Laporan Kasus Snake Bite
Laporan Kasus Snake Bite
DOKTER INTERNSHIP
SNAKE BITE
Di Susun Oleh:
Pembimbing: dr.Ajiwijaya
KALIMANTAN SELATAN
2018
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
• Umur : 1 hari
• JK : laki-laki
• Agama : Islam
• Suku : Banjar
Alamat : Manunggal Dusun II, Kec, Kurang Bintang, Kab Tanah Bumbu
Orang tua/wali
Ayah
• Nama : Tn S
• Agama : Islam
• Suku : Banjar
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Alamat Pekerjaan :-
• Penghasilan : ±Rp.6.000.000/bulan
Ibu
• Nama : Ny. LK
• Agama : Islam
• Suku : Banjar
• Pekerjaan : IRT
• Alamat Pekerjaan :-
• Penghasilan :-
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama:
Tergigit ular
Pasien tergigit ular pada saat mau memasukkan sepeda motor ke dalam rumah , pasien
tidak ingat bentuk ular dan warna ular karena , kemudian pasien langsung dibawak
kepuskesmas terdekat untuk dilakukan cross insisi, demam (-), mual dan muntah (-) , nyeri
kepala (-)
c. Pemeriksaan Fisik
GCS : E4 V5 M6
Status Generalis
Kesadaran : Somnolen
Tanda Vital
Suhu : 35 oC
Pernafasan : 47 x / menit
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran :Simetris, bulat
Thoraks
Paru-paru
Suara Tambahan : -
Jantung
Inspeksi : Buncit.
Perkusi : Timpani
15.50 WITA
DL
Hematokrit 51 40-48%
Hitung Jenis
- Basofil 0 0-1 %
- Eosinofil 1 1-8 %
- Batang 2 3-5 %
- Segmen 59 35-70 %
- limfosit 34 20- 40 %
- Monosit 4 2-10 %
V. DIAGNOSA KERJA
BBLCB + SMK + SPT + BK + Hipoglikemi
VI. RESUME
Pasien lahir pada tanggal 19 Oktober 2018 pukul 11.50 WIB dengan
persalinan normal. Berat lahir pasien 4700 gram dengan panjang badan 54 cm.
Pasien tidak memiliki kelainan bawaan, anus (+). APGAR Score 2/3/4. Sewaktu
lahir, pasien tidak langsung menangis, merintih, sesak (+) dan terdapat retraksi
minimal. Sianosis (-), pasien kejang (-) ikterik (-), muntah (-), demam (-). Refleks
hisap tidak baik, tonus otot tidak baik, BAB dan BAK normal. Riwayat penyakit
keluarga (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang,
somnolen , gerakan bayi aktif, sianosis oral (-), retraksi sela iga (+), akral dingin,
sianosis anggota gerak (-) dan tanda prematuritas seperti lanugo (+), daun telinga
dalam batas normal, puting susu datar, skrotum yang kecil dengan daerah
permukaan rugae yang kecil, testis normal.
VII. MASALAH
1. Asfiksia Berta
2. Hipoglikemi
3. Makrosomnia
ANALISA MASALAH
1. Asfiksia
2. Hipoglikemi
Dari status pasien didapatkan nilai gula darah sewaktu adalah 39 mg/dl, dimana
Bayi normal (tepat lahir/aterm) dapat mempertahankan kadar gula darah sekitar
50-60 mg/dl selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat lahir rendah (BBLR)
dalam kadar 45 mg/dl. Bila kurang dari 45 mg/dl, maka bayi berada dalam
kategori hipoglikemia neonatal atau hipoglikemia pada bayi baru lahir karena
kondisi kadar gula darahnya di bawah normal
3. Makrosomnia
berat badan bayi yang lahir lebih dari 4000 gram dan dari status pasien
didapatkan berat badan lahir pasien 4700 gram, dimana berat badan lahir normal
antara 2500 gram – 4000 gram.
FOLLOW UP HARI 1
19.45 O : napas spontan dengan bantuan O2 NCPAP sesak (+), takipnue (+),
retraksi dinding dada minimal, menangis kuat (+), gerak aktif (+), warna
kulit kemerahan (+), puasa (+), residu (-), tangan kiri gerak kurang aktif (+),
BAB (-), BAK (-)
Incubator (+), infus (+), Injeksi (+), CPAP (+), monitor (+)
P:
Medikamentosa
FOLLOW UP HARI 2
09.30 O : napas spontan dengan bantuan O2 NCPAP sesak (+), takipnue (+),
retraksi dinding dada minimal, menangis kuat (+), gerak aktif (+), warna
kulit kemerahan (+), puasa (+), residu (-), tangan kiri gerak kurang aktif (+),
BAB (-), BAK (-)
Incubator (+), infus (+), Injeksi (+), CPAP (+), monitor (+)
P:
Medikamentosa
- Pasang CPAP PEEP > FIO2 35%
- Pasang OGT nomor 5
- Infus D10% 15 tp + Ca. Gluconas ( 6,5ml) + Nacl 3% (2mcg) 25 ml
- Viccilin 2 x 86 mg (IV)
- Gentamycin 8,5 mg/ 36 jam (IV)
- Aminofilin LD 10 mg/ 12 jam kemudian 2x4 mg
- Nistatin 4x 1 ml
- Periksa DL dan GDS
FOLLOW UP HARI 3
P:
Medikamentosa
FOLLOW UP HARI 4
P:
Medikamentosa
PENDAHULUAN
Sejak zaman neurologi klasik, telah dikenal 3 sindrom, kelumpuhan akibat lesi di
plexus brachialis. Yang pertama adalah kelumpuhan akibat lesi di bagian atas plexus brachialis,
yang menghasilkan sindrom kelumpuhan Erb Ducenne dan yang kedua adalah kelumpuhan
yang disebabkan lesi di bagian tengah dan yang terakhir lesi di bagian bawah plexus brachialis,
yang di dalam klinis disebut Sindrom Kelumpuhan Klumpkey.
Paralisis Plexus Brachialis pada neonatus pertama kali dideskripsikan pada tahun 1779
saat Smellie melaporkan kasus kelemahan pada kedua lengan bayi yang terjadi secara spontan
setelah beberapa hari kelahiran.pada tahun 1870, penemuan terbaru traksi pada trunkus atas
erb’s palsy atau erb’s duchenne palsy.
Paralisis Erb Palsy adalah paralisis pada lengan yang disebabkan oleh kerusakan plexus
brachialis pada C5 – C6 yang mempersarafi lengan dan tangan. Kebanyakan penderita dengan
paralisis Erb-Duchenne adalah bayi. Dalam hal ini lesinya disebabkan karena penarikan kepala
bayi saat dilahirkan, dimana salah satu lengannya tidak dapat dikeluarkan. Pada kasus dewasa
dan anak-anak, biasanya ditemukan dengan riwayat trauma atau kecelakaan dengan jatuh pada
bahu dengan kepala yang terlalu menekuk ke samping, sehingga menyebabkan penarikan yang
hebat pada plexus brachialis terutama bagian atas. Kelumpuhan mengenai beberapa otot lengan
dan tangan. Oleh karena itu, lengan bergantung lemas dengan posisi endorotasi pada sendi bahu
dengan siku lurus dan lengan bawah sikap pronasi. Pada umumnya gerakan tangan pada
persendian pergelangan tangan masih dapat digerakkan dan gerakan jari-jari tidak ada yang
terganggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Paralisis Erb palsy adalah paralisis pada ekstremitas atas yang disebabkan oleh
kerusakan plexus brachialis C5 – C6 yang mempersarafi lengan dan tangan. Kelainan ini paling
sering ditemukan pada bayi atau anak-anak karena distosia bahu pada kelahiran. Ataupun dapat
pula ditemukan pada dewasa dengan riwayat trauma bahu.
Pada kelainan ini ditemukan lesi plexus atas (radiks C5 , C6 / trunkus superior)pada
pleksopati supraklavikular. Sering timbul sendirian, tetapi dapat juga berkaitan dengan plexus
tengah atau kombinasi dengan lesi plexus tengah dan bawah (lesi pan-plexus supraklavikular).
Umumnya terjadi akibat trauma, terutama traksi tertutup yang menyebabkan pelebaran secara
paksa sudut sudut bahu-leher, kecelakaan sepeda motor, jatuh yang mengenai bahu, dan
pukulan pada bahu (misalnya oleh beda yang jatuh). Sedangkan penyebab lainnya adalah
iatrogenik (paralisis akibat tindakan).
Pertama kali ditemukan oleh seorang kandungan dokter dari Inggris, William Smellie
pada tahun 1768 saat melaporkan kasus transient paralisis ekstremitas atas bilateral setelah
persalinan yang sulit. Pada tahun 1861, Guillaume Benjamin Amand Duchenne melaporkan
kelumpuhan plexus brachialis setelah menganalisa 4 infant dengan paralisis yang identik
dengan otot lengan dan bahu. Pada tahun 1874, William Heinrich Erb menyimpulkan tesisnya
mengenai kerusakan plexus brachialis yang berhubungan deltoid, biceps, subscapularis yang
berasal karena lesi di radiks C5 – C6 pada orang dewasa.
2.3. ETIOLOGI
Penyebab Erb palsy yang paling sering ditemukan adalah distosia, dimana letak janin
abnormal sehingga menimbulkan kesulitan saat persalinan. Sebagai contoh, dapat terjadi pada
persalinan dengan kepala bayi dan leher yang ditarik ke samping, dimana pada saat yang
bersamaan bahu melewati jalan lahir. Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh penarikan yang
berlebihan pada pundak pada saat presentasi vertex, atau dengan tekanan pada lengan karena
letak sungsang atau bayi besar (> 4kg) sehingga menyulitkan persalinan sehingga memerlukan
vacuum atau forceps. Erb palsy juga dapat disebabkan oleh fraktur klavikula yang tidak terkait
distosia. Pada infant yang lehir dengan paralisis plexus brachialis maka gejala akan muncul
sejak lahir.
Cedera yang sama juga dapat ditemukan pada setiap usia termasuk orang dewasa, akibat
trauma atau jatuh yang mengenai sisi kepala dan bahu terlebih dahulu, dimana saraf plexus
akan meregang karena plexus ekstremitas atas mengalami cedera yang hebat dan selanjutkan
menyebabkan kelumpuhan yang terbatas di otot-otot yang dipersarafi oleh saraf C5-C6 yaitu
m. deltoid, m. biceps brachii (m. brachialis dan m. coracobrachialis), m. infraspinatus, m.
supraspinatus dan m. brachioradialis. Pleksus brachialis juga dapat cedera oleh kekerasan
langsung atau luka tembak, dengan traksi pada lengan. Jumlah kelumpuhan tergantung pada
jumlah cedera saraf yang terkena.
2.4. PATOFISIOLOGI
Sama dengan semua cedera saraf perifer lainnya, pleksus dapat cedera dengan berbagai
proses. Akibat cedera, pada serabut bermielin akan terjadi demielinisasi dan dan cedera akson
(hilangnya akson).
a. Demielinisasi
Cedera saraf yang dapat menyebabkan abnormalitas motorik dan sensorik dimana
terjadi kerusakan dari myelin tapi akson tetap intak.
Gambar. Demielinisasi A. Saraf normal. B. Kerusakan mielin pada bagian yang cedera
Hal ini akibat dari tekanan yang menyebabkan suatu episode iskemik sementara atau edema
dan neuropati perifer. Perbaikan dapat terjadi :
Self limited; iskemik sementara dapat dengan terapi tetapi edema memerlukan waktu
beberapa minggu
Remielinisasi : Ini adalah suatu proses perbaikan dimana bagian yang mengalami
demielinisasimembentuk mielin baru oleh sel-sel Schwann. Mielin baru ini lebih tipis dengan
jarak internodal yang lebih pendek menyebabkan kecepatan konduksi lebih lambat dari normal.
b. Cedera Akson
Cedera pada akson dapat terjadi satu dari dua bentuk tipe yaitu degenerasi aksonal
ataudegenerasi Wallerian. Keduanya dapat mengenai badan sel dan menyebabkan
khromatolisissentral.
Gambar. Remielinisasi dan Anatomi Saraf Perifer Normal dan Respon Terhadap Cedera
. A. Pemendekan Mielin dan Proliferasi Sel Schwann. B. Mielin Menghilang. C. Komplet
Remielinisasi.
Penyebabnya dapat terjadi dari kerusakan fokal, regangan, transeksi atau neuropati perifer.
Perbaikan secara collateral sprouting (proses perbaikan dimana suatu neurit akson mulai
tumbuh dari unit motorik intak dan mempersarafi serabut otot denervasi pada unitmotorik yang
cedera) dan pertumbuhan kembali aksonal (suatu proses perbaikan dimana aksonakan tumbuh
kembali sesuai alurnya menuju serabut saraf, memerlukan kira-kira 1 mm/hariatau 1 inci/bulan
jika jaringan ikat penyokong tetap intak dan bila tidak intak akan terbentuk neuroma.
Gambar. Degenerasi Wallerian. a) Saraf Normal. b) Degenerasi Wallerian. c) Regenerasi
(Seckel, 1984)
Klasifikasi cedera fokal saraf perifer yang dikemukakan oleh Seddon (1943) danSunderland
(1951) juga diaplikasikan untuk pleksopati.
Klasifikasi menurut Seddon terdapat 3 derajat dari cedera saraf (Gambar 6) yaitu :
Pada gangguan motorik,ekstremitas atau menggantung lemah di sisi badan, aduksi dan
endorotasi sehingga telapak tangan bawah pronasi (waiter’s, bellhop’s, atau policeman’s tip
position). Kerusakan pada otot deltoid menimbulkan posisi adduksi bahu dan medial rotasi,
sehingga dapat ditemukan Putti sign diman apabila dilakukan abduksi bahu maka ujung medial
skapula akan terlihat menonjol diatas garis bahu. Paralisis m. serratus anterior akan
memberikan gambaran “Winged scapula”. Pasien tidak bisa melakukan posisi fleksi lengan
atas, fleksi lengan bawah, supinasi lengan bawah, abduksi dan eksorotasi lengan atas. Pasien
kurang bisa memegang bahu sisi lain karena lesi N. pectoralis lateralis.
2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan diri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan khusus serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan trauma
saat persalinan, trauma karena terjatuh dengan posisi bahu terlebih dahulu ataupun luka tembak
di bahu dan lengan. Dari pemeriksaan fisik ditemukannnya gangguan motorik dan sensorik
pada tungkai atas.
Skala gerakan aktif diciptakan oleh rumah sakit untuk anak-anak di Toronto. Skala ini
digunakan untuk menilai fungsi motorik pada bayi dengan cedera pleksus brachialis. Seorang
bayi yang dinilai dengan 15 gerakan yang berdasarkan analisis observasional. Nilai otot dari 0
(tidak ada kontraksi) sampai 7 (gerakan penuh) yang ditetapkan berdasarkan gerakan yang
ditimbulkan. Lima belas gerakan dievaluasi dari bahu yang terkena untuk tangan : bahu
abduksi, adduksi, rotasi eksternal, fleksi dan rotasi internal; siku fleksi dan ekstensi, lengan
bawah pronasi supinasi dan pergelangan tangan fleksi dan ekstensi, ekstensi dan fleksi ibu jari
dan jari-jari.
2.6. KOMPLIKASI
2.7. PENATALAKSANAAN
Pada beberapa bayi terjadi perbaikan sendiri, beberapa perlu penanganan dari spesialis.
Bedah saraf neonatal/pediatric kadang melakukan perbaikan fraktur avulse, sehingga terjadi
penyembuhan lesi dan fungsi kembali normal. Fisioterapi diperlukan untuk mendapatkan
kembali fungsi seperti normal. Range of motion dapat kembali normal pada anak kurang dari
satu tahun, apabila setelah satu tahun tidak ada perbaikan fungsi sepenuhnya, harus diwaspadai
timbulnya arthritis.
Pada beberapa kasus yang berat, terutama yang berkaitan dengan trauma dimana terjadi
avulse saraf, intervensi tindakan operatif dilakukan dalam beberapa hari setelah cedar untuk
perbaikan primer, atau setelah beberapa minggu sampai bulan untuk perbaikan sekunder, dapat
meningkatkan fungsi (Spinner dan Klinc, 2000). Perbaikan primer yang segera biasanya
direkomendasikan bila laserasi saraf bersih dari benda tajam. Perbaikan operatif sekunder
setelah 2 – 4 minggu secara umum direkomendasikan untuk cedera tumpul atau cedera dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas dimana cedera saraf terjadi komplit atau sangat berat.
Fisioterapi
Sebuah program terapi yang komprehensif harus terdiri dari latihan ROM, fasilitasi
gerakan aktif, pengautan, promosi kesadaran sensorik, dan penyediaan instruksi untuk kegiatan
rumah. Secara keseluruhan tujuan harus focus pada meminimalkan deformitas tulang dan
kontraktur sendi, sekaligus mengoptimalkan hasil fungsional. Kontraktur berat harus dihindari
denga latihan terapi yang konsisten, termasuk peregangan pasif dan aktif, fleksibilitas kegiatan,
teknik rilis myofacial dan mobilisasi sendi. Awal dan konsisten pereganagn rotator internal
harus meminimalkan risiko masalah ini. Rotasi eksternal, dilakukan dengan adduksi bahu
samping dada dan dengan siku tertekuk sampai 90 derajat, memberikan peregangan maksimum
rotator internal (khususnya subskapularis) dan kapsul bahu anterior. Skapula harus stabil saat
peregangan otot. Bahu korset untuk mempertahankan mobilitas dan melestrarikan beberapa
ritme scapulohumeral. Awal perkembangan kontraktur fleksi sendi di siku adalah umum dan
dapat diperburuk oleh dislokasi kaput yang disebabkan oleh supinasi paksa. Supinasi lengan
bersifat agresif, oleh karena itu harus dihindari.
Mobilitas dan penguatan aktif awalnya difasilitasi melalui kegiatan yang sesuai usia
perkembangan. Dengan bertambahnya usia anak,latihan penguatan standar yang digunakan
dan ketrampilan fungsional spesifik harus diperkenalkan. Kelompok otot tertentu dapat
ditargetkan untuk memperkuat melalui gerakan fungsional. Kompensasi dan gerakan pengganti
harus dihindari, karena dapat mengakibatkan otot menjadi lemah dan deformitas.
Stimulator harus dititrasi dengan bantuan dari anak untuk memungkinan kon traksi otot
yang cukup dan menghindari rasa sakit.
Operatif
Tindakan operatif meliputi internal neurolysis, reseski, dan reanastomosis, atau reseksi
dan grafting. Pada kasus tersebut dimana cedera saraf sangat berat dan perbaikan primer atau
grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf dengan yang lain
dapat menjadi pilihan lainnya. Jadi, bila prosedur di atas gagal dan tidak ada inervasi yang
terjadi atau setelah beberapa tahun sejak cedera, bentuk terapi sekunder lain dapat dicoba,
meliputi transfer tendon dan stabilisasi sendi.
Penyembuhan Erb palsy dengan cara pembedahan yang paling sering dilakukan, ada 3
cara yaitu transplantasi saraf, rilis subscapularis dan transfer tendon latissimus dorsi.
1. Transplantasi saraf biasanya dilakukan pada bayi dibawah usia 9 bulan, karena
perkembangan bayi yang lebih cepat sehingga meningkatkan efektifitas prosedur.
Biasanya tidak dilakukan pada pasien yang lebih tua daripada ini karena ketika prosedur
ini dilakukan pada bayi yang lebih tua, lebih berbahaya daripada tidak dilakukan dam
dapat mengakibatkan kerusakan saraf di daerah dimana saraf diambil. Jaringan parut
dapat bervariasi dari luka samar sepanjang garis leher untuk penuh “T” bentuk di
seluruh bahu tergantung pada pelatihan dokter bedah dan sifat dari transplantasi.
2. Rilis subscapularis, tidak memiliki waktu yang terbatas karena hanya memotong bentuk
“Z” ke dalam otot subskapularis untuk memberikan peregangan dalam lengan, dapat
dilakukan di hamper usia berapa pun dan dapat dilakukan berulang-ulang pada lengan
yang sama, namun hal ini akan membahayakan integritas otot.
3. Latissimus dorsi transfer tendon yaitu memotong latissiumus dorsi setengah horizontal
dan memasangnya di sekitar otot bagian luar biceps. Dengan cara ini memberikan rotasi
eksternal dengan berbagai tingkat keberhasilan.
2.8. PROGNOSIS
Untuk cedera avulse dan pecah, tidak ada potensi untuk pemulihan kecuali rekoneksi
bedah dibuat pada waktu yang tepat. Potensi untuk pemulihan bervariasi untuk neuroma dan
neuropraxia. Kebanyakan pasien dengan cedera neuropraxia pulih secara spontan dengan 90 –
100% pengembalian fungsi. Untuk pemulihan yang baik dari fungsi lengan fisioterapi 50 – 80
%.
BAB III
KESIMPULAN
Erb Palsy merupakan penyakit kelumpuhan ekstremitas atas dikarenakan lesi pada
pleksus brachialis bagian atas yang mengenai radiks C5-C6. Biasanya penderita adalah bayi
yang lahir dengan distosia bahu atau dapat pula terjadi pada anak-anak dan dewasa dengan
trauma di bahu.
Secara klinis pasien Erb Palsy memiliki gambaran kelumpuhan otot yang
dipersarafinya, yaitu posisi lengan atas adduksi dan endorotasi dan lengan bawah posisi pronasi
yang dikenal Waiter’s tip position.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, Mahar, Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta.
2. Twee Do, 2009, Muscular Dystrophy, www.e-medicine.com
3. Wedantho Sigit. Kelumpuhan Plexus Brachialis : Divisi Orthopedi & Traumatologi,
2007, FKUI
4. http ://www.erbpalsynetwork.com/aboutinjury.htm,accesed on September 26, 2013.
5. http : //emedicine.medscape.com/article/317057,accesed on September 26, 2013
6. Warwick, R, & Williams, P.L. (1973) Erb-Duchenne and Dejerine-Klumpke Palsies
Information page : National Institute of Neurological Disoders and Stroke (NINDS).
Pp1046