bahan cetak (printed), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar pandang dengar

(audiovisual) dan bahan ajar interaktif (interactive teaching material). Bahan Ajar

Menurut Cara kerjanya, dibagi menjadi lima ,yakni : Bahan ajar yang tidak

diproyeksikan, Bahan ajar yang diproyeksikan, Bahan Ajar Audio, Bahan Ajar

5
Video, Bahan Ajar (media)komputer. Bahan Ajar Menurut Sifatnya, dibagi menjadi

empat ,yakni : Bahan ajar yang berbasiskan cetak, Bahan ajar yang berbasiskan

teknologi, Bahan ajar yang dipergunakan untuk praktek atau proyek, Bahan ajar

yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama untuk keperluan

pendidikan jarak jauh).

d. Manfaat dan Peranan Penyusunan Bahan Ajar

Adapun peranan bahan ajar, menurut Iskandarwassid dan Dadang (2011),

yaitu sebagai berikut.

a. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tajam dan inovatif mengenai

pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan ajar yang

disajikan.

b. Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan

bervariasi, sesuai dengan minat dan kebutuhan para peserta didik.

c. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap.

d. Menyajikan metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi

peserta didik.

e. Menjadi penunjang bagi latihan- latihan dan tugas- tugas praktis.

f. Menyajikan bahan/sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.

Depdiknas (2007:10) menjelaskan bahwa tujuan penyusunan bahan ajar,

yakni (1) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan

mempertimbangkan kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah; (2) membantu siswa

6
dalam memperoleh alternatif bahan ajar; dan (3) memudahkan guru dalam

melaksanakan pembelajaran.

Menurut Depdiknas (2007:9) manfaat penulisan bahan ajar dibedakan

menjadi dua macam, yaitu manfaat bagi guru dan siswa. Manfaat bagi guru, yaitu(1)

diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan kebutuhan siswa, (2) tidak

lagi tergantung pada buku teks yang terkadang sulit diperoleh, (3) bahan ajar

menjadi lebih kaya, karena dikembangkan dengan berbagai referensi, (4)

menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar,

Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara

guru dan siswa karena siswa merasa lebih percaya kepada Gurunya, (6) diperoleh

bahan ajar yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan pembelajaran, (7) dapat

diajukan sebagai karya yang dinilai mampu menambah angka kredit untuk

keperluan kenaikan pangkat, dan (8) menambah penghasilan guru jika hasil

karyanya diterbitkan.

Jadi, banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru

mengembangkan bahan ajar sendiri adalah sebagai berikut. Pertama, diperoleh

bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar

siswa. Kedua, tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk

diperoleh. Ketiga, bahan ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan

menggunakan berbagai referensi. Keempat, menambah khasanah pengetahuan dan

pengalaman guru dalam menulis bahan ajar. Kelima, bahan ajar akan mampu

membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa

karena siswa.

7
e. Prinsip-prinsip Pengembangan Bahan Ajar

Sudrajat (2008) menjelaskan tiga prinsip dalam pemilihan materi

pembelajaran meliputi: (1) prinsip relevansi, (2) konsistensi, dan (3) kecukupan.

Prinsip relevansi, artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki

keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.Prinsip

konsistensi, artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar

yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa

empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat

macam. Prinsip kecukupan,artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup

memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.

Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit

akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak

perlu untuk mempelajarinya.

f. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar

Panen dan Purwanto (2004: 11) mengungkapkan bahwa penyusunan bahan

ajar secara umum dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu menulis sendiri,

mengemas kembali informasi atau teks, dan penataan informasi. Pertama, bahan

ajar dapat ditulis sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain ditulis

sendiri guru dapat berkolaborasi dengan guru lain untuk menulis bahan ajar secara

kelompok, dengan guru-guru bidang studi sejenis, baik dalam satu sekolah atau

tidak. Penulisan juga dapat dilakukan bersama pakar, yang memiliki keahlian di

bidang ilmu tertentu. Disamping penguasaan bidang ilmu, untuk dapat menulis

8
sendiri bahan ajar, diperlukan kemampuan menulis sesuai dengn prinsip-prinsip

instruksional. Penulisan bahan ajar selalu berlandaskan pada kebutuhan siswa,

meliputi kebutuhan pengetahuan, keterampilan, bimbingan, latihan, dan umpan

balik.

Kedua, dalam pengemasan informasi, guru tidak menulis bahan ajar sendiri

dari awal, tetapi memanfaatkan buku-buku teks dan informasi yang sudah ada di

pasaran untuk dikemas kembali sehingga berbentuk bahan ajar yang memenuhi

karakteristik bahan ajar yang baik, dan dapat dipergunakan oleh guru dan siswa

dalam proses instruksional. Informasi yang sudah ada di pasaran dikumpulkan

berdasarkan kebutuhan. Kemudian ditulis kembali/ulang dengan gaya bahasa yang

sesuai untuk menjadi bahan ajar (diubah), juga diberi tambahan kompetensi atau

keterampilan yang akan dicapai, bimbingan belajar, latihan, tes, serta umpan balik

agar mereka dapat mengukur sendiri kompetensinya yang telah dicapai.

Keuntunganya, cara ini lebih cepat diselesaikan dibanding menulis sendiri.

Sebaiknya memperoleh ijin dari pengarang buku aslinya.

Ketiga, selain menulis sendiri bahan ajar juga dapat dilakukan

melaluikompilasi seluruh materi yang diambil dari buku teks, jurnal, majalah,

artikel, koran, dll. Proses ini disebut pengembangan bahan ajar melalui penataan

informasi (kompilasi). Proses penataan informasi hampir sama dengan proses

pengemasan kembali informasi. Namun dalam proses penataan informasi tidak ada

perubahan yang dilakukan terhadap bahan ajar yang diambil dari buku atau

informasi yang ada di pasar. Jadi materi dikumpulkan kemudian difoto copy secara

langsung. Sumber materi berasal dari buku teks dan sebagainya tersebut, dipilah-

9
pilah, kemudian disusun berdasarkan tujuan atau standar kompetensi atau

mengikuti silabus.

Pengembangan bahan ajar bahasa Indonesia berbasis game edukasi ini,

disusun dengan cara text transformation. Peneliti memanfaatkan buku-buku teks

dan informasi yang sudah ada, kemudian peneliti mengemas kembali sehingga

berbentuk bahan ajar yang memenuhi karakteristik bahan ajar yang baik, dan dapat

dipergunakan oleh guru dan siswa dalam proses instruksional. Selanjutnya, peneliti

menulis kembali/ulang dengan gaya bahasa yang sesuai untuk menjadi bahan ajar

(diubah).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa prosedur pengembangan bahan yang

meliputi (1) analisis, yaitu menganalisis kebutuhan peserta didik; (2) mendesain,

yaitu mendesain pembelajaran serta desain produk bahan ajar; (3) mengembangkan,

yaitu menghasilkan bahan ajar sesuai dengan desain yang direncanakan; (4)

mengevaluasi,menilai bahan ajar yang dihasilkan dengan cara melakukan validasi

oleh ahli materi untuk mengetahui kualitas bahan ajar yang telah dihasilkan.

2. Perkembangan Pendidikan Sastra Persektif Bahan Ajar Berdasarkan

Kurikulum

Perkembangan bahan ajar sastra jika ditinjau dalam persektif kurikulum,

maka dimulai dari kurikulum 1947, kurikulum 1952, kurikulum1964,

kurikulum1968, kurikulum 1975, kurikulum1984, kurikulum 1994, kurikulum2004

(KBK), kurikulum 2006 (KTSP), dan kurikulum 2013. Perkembangan bahan ajar

sastra di dalam kurikulum tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

10
a. Bahan Ajar Sastra Pada Kurikulum 1947

Pada kurikulum 1947 dimuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran,

jam pengajarannya, dan garis-garis besar pengajaran. Sehingga dalam kurikulum

1947 pembelajaran sastra belum diuraikan secara jelas. Bahan ajar sastra pada

kurikulum 1947 berkaiatan dengan karya sastra lama. Bentuk Sastra lama Indonesia

pada waktu itu berupa pantun, gurindam, syair, hikayat, dongeng, dan tambo. Selain

itu, karya sastra yang bisa digunakan adalah karya sastra angkatan Balai (1920-an)

Pustaka dan Pujangga Baru. Novel-novel yang bisa digunakan sebagai bahan ajar

adalah Azab dan Sengsara (roman, tahun 1920 oleh Merari Siregar), Muda Teruna

(roman, tahun 1922 oleh Moh. Kasim), Tak Putus Dirundung Malang (roman, tahun

1929 oleh S.T. Alisyahbana), Layar Terkembang (roman, tahun 1936 oleh S.T.

Alisyahbana), Anak Perawan di sarang Penyamun (roman, tahun 1942 oleh S.T.

Alisyahbana), Belenggu (roman, tahun 1940 oleh Armijn Pane), dan lain-lain.

b. Bahan Ajar Sastra Pada Kurikulum 1952

Hal yang menonjol dari kurikulum 1952 adalah setiap rencana pelajaran

harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari

dan mata pelajaran lebih dirincikan dari kurikulum sebelumnya. Bahan ajar sastra

berupa materi-materi sastra yang bisa direalisasikan di dalam kehidupan sehari-

hari. Karya sastra lama, masih digunakan sebagai bahan ajar di dalam

kurikulum1952. Selain itu, karya sastra yang bisa digunakan sebagai bahan ajar

selain angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru juga bisa digunakan dan angkatan

11
45. Karya sastra angkatan 45 adalah Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke

Romayangmerupakan kumpulan cerpen karya Idrus.

c. Bahan Ajar Sastra Pada Kurikulum 1964

Pada kurikulum 1964 yang lebih diutamankan adalah pengembangan moral,

kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann, dan jasmani. Begitu juga untuk

bahan ajar sastra. Bahan ajar sastra yang digunakan berkaitan dengan bahan ajar

yang akan menanamkan moral, kecerdasan, pengontrolan emosi, dan keterampilan

pada peserta didik. Pada saat ini, karya sastra yang bisa digunakan sebagai bahan

ajar berupa karya sastra lama yang berkaitan dengan hikayat dan dongeng-dongeng.

Selain itu, perkembangan angkatan sastra yang bisa digunakan sebagai bahan ajar

adalah angkatan 50 dan angkatan 60.

d. Bahan Ajar Sastra Pada Kurikulum 1968

Pada kurikulum 1968, materi sastra tidak jauh berbeda dengan kurikulum

1964. Pada saat ini materi sastra yang digunakan dalam pembelajaran juga

berkaitan dengan karya sastra angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan

45, Angkatan 50, dan Angkatan 60-an. Hanya saja perbedaannya di sini tujuan

umum dari kurikulum tersebut. Tujuan umum kurikulum1968 adalah menjadi

pembinaan jiwa pancasila dan pengetahuan dasar.

e. Bahan Ajar Sastra pada Kurikulum 1975

Dalam kurikulum ini, belajar adalah berusaha menguasai isi atau materi

pelajaran sebanyak-banyaknya. kurikulum subjek akademik tidak berarti terus tetap

hanya menekankan materi yang disampaikan, dalam sejarah perkemba-ngannya

12
secara berangsur-angsur memperhatikan juga proses belajar yang dilakukan peserta

didik. Proses belajar yang dipilih bergantung pada siapa yang dipentingkan dalam

materi pelajaran tersebut. Semua proses pembelajaran diarahkan dalam upaya untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

Bahan ajar sastra yang bisa digunakan dalam kurikulum 1975 berupakarya

sastra angkatan 70-an. Selai itu, karyasastra lama juga digunakan sebagai bahan

ajar. Hanya saja porsinya lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.

f. Bahan Ajar Sastra pada Kurikulum 1984

Bahan ajar sastra pada kurikulum 1984, tidakbegitu berbeda darikurikulum

sebelumnya. Pada kurikulum 1084 yang berbeda itu bukan bahan ajar sastranya.

Akan tetapi metode pembelajaranyang digunakan. Pada kurikulu, 1984,

modelpembelajaran yang digunakan adalah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau

Student Active Leaming (SAL). Jadi, dapat disimpulkan bahan ajar sastra tidak jauh

berbeda dari kurikulum sebelumnya.

g. Bahan Ajar Sastra pada Kurikulum 1994

Dalam Kurikulum 1994 dijelaskan bahwa pembelajaran sastra dalam

berbagai aspek diarahkan pada penumbuhan apresiasi sastra para siswa sesuai

dengan tingkat kematangan emosionalnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran sastra idealnya diarahkan

pada penumbuhan apresiasi pada siswa. Karena itu, kegiatan apresiasi tidak hanya

bersifat reseptif: menerima sesuatu secara pasif. Tetapi, yang lebih penting,

apresiasi juga bersifat produktif: menghasilkan sesuatu secara aktif.

13
Bahan ajar sastra untuk tingkat SMA dalam kurikulum 1994 berada pada

aspek pemahaman, yaitu kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman. Bahan ajar

pada aspek pemahaman meliputi, menikmati, menghayati, memahami, dan menarik

manfaat dari membaca karya sastra baik asli maupun terjemahan. Materi sastra

secara mandiri memang sama sekali tidak tampak dalam kurikulum 1994. Materi

sastra hanya ditumpangkan pada aspek pemahaman. Aspek pemahaman tersebut

merupakan perpaduan aspek mendengarkan dan membaca tetapi tidak dijelaskan

secara rinci. Sedangkan pada aspek berbicara dan menulis tidak ada materi sastra.

Pada saat ini bahan yang bisa digunakan berkaiatan dengan tuntunan

kurikulum. Pada kurikulum 1994, materi sastra sudahmulai terlihat. Guru bebas

mengembangkan materi sastra tersebut berdasarkan tuntutan kurikulum. Oleh sebab

itu, bahan ajar yang digunakan juga berkaiatan dengan tuntutan kurikulum. Jika

materi berkaiatan dengan karya sastra klasik. Karya sastra yang bisa digunakan

sebagai bahan ajar bisa berupa hikayat atau karya sastra angkatan Balai Pustaka.

Jika, materi berkaiatan dengan karya sastra baru bisa digunakan karya sastra

angkatan 70- an.

h. Bahan Ajar Sastra pada Kurikulum 2004 (KBK)

Secara garis besar, bahan ajar bahasa dan sastra Indonesia pada kurikulum

2004 terbagi dalam enam kategori, empat kategori keterampilan berbahasa dan dua

kategori kebahasaan dan sastra. Bahan ajar sastra terdapat dalam lima kategori,

yaitu menyimak, berbicara, membaca, menulis,dan sastra.

Bahan ajar berbahasa dilihat dari aspek berbahasa menyimak meliputi,

mendengarkan pembacaan puisi, prosa, dan drama. Pada aspek berbahasa berbicara

14
meliputi, bermain drama, menjelaskan isi puisi, isi prosa, dan nilai-nilai dalam

karya sastra. Pada aspek berbahasa membaca meliputi, membaca puisi, prosa dan

drama. Pada aspek berbahasa menulis meliputi, menulis resensi novel, puisi, cerita

pendek, dan drama. Pada aspek sastra meliputi, hasil sastra berupa puisi, cerita

pendek, novel, drama, pengertian-pengertian teknis kesastraan, dan sejarah sastra.

Bahan ajar sastrayangdigunakan bisa berupa karya sastra lamabisa juga karya sastra

baru. Hal itu disesuaikan dengan tuntutan kurikulum yang ada.

Kurikulum 2004, khusus untuk materi sastra bertujuan meningkatkan

kemampuan siswa dalam mengapresiasikan karya sastra. Oleh sebab itu, siswa

diwajibkan membaca karya-karya sastra yang terpilih.

i. Bahan Ajar Sastra pada Kurikulum 2006 (KTSP)

Pada kurikulum KTSP tahun 2006, pembelajaran sastra masih mendapatkan

porsi yang banyak selain bahasa. Bahan ajar sastra dalam KTSP tidak berdiri

sendiri, tetapi masuk ke dalam empat keterampilan berbahasa. Pada aspek

menyimak bahan ajar sastra berkaitan dengan mendengarkan dogeng,

mendengarkan pembacaan puisi, mendengarkan pementasan drama, dan

menganalisis unsur intrinsik novel remaja yang diperdengarkan.

Pada aspek berbicara meliputi, menanggapi pembacaan cerpen, musikalisasi

pusi, dan membahas pementasan drama. Pada aspek membaca meliputi membaca

teks sastra dengan membaca apresiatif, membaca sastra dengan membaca puisi,

antologi puisi dan membaca cerita anak, membaca cerpen, kumpulan cerpen,

membaca teks drama, dan novel remaja. Pada aspek menulis meliputi, menulis

15
pantun dan dongeng, menulis kreatif puisi tentang keindahan alam, menulis kreatif

naskah drama, menulis cerpen, dan menulis naskah drama.

Bahan ajar sastra di SMA dan MA juga tidak berdiri sendiri, tetapi

bergabung dengan bahan ajar keterampilan berbahasa. Bahan ajar aspek berbahasa

mendengarkan meliputi, mendengarkan puisi langsung atau rekaman,

mendengarkan cerita rakyat, mendengarkan pementasan drama, mendengarkan

pembacaan cerpen, dan mendengarkan teks drama yang dibacakan. Bahan ajar

aspek berbicara meliputi, membahas puisi, memerangkan watak tokoh dalam

pementasan drama, mengomentari pembacaan puisi lama dan baru, dan

mengomentari gurindam dengan kehidupan sehari-hari. Bahan ajar aspek membaca

meliputi, membaca teks sastra: puisi (lama, baru, dan kontemporer), cerpen, sastra

Melayu klasik, novel, hikayat, karya sastra penting dari setiap periode. Bahan ajar

aspek menulis meliputi, menulis puisi lama dan baru, menulis cerpen, menulis

naskah drama, menulis resensi buku kumpulan cerpen berdasarkan unsur-unsur

resensi.

Begitu juga dengan kurikulum 2006. Bahan ajar sastra tidak jauh berbeda

dengan kurikulum 2004. Pada kurikulum 2006, juga adabahan ajar sastra berkaiatan

dengan karya ssatra lama, puisi lama, drama, puisi moder, cerpen dan puisi. Bahan

ajar itu di sesuaikan dengan tuntutan kurikulum.

Karya sastra modern yang berkembang saat itu adalah novel Iwan

Simatupang yang dilanjutkan oleh Putu Wijaya, Budi Darma, Umar Kayam, dan

novelis-novelis muda seperti Ayu Utami dengan novel saman-nya. Selanjutnya,

cerita pendek yang dimotori oleh Iwan Simatupang, Danarto, Budi Darma sampai

16
pada cerpenis seperti Seno Gumira Adjidarma dan Joni Ariadinata. Perkembangan

Sastra Indonesia Kontemporer sangat berkembang pesat, setelah Sutardji memulai

gebrakan yang diikuti oleh penyair lainya seperti Ibrahim Sattah, Danarto, Hammid

Jabbar, Abrar Yusra, Aspar, Linur Suryadi A. G. Kariapur, Leon Agusta, Emha

ainun Nadjib, Eka Budianta, F. Rahardi, Yudistira Ardi Nugraha, Sides Sudaryanto,

Rusli Marjuki Sania, A. Rahim Qahhar, Damiri Mahmud, serta penyair muda dan

penyair pelanjut baik di kota maupun di daerah-daerah di Indonesia.

j. Bahan Ajar Sastra pada Kurikulum 2013

Wajah sastra dalam Kurikulum 2013 yang semakin hilang pada dasarnya

disebabkan oleh fungsi bahasa Indonesia sebagai penghela dan pembawa ilmu

dalam mata pelajaran lain. Fungsi itu mau tidak mau menuntut bahasa Indonesia

menyesuaikan diri terutama dalam aspek materi. Sastra dianggap tidak begitu

menampung materi mata pelajaran lain sehingga teks yang dipelajari lebih banyak

diemban oleh bahasa. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X

SMA terdapat lima materi yang diajarkan berupa teks. Teks tersebut adalah teks

laporan hasil observasi, teks eksposisi, teks prosedur kompleks, teks anekdot, dan

teks negosiasi. Selama satu tahun, siswa hanya mempelajari satu teks sastra, yaitu

teks anekdot. Apabila dibandingkan dengan materi bahasa, maka sastra 1:4 dengan

bahasa. Hal tersebut di luar kewajaran mengingat pembelajaran sastra membantu

siswa mengembangkan nalar.

Sejak diberlakukannya Kurikulum 2013, sastra mulai mendapatkan

pengurangan porsinya sehingga terlihat sekali bahwa wajah sastra dalam

Kurikulum 2013 tidak secerah pada Kurikulum KTSP 2006. Kondisi tersebut

17
diperparah dengan keberadaan kendala dalam memperkenalkan sastra kepada

peserta didik di tingkat SMP dan SMA. Kendala itu terletak pada minimnya bacaan

sastra bagi siswa. Di sekolah siswa hanya menerima bacaan sastra berupa sastra

populer bukan jenis sastra serius. Langkanya buku sastra serius tadi untuk dijadikan

bahan bacaan menyebabkan siswa enggan membaca. Bacaan yang terbit dan sampai

pada kita tampaknya terlalu berat bagi siswa karena biasanya buku-buku itu berasal

dari Balai Pustaka dan terkadang Gramedia. Barangkali ada sebagian siswa yang

tertarik secara khusus pada bidang bahasa dan sastra, namun jumlah mereka sedikit

sehingga banyak sekolah yang tidak tidak membuka jurusan ini. Pengajaran bahasa

dan sastra di sekolah-sekolah agaknya semakin mengarah pada usaha untuk

menunjang kemampuan siswa untuk dapat lolos dan lulus SPMB. Dengan

demikian, fungsi sastra sebagai alat untuk memperhalus akal budi manusia menjadi

terpinggirkan.

Kurikulum 2013 mengalami 4 kali revisi. Hal itu dilakukan untuk

menambah porsi sastra dalam kurikulum 2013. Berdasarkan analisis yang telah

dilakukan terlihat ada beberapa penambahan materi sastra. Sebagai contoh di kelas

X ada penambahan materi sastra yangberkaitan dengan hikayat, cerpen, dan puisi.

Begitu juga di kelas XI dan XII terdapat penambahan porsi sastra.Tidak hanya di

tingkat SMA di SMP pun porsi sastra juga meningkat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar sastra dalam kurikulum 2013

bergabung atau dikolaborasikan dengan materi sastra. Hal itu dikarenakan

kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis teks.

k. Bahan Ajar Sastra Era Industri 4.0

18
Arus globalisasi sudah tidak terbendung masuk ke Indonesia. Disertai

dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia kini memasuki era

revolusi industri 4.0, yakni menekankan pada pola digital economy, artificial

intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya atau dikenal dengan

fenomena disruptive innovation.

Dalam menghadap di era revolusi industri 4.0 tersebut kita sebagai dosen harus

memiliki kemampuan dinamis dan semakin kompetitif. Setidaknya terdapat lima

kualifikasi dan kompetensi dosen yang dibutuhkan, meliputi (1) educational

competence, kompetensi berbasis Internet of Thing sebagai basic skill di era ini;

(2) competence in research, kompetensi membangun jaringan untuk menumbuhkan

ilmu, arah riset, dan terampil mendapatkan grant internasional; (3) competence for

technological commercialization, punya kompetensi membawa grup dan

mahasiswa pada komersialisasi dengan teknologi atas hasil inovasi dan penelitian;

(4) competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai

budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan

national problem; serta (5) competence in future strategies, di mana dunia mudah

berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat

apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture,

joint-research, joint-publication, joint-lab, staff mobility dan rotasi, paham arah

SDG’s dan industri, dan lain sebagainya.

l. Pembelajaran Sastra berbasis Internet dan Televisi

Jika kita hubungan dengan pendidikan sastra Indonesia, maka kita

diharuskan untuk beradaptasi dengan keadaan. Bukan berarti memanfaatkan bahan

19
ajar berbasis terbitan adalah sebuah ketertinggalan namun menjadi sebuah

konsekuasi bahwa basis terbitan harus menjelma menjadi basis digital.

Lalu bagaimana memanfaatkan digital dalah hal ini memanfaatkan internet

dan televisi dalam proses pembelajaran sastra, di sini ada beberapa hal yang harus

diperhatikan:

1) Infrastruktur memadai

2) pengajar harus melek teknologi

3) terampil mencari sumber

4) memahami dalam menginterpretasikan isi yang akan dijadikan bahan ajar

5) mengevalusi dan mengonversi menjadi kebutuhan siswa

media berbasis internet yang bias digunakan dalam pembelajaran misalnya

www.youtube.com. Pada laman ini tersedia jutaan konten yang dapat

dijadikan bahan pembelajaran. Pun dalam pembelajaran sastra, akan banyak

ditemukan konten-konten sastra yang telah berubah dari basis cetak menjadi

basis digital.

F. Kesimpulan

Bahan ajar adalah suatu bahan/ materi pelajaran yang disusun secara

sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di

SMP untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Fungsi bahan ajar sangat akan terkait

dengan kemampuan guru dalam membuat keputusan yang terkait dengan

perencanaan (planning), aktivitas-aktivitas pembelajaran dan pengimplementasian

(implement-ting), dan penilaian (assessing).

20
Jenis-jenis bahan ajar, yaitu sebagi berikut. Bahan ajar Berdasarkan

bentuknya,dibagi menjadi empat ,yakni bahan cetak (printed), bahan ajar dengar

(audio), bahan ajar pandang dengar (audiovisual) dan bahan ajar interaktif

(interactive teaching material). Bahan Ajar Menurut Cara kerjanya, dibagi menjadi

lima ,yakni : Bahan ajar yang tidak diproyeksikan, Bahan ajar yang diproyeksikan,

Bahan Ajar Audio, Bahan Ajar Video, Bahan Ajar (media)komputer. Bahan Ajar

Menurut Sifatnya, dibagi menjadi empat, yakni : Bahan ajar yang berbasiskan

cetak, Bahan ajar yang berbasiskan teknologi, Bahan ajar yang dipergunakan untuk

praktek atau proyek, Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia

(terutama untuk keperluan pendidikan jarak jauh).

Manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru mengembangkan bahan

ajar sendiri adalah sebagai berikut. Pertama, diperoleh bahan ajar yang sesuai

tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Kedua, tidak lagi

tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh. Ketiga, bahan

ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai

referensi. Keempat, menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam

menulis bahan ajar. Kelima, bahan ajar akan mampu membangun komunikasi

pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa karena siswa.

Jika kita lihat perkebangan bahan ajar sastra berdasarkan kurikulum tidak

jauh berbeda. Perbedaannnya terletak pada karya sastranya. Karya sastra yang

dipakai di sekolah di sesuaikan dengan kemajuan zaman dan tuntutan kurikulum.

Jadi, intinya bahan ajar sastra tidak jauh berbada dari tahun ke tahun. Hanya saja,

proposi sastra, karya sastra yang digunakan, tujuan mempelajari sastra yang

21
berbeda. Intinya jika seorang guru ingin membuat bahan ajar sastra. Bahan ajar

tersebut harus di sesuikan dengan tuntunan kurikulum dan karya-karya yang

diapkai disesuikan dengan tujuan pembelajarn dan kemajuan zaman.

DAFTAR RUJUKAN

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan


Ajar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Petunjuk Teknis Pengembangan Bahan
Ajar SMA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Gafur, Abdul. 2001. Desain Intruksional (Suatu Langkah Sistematis Penyusunan
Pola Kegiatan Belajar Mengajar). Solo: Tiga Serangkai.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. E. 2006.Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Opera, Oguza. 2011. Inquiry Instructional Method and the SchoolScience
Curriculum. Current Research Journalof Social Vol.3, N.3.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Konsep Pengembangan Bahan
Ajar.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/04/konsep-
pengembangan-bahan-ajar-2/comment-page-3/. (online) Diakses, 30
September 2017.
Lestari, Sulistiyo. 2013. Guru Bahasa Indonesia sebagai Pemicu dan Pemacu
Kemahiran Berbahasa Sesama Guru. Makalah Kongres Bahasa Indonesia
X. Hotel Grand Sahid Jaya, 28-31 Oktober 2013. Jakarta: Badan
Pengembang dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Widodo dan Jasmadi. 2008. Buku Panduan Menyususn Bahan Ajar. Jakarta: PT
Alex Kompetindo.

22

Anda mungkin juga menyukai