Anda di halaman 1dari 92

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

(RANGKUMAN MATERI)

OLEH :

I MADE PRAMANA HADIBRATHA (1504105109)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018

1
1 PERATURAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA (SMK3)

1.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu faktor yang paling
penting dalam pencapaian sasaran tujuan proyek. Hasil yang maksimal dalam kinerja biaya,
mutu, dan waktu tidak akan ada artinya apabila tingkat keselamatan kerja terabaikan.

1.1.1 Pengertian K3

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat ditinjau dari dua aspek, yakni aspek
filosofis dan aspek teknis. Secara filosofis K3 adalah konsep berpikir dan upaya nyata untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, beserta hasil-hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja (1993),
Nomor 463/MEN/1993 tentang Pola Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, secara teknis K3 adalah perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan
orang lain di tempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, sehingga setiap
sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.

1.1.2 Manfaat K3
Menurut Suhardi (2008), adanya K3 pada proyek konstruksi yang baik akan
memberikan beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Perlindungan pekerja
2. Memperlihatkan kepatuhan kepada peraturan dan undang-undang
3. Mengurangi biaya
4. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan

1.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan

2
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Setiap
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan/atau
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
Langkah awal untuk mengimplementasikan SMK3 adalah dengan menunjukkan
komitmen serta kebijakan K3, yaitu suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh
pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen
dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Kebijakan K3 dibuat melalui
proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan
disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat
dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3.

1.3 Arti Lambang K3

Lambang (Logo/Simbol) K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) beserta arti dan


maknanya terdapat dalam Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Berikut penjelasan mengenai arti dan makna lambang/logo/simbol K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) :
 Bentuk lambang K3
Palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di atas warna dasar putih.
 Arti dan Makna simbol/lambang/logo K3 :
o Palang : bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
o Roda Gigi : bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.
o Warna Putih : bersih dan suci.

3
o Warna Hijau : selamat, sehat dan sejahtera.
o Sebelas gerigi roda : sebelas bab dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
1.4 Peraturan SMK3 Depnaker
Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada Veiligheidsreglement tahun 1919
(Stbl.No.406), namun dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja, maka disusun undang-undang yang memuat
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Undang-undang tersebut adalah Undang-
undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dengan adanya UU tentang keselamatan
kerja maka terlihat kejelasan tentang kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja) dan
kewajiban pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Mengingat faktor keselamatan
sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap-tahap selanjutnya kegiatan keselamatan kerja
menjadi keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat dengan K3. Untuk memudahkan
pelaksanaan K3 ditempat kerja maka Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) telah mengeluarkan
berbagai peraturan yang berhubungan dengan K3. Mengingat sarana pelayanan kesehatan juga
merupakan tempat kerja maka Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai peraturan
yang menyangkut aspek K3, walaupun peraturan tersebut pada umumnya hanya diterapkan di
fasilitas sarana pelayanan kesehatan. Selain Depnaker, departemen lain juga mengeluarkan
peraturan yang menyangkut aspek K3 berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Departemen
tersebut, misalnya peraturan tentang ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi.

Mengingat kompleksnya asal undang-undang dan peraturan K3, maka secara umum
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Undang-undang (UU)
Undang-undang yang mengatur tentang K3 adalah undang-undang tentang pekerja,
keselamatan kerja dan kesehatan. Undang-undang ini menjelaskan tentang apa yang dimaksud
dengan tempat kerja, kewajiban pimpinan tempat kerja, hak dan kewajiban pekerja.

4
2. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah yang mengatur tentang aspek K3 adalah Peraturan Pemerintah
tentang keselamatan kerja terhadap radiasi dan izin pemakaian zat radioaktif dan atau
sumber radiasi lainnya serta pengangkutan zat radioaktif.
3. Keputusan Presiden (Kepres)
Keputusan presiden yang mengatur aspek K3 adalah Keputusan Presiden tentang penyakit
yang timbul karena hubungan kerja.
4. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga
Kerja (Kepmenaker).
Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Depnaker di rumah sakit pada umumnya
menyangkut tentang syarat-syarat keselamatan kerja misalnya syarat-syarat K3 dalam
pemakaian lift, listrik, pemasangan alat pemadan api ringan (APAR), Konstruksi
bangunan, instalasi penyalur petir dan lain-lain.
5. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Permenkes)
Peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan tentang aspek K3 di rumah
sakit, lebih terkait dengan aspek kesehatan kerja daripada keselamatan kerja. Hal tersebut
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Departemen Kesehatan. yang berhubungan dengan
pelaksanaan K3 di fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu Peraturan dari Departemen lain adalah
yang terkait dengan aspek radiasi.

1.4.1 Penjelasan Undang-Undang dan Peraturan K3

A. UNDANG-UNDANG
1. Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini mengatur tentang:
1. Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)
2. Kewajiban dan hak pekerja
3. Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerja sama,
saling pengertian dan partisipasi aktif dari pengusaha atau pengurus dan pekerja di
tempat-tempat kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi dan
meningkatkan produktivitas kerja.
4. Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan selama-
lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000, (seratus ribu
rupiah)

5
5. Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)
a. Kewajiban memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang meliputi :
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
c. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
d. Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan
e. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian lain yang berbahaya
f. Memberi pertolongan pada kecelakaan
g. Menyediakan alat-alat perlindungan diri (APD) untuk pekerja
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya bahaya
akibat suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran
i. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik psikis,
keracunan, infeksi atau penularan
j. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
k. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik
l. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
m. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
n. Menciptakan keserasian antara pekerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerja
o. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang
p. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
q. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
r. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
s. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya agar kecelakaan tidak menjadi bertambah tinggi.
t. Kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik pekerja yang baru diterima bekerja maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
u. Kewajiban menunjukan dan menjelaskan kepada setiap pekerja baru tentang :
v. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul di tempat kerjanya.
6
w. Pengaman dan perlindungan alat-alat yang ada dalam area tempat kerjanya
x. Alat-alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan
y. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
z. Kewajiban melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja.

6. Kewajiban dan hak pekerja

a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
b. Memakai APD dengan tepat dan benar
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan
d. Meminta kepada pimpinan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pengawas, dalam
batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

2. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan


Dalam UNDANG-UNDANG nomor 23 pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja
dijelaskan sebagai berikut :
1. Kesehatan Kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh
produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan pekerja.
2. Kesehatan Kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat
kerja dan syarat kesehatan kerja.
3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
4. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada poin (1), (2) dan
(3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Tempat kerja yang tidak memenuhi ketentuan kesehatan kerja dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
15.000.000.(lima belas juta rupiah)

7
3. Undang-undang RI No. 25 Tahun 1991 Tentang Ketenagakerjaan
Dalam peraturan ini diatur bahwa setiap pekerja berhakmemperoleh perlindungan
atas:
a Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b Moral dan kesusilaan
c Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

4. Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


Dalam UNDANG-UNDANG ini diataur tentang:
 Perenacanaan tenaga kerja
 Pelatihan kerja
 Kompetensi kerja
 Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
 Waktu kerja
 Keselamatan dan kesehatan Kerja

B. PERATURAN PEMERINTAH

1. Peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja


Terhadap Radiasi
Dalam peraturan ini diatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selanjutnya ketentuan
nilai ambang batas yang diizinkan, diatur lebih lanjut oleh instansi yang berwenang.
Pengaturan mengenai petugas dan ahli proteksi radiasi, pemeriksaan kesehatan calon pekerja
dan pekerja radiasi, kartu kesehatan, pertukaran tugas pekerjaan, ketentuan-ketentuan kerja
dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, pembagian daerah kerja dan
pengelolaan limbah radioaktif, kecelakaan dan ketentuan pidana. Rangkuman isi peraturan
sebagai berikut :
 Instalasi atom harus mempunyai petugas dan ahli proteksi radiasi dimana petugas
proteksi mempunyai tugas menyusun pedoman dan instruksi kerja, sedangkan ahli
proteksi mempunyai tugas mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja
terhadap radiasi.
 Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada pekerja radiasi adalah:
1) calon pekerja radiasi
2) berkala setiap satu tahun
3) pekerja radiasi yang akan putus hubungan kerja.
 Pekerja radiasi wajib mempunyai kartu kesehatan dan petugas proteksi radiasi wajib
8
mencatat dalam kartu khusus banyaknya dosis pajanan radiasi yang diterimamasing-
masing pekerja.
 Apabila pekerja menerima dosis radiasi melebihi nilai ambang batas yang diizinkan,
maka pekerja tersebut harus dipindahkan tempat kerjanya ketempat lain yang tidak
terpajan radiasi.
 Perlu adanya pembagian daerah kerja sesuai dengan tingkat bahaya radiasi dan
pengelolaan limbah radioaktif.
 Perlu ada tindakan dan pengamanan untuk keadan darurat apabila terjadi kecelakaan
radiasi.
 Pelanggaran ketentuan ini diancam pidana denda Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)

2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang Izin pemakaian Zat


Radioaktif atau sumber Radiasi lainnya
Dalam peraturan ini diatur tentang pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi
lainnya, syarat dan cara memperoleh izin, kewajiban dan tanggung jawab pemegang izin
serta pemeriksaan dan ketentuan pidana.

C. KEPUTUSAN PRESIDEN

1. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun1993 Tentang Penyakit Yang Timbul


karena Hubungan Kerja
Dalam peraturan ini diatur hak pekerja kalau menderita penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, pekerja tersebut mempunyai hak untuk mendapat jaminan kecelakaan kerja
baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (paling
lama 3 tahun sejak hubungan kerja berakhir)

D. PERATURAN- PERATURAN YANG DIKELUARKAN OLEH


DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
(PERMENAKERTRANS)

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.05/Men/1978


Tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pemakaian
lift listrik untuk pengangkutan orang dan barang.

Dalam peraturan ini disebutkan bahwa pemasang lift (instalatir) harus mempunyai
izin. Demikian pula untuk pemasangan, pemakaian dan perubahan teknis harus dengan izin
tertulis Depnaker. Selain kewajiban izin, dalam peraturan tersebut juga diatur mengenal
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja, penggunaan lift dan perawatan lift.

9
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per.01/Men/1980 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan

Dalam peraturan ini, diatur tentang tempat kerja dan alat kerja, perancah, tangga dan
rumah tangga, alat-alat angkat, kabel baja, tambang, rantai dan peralatan bantu, mesin-mesin,
peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan
memancang, pekerjaan beton, pekerjaan pembongkaran, penggunaan perlengkapan,
penyelamatan dan perlindungan diri. Peraturan ini sangat bermanfaat bagi rumah sakit
yang

sedang mengadakan renovasi atau membangun rumah sakit baru ataupun dalam perawatan
bangunan.

1.5 Peraturan SMK3 Jasa Konstruksi di Indonesia

Pemerintah di Indonesia telah membuat dan menyusun peraturan-peraturan


mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Peraturan tersebut dibuat untuk memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja dan merupakan suatu legal hokum yang harus dipenuhi
oleh industry konstruksi di Indonesia. Di bawah ini akan diuraikan beberapa contoh
peraturan-peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia yang
berkaitan dengan industri konstruksi.

1.5.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2014

Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2014 disebutkan


bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang selanjutnya disingkat K3
Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja pada pekerjaan konstruksi. Dalam melaksanakan K3 konstruksi dibutuhkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
(SMK3 Konstruksi Bidang PU) sebagai langkah pengendalian risiko K3 pada setiap
pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

SMK3 Konstruksi Bidang PU meliputi kebijakan K3, perencanaan K3, pengendalian


operasional, pemeriksaan dan evaluasi kinerja, dan tinjauan ulang kinerja K3. Peraturan ini

10
menjelaskan dan mengatur mengenai tahap-tahap pengendalian SMK3 Konstruksi dalam
berbagai tahap, di antaranya :

a. Tahap Pra Konstruksi, yang terdiri dari :


 Rancangan konseptual, meliputi studi kelayakan, survey, dan investigasi
 Detailed Engineering Design (DED)
 Dokumen pemilihan penyedia barang/jasa.
b. Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa (Procurement)
c. Tahap Pelaksanaan Konstruksi, dan
d. Tahap Penyerahan Hasil Akhir Pekerjaan.

1.5.2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja menyebutkan bahwa


setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meingkatkan produksi serta produktivitas
Nasional. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja juga harus terjamin
keselamatannya. Di dalam peraturan perundangan ini juga dijelaskan beberapa istilah
dalam lingkungan kerja, misalnya tempat kerja yang merupakan tiap ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber-
sumber bahaya. Termasuk pula di dalamnya semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian- bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut.

Yang diatur dalam undang-undang ini adalah keselamatan kerjadalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Peraturan perundangan ini
mengatur kewajiban dan jak tenaga kerja, yaitu memberikan keterangan yang benar bila
diminta oleh pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja, memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan, serta memenuhi dan menaati semua syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
11
1.5.3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Tramsmigrasi No. PER. 01/MEN/1980

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 01/MEN/1980 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan menyebutkan, bahwa
kenyataan menunjukan banyak terjadi kecelakaan akibat belum ditanganinya pengawasan
keselamatan dan kesehatan kerja secara mantap dan menyeluruh pada pekerjaan konstruksi
bangunan, sehingga karenanya perlu diadakan upaya untuk membuna norma perlindungan
kerjanya. Dengan semakin memingkatnya pembangunan dengan penggunaan teknologi
modern, harus diimbangi pula dengan upaya keselamatan tenaga kerja atau orang lain yabg
berada di tempat kerja. Sebagai pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, dipandang perlu untk menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur
mengenai keselamatan dan kesehatan pada pekerjaan Konstruksi Bangunan.

Pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan atau


dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja terjadap tenaga kerjanya (Sanjaya,
2012). Sewaktu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu unit keselamatan dan
kesehatan kerja, hal tersebut harus diberitahukan keada setiap tenaga kerja. Unit
keselamatan kerja tersebut meliputi usaha-usaha pencegahan terhadap : kecelakaan,
kebakaran, peledakan, penyakit akibat kerja, pertolongan pertama pada kecelakaan dan
usaha-usaha penyelamatan.

Peraturan perundangan ini menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur


mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerjaan konstruksi bangunanm yaitu
tentang tempat kerja dan alat-alat kerja, perancah (scaffolding), tangga dan tangga rumah,
alat-alat angkat, kabel baja, tambang, rantai, peralatan bantu, mesin-mesin, peralatan
konstrksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang,
pekerjaan beton, pembongkaran, dan pekerjaan lainnya, serta penggunaan perlengkapan
penyelamatan dan perlindungan diri.

12
2 PENGANTAR OHSAS 18001, ISO 45001 dan ISO 14000

2.1 Pengantar OHSAS 18001


Standar OHSAS 18001 : 2007 Occupational Health and Safety Management
Systems ialah standar internasional dalam (untuk) membangun dan menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam suatu organisasi (perusahaan) di tempat
kerja. Standar OHSAS 18001 ialah standar yang paling secara umum banyak dianut (dirujuk)
oleh banyak perusahaan (organisasi) dalam melaksanakan penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam manajemen organisasi (perusahaan) yang
bersangkutan. Standar OHSAS 18001 merupakan standar yang mudah digunakan serta
mudah diterapkan dan dikembangkan pada berbagai macam organisasi dan tingkatannya
(misal : organisasi pendidikan, perusahaan, rumah sakit maupun organisasi/bisnis/perusahaan
lainnya).
Telah banyak perusahaan di dunia yang menerapkan system manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001 ini, terutama perusahaan-perusahaan Jepang
dan Amerika. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja ini terutama berperan pula
dalam pembentukan budaya kerja berkelanjutan dalam perusahaan.
OHSAS 18001 yang bersifat sukarela ini, secara internal akan meningkatkan
kualitas perlindungan terhadap karyawan dan aset perusahaan. Penerapan OHSAS 18001
secara konsisten akan dapat mengurangi biaya akibat kecelakaan dan biaya kesehatan kerja,
yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja perusahaan.

2.1.1 Standar Penyusunan OHSAS 18001


Standar OHSAS 18001 disusun berdasarkan metode PDCA (Plan-Do-Check- Act)
yang dijabarkan sebagai berikut :

1. Plan (Perencanaan) : membangun tujauan-tujuan dan proses-proses yang


diperlukan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan Kebijakan K3
suatu organisasi.
2. Do (Pelaksanaan) : Menerapkan proses-proses yang telah direncanakan.
3. Check (Pemeriksaan) : Memantau dan mengukur proses-proses terhadap
Kebijakan K3 organisasi.
4. Act (Tindakan) : Mengambil tindakan untuk peningkatan kinerja K3
secara berkelanjutan.

13
2.1.2 Ruang Lingkup OHSAS 18001

Aspek ruang lingkup dalam OHSAS 18001 adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Manajemen mengenai OHSAS 18001


Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan
organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menurut
partisipasi dan kerja sama semua pihak. Setiap pekerja diberi arahan dan
pemikiran yang akan membantunya mencapai sasaran dan hasil, setiap
kebijakan mengandung sasaran jangka panjang dan ketentuan yang harus
dipatuhi setiap kategori fungsional perusahaan
2. Perencanaan meliputi :
o Aspek OHSAS
o Prosedur Legal
o Sasaran dan Tujuan
o Program OHSAS
3. Penerapan dan Operasional, meliputi :
o Struktur dan Tanggungjawab
o Pelatihan, Awareness dan Dokumentasi
o Komunikasi Internal
o Kontrol Dokumen dan Operasional
o Penanganan Gawat Darurat
o Tenaga Ahli OHSAS
4. Audit dan Tindakan Perbaikan
Audit sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah
merupakan suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara sistemik
terdokumentasi, periodik dan objektif terhadap penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja untuk mendeteksi kelemahan, sehingga dapat
segera dilakukan perbaikan secara terus menerus sebelum terjadi
penyimpangan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja, kebakaran, penyakit
akibat kerja ataupun hal-hal yang dapat merugikan perusahaan ataupun tenaga
kerjanya. Tahap audit dan perbaikan meliputi :
o Monitoring dan Pengukuran
o Perbaikan Ketidaksesuaian
o Pencegahan
o Prosedur Perekaman
14
o Sistem Audit
5. Tinjauan Manajemen

2.1.3 Keuntungan Penerapan Standar OHSAS 18001

1. Perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.


2. Mengurangi resiko kecelakaan.Motivasi karyawan lebih tinggi.
3. Pengurangan biaya operasi dan biaya kecelakaan kerja.
4. Meningkatkan citra dan image perusahaan
5. Mengurangi pembayaran asuransi

2.2 Pengantar ISO 14000


ISO 14000 adalah kumpulan standar-standar terkait pengelolaan lingkungan yang
disusun untuk membantu organisasi untuk:

1. meminimalisir dampak negatif kegiatan-kegiatan (proses dll) mereka terhadap


lingkungan, seperti menimbulkan perubahan yang merugikan terhadap udara,
air atau tanah;
2. mematuhi peraturan perundangan-undangan dan persyaratan- persyaratan
berorientasi lingkungan yang berlaku;
3. memperbaiki hal-hal di atas secara berkelanjutan.

ISO 14000 serupa dengan ISO 9000 - manajemen mutu dalam hal berkaitan dengan
bagaimana sebuah produk diproduksi ketimbang tentang produk itu sendiri. Sebagaimana
halnya ISO 9000, sertifikasinya dilakukan oleh pihak ketiga, bukan oleh ISO sendiri. Standar
audit ISO 19001 diterapkan saat mengaudit ketaatan ISO 9000 dan 14000 sekaligus.
Persyaratan ISO 140001 merupakan bagian integral dari Skema Manajemen dan
Audit Lingkungan (Eco-Management and Audit Scheme (EMAS) yang dikeluarkan oleh Uni
Eropa. Struktur dan persyaratan material EMAS lebih menuntut, terutama menyangkut tugas-
tugas peningkatan, kepatuhan hukum dan pelaporan kinerja.

2.2.1 Pengembangan ISO 14000


Kelompok ISO 14000 mencakup terutama standar ISO 14000, yang mewakili
kumpulan inti standar-standar yang digunakan oleh organisasi-organisasi untuk merancang
dan menerapkan Sistem Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management System;
EMS). Standar-standar lainnya meliputi ISO 14004 yang meerupakan panduan tambahan
untuk penerapan EMS yang baik, dan standar-standar yang lebih spesifik tentang aspek-
aspek spesifik pengelolaan lingkungan. Tujuan utama dari serial norma-norma ISO 14000
15
adalah "untuk mempromosikan pengelolaan lingkungan yang lebih efektif dan efisien dalam
organisasi dan untuk menyediakan perangkat yang berguna dan berfungsi - yang hemat
biaya, berbasis sistem, fleksibel, dan mencerminkan organisasi yang terbaik dan praktik-
praktik terbaik untuk mengumpulkan, menerjemahkan dan mengkomunikasikan informasi
tentang lingkungan.
ISO 14000 berbasis kepada pendekatan sukarela terhadap peraturan lingkungan
(Szymanski & Tiwari 2004). Serial ini mencakup standar ISO 14001, yang menyediakan
panduan untuk penerapan atau perbaikan sebuah EMS. Standar ini memiliki banyak
kesamaan dengan pendahulunya, ISO 9000, standar manajemen mutu internasional (Jackson
1997), yang menjadi model untuk struktur internalnya (National Academy Press 1999), dan
keduanya dapat diterapkan secara bersamaan. Sebagaimana halnya ISO 9000, ISO 14000
bertindak sebagai perangkat pengelolaan internal dan cara menunjukkan komitmen
lingkungan sebuah perusahaan kepada pelanggan dan klien-kliennya (Boiral 2007).
Sebelum adanya ISO 14000, organisasi-organisasi menyusun sendiri EMS- nya
secara sukarela, tetapi hal ini menyebabkan perbandingan dampak-dampak lingkungan antar
perusahaan menjadi sulit; oleh karenanya, serial ISO 14000 yang universal disusun. EMS
didefinisikan oleh ISO sebagai "bagian dari sistem pengelolaan menyeluruh, yang mencakup
struktur, aktifitas perencanaan, tanggung jawab, praktik-praktik, prosedur-prosedur dan
sumber daya organisasi dalam mengembangkan, menerapkan, mencapai dan
mempertahankan kebijakan lingkungan".

2.2.2 Keuntungan ISO 14000


Banyak alasan mengapa suatu organisasi sebaiknya mengambil kesepakatan
strategis untuk meningkatkan kinerja lingkungannya. Para pengguna telah melaporkan bahwa
SML membantu:

a. Memperagakan ketaatan terhadap persyatan peraturan perundang-


undangan saat ini maupun masa datang.
b. Meningkatkan keterlibatan kepemimpinan dan keterlibatan karyawan.
c. Meningkatkan reputasi organisasi dan kepercayaan pemangku
kepentingan melalui komunikasi strategis.

d. Mencapai tujuan strategis organisasi dengan memasukkan isu lingkungan


kedalam manajemen bisnis.
e. Menyediakan keunggulan kompetitif dan finansial melalui perbaikan efisiensi
dan pengurangan biaya.

16
f. Mendorong perbaikan kinerja lingkungan dari pemasok dengan
mengintegrasikan mereka ke dalam sistem bisnis organisasi.

2.3 Pengantar ISO 45001


Organisasi bertanggung jawab untuk memastikan untuk dapat meminimalkan risiko
bahaya bagi orang-orang yang mungkin terpengaruh oleh aktivitasnya (misalnya pekerja,
manajer, kontraktor, atau pengunjungnya), dan terutama jika mereka dilibatkan oleh
organisasi untuk melakukan kegiatan tersebut. sebagai bagian dari “pekerjaan” mereka.
ISO sedang mengembangkan standar sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja (ISO 45001) yang dimaksudkan untuk memungkinkan organisasi mengelola risiko K3
dan memperbaiki kinerjanya. Implementasi sistem manajemen K3 akan menjadi keputusan
strategis bagi sebuah organisasi yang dapat digunakan untuk mendukung inisiatif
keberlanjutannya, memastikan masyarakat lebih aman dan lebih sehat serta meningkatkan
keuntungan pada saat yang bersamaan.
Kegiatan organisasi dapat menimbulkan risiko cedera atau kesehatan yang buruk,
atau bahkan kematian, terhadap mereka yang bekerja bagi organisasi; Oleh karena itu,
penting bagi organisasi untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko K3 dengan
mengambil tindakan pencegahan yang tepat.
Para pekerja / karyawan adalah yang paling berisiko terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja, oleh karena itu keterlibatan mereka dalam pengelolaan K3 organisasi tentu
sangat diperlukan. ISO 45001 adalah salah satu jembatan untuk dapat mewujudkan
partisipasi karyawan dalam K3 organisasi.

2.3.1 Pengertian ISO 45001


ISO 45001 adalah Standar Internasional yang menentukan persyaratan untuk sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (OH&S), dengan panduan penggunaannya,
untuk memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki kinerja K3 secara proaktif dalam
mencegah Kecelakaan Kerja dan dampak buruk bagi kesehatan.
ISO 45001 dimaksudkan untuk diterapkan pada organisasi manapun tanpa
memperhatikan ukuran, jenis dan sifatnya. Semua persyaratannya dimaksudkan untuk
diintegrasikan ke dalam proses manajemen organisasi sendiri.
ISO 45001 memungkinkan sebuah organisasi, untuk dapat menerapkan Sistem K3
nya selaras dengan peraturan dan persyaratan Undang undang atau peraturan lain yang
berlaku di Negara tersebut. Sehingga ini mempermudah organisasi dalam memonitor segala
peraturan yang wajib mereka patuhi.
17
ISO 45001 tidak menyebutkan kriteria khusus untuk kinerja K3, juga tidak
menentukan rancangan sistem manajemen K3 dalam Organisasi. Sistem manajemen K3
organisasi harus spesifik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dalam mencegah cedera dan
kesehatan yang buruk, oleh karena itu , usaha kecil dengan risiko rendah mungkin hanya
perlu menerapkan sistem yang relatif sederhana, dan sebaliknya organisasi besar dengan
tingkat risiko tinggi mungkin memerlukan sesuatu yang jauh lebih rumit. Sangat mungkin
perbedaan penerapan SMK3 di dalam perusahaan berbeda beda, tergantung keefektifan
penerapannya oleh organisasi.
ISO 45001 tidak secara khusus menangani masalah seperti keamanan produk,
kerusakan properti atau dampak lingkungan, dan organisasi tidak diharuskan untuk
mempertimbangkan masalah ini kecuali jika menimbulkan risiko bagi pekerjanya.
ISO 45001 tidak dimaksudkan sebagai dokumen yang mengikat secara hukum, ini
adalah alat bagi manajemen secara sukarela oleh organisasi yang bertujuan untuk
menghilangkan atau meminimalkan risiko bahaya.

18
3 Identifikasi Bahaya di Lingkungan Proyek

3.1 Mengapa tempat kerja yang aman dan sehat penting?


Jika tempat kerja aman dan sehat, setiap orang dapat melanjutkan pekerjaan mereka
secara efektif dan efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja tidak terorganisir dan banyak terdapat
bahaya, kerusakan dan absen sakit tak terhindarkan, mengakibatkan hilangnya pendapatan
bagi pekerja dan produktivitas berkurang bagi perusahaan. Meskipun kenyataannya, para
pengusaha di seluruh dunia telah secara hati-hati merencanakan strategi bisnis mereka,
banyak yang masih mengabaikan masalah penting seperti keselamatan, kesehatan dan kondisi
kerja. Biaya untuk manusia dan finansial dianggap besar.
Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan
lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih lagi, 1,2 juta
pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja. Angka menunjukkan, biaya
manusia dan sosial dari produksi terlalu tinggi. Dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa
kerugian tahunan akibat kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
di beberapa negara dapat mencapai 4 persen dari produk nasional bruto (PNB). Biaya
langsung dan tidak langsung dari dampak yang ditimbulkannya meliputi:
 Biaya medis;
 Kehilangan hari kerja;
 Mengurangi produksi;
 Hilangnya kompensasi bagi pekerja;
 Biaya waktu / uang dari pelatihan dan pelatihan ulang pekerja;
 kerusakan dan perbaikan peralatan;
 Rendahnya moral staf;
 Publisitas buruk;
 Kehilangan kontrak karena kelalaian.
Di masa lalu, kecelakaan dan gangguan kesehatan di tempat kerja dipandang sebagai
bagian tak terhindarkan dari produksi. Namun, waktu telah berubah. Sekarang ada berbagai
standar hukum nasional dan internasional tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang
harus dipenuhi di tempat kerja. Standar- standar tersebut mencerminkan kesepakatan luas
Antara pengusaha/pengurus, pekerja dan pemerintah bahwa biaya sosial dan ekonomi dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja harus diturunkan. Sekarang dipahami bahwa
semua biaya ini memperlamban daya saing bisnis, mengurangi kesejahteraan ekonomi negara
dan dapat dihindari melalui tindakan di tempat kerja yang sederhana tetapi konsisten.

19
3.2 Risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja adalah risiko untuk
kelangsungan usaha
Tindakan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja tidak
harus mahal. Namun, seperti perbaikan dalam operasional atau penjualan, hal itu perlu
dilakukan sebagai komitmen jangka panjang oleh para pekerja, manajer dan perwakilan
mereka. Hal ini tidak bisa hanya ditangani dalam seminggu sebelum inspeksi pabrik atau
kunjungan oleh Pengawasan Ketenagakerjaan. Juga tidak bisa diabaikan begitu saja karena
resesi. Pencegahan gangguan kesehatan kerja yang terkait cedera, sakit dan kematian adalah
bagian kontinuitas dari hari-hari kegiatan usaha.
Selain membutuhkan perhatian yang terus menerus, tindakan efektif pada
keselamatan dan kesehatan kerja menuntut komitmen bersama dari pekerja dan pengusaha.
Pekerja dan pengusaha harus siap untuk menghormati prinsip-prinsip keselamatan dan
kesehatan kerja yang diakui dengan baik. Mereka juga harus menjaga, mengikuti dan terus
mengevaluasi kebijakan dan praktek-praktek yang ditetapkan. Tingkat komitmen hanya dapat
dibangun jika pekerja, supervisor dan manajer bekerja sama untuk menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja yang mereka mengerti dan percaya.

3.3 MENDEFINISIKAN POTENSI BAHAYA dan RESIKO di TEMPAT KERJA

3.3.1 Potensi Bahaya dan Risiko Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan.Oleh karena itu
perlu melihat penyebab dan dampak yang ditimbulkannya.
 Potensi Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang
berakibat pada kerugian.
 Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan
peluang terjadinya kejadian tersebut.
Mustahil untuk mengetahui semua bahaya yang ada. Beberapa hal yang tampak jelas
berbahaya, seperti bekerja dengan menggunakan tangga yang tidak stabil atau penanganan
bahan kimia bersifat asam. Namun demikian, banyak kecelakaan terjadi akibat dari situasi
sehari-hari misalnya tersandung tikar di lantai kantor. Ini tidak berarti bahwa tikar pada
umumnya berbahaya! Namun demikian, hal ini bisa terjadi, tikar tersebut dalam posisi
terlipat atau tidak seharusnya dan menjadi potensi bahaya dalam kasus ini. Seperti diketahui,
potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat berupa berbagai bentuk. Terlebih lagi,
masing-masing risiko bisa menjadi tinggi atau rendah, tergantung pada tingkat peluang

20
bahaya yang ada. Mempertimbangkan kasus tikar, tingkat risiko mungkin bergantung pada:
 posisi matras - Apakah dalam posisi tergulung? Apakah jelas terlipat?
 risiko cedera - jika seseorang tersandung oleh tikar ini, ia cenderung jatuh ke
lantai atau menabrak mesin yang bergerak?
Risiko yang ditimbulkan dapat berupa berbagai konsekuensi dan dapat dibagi
menjadi empat kategori besar: Tabel A: Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja
didasarkan pada dampak korban

Dalam Tabel A, bahan-bahan bersifat racun atau asam termasuk dalam kategori
A, sedangkan tikar tergulung merupakan bahaya tersandung termasuk bagian housekeeping
dalam kategori B. Tentu saja beberapa hal mungkin dapat termasuk dalam kedua kategori.
Misalnya api bisa ditempatkan dalam kategori A dan B. Tabel A menggambarkan bahwa
keselamatan dan kesehatan kerja mencakup semua dampak kesehatan pada pekerja, dari
keselamatan fisik sampai kesejahteraan mental dan sosial serta bahaya/risiko yang
ditimbulkannya. Tidak akan mungkin bagi seorang pengusaha untuk mengidentifikasi dan
menemukan solusi untuk semua elemen ini tanpa kerjasama dengan tenaga kerja. Inilah
salah satu alasan lagi mengapa konsultasi antara pekerja dan manajemen sangat penting.
Dua hal pentingyang perlu dipertimbangkan ketika mencoba
mengidentifikasi dan mengatasi risiko di tempat kerja adalah:
1. Tidak semua pekerja sama
Manajemen harus menyediakan lingkungan kerja yang aman untuk
pria, wanita, pekerja penyandang cacat dan lain-lain karena
kebutuhan setiap kelompok yang mungkin berbeda. Contohnya,

21
mengangkat benda berat selama kehamilan dapat meningkatkan
risiko keguguran. Begitu pula, zat beracun tertentu yang mengekspos
para pekerja laki- laki muda dapat meningkatkan kemungkinan cacat
lahir pada anak- anak. Pada risiko yang berbeda (kadang sementara
dan kadang

permanen), juga dapat mempengaruhi kesejahteraan pekerja. Sebagai


contoh, untuk ibu menyusui dan anaknya agar tetap sehat, maka ibu
perlu untuk istirahat guna menyusui bayinya. Begitu pula, seorang
pekerja penyandang cacat mungkin perlu ruang toilet yang lebih luas.
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja harus cukup
sensitif dalam mengidentifikasi dan membuat ketentuan untuk semua
situasi ini.
2. Sektor-sektor, perusahaan dan tempat kerja yang berbeda bisa
menghadapi masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang berbeda
Kategori tabel di atas mungkin hanya berlaku sebagian untuk
perusahaan dan mungkin tidak mencakup semua potensi
bahaya/risiko yang ada. Ketika menganalisis pajanan (“exposure”)
risiko, kita memikirkan tentang bahaya lain di luar kategori tersebut
(misalnya bahaya lalu lintas bagi sebuah perusahaan logistik,
kekerasan yang dihadapi oleh petugas keamanan).

3.3.2 Kategori A: Potensi bahaya yang mengakibatkan dampak risiko jangka


panjang pada kesehatan
Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak dengan sesuatu yang
dapat menyebabkan gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika terjadi pajanan (“exposure”)
yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh
pajanan suatu sumber bahaya di tempat kerja. Potensi bahaya kesehatan yang biasa di tempat
kerja berasal dari lingkungan kerja antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor
ergonomis dan faktor psikologi. Bahaya faktor-faktor tersebut akan dibahas secara rinci lebih
lanjut di bawah ini antara lain kimia, fisik, biologi dan ergonomis. Sedangkan faktor
psikologi dibahas dalam kategori D.

1. Bahaya Faktor Kimia


Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak
bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan
22
menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia
berbahaya dapat

berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke
dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:
1. Inhalasi (menghirup):
Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke dalam
paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter udara per
menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti
fiber/serat, dapat langsung melukai paruparu. Lainnya diserap ke dalam aliran
darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.
2. Pencernaan (menelan):
Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang terkontaminasi,
makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di lingkungan yang
terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur
dengan lendir dari mulut, hidung atautenggorokan. Zat beracun mengikuti rute
yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.
3. Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif:
Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah,
biasanya melalui tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui
luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis). Guna mengantisipasi
dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor
kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis
sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui
nilai ambang batas (NAB).
 Bahan kimia di tempat kerja
Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat kerja.
Bahanbahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau bagian bentuk bahan baku
yang digunakan untuk membuat suatu produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas, untuk
pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk samping. Banyak bahan kimia yang
digunakan di tempat kerja mempengaruhi kesehatan kita dengan cara-cara yang tidak
diketahui. Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia bisa secara perlahan atau mungkin
membutuhkan waktu bertahuntahun untuk berkembang.

23
 Apa yang perlu diketahui untuk mencegah atau mengurangi bahaya?
kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan negative (sifat
beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi bahaya sampai dampak
bahan kimia tersebut sepenuhnya diketahui;
1. wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu
untuk menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke
dalam tubuh dan bagaimana paparan dapat dikendalikan;
2. bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia
misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada
sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk mempersingkat
pajanan pekerja terhadap bahaya;
3. jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi
pekerja, seperti respirator dan sarung tangan ;
4. bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang
sesuai melalui lembar data keselamatan (LDK) dan label dan
bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.
 Lembar Data Keselamatan dan Pelabelan Bahan Kimia
Pelabelan merupakan pemberian tanda berupa gambar/simbol,
huruf/tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang disertakan
pada bahan berbahaya, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, atau merupakan
bagian kemasan bahan berbahaya, sebagai keterangan atau penjelasan yang
berisi nama sediaa atau nama dagang, nama bahan aktif, isi/berat netto, kalimat
peringatan dan tanda atau simbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada
kecelakaan. Pelabelan bahan kimia merupakan salah satu cara penting untuk
mencegah penyalahgunaan atau penanganan yang dapat menyebabkan cedera
atau sakit. Dalam transportasi, bila kemungkinan terjadi kecelakaan, maka
sangat penting dalam keadaan darurat untuk mengetahui risiko dari zat-zat
tersebut.
Sebagian besar negara memiliki sistem pelabelan untuk
menginformasikan isi yang ada di dalam wadah/kontainer dan untuk
memperingatkan bahaya. Untuk

memastikan bahwa peringatan dimengerti oleh lintas batas dan termasuk


bahasanya, PBB telah mengembangkan Sistem Harmonisasi Global (Globally
24
Harmonized System - GHS) tentang klasifikasi dan pelabelan bahaya bahan
kimia. Idenya adalah bahwa setiap negara akan mengadopsi rambu yang sama,
meskipun hal ini tidak wajib. Ini telah diadopsi di 67 negara sejauh ini, termasuk
negara-negara Uni Eropa, Cina, Amerika Serikat, Kanada, Uruguay, Paraguay,
Vietnam, Singapura, Nigeria, Ghana, Federasi Rusia dan banyak lainnya

Sedangkan lembar data keselamatan bahan adalah lembar petunjuk yang


berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari bahan berbahaya, jenis bahaya
yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan khusus yang
berhubungan dengan keadaan darurat dalam penanganan bahan berbahaya. Di
Indonesia, selain lembar data keselamatan, penyediaan pelabelan bahan kimia
merupakan salah satu kewajiban pengusaha/pengurus dalam mengendalikan
bahan kimia di tempat kerja. Adapun lembar data keselamatan bahan dan
pelabelan beserta klasifikasi bahaya bahan kimia yang berdasarkan sistim global
harmonisasi telah juga diadopsi oleh Pemerintah Indonesia. Di pabrik Anda, atau
ketika pengangkutan bahan kimia, maka perlu diikuti pedoman nasional tentang
pelabelan. Jika tidak ada, label GHS menyediakan cara yang jelas dan berguna
dalam memberikan peringatan dan informasi untuk semua pihak.

2. Bahaya Faktor Fisik


Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika
antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan
sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari
proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan

 Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau

25
berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan
kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan
sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama.
Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85
dB selama 8 jam sehari.
 Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi bahaya dari
kebisingan?
• Identifikasi sumber umum penyebab kebisingan, seperti mesin, system
ventilasi, dan alat-alat listrik. Tanyakan kepada pekerja apakah mereka
memiliki masalah yang terkait dengan kebisingan.
• Melakukan inspeksi tempat kerja untuk pajanan kebisingan. Inspeksi
mungkin harus dilakukan pada waktu yang berbeda untuk memastikan
bahwa semua sumbersumber kebisingan teridentifikasi.
• Terapkan 'rule of thumb' sederhana jika sulit untuk melakukan percakapan,
tingkat kebisingan mungkin melebih batas aman.
• Tentukan sumber kebisingan berdasarkan tata letak dan identifikasi para
pekerja yang mungkin terekspos kebisingan
• Identifikasi kontrol kebisingan yang ada dan evaluasi efektivitas
pengendaliannya
• Setelah tingkat kebisingan ditentukan, alat pelindung diri seperti penutup
telinga (earplug dan earmuff) harus disediakan dan dipakai oleh pekerja di
lokasi yang mempunyai tingkat kebisingan tidak dapat dikurangi.
• Dalam kebanyakan kasus, merotasi pekerjaan juga dapat membantu
mengurangi tingkat paparan kebising

 Penerangan

Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk


melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk peningkatan
kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan perakitan benda kecil
membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya mengemas kotak. Studi
menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam
peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang
sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan
penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah

26
pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat
pekerjaan mereka.
 Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi potensial
kerugian dari penerangan yang buruk?
• pastikan setiap pekerja mendapatkan tingkat penerangan yang sesuai pada
pekerjaannya sehingga mereka tidak bekerja dengan posisi membungkuk
atau memicingkan mata;
• untuk meningkatkan visibilitas, mungkin perlu untuk mengubah posisi dan
arah lampu.
 Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating),memantul ke atas
dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur
dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat
berpengaruh negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh. Misalnya, memegang
peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna,
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya,
mengemudi traktor di jalan bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai
sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri
punggung bagian bawah.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang
disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang
mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut
dan menyebabkan nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat kerja yang kontak
langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan
sebesar 4 m/detik2.
 Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko
dari getaran?
• Mengendalikan getaran pada sumbernya dengan mendesain ulang
peralatan untuk memasang penyerap getaran atau peredam kejut.
• Bila getaran disebabkan oleh mesin besar, pasang penutup lantai yang
bersifat menyerap getaran di workstation dan gunakan alas kaki dan
sarung tangan yang menyerap kejutan , meskipun itu kurang efektif
dibanding di atas.
• Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru.

27
• Batasi tingkat getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan memasang
peredam getaran pada pegangan dan kursi kendaraan atau sistem rc
• Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang
mengoperasikan mesin bergetar, misalnya sarung tangan yang bersifat
menyerap getaran (dan pelindung telinga untuk kebisingan yang
menyertainya.)
 Iklim Kerja

Ketika suhu berada di atas atau di bawahbatas normal, keadaan ini


memperlambat pekerjaan. Ini adalahrespon alami dan fisiologis dan merupakan
salah satu alasan mengapasangat penting untuk mempertahankantingkat
kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat kerja. Faktorfaktor ini secara
signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas individu pada
pekerja. Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk
memastikan lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia.
Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:
• mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan;
• menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;
• mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk
praktek kerja yang aman.
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap berada
dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi
tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. Iklim kerja merupakan hasil perpaduan
antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan
tingkat panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.

3. Bahaya Faktor Biologi


Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti
pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran
yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan
virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang
mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja - pekerja yang menghirup debu-
debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,.
Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu
organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru
pada pekerja gandum. Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah
28
satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau
bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci.
Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor
biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain
harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi
dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-
pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa
imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap
kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi
terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan

keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap


difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha
kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju
diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.

4. Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja


Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan
produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung berhubungan
dengan disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar
pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang
melakukannya. Semuanya dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan
alat-alat dapat menciptakan hambatan dan risiko. Penyusunan tempat kerja dan
tempat duduk yang sesuai harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh
yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai
harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerjapekerja harus diberi
kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti
mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja,
bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang
efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan
efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja
yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau

29
menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian
antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan
yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain. Risiko potensi bahaya
ergonomi akan meningkat:
• dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;
• dengan postur tidak netral atau canggung;
• bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;
• bila kurang istirahat yang cukup.

Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan bahaya


organisasi kerja dan ergonomis?
• Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran, kursi /
bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
• Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada
posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
• Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan memberikan
istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat mengurangi
risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan kesalahan.

3.3.3 Kategori B: Potensi bahaya yang mengakibatkan risiko langsung pada


keselamatan
Kategori ini berkaitan dengan masalah atau kejadian yang memiliki potensi
menyebabkan cidera dengan segera. Cidera tersebut biasanya disebabkan oleh kecelakaan
kerja. Ini biasanya terjadi ketika risiko yang tidak dikendalikan dengan baik. Saat prosedur
kerja aman tidak tersedia atau sebaliknya tetapi tidak diikuti. Sebagai contoh:
• alat berat jatuh menimpa kaki pekerja dan mengakibatkan patah tulang;
• posisi papan perancah tidak benar dan jatuh ketika pekerja melangkah.
Selain kecelakaan kerja, terdapat kejadian yang tidak biasa di tempat kerja yang
mungkin dapat berakibat membahayakan orang atau properti jika keadaan sedikit berbeda.
Hal ini biasa disebut “Hampir celaka” Baik kecelakaan atau hampir celaka mengakibatkan
cedera, masing-masing harus diselidiki untuk menentukan akar penyebabnya. Tindakan
korektif kemudian dapat diambil untuk mencegah kemungkinan terulangnya kejadian dan
cedera yang sama.

30
Kecelakaan atau hampir celaka jarang terjadi karena satu hal. Sebaliknya, seringkali
dipicu oleh beberapa faktor kausal yang mengakibatkan kecelakaan. Faktor-faktor ini seperti
penghubung dalam rantai yang berakhir dengan kecelakaan. Faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap penyebab kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori:

• Faktor manusia: Tindakan-tindakan yang diambil atau tidak diambil, untuk


mengontrol cara kerja yang dilakukan
• Faktor material: Risiko ledakan, kebakaran dan trauma paparan tak terduga
untuk zat yang sangat beracun, seperti asam
• Faktor Peralatan: Peralatan, jika tidak terjaga dengan baik, rentan terhadap
kegagalan yang dapat menyebabkan kecelakaan
• Faktor lingkungan: lingkungan mengacu pada keadaan tempat kerja. Suhu,
kelembaban, kebisingan, udara dan kualitas pencahayaan merupakan contoh
faktor lingkungan.
• Faktor proses: Ini termasuk risiko yang timbul dari proses produksi dan
produk samping seperti panas, kebisingan, debu, uap dan asap.
Sangat penting untuk memiliki sistem pelaporan kecelakaan dan hampir celaka yang
baik, menggabungkan penyelidikan 'tidak menyalahkan pekerja'. Salah satu atau semua
faktor di atas dapat berkontribusi terhadap risiko, yang akhirnya dapat mengakibatkan
kecelakaan yang menyebabkan cedera atau kematian. Sebuah sistem pelaporan keselamatan
yang baik merupakan cara penting untuk memutus rantai kecelakaan.

 Keselamatan Listrik
Listrik merupakan energi dibangkitkan oleh sumber energi biasanya generator dan
dapat yang mengalir dari satu titik ke titik lain melalui konduktor dalam rangkaian tertutup.
Potensi bahaya listrik adalah:
• Bahaya kejut listrik
• Panas yang ditimbulkan oleh energi listrik
• Medan listrik
Pekerja dapat mengalami bahaya listrik pada kondisi-kondisi sebagai berikut:
• Pekerja berhubungan/menyentuh kedua konduktor pada rangkaian listrik
yang bertegangan.
• pekerja berada pada bagian antara konduktor yang ditanahkan (grounding)
dan konduktor yang tidak ditanahkan (grounding)
• Pekerja berada pada bagian konduktor yang ditanahkan dengan material
yang tidak ditanahkan
31
Dampak cidera akibat bahaya arus kejut pada manusia (pekerja) tergantung:
a. besar arus yang mengalir ke tubuh manusia
b. bagian tubuh yang terkena
c. lama/ durasi pekerja terkena arus kejut
Besar arus yang mengalir tergantung besar beda potensial dan resistansi.
Efek arus kejut pada manusia dapat mengakibatkan kematian. Arus kejut listrik
yang mengenai tubuh akan menimbulkan:
a. menghentikan fungsi jantung dan menghambat pernafasan.
b. Panas yang ditimbulkan oleh arus dapat menyebabkan kulit atau tubuh
terbakar, khususnya pada titik dimana arus masuk ke tubuh.
c. Beberapa kasus dapat menimbulkan pendarahan, atau kesulitan bernafas dan
gangguan saraf.
d. Gerakan spontan akibat terkena arus listrik, dapat mengakibatkan cidera lain
seperti akibat jatuh atau terkena/tersandung benda lain.

Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah bahaya listrik?


Kecelakaan listrik disebabkan oleh kombinasi tiga faktor,
yaitu :
• Peralatan/instalasi yang tidak aman
• Tempat kerja berada di lingkungan yang tidak aman
• Praktik kerja yang tidak aman

Pengendalian bahaya listrik dari sentuh langsung


a. Mengisolasi bagian aktif

32
b. Menutup dengan Penghalang atau Selungkup

c. membuat rintangan

d. 4. memberi Jarak aman atau diluar jangkauan

e. Menggunakan alat pelindung diri.

 Keselamatan Kerja pada Pesawat/Peralatan/Pemesinan Produksi


Alat perkakas ialah alat alat bantu di dalam melakukan pekerjaan
reparasi, pemeliharaan dan membentuk benda-benda kerja, baik yang berat
maupun yang ringan, mudah dibawa kemana mana dan praktis. Jenis-jenis alat
33
perkakas tersebut misalnya palu, tang, gunting, pahat, kikir, gergaji tangan, bor
tangan, gerinda tangan, alat-alat ukur manometer, kunci-kunci dan obeng dll.
Merupakan alat bantu kerja yang mempunyai sumber bahaya apabila didalam
pemakainya tidak sesuai prosedur pemakaian yang benar. Sumber-sumber
bahaya dan kecelakaan yang terjadi antara lain disebabkan karena:
a. Bahan yang tidak baik
b. Konstruksi bahan yang tidak tepat
c. Penggunaan dari alat yang tidak tepat
d. Alat perlengkapan yang telah rusak atau aus
e. Tatacara penggunaan yang salah
f. Tanpa alat pelindung diri perorangan
g. Pekerja yang tidak terlatih atau tidak trampil atau belum bersertifikat
Kecelakaan kecelakaan yang terjadi adalah sesuai yang tidak terduga
dan
tidak dikehendaki atau tidak diharapkan serta menyangkut gerak gerik orang,
obyek atau bahan. Oleh karena nya apabila menginginkan selamat dalam bekerja
atau menghindari atau mengurangi kecelakaan tersebut haruslah :
a. Melalui latihan sebelum melakukan suatu jenis pekerjaan dengan alat alat
perkakas
b. Mengenal dan mengetahui kegunakaan, tata cara pengerjaan dan untuk jenis
pekerjaan tertentu
c. Mengenal dan memahami sumber bahaya , kemungkinan bahaya yang
timbul sehingga dapat mengeliminirnya
d. Mempergunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya sifat
pekerjaannya.
Berdasarkan ketentuan iatas, maka perlu ditentukan beberapa persyartan umum
antara lain:
a. Alat-alat perkakas tangan yang dipergunakan harus terbuat dari bahan yang
bermutu baik dan sesuai dengan pekerjaan dimana alat-alat itu
dipergunakan.

b. Alat-alat perkakas tangan hanya dipakai untuk jenis dan kegunaan dimana
alat-alat itu dirancang.
c. Palu biasa atau besar, pahat, kikir, pemotong, pendorong, dan alat hentak
sejenisnya harus dibuat dari baja terpilih cukup keras untuk menahan

34
pukulan tanpa mengalami kerusakan atau perubahan bentuk.
d. Tangki baja dari alat-alat perkakas tangan harus :
1) Dari bahan berserat lurus dan mutu yang terbaik
2) Ukuran dan bentuk yang sesuai
3) Halus dan tepi yang tidak tajam
e. Apabila tidak dipakai alat-alat perkakas tangan yang bertepi tajam atau
berujung runcing harus dilengkapi pelindung tepi atau ujung
f. Alat alat tangan dilarang berserakan dilantai, jalur jalan atau tempat dimana
orang lalu lalang atau bekerja atau kemungkinan menjatuhi orang
dibawahnya.
g. Harus disediakan lemari, rak dan gantungan yang sesuai dengan alat-alat
perkakas dan ditempatkan dekat bangku kerja.
h. Tenaga kerja atau operator harus dilengkapi dengan :
1) Kaca mata atau pelindung lain terhadap pecahan pecahan yang
berterbangan
2) Respirator, helm atau kedok apabila bekerja didaerah yang kotor dan
membahayakan
i. Penggunaan alat perkakas tangan harus :
1) Disimpan dan dipelihara oleh orang yang bertanggungjawab dan
diberikan kepada operator yang berwenang menggunakannya dan
menggembalikan setelah selesai dipakai
2) Melalui pengujian secara visual atau eksternal setelah dipergunakan
3) Diperiksa dengan lengkap baik kebersihannya, waktu penggunakan,
kerapihan dan di tes atau diuji oleh orang yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundangan.
j. Mesin mesin perkakas yang sudah rusak dan dapat menimbulkan bahaya
harus segera diperbaiki atau tidak boleh dipakai lagi atau dimusnahkan.

3.3.4 Katagori C : Resiko Terhadap Kesejahteraan atau Kenyamanan


Fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan kerja sering diabaikan karena tidak
dipandang memiliki dampak langsung pada produktivitas. Namun, untuk tetap sehat, pekerja
membutuhkan fasilitas di tempat kerja yang memadai seperti air minum yang bersih, toilet,
sabun dan air untuk mencuci dan tempat untuk makan dan istirahat. Jika mereka tidak
memiliki ini, produktivitas dapat memburuk. Begitu pula semangat dan kenyamanan pekerja.
Dengan menyediakan fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan, perusahaan
35
mendapatkan manfaat yang nyata untuk perusahaan sehingga memiliki dampak langsung
pada produktivitas. Ini juga merupakan cara sederhana bagi manajemen untuk menunjukkan
bahwa fasilitas yang disediakan itu bermanfaat untuk kesehatan pekerja, khususnya ketika
pekerja diberi kesempatan untuk mendapatkan fasilitas yang penting bagi mereka. Pekerja
umumnya mampu memprioritaskan kebutuhan mereka sendiri, sehingga semua inisiatif
kesehatan akan lebih berhasil jika pihak manajemen mereka memakai ide-ide dari pekerja.

Fasilitas apa yang paling mempengaruhi kesejahteraan para pekerja?


Jawabannya bervariasi sesuai dengan pekerja yang terlibat dan keadaan di
mana mereka bekerja. Namun, berikut ini selalu penting:
a. Akses untuk air minum, toilet dan tempat cuci;
b. Ruang kantin atau tempat makan yang bersih dan terlindungi dari cuaca;
c. P3K di Tempat Kerja;
d. Ruang di mana ibu bisa menyusui dan anak-anak bisa menunggu
orangtuanya menyelesaikan pekerjaan.

 Air minum
Air minum sangat dibutuhkan bagi pekerja untuk mengganti cairan yang
keluar dari tubuh. Kemudahan untuk mendapatkan air minum penting untuk
semua jenis tempat kerja. Jika terjadi dehidrasi (kekurangan cairan) pada
pekerja, sebagai akibatnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti
kram, lelah, pingsan dan mengalami kecelakaan. Mereka juga dapat menderita
masalah kesehatan dalam jangka panjang. Ketika para pekerja bekerja pada
suhu tinggi,

mereka bisa kehilangan beberapa liter air per shift. Ibu hamil harus minum air
lebih banyak. Dalam kedua kasus ini, akses terhadap air menjadi suatu
kepentingan ekstra. Air yg digunakan utk makan dan minum harus memenuhi
syarat-syarat sbb :
a. Air tidak boleh berbau & harus segar
b. Air tidak boleh berwarna & berasa
c. Air tidak boleh mengandung binatang atau bakteri yg berbahaya

 Toilet dan Fasilitas Mencuci


Toilet dan fasilitas mencuci sangat penting disediakan di tempat kerja.
Akses ke toilet adalah kebutuhan dasar. Dalam sebuah tempat kerja dengan
36
jumlah staf yang besar, perlu memiliki beberapa toilet dan urinal, fasilitas
terpisah bagi pekerja wanita dan laki-laki. Fasilitas ini harus ditempatkan untuk
menghindari berjalan jauh menuju tempat tersebut dan tidak menunggu lama
serta tidak boleh terhubung langsung dengan tempat kerja dan letaknya harus
dinyatakan dengan jelas. Adapun jumlah toilet adalah sebagai berikut:
o Untuk 1 – 15 orang buruh = 1 kakus
o Untuk 16 – 30 orang buruh = 2 kakus
o Untuk 31 – 45 orang buruh = 3 kakus
o Untuk 46 – 60 orang buruh = 4 kakus
o Untuk 61 – 80 orang buruh = 5 kakus
o Untuk 81 – 100 orang buruh = 5 kakus
o Dan selanjutnya untuk tiap 100 orang = 6 kakus
Toilet dapat menjadi tempat beresiko penyakit menular dan, di beberapa
negara, penyakit dari nyamuk seperti Malaria. Untuk mengurangi risiko ini,
toilet perlu cukup terang dan berventilasi, harus ditempatkan jauh dari makanan
dan area kerja dan dibersihkan secara teratur. Sabun harus disediakan untuk
mencuci tangan (dengan pemberitahuan pengingat) dan perusahaan harus
proaktif dalam mendorong kebersihan dasar. Toilet yang bersih harus yg
memenuhi syarat sbb:
• Tidak berbau & ada kotoran yg terlhat
• Tidak ada lalat, nyamuk atau serangga yg lain
• Hrs selalu tersedia air bersih yg cukup
• Hrs dapat dibersihkan dengan mudah dan paling sedikit 2 – 3x sehari

 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)


penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja adalah suatu hal yangbtidak
diinginkan oleh semua pihak. Sering tenaga kerja mengetahui sumber bahaya
tetapi tidak mengerti bagaimana upaya pencegahannya sehingga menyebabkan
kecelakaan atau sakit. Untuk itu maka perlu adanya pelaksanaan P3K di tempat
kerja, guna menangani kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan perusahaan.
Pertolongan pertama dengan sedikit tindakan dengan peralatan sederhana akan
banyak manfaatnya dalam mencegah keparahan, mengurangi penderitaan dan
bahkan menyelamatka nyawa korban. Beberapa kecelakaan yang terjadi seperti:
• luka dan perdarahan;

37
• patah tulang;
• luka bakar;
• Pajanan bahan kimia;
• Gangguan pernafasan, peredaran darah dan kesadaran;
• Sengatan listrik;
• Kekurangan oksigen;
• Pajanan suhu ekstrim;
• Adanya gas beracun;
• Dll

3.3.5 Kategori D: risiko pribadi dan psikologis

Jika suatu perusahaan ingin memaksimalkan produktivitas, perlu


menciptakan tempat kerja di mana pekerja merasa aman dan dihormati. Isu ini
melampaui keselamatan fisik dan termasuk melindungi kesejahteraan diri,
martabat dan mental pekerja. Intimidasi atau pelecehan sering mengancam rasa
kesejahteraan dan keamanan pekerja di tempat kerja.

 Pelecehan dan penganiayaan


Pelecehan mengacu pada berbagai perilaku yang tidak diinginkan dan
dianggap sebagai gangguan termasuk menganiaya, memaksa, mengganggu,
mengintimidasi dan menghina orang lain karena ras, usia, kecacatan, atau jenis
kelamin. Dalam segala bentuk, umumnya pelecehan terjadi karena perbedaan
dalam kekuatan misalnya seseorang (atau sekelompok orang) dengan kekuasaan
atau wewenangnya melecehkan seseorang yang mempunyai posisi kurang kuat.
Sering pelaku pelecehan melakukan tindak pelecehan dengan caranya dan tidak
peduli terhadap dampak yang terjadi pada korban. Mereka percaya bahwa
korban dalam posisi yang lemah, harus siap dengan perilaku ini. Dalam kasus
lain pelaku pelecehan sepenuhnya menyadari dampak buruk tingkah lakunya
dan ini dapat menjadi bagian dari penyebab korban keluar dari pekerjaannya.
Dalam kedua kasus, korban pelecehan sering merasa tak berdaya,
dipermalukan,terisolasi dan direndahkan. Pelecehan biasanya serangkaian
insiden, bukan satu peristiwa dan mungkin mencakup:
• memukul atau mendorong;
• berteriak, mengejek atau mengolok-olok orang;

38
• mengancam untuk memberikan penilaian kinerja yang buruk;
• menolak makan dengan seseorang;
• kritik oleh seorang manajer secara publik ;
• memindahkan pekerja karena memiliki HIV;
• pelecehan seksual (lihat sub bab berikutnya.)

 Narkoba Di Tempat Kerja


Untuk mencegah dan menanggulangi pengaruh buruk terhadap
kesehatan, ketertiban, keamanan dan produktivitas kerja akibat penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat
kerja diperlukan upaya pencegahan dan penangggulangan yang optimal, serta
peran aktif pihak pengusaha dan pekerja. Upaya aktif dari pihak pengusaha
dalam pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja adalah dengan penetapan
kebijakan serta penyusunan dan pelaksanaan program.
Narkoba dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan mengakibatkan
kecelakaan serta penurunan produktivitas. Dengan upaya pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di tempat kerja maka pekerja dapat
terhindar dari bahaya naarkoba sehingga selalu sehat dan tetap produktif.

 Pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah perlakuan yang tidak diinginkan yang bersifat
seksual, atau berdasarkan jenis kelamin, mempengaruhi martabat perempuan
dan laki-laki di tempat kerja. Pelecehan seksual bisa melibatkan segala sesuatu
yang bersifat gender dan tindakan seksual yang tidak diinginkan. Daftar berikut
memuat beberapa dari bentuk.
• Penyerangan dan pemerkosaan seksual di tempat kerja-merupakan
pelecehan seksual dalam bentuk yang paling menonjol;
• Pelecehan fisik, termasuk mencium, menepuk, menyentuh, atau mencubit
dengan cara seksual;
• Pelecehan verbal , termasuk komentar yang tidak diinginkan tentang,
kehidupan penampilan pribadi atau badan seseorang , penghinaan dan
merendahkan didasarkan pada jenis kelamin seseorang dan lelucon dicerita-

39
kan dalam cara yang ofensif;
• Sebuah permintaan untuk melakukan hubungan seks dengan imbalan
manfaat pekerjaan (kenaikan upah, promosi atau kesempatan pelatihan, dll)
atau hanya untuk menjaga pekerjaan korban. Bentuk pelecehan seksual juga
merupakan penyalahgunaan wewenang oleh majikan (atau agen majikan)
dan kadang- kadang digambarkan sebagai pemeras seksual;
• Pelecehan gestural, yang melibatkan gerakan bernada seksual seperti kedip-
an, mengangguk, gerakan dengan tangan, kaki atau jari, menjilati bibir;
• Pelecehan tertulis atau grafik, termasuk menampilkan materi pornografi dan
• pelecehan melalui surat, email dan bentuk komunikasi lainnya;
• Pelecehan emosional, melibatkan perilaku yang isolat, adalah diskriminatif
terhadap, atau mengecualikan seseorang atas dasarnya atau seksnya.

40
4 PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN K3

4.1 Pelaksanaan K3
Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada Veiligheidsreglement tahun 1919
(Stbl.No.406), namun dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 14 tahun
1969 tentangKetentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja, maka disusun undang-undang
yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Undang-undang tersebut
adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pelaksanaan
kegiatan K3 di lapangan meliputi:
 Kegiatan K3 di lapangan berupa pelaksanaan safety plan, melalui kerja sama dengan instansi
yang terkait K3, yaitu depnaker, polisi dan rumah sakit.
 Pengawasan pelaksanaan K3, meliputi kegiatan:
 Safety patrol, yaitu suatu tim K3 yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang melaksanakan patroli
untuk mencatat hal-hal yang tidak sesuai ketentuan K3 dan yang memiliki resiko kecelakaan.
 Safety supervisor; adalah petugas yang ditunjuk manajer proyek untuk mengadakan
pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilihat dari segi K3.
 Safety meeting; yaitu rapat dalam proyek yang membahas hasil laporan safety patrol maupun
safety supervisor

4.2 Pengendalian K3

4.2.1 Penilaian Resiko


Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan
apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi.
Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun
ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah
:
Keparahan
Tabel Matriks Resiko Sangat Sangat
Ringan Sedang Berat
Ringan Berat
Sangat
Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim Ekstrim
Sering
Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim
Frekuensi Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrim
Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
Sangat
Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi
Jarang

41
Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel matriks resiko :
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keparahan

Tidak terdapat Total kerugian


Sangat cedera/penyakit, tenaga kecelakaan kerja
Ringan kerja dapat langsung kurang dari Rp.
bekerja kembali 1.000.000

Total kerugian
Cedera ringan, tenaga
kecelakaan kerja
Ringan kerja dapat langsung
antara Rp. 1.000.000 –
bekerja kembali
Rp. 1.500.000

Mendapat P3K atau Total kerugian


tindakan medis, tidak ada kecelakaan kerja
Sedang
hilang jam kerja lebih dari antara Rp. 1.500.000 –
1X24 jam Rp. 5.000.000

Memerlukan tindakan Total kerugian


medis lanjut/rujukan, kecelakaan kerja
Parah
cacat sementara, terdapat antara Rp. 5.000.000 –
jam kerja hilang 1X24 jam Rp. 10.000.000

Cacat Permanen,
Total kerugian
Sangat Kematian, terdapat jam
kecelakaan kerja lebih
Parah kerja hilang lebih dari
dari Rp. 10.000.000
1X24 jam

Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan dari penilaian matriks resiko :

Perlu
Rendah
Aturan/Prosedur/Rambu
Sedang Perlu Tindakan Langsung
Perlu Perencanaan
Tinggi
Pengendalian
Perlu Perhatian
Ekstrim
Manajemen Atas

Dari representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko
yang paling tepat berdasarkan 5 (lima) hirarki pengendalian resiko/bahaya K3.

4.2.2 Hirarki Pengendalian Resiko


Resiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan
langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya-nya menuju ke titik yang
aman.
42
Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan,
kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki
setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada
gambar di bawah :

Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan


tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut
antara lain ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri
(APD) yang terdapat pada tabel di bawah :
Hierarki Pengendalian Resiko K3
Eliminasi Eliminasi Sumber Bahaya
Substitusi
Substitusi Tempat
Alat/Mesin/Bahan
Kerja/Pekerjaan Aman
Modifikasi/Perancangan Mengurangi Bahaya
Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja
yang Lebih Aman

Prosedur, Aturan,
Pelatihan, Durasi Kerja,
Administrasi
Tanda Bahaya, Rambu, Tenaga Kerja Aman
Poster, Label Mengurangi Paparan
Alat Perlindungan Diri
APD
Tenaga Kerja

4.2.3 PENGENDALIAN OPERASI K3 DI TEMPAT KERJA


Setelah seluruh bahaya K3 di tempat kerja telah diidentifikasi dan dipahami,
Perusahaan menerapkan pengendalian operasi yang diperlukan untuk mengelola resiko-
resiko terkait bahaya-bahaya K3 di tempat kerja serta untuk memenuhi peraturan perundang-
undangan dan persyaratan lainnya terkait dengan penerapan K3 di tempat kerja.
Keseluruhan pengendalian operasi bertujuan untuk mengelola resiko-resiko K3
untuk memenuhi Kebijakan K3 Perusahaan.Prioritas pengendalian operasi ditujukan pada
pilihan pengendalian yang memiliki tingkat kehandalan tinggi selaras dengan hierarki
43
pengendalian resiko/bahaya K3 di tempat kerja.
Pengendalian operasi akan diterapkan dan dievaluasi secara bersamaan untuk
mengetahui tingkat keefektivan dari pengendalian operasi serta terintegrasi (tergabung)
dengan keseluruhan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.
Beberapa pengendalian operasi K3 Perusahaan mencakup antara lain:

1. Umum :
o Perawatan dan perbaikan fasilitas/mesin/alat reguler.
o Kebersihan dan perawatan tempat kerja.
o Pengaturan lalu lintas manusia/barang, dsb.
o Pemasokan dan Perawatan Fasilitas Kerja/Fasilitas Umum.
o Perawatan suhu lingkungan kerja.
o Perawatan sistem ventilasi dan sistem instalasi listrik.
o Perawatan sarana tanggap darurat.
o Kebijakan terkait dinas luar, intimidasi, pelecehan, penggunaan obat-obatan dan
alkohol.
o Program-program kesehatan dan pengobatan umum.
o Program pelatihan dan pengembangan pengetahuan.
o Pengendalian akses tempat kerja.
2. Pekerjaan Bahaya Tinggi :
o Penggunaan prosedur, instruksi kerja dan cara kerja aman.
o Penggunaan peralatan/mesin yang tepat.
o Sertifikasi pelatihan tenaga kerja keahlian khusus.
o Penggunaan izin kerja.
o Prosedur pengendalian akses keluar masuk tenaga kerja di tempat kerja bahaya
tinggi.
o Pengendalian untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :
o Pembatasan area-area penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di tempat
kerja.
o Pengamanan pemasokan dan pengendalian akses keluar masuk penyimpanan bahan
berbahaya dan beracun (B3).
o Barikade sumber radiasi.
o Isolasi pencemaran biologis.
o Pengetahuan penggunaan dan ketersediaan perlengkapan darurat.
4. Area Kerja Bahaya Tinggi :
o Penentuan APD (Alat Pelindung Diri).
o Penentuan persyaratan masuk.
44
o Penentuan persyaratan kondisi kesehatan/kebugaran.
5. Pembelian Barang, Peralatan dan Jasa :
o Menyusun persyaratan pembelian barang, peralatan dan jasa.
o Komunikasi persyaratan pembelian barang kepada pemasok.
o Persyaratan transportasi/pengiriman bahan berbahaya dan beracun (B3).
o Seleksi dan penilaian pemasok.
o Pemeriksaan penerimaan barang/peralatan/jasa.
6. Kontraktor :
o Kriteria pemilihan kontraktor.
o Komunikasi persyaratan kepada kontraktor.
o Evaluasi dan penilaian kinerja K3 berkala.
7. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar :
o Pengendalian akses masuk.
o Pengetahuan dan kemampuan mengenai izin penggunaan
peralatan/perlengkapan/mesin/material di tempat kerja.
o Penyediaan pelatihan/induksi yang diperlukan.
o Pengendalian administratif rambu dan tanda bahaya di tempat kerja.

45
5 IMPLEMENTASI DAN OPERASIONAL K3

5.1 Pengertian K3

K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan usaha untuk mencegah setiap


perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan dalam
pekerjaan, baik dari perusahaan maupun dari pekerja itu sendiri. Pengertian K3 dibagi
menjadi 2, yakni (Sanjaya, 2013) :

a. Secara Filosofis
Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan
makmur.
b. Secara Keilmuan
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pengertian K3 menurut ILO (International Labour Organization) dan beberapa ahli, di


antaranya :

1. ILO (International Labour Organization)


Suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik,
mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan,
pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan
psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap
manusia kepada jabatannya.
2. Mangkunegara (2002)
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur.

46
3. Suma’mur (2001)
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan
dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan,
kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.
4. Simanjuntak (1994)
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan
dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan,
kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

5.2 Dasar Hukum K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan

 Undang-Undang Dasar 1945.


 Undang-Undang No. 01/1970 tentang keselamatan kerja.
 Permenaker No.01/MEN/1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
 Surat Keputusan Bersama Mentri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
No.kep.174/Men/1986 dan No.104/Kpts/1986.
 Permenaker No.28/MEN/2000 tentang Bangunan Gedung.
 Permenaker No.05/Men/1996 dan tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3).

5.3 Tujuan K3

 Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit.


 Melindungi kesehatan tenaga kerja.
 Meningkatkan efisiensi kerja
 Sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.

5.4 Jenis-Jenis Bahaya pada Kegiatan Konstruksi


1. Physical Hazards
Atau faktor kimia yang berupa kekeringan, suhu, cahaya, getaran radiasi.
2. Chemical Hazards
Atau faktor kimia yang dapat berupa bentuk padat, cair dan gas.
3. Electrical Hazards
Atau bahaya sengatan listrik, kebakaran karena listrik karena banyaknya instalasi
listrik yang bersifat sementara dan kadang-kadang tidak terkendali.

47
4. Mechanical Hazards
Atau bahaya kecelakaan yang diakibatkan oleh peralatan kerja tangan, mesin
pesawat sampai kepada alat berat.
5. Physiological Hazards
Atau yang berkaitan dengan aspek kerja, pekerjaan yang monoton yang membuat
kejenuhan, lokasi tempat kerja yang sangat terpencil sehingga membuat kebosanan
dan lain sebagainya.
6. Biological Hazards
Yang disebabkan oleh serangga, bakteri, virus, parasit dan lain sebagainya.

5.5 Strategi Penerapan K3 pada Proyek Konstruksi

Penerapan K3 pada kegiatan konstruksi dapat di lakukan dengan urutan sebagai berikut :

1. Identification
Setiap kegiatan proyek konstruksi memiliki karakteristik yang berbeda, misalnya
proyek bangunan tinggi, pembangunan bendungan, bangunan pabrik dan
sebagainya. Lakukan identifikasi polusi bahaya atau kegiatan konstruksi yang akan
dilaksanakan. Buat mapping potensi bahaya menurut area atau bidang kegiatan
masing-masing.
2. Evaluation
Dari hasil identifikasi dilakukan evaluasi tentang potensi bahaya untuk menentukan
skala prioritas berdasarkan hazards rating.
3. Develops the plan
Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi diatas susun rencana pengendalian dan
pencegahan kecelakaan :
 Terapkan konsep manajemen keselamatan kerja yang baku (SMK3).
 Susunlah pekerjaan implementasi dan program-program K3 yang akan
dilakukan (buat dalam bentuk elemen kegiatan).
4. Implementasi
Buat rencana kerja yang telah disusun untuk mengimplementasikan konsep
pengendalian dengan baik. Untuk mencapai kegiatan yang optimal sediakan sumber
daya yang diperlukan untuk menjalankan program K3. Buatlah kebijakan
K3 terpadu.

48
5. Monitoring
 Buatlah program untuk memonitor pelaksanaan K3, untuk mengetahui
apakah program-program tersebut telah terlaksanan dengan baik atau tidak.
 Susun lalu audit internal serta inspeksi yang baik sesuai dengan kondisi
setempat.

5.6 Implementasi SMK3 dalam Proyek Konstruksi

5.6.1 Resiko Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko
kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada
proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi
yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu
pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak
menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan
kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan
konstruksi yang berisiko tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak
ekonomis yang cukup signifikan. Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek
konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan
pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada kedua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja
yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian.
Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang
melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan
mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para
pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung yang
sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.

49
5.6.2 Elemen Program K3 Proyek Konstruksi

Sebagai implementasi program K3 pada proyek konstruksi dapat kita laksanakan sebagai
berikut :

Gambar 1. 1 Elemen Program K3 Proyek

1. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.


Pihak manajemen harus membuat kebijakan K3 yang akan menjadi landasan
keberhasilan K3 dalam kegiatan proyek konstruksi. Isi kebijakan merupakan
komitmen dan dukungan dari manajemen puncak terhadap pelaksanaan K3.
Kebijakan K3 tersebut harus direalisasikan kepada seluruh karyawan dan
digunakan sebagai kesadaran kebijakan proyek yang lain.

50
Gambar 1. 2 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2. Administratif dan Prosedur


Setelah rencana dan strategi perekrutan disusun, aktivitas perekrutan sesungguhnya
bisa berlangsung, melalui sumber-sumber perekrutan yang ada. Banyak atau
sedikitnya pelamar dipengaruhi oleh usaha dari pihak perekrut di dalam
menginformasikan lowongan, salah satunya adanya ikatan kerjasama yang baik
antara perusahaan dengan sumber-sumber perekrutan external seperti sekolah,
universitas.

51
3. Identifikasi Bahaya
Sebelum memulai sesuatu pekerjaan, harus dilakukan identifikasi bahaya, guna
mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan. Identifikasi bahaya dilakukan
bersama pengadaan pekerjaan dan safety departemen atau P2P3. Identifikasi
bahaya menggunakan teknik yang sudah baru seperti check list, what If, hazards
dan sebagainya. Semua hasil identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan
baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
Identifikasi bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang meliputi :
 Design phase
 Pracurement
 Konstruksi
 Commissioning dan start up
 Penyerahan kepada pemilik.
4. Project Safety Review
Sesuai dengan perkembangan proyek, dilakukan kajian K3 yang mencakup
kehandalan K3 dalam rancangan dan pelaksanaan pembangunannya. Kajian K3
dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proyek dibangun dengan standar
keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan. Bila diperlukan kontraktor harus
melakukan project safety review untuk setiap tahapan kegiatan kerja, terutama bagi
kontraktor EPC (Engineering, Pracurement, Construction). Project safety review
bertujuan untuk mengevaluasi potensi bahaya dalam setiap tahapan project secara
sistematis.

5. Pembinaan dan pelatihan


Pembinaan dan pelatihan K3 untuk semua karyawan dari level terendah sampai
level tertinggi dan dilakukan suatu proyek dimulai dan dilakukan secara berkala.
Materi pembinaan dan pelatihan antara lain :
 Kebijakan K3 proyek.
 Cara bekerja dengan aman.
 Cara penyelamatan dan penanggulangan dalam keadaan darurat dan lain
sebagainya.

52
6. Safety Committee (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
P2K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3 dalam proyek konstruksi
serta merupakan saluran untuk membina keterlibatan dan kepedulian semua
terhadap K3. Kontraktor harus membentuk P2K3 yang beranggotakan wakil dari
masing-masing fungsi yang ada dalam kegiatan kerja P2K3 membahas
permasalahan K3 dalam kegiatan proyek konstruksi serta memberikan masukan
dan pertimbangan kepada manajemen untuk meningkatkan K3.
7. Safety Promotion
Selama kegiatan proyek berlangsung di selenggarakan program-program promosi
K3, yang bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan awareness para
karyawan proyek. Kegiatan promosi berupa poster, spanduk, bulletin, lomba K3
dan sebagainya yang sebanyak mungkin melibatkan tenaga kerja.
8. Safe Working Practices
Harus disusun pedoman K3 untuk setiap pekerjaan berbahaya dilingkungan proyek,
misalnya :
 Pekerjaan penjelasan
 Pemasangan scaffolding
 Bekerja di ketinggian
 Penggunaan bahan kimia berbahaya
 Bekerja di ruang tertutup
 Bekerja di peralatan mekanik
 Dan sebagainya.
9. Sistem Izin Kerja
Untuk mencegah kecelakaan dan berbagai kegiatan berbahaya, perlu dikembangkan
izin kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh dimulai jika telah memiliki izin
kerja yang dikeluarkan oleh fungsi berwenang (pengawas proyek atau ahli K3). Izin
kerja memuat cara melakukan pekerjaan, safety precaution dan peralatan
keselamatan yang diperlukan.

53
10. Safety Inspection
Safety inspection merupakan program penting dalam phase konstruksi untuk
meyakinkan bahwa tidak ada “unsafe act maupun unsafe condition” di lingkungan
kegiatan proyek. Inspeksi harus dilakukan secara berkala dan dapat dilakukan oleh
petugas K3 atau dibentuk joint inspection semua unsur dan sub kontraktor.
11. Equipment inspection
Semua peralatan (mekanis, proyek tools, alat berat, dsb) harus diperiksa oleh
ahlinya sebelum diizinkan digunakan dalam proyek. Semua peralatan yang sudah
diperlukan diberi sertifikat penggunaan dilengkapi dengan label. Pemeriksaan harus
dilakukan secara berkala.
12. Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety)
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang meminta kontraktor maupun sub
kontraktor harus memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan dan setiap
sub kontraktor harus memiliki petugas K3. Pelatihan K3 harus diberikan secara
berkala kepada karyawan sub kontraktor.
13. Keselamatan Transportasi
Kegiatan proyek melibatkan aktivitas transportasi yang tinggi, sehingga diperlukan
pembinaan dan pengawasan transportasi baik diluar maupun di dalam lokasi
proyek. Semua kendaraan angkutan proyek harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan.
14. Pengelolaan Lingkungan
Selama proyek berlangsung harus dilakukan pengelolaan lingkungan dengan baik,
mengacu kepada dokumen amdal / UKL dan UPL. Selama proyek berlangsung
dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan proyek harus ditekan seminimal
mungkin untuk menghindarkan kerusakan terhadap lingkungan.
15. Pengelolaan limbah dan K3.
Kegiatan proyek dapat menimbulkan limbah yang kemungkinan dalam jumlah
yang cukup besar dalam berbagai bentuk. Limbah yang dihasilkan harus dikelola
dengan baik sesuai dengan jenisnya pada waktu-waktu tertentu . limbah harus
dikeluarkan dari proyek dibuang ketempat yang sudah ditentukan.

54
16. Keadaan darurat
Apapun dapat terjadi selama kegiatan proyek berlangsung, misalnya; kebakaran,
kecelakaan, peledakan dan sebagainya. Oleh karena itu perlu diperoleh keadaan
darurat dan direalisasikan serta dilakukan pelatihan/ simulasi yang diikuti semua
karyawan proyek.
17. Accident Investigation and Reporting System
Semua kegiatan kecelakaan selama proyek berlangsung harus di selidiki oleh
petugas yang telah terlatih dengan tujuan untuk mencari penyebab utama agar
kejadian/ kecelakaan serupa tidak terulang kembali. Semua kejadian/ kecelakaan
harus dicatat serta dibuat sesuai statistik kecelakaan yang nantinya dapat digunakan
sebagai bahan rapat pada pertemuan rutin P2K3.
18. Audit K3
Proyek konstruksi secara berkala harus diaudit disesuaikan dengan jangka waktu
kegiatan proyek. Audit K3 berfungsi untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan
pelaksanaan K3 dalam proyek sebagai masukan pelaksanaan proyek berikutnya.
Hasil audit juga dapat sebagai masukan dalam memberikan penghargaan K3.

5.6.3 Pengendalian Resiko

Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan dilakukan


berdasarkan penilaian risiko terhadap masing-masing item pekerjaan. Dengan
mempertimbangkan peralatan yang digunakan, jumlah orang yang terlibat pada masing-
masing item pekerjaan, akan dapat diprediksi peluang kejadian dan tingkat keparahan dari
risiko kecelakaan. Menurut hirarki cara berpikir dalam melakukan pengendalian risiko
adalah dengan memperhatikan besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian risiko, seperti
berikut :
1. Mengeliminasi/ menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang mempunyai
tingkat risiko yang paling tinggi/ besar.
2. Melakukan substitusi/ mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman.
3. Engineering: Melakukan perubahan terhadap desain alat/ proses/ layout
4. Administrasi: Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan/ standar untuk
mengajak melakukan cara kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur kerja,
ijin kerja, instruksi kerja, papan peringatan/larangan, pengawasan/ inspeksi, dan
lain sebagainya).
55
5. Penggunaan alat pelindung diri (APD).

5.6.4 Pengendalian Ancaman Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Cara


pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja diantaranya :
a. Pengendalian teknik
Contoh :
 Mengganti prosedur kerja
 Menutup atau mengisolasi bahan bahaya
 Menggunakan otomatisasi pekerja
 Ventilasi sebaga pengganti udara yang cukup
b. Pengendaan administrasi
Contoh :
 Mengatur waktu yang pas/ sesuai antara jam kerja dengan istirahat
 Menyusun peraturan k3
 Memasang tanda-tanda peringatan
 Membuat data bahan-bahan yang berbahaya dan yang aman
 Mengadakan dan melakukan pelatihan system penanganan darurat

Standar keselamatan kerja :


Merupakan pengamanan sebagai tindakan keselamatan kerja diantarnya :
a. Perlindungan badan yang meliputi seluruh badan.
b. Perlindungan mesin.
c. Pengamanan listrik yang harus mengadakan pengecekan berkala.
d. Pengamanan ruangan, meliputi sistem alarm, alat pemadam kebakaran, penerangan
yang cukup, ventilasi yang cukup, jalur evakuasi yang khusus.
Alat pelindung diri :
Adalah perlengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko
kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiridan orang di sekelilingnya.
Adapun bentuk peralatan dari alat pelindung :
a. Safety helmet
Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda-benda yang dapat melukai kepala.
b. Safety belt
Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat trasportasi.
c. Penutup telinga
56
Berfungsi sebagai penutu telinga ketika bekerja di tempat yang bising.
d. Kaca mata pengamanan
Berfungsi sebagai pengamanan mata ketika bekerja dari percikan.
e. Pelindung wajah
Berfungsi sebagai pelindung wajah ketika bekerja.
f. Masker
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihisap di tempat yang kualitas udaranya
kurang bagus.
Pengendalian Operasional K3 :
Beberapa pengendalian operasi K3 Perusahaan mencakup antara lain :

1. Umum :
o Perawatan dan perbaikan fasilitas/ mesin/ alat reguler.
o Kebersihan dan perawatan tempat kerja.
o Pengaturan lalu lintas manusia/ barang, dsb.
o Pemasokan dan Perawatan Fasilitas Kerja/ Fasilitas Umum.
o Perawatan suhu lingkungan kerja.
o Perawatan sistem ventilasi dan sistem instalasi listrik.
o Perawatan sarana tanggap darurat.
o Kebijakan terkait dinas luar, intimidasi, pelecehan, penggunaan obat-
obatan dan alkohol.
o Program-program kesehatan dan pengobatan umum.
o Program pelatihan dan pengembangan pengetahuan.
o Pengendalian akses tempat kerja.
2. Pekerjaan Bahaya Tinggi :
o Penggunaan prosedur, instruksi kerja dan cara kerja aman.
o Penggunaan peralatan/ mesin yang tepat.
o Sertifikasi pelatihan tenaga kerja keahlian khusus.
o Penggunaan izin kerja.
o Prosedur pengendalian akses keluar masuk tenaga kerja di tempat kerja
bahaya tinggi.
o Pengendalian untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :
o Pembatasan area-area penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di
tempat kerja.

57
o Pengamanan pemasokan dan pengendalian akses keluar masuk
penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3).
o Barikade sumber radiasi.
o Isolasi pencemaran biologis.
o Pengetahuan penggunaan dan ketersediaan perlengkapan darurat.
4. Pembelian Barang, Peralatan dan Jasa :
o Menyusun persyaratan pembelian barang, peralatan dan jasa.
o Komunikasi persyaratan pembelian barang kepada pemasok.
o Persyaratan transportasi/pengiriman bahan berbahaya dan beracun (B3).
o Seleksi dan penilaian pemasok.
o Pemeriksaan penerimaan barang/peralatan/jasa.
5. Kontraktor :
o Kriteria pemilihan kontraktor.
o Komunikasi persyaratan kepada kontraktor.
o Evaluasi dan penilaian kinerja K3 berkala.
6. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar :
o Pengendalian akses masuk.
o Pengetahuan dan kemampuan mengenai izin penggunaan peralatan/
perlengkapan/ mesin/ material di tempat kerja.
o Penyediaan pelatihan/ induksi yang diperlukan.
o Pengendalian administratif rambu dan tanda bahaya di tempat kerja.
o Cara pemantauan perilaku dan pengawasan aktivitas di tempat kerja.

Penetapan kriteria operasi K3 Perusahaan mencakup beberapa hal sebagai berikut :

1. Pekerjaan Bahaya Tinggi :


o Penggunaan peralatan/ perlengkapan yang telah ditentukan beserta
prosedur/ instuksi kerja penggunaannya.
o Persyaratan kompetensi keahlian.
o Petunjuk individu mengenai penilaian resiko terhadap kejadian yang
muncul tiba-tiba dalam pekerjaan.
2. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :
o Daftar bahan berbahaya dan beracun (B3) yang disetujui.
o Penentuan Nilai Ambang Batas (NAB).

58
o Penentuan Nilai Ambang Kuantitas (NAK).
o Penentuan lokasi dan kondisi penyimpanan.
3. Area Kerja Bahaya Tinggi :
o Penentuan APD (Alat Pelindung Diri).
o Penentuan persyaratan masuk.
o Penentuan persyaratan kondisi kesehatan/kebugaran.
4. Kontraktor :
o Persyaratan kriteria kinerja K3.
o Persyaratan pelatihan maupun kompetensi keahlian terhadap personel di
bawah kendali kontraktor.
o Persyaratan pemeriksaan peralatan/ perlengkapan/ bahan/ material
kontraktor.
5. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar :
o Pengendalian dan pembatasan akses masuk dan akses keluar tempat kerja.
o Persyaratan APD (Alat Pelindung Diri).
o Induksi K3.
o Persyaratan tanggap darurat.

1
2
6 PROSEDUR PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN K3

6.1 Prosedur Pelaksanaan K3

Penyebab dan Pencegahan Kecelakaan Konstruksi


1. Faktor Manusia
Faktor manusia sangat dominan dilingkungan konstruksi. Penyebabnya adalah
pekerja heterogen, tingkat skill dan edukasi berbeda, pengetahuan tentang keselamatan
rendah.
Pencegahan Faktor Manusia :
 Pemilihan Tenaga Kerja.
 Pelatihan sebelum mulai kerja.
 Pembinaan dan pengawasan selama kegiatan berlangsung.
2. Faktor Teknis
Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan dan alat berat,
penggalian, pembangunan, pengangkutan dsb. Disebabkan kondisi teknis dan metoda kerja
yang tidak memenuhi standar keselamatan (substandards condition).
Pencegahan Faktor Teknis :
 Perencanaan Kerja yang baik.
 Pemeliharaan dan perawatan peralatan.
 Pengawasan dan pengujian peralatan kerja.
 Penggunaan metoda dan teknik konstruksi yang aman.
 Penerapan Sistem Manajemen Mutu.
3. Materials
Material dalam kondisi tertentu bisa membahayakan pekerja. Untuk itu diperlukan
penanganan yang baik. Meliputi mobilisasi bahan dan cara penyimpanan material.
4. Peralatan kerja / Equipments
Penempatan peralatan kerja yang tidak diatur dengan baik bisa menimbulkan kecelakaan
kerja sehingga produktifitas kerja terganggu.
 Strategi Penerapan K3 di Proyek Konstruksi
 Identification
 Evaluasi

3
6.2 Tahapan CSMS (Contractor Safety Managemen System)
1. Risk Assessment.
Bertujuan untuk mengetahui tingkat resiko suatu pekerjaan yang akan diserahkan
kepada kontraktor. Untuk menyesuaikan potensi bahaya dengan kemampuan kontraktor
menjalankan pekerjaan dengan setiap proyek memiliki karakteristik berbeda, misalnya
proyek bangunan bertingkat, pembangunan bendungan, pabrik dsb. Lakukan identifikasi
potensi bahaya dalam kegiatan konstruksi yang akan dilaksanakan. Buat mapping potensi
bahaya menurut area atau bidang kegiatan masing-masing.
2. Develop the Plan
Adakan evaluasi tentang potensi bahaya untuk menentukan skala prioritas
berdasarkan Hazards Rating. Susun Risk Rating dari semua kegiatan konstruksi yang akan
dilakukan. Berdasarkan hasil Identifikasi dan Evaluasi susun rencana pengendalian dan
pencegahan kecelakaan. Terapkan konsep Manajemen Keselamatan Kerja yang baku.
3. Implementasi K3 dalam Kegiatan Proyek
Dikembangkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain :

 Skala Proyek
 Jumlah Tenaga Kerja
 Lokasi Kegiatan
 Potensi dan Resiko Bahaya
 Peraturan dan standar yang berlaku
 Teknologi proyek yang digunakan
Rencana kerja yang telah disusun implementasikan dengan baik. Sediakan
sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan program K3. Susun Kebijakan K3 terpadu.
4. Monitoring
Buat program untuk memonitor pelaksanaan K3 dalam perusahaan. Susun sistem
audit dan inspeksi yang baik sesuai dengan kondisi perusahaan.

6.3 Elemen Program K3


 Kebijakan K3
Merupakan landasan keberhasilan K3 dalam proyek. Memuat komitmen dan
dukungan manajemen puncak terhadap pelaksanaan K3 dalam proyek. Harus disosialisasikan
kepada seluruh pekerja dan digunakan sebagai landasan kebijakan proyek lainnya.

4
 Organisasi dan SDM
Kontraktor harus memiliki organisasi yang menangani K3 yang besarnya sesuai
dengan kebutuhan dan lingkup kegiatan. Organisasi K3 harus memiliki akses kepada
penanggung jawab projek. Kontraktor harus memiliki personel yang cukup yang bertanggung
jawab mengelola kegiatan K3 dalam perusahaan yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan.
Kontraktor harus memiliki personel atau pekerja yang cakap dan kompeten dalam
menangani setiap jenis pekerjaan serta mengetahui sistem cara kerja aman untuk masing
masing kegiatan.
 Administratif dan Prosedur
Kontraktor harus memiliki kelengkapan dokumen kerja dan perizinan yang berlaku.
Kontraktor harus memiliki Manual Keselamatan Kerja sebagai dasar kebijakan K3 dalam
perusahaan. Kontraktor harus memiliki prosedur kerja aman sesuai dengan jenis pekerjaan
dalam kontrak yang akan dikerjakannya.
 Identifikasi bahaya
Sebelum memulai suatu pekerjaan,harus dilakukan identifikasi bahaya guna
mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan. Identifikasi bahaya dilakukan bersama
pengawas pekerjaan dan Safety Departement. Identifikasi Bahaya menggunakan teknik yang
sudah baku seperti Check List, What If, Hazops, dsb. Semua hasil identifikasi Bahaya harus
didokumentasikan dengan baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap
kegiatan. Identifikasi Bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang meliputi :
 Design Phase
 Procurement
 Konstruksi
 Commisioning dan Start-up
 Penyerahan kepada pemilik

 Project Safety Review


Sesuai perkembangan proyek dilakukan kajian K3 yang mencakup kehandalan K3
dalam rancangan dan pelaksanaan pembangunannya. Kajian K3 dilaksanakan untuk
meyakinkan bahwa proyek dibangun dengan sstandar keselamatan yang baik sesuai dengan
persyaratan
 Pembinaan dan Pelatihan
Pembinaan dan Pelatihan K3 untuk semua pekerja dari level terendah sampai level
tertinggi. Dilakukan pada saat proyek dimulai dan dilakukan secara berkala.

5
Pokok Pembinaan dan Latihan :
 Kebijakan K3 proyek
 Cara melakukan pekerjaan dengan aman
 Cara penyelamatan dan penanggulangan darurat
 Safety Committee (Panitia Pembina K3)
Panitia Pembina K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3 dalam
perusahaan. Panitia Pembina K3 merupakan saluran untuk membina keterlibatan dan
kepedulian semua unsur terhadap K3. Kontraktor harus membentuk Panitia Pembina K3
atau Komite K3 (Safety Committee). Komite K3 beranggotakan wakil dari masing-masing
fungsi yang ada dalam kegiatan kerja. Komite K3 membahas permasalahan K3 dalam
perusahaan serta memberikan masukan dan pertimbangan kepada manajemen untuk
peningkatan K3 dalam perusahaan.
 Promosi K3
Selama kegiatan proyek berlangsung diselenggarakan program-program Promosi
K3. Bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan awareness para pekerja proyek.
Kegiatan Promosi berupa poster, spanduk, buletin, lomba K3 dsb .Sebanyak mungkin
keterlibatan pekerja.
 Safe Working Practices
Harus disusun pedoman keselamatan untuk setiap pekerjaan berbahaya
dilingkungan proyek misalnya :
Pekerjaan pengelasan, Scaffolding,bekerja diketinggian,penggunaan Bahan Kimia
berbahaya, bekerja diruangan tertutup, bekerja diperalatan mekanis dsb.
 Sistem Izin Kerja
Untuk mencegah kecelakaan dari berbagai kegiatan berbahaya, perlu
dikembangkan sistem izin kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh dimulai jika
telah memiliki izin kerja yang dikeluarkan oleh fungsi berwenang (pengawas proyek atau
K3). Izin Kerja memuat cara melakukan pekerjaan, safety precaution dan peralatan
keselamatan yang diperlukan
 Safety Inspection
Merupakan program penting dalam phase konstruksi untuk meyakinkan bahwa
tidak ada “unsafe act dan unsafe Condition” dilingkungan proyek. Inspeksi dilakukan
secara berkala. Dapat dilakukan oleh Petugas K3 atau dibentuk Joint Inspection semua
unsur dan Sub Kontraktor
 Equipment Inspection
Semua peralatan (mekanis,power tools,alat berat dsb) harus diperiksa oleh ahlinya
6
sebelum diizinkan digunakan dalam proyek. Semua alat yang telah diperiksa harus diberi
sertifikat penggunaan dilengkapi dengan label khusus. Pemeriksaan dilakukan secara
berkala.
 Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety)
Harus disusun pedoman Keselamatan Kontraktor/Sub Kontraktor. Subkontrakktor
harus memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan. Setiap sub kontraktor harus
memiliki petugas K3. Pekerja Subkontraktor harus dilatih mengenai K3 secara berkala.
 Contractor Safety
Latar Belakang : Kontraktor merupakan unsur penting dalam perusahaan sebagai
mitra yang membantu kegiatan operasi perusahaan
 Kontraktor Konstruksi
Latar Belakang :
1. Kontraktor rawan terhadap kecelakaan dalam menjalankan kegiatannya.
2. Tenaga Kontraktor bersifat sementara
3. Pekerja kasar dan pendidikan lebih rendah
4. Tingkat disiplin dalam bekerja kurang
5. Pemahaman tentang peraturan K3 perusahaan rendah
6. Terlibat langsung dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga lebih banyak terpapar bahaya.
7. Latar Belakang
8. Kecelakaan yang menimpa kontraktor tinggi.
9. Kelalaian yang dilakukan kontraktor dapat menimbulkan bahaya bagi operasi
perusahaan dan berakibat kecelakaan perusahaan.
10. Kecelakaan yang menimpa kontraktor juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
 Standar PSM (Process Safety Management)
Kegiatan Kontraktor harus dikelola dengan baik untuk menjamin keselamatan
dalam setiap kegiatan kerja kontraktor yang dapat membahayakan operasi perusahaan.
Perusahaan harus menerapkan Contractor Safety Management System (CSMS).
 CSMS
CSMS adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola kontraktor yang bekerja di
lingkungan perusahaan. CSMS merupakan sistem komprehensif dalam pengelolaan
kontraktor sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan pekerjaan. Tujuan CSMS :
1. Untuk meyakinkan bahwa kontraktor yang bekerja dilingkungan perusahaan telah
memenuhi standar dan kriteria K3 yang ditetapkan perusahaan.
2. Sebagai alat untuk menjaga dan meningkatkan kinerja Keselamatan di lingkungan
kontraktor
7
3. Untuk mencegah dan menghindarkan kerugian yang timbul akibat aktivitas kerja
kontraktor
Dasar Penerapan CSMS :
 Undang-undang Keselamatan Kerja No 1 Tahun 1970
Perusahaan bertanggung jawab menjamin keselamatan setiap orang yang berada
ditempat kerjanya (termasuk kontraktor dan pihak lainnya yang berada di tempat
kerja).
 Undang undang Perlindungan Konsumen
Perusahaan wajib melindungi keselamatan konsumen sebagai akibat kegiatan
perusahaan.
 Keselamatan Transportasi
Kegiatan Proyek melibatkan aktivitas transportasi yang tinggi. Pembinaan dan
Pengawasan transportasi diluar dan didalam lokasi Proyek. Semua kendaraan
angkutan Proyek harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
 Pengelolaan Lingkungan
Selama proyek berlangsung harus dilakukan pengelolaan lingkungan dengan baik
mengacu dokumen Amdal/UKL dan UPL. Selama proyek berlangsung dampak
negatif harus ditekan seminimal mungkin untuk menghindarkan kerusakan terhadap
lingkungan.
 Pengelolaan Limbah dan B3
Kegiatan proyek menimbulkan limbah dalam jumlah besar, dalam berbagai bentuk.
Limbah harus dikelola dengan baik sesuai dengan jenisnya. Limbah harus segera
dikeluarkan dari lokasi proyek.
 Keadaan Darurat
Perlu disusun Prosedur keadaan darurat sesuai dengan kondisi dan sifat bahaya
proyek misalnya bahaya kebakaran, kecelakaan, peledakan dsb. SOP Darurat harus
disosialisasikan dan dilatih kepada semua pekerja
 Accident Investigation and Reporting System
Semua kecelakaan dan kejadian selama proyek harus diselidiki oleh petugas yang
terlatih dengan tujuan untuk mencari penyebab utama agar kejadian serupa tidak
terulang kembali. Semua kecelakaan/kejadian harus dicatat dan dibuat analisa serta
statistik kecelakaan digunakan sebagai bahan dalam rapat komite K3 Proyek.
 Audit K3
Secara berkala dilakukan audit K3 sesuai dengan jangka waktu proyek. Audit K3
berfungsi untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan pelaksanaan K3 dalam
8
proyek sebagai masukan pelaksanaan proyek berikutnya. Sebagai masukan dalam
memberikan penghargaan K3.
1. Ketentuan administrasi K3
2. Kewajiban umum
Kewajiban umum di sini dimaksudkan kewajiban umum bagi perusahaan Penyedia Jasa
Konstruksi, yaitu :
1. Kami berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja, peralatan, lingkungan
kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa sehingga tenaga kerja terlindungi dari
resiko kecelakaan.
2. Kami menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat lain yang akan
digunakan atau dibutuhkan sesuai dengan peraturan keselamatan kerja.
3. Kami turut mengadakan pengawasan terhadap tenaga kerja, agar tenaga kerja tersebut
dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan selamat dan sehat.
4. Kami menunjuk petugas keselamatan kerja yang karena jabatannya di dalam organisasi
Penyedia Jasa, bertanggung jawab mengawasi koordinasi pekerjaan yang dilakukan
untuk menghindarkan resiko bahaya kecelakaan.
5. Kami memberikan pekerjaan yang cocok untuk tenaga kerja sesuai dengan keahlian,
umur, jenis kelamin dan kondisi fisik/kesehatannya.
6. Sebelum pekerjaan dimulai Kami menjamin bahwa semua tenaga kerja telah diberi
petunjuk terhadap bahaya dari pekerjaannya masing-masing dan usaha pencegahannya,
untuk itu Penyedia Jasa dapat memasang papan- papan pengumuman, papan-papan
peringatan serta sarana-sarana pencegahan kecelakaan yang dipandang perlu.
7. Orang tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala terhadap semua
tempat kerja, peralatan, sarana-sarana pencegahan kecelakaan, lingkungan kerja dan
cara-cara pelaksanaan kerja yang aman.
8. Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam rangka penyelenggaraan
keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab kami.

6.4 Organisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Ditugaskan secara khusus Ahli K3 dan tenaga K3 untuk setiap proyek yang
dilaksanakan. Tenaga K3 tersebut harus masuk dalam struktur organisasi pelaksanaan
konstruksi setiap proyek, dengan ketentuan sebagai berikut :
 Petugas keselamatan dan kesehatan kerja harus bekerja secara penuh (full- time) untuk
mengurus dan menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja.
 Pengurus dan Penyedia Jasa yang mengelola pekerjaan dengan mempekerjakan pekerja
dengan jumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat proyek memang memerlukan,
9
diwajibkan membentuk unit pembina K3.
 Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja tersebut ini merupakan unit
struktural dari organisasi penyedia jasa yang dikelola oleh pengurus atau penyedia jasa.
 Petugas keselamatan dan kesehatan kerja tersebut bersama-sama dengan panitia
pembina keselamatan kerja ini bekerja sebaik-baiknya, dibawah koordinasi pengurus
atau Penyedia Jasa, serta bertanggung jawab kepada pemimpin proyek.
 Kami akan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Memberikan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja fasilitas- fasilitas dalam
melaksanakan tugas mereka.
2. Berkonsultasi dengan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja dalam segala
hal yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja dalam proyek.
3. Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberi efek pada rekomendasi dari panitia
pembina keselamatan dan kesehatan kerja.
 Jika 2 (dua) atau lebih Kami bergabung dalam suatu proyek mereka harus bekerja sama
membentuk kegiatan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja.
1. Laporan kecelakaan
Salah satu tugas pelaksana K3 adalah melakukan pencatatan atas kejadian yang
terkait dengan K3, dimana :
 Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus dilaporkan
kepada Instansi yang terkait.
 Laporan tersebut harus meliputi statistik yang akan menunjukkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja masing- masing
dan
2. Menunjukkan gambaran kecelakaan-kecelakaan dan sebab-sebabnya.
3. Keselamatan kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan
Organisasi untuk keadaan darurat dan pertolongan pertama pada kecelakaan harus
dibuat sebelumnya untuk setiap proyek yang meliputi seluruh pegawai/petugas pertolongan
pertama pada kecelakaan dan peralatan, alat-alat komunikasi dan alat-alat lain serta jalur
transportasi, dimana :
 Tenaga kerja harus diperiksa kesehatannya :
1. Sebelum atau beberapa saat setelah memasuki masa kerja pertama kali.
2. Secara berkala, sesuai dengan risiko-risiko yang ada pada pekerjaan tersebut.
 Data yang diperoleh dari pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan disimpan untuk
referensi.
 Pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan atau penyakit yang tiba-tiba, harus
10
dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau seorang yang terdidik dalam pertolongan
pertama pada kecelakaan (PPPK).
 Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan yang memadai, harus disediakan di tempat kerja
dan dijaga agar tidak dikotori oleh debu, kelembaban udara dan lain-lain.
 Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan harus berisi paling sedikit dengan obat untuk
kompres, perban, antiseptik, plester, gunting dan perlengkapan gigitan ular.
 Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus tidak berisi benda-benda lain selain alat-
alat PPPK yang diperlukan dalam keadaan darurat.
 Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus berisi keterangan- keterangan/instruksi
yang mudah dan jelas sehingga mudah dimengerti.
 Isi dari kotak obat-obatan dan alat PPPK harus diperiksa secara teratur dan harus dijaga
supaya tetap berisi (tidak boleh kosong).
 Kereta untuk mengangkat orang sakit (tandu).
 Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut dengan cepat,
jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami kecelakaan ke rumah sakit
atau tempat berobat lainnya.
 Petunjuk/informasi harus diumumkan/ditempel di tempat yang baik dan strategis yang
memberitahukan antara lain :
1. Tempat yang terdekat dengan kotak obat-obatan, alat-alat PPPK, ruang PPPK,
ambulans, tandu untuk orang sakit, dan tempat dimana dapat dicari petugas K3.
2. Tempat telepon terdekat untuk menelepon/memanggil ambulans, nomor telepon dan
nama orang yang bertugas dan lain-lain.
3. Nama, alamat, nomor telepon Dokter, rumah sakit dan tempat penolong yang dapat
segera dihubungi dalam keadaan darurat.
4. Pembiayaan keselamatan dan kesehatan kerja
Biaya operasional kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus sudah
diantisipasi sejak dini yaitu pada saat Pengguna Jasa mempersiapkan pembuatan desain
dan perkiraan biaya suatu pekerjaan konstruksi. Sehingga pada saat pelelangan menjadi
salah satu item pekerjaan yang perlu menjadi bagian evaluasi dalam penetapan pemenang
lelang. Selanjutnya Kami harus melaksanakan prinsip-prinsip kegiatan kesehatan dan
keselamatan kerja termasuk penyediaan prasarana, sumberdaya manusia dan pembiayaan
untuk kegiatan tersebut dengan biaya yang wajar, oleh karena itu baik Kamidan
Pengguna Jasa perlu memahami prinsip-
prinsip keselamatan dan kesehatan kerja ini agar dapat melakukan langkah
persiapan, pelaksanaan dan pengawasannya.

11
1. Ketentuan Teknis manajemen K3
2. Aspek lingkungan
Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan K3 terutama terkait dengan aspek
lingkungan, Kami berusaha mendapatkan persetujuan dari direksi pekerjaan.
a. Tempat kerja dan peralatan
Ketentuan teknis pada tempat kerja dan peralatan pada suatu proyek terkait dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut :
 Pintu masuk dan keluar
1. Pintu masuk dan keluar darurat harus dibuat di tempat-tempat kerja.
2. Alat-alat/tempat-tempat tersebut harus diperlihara dengan baik.
 Lampu / penerangan
1. Jika penerangan alam tidak sesuai untuk mencegah bahaya, alat- alat penerangan
buatan yang cocok dan sesuai harus diadakan di seluruh tempat kerja, termasuk
pada gang-gang.
2. Lampu-lampu harus aman, dan terang.
3. Lampu-lampu harus dijaga oleh petugas-petugas bila perlu mencegah bahaya
apabila lampu mati/pecah.
 Ventilasi
1. Di tempat kerja yang tertutup, harus dibuat ventilasi yang sesuai untuk mendapat
udara segar.
2. Jika secara teknis tidak mungkin bisa menghilangkan debu, gas yang berbahaya,
tenaga kerja harus disediakan alat pelindung diri untuk mencegah bahaya-bahaya
tersebut di atas.
 Kebersihan
1. Bahan-bahan yang tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi harus dipindahkan ke
tempat yang aman.
2. Semua paku yang menonjol harus disingkirkan atau dibengkokkan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
3. Sisa-sisa barang alat-alat dan sampah tidak boleh dibiarkan bertumpuk di tempat
kerja.
4. Tempat-tempat kerja dan gang-gang yang licin karena oli atau sebab lain harus
dibersihkan atau disiram pasir, abu atau sejenisnya.

5. Alat-alat yang mudah dipindah-pindahkan setelah dipakai harus dikembalikan pada


tempat penyimpanan semula.

12
b. Pencegahan terhadap kebakaran dan alat pemadam kebakaran
Untuk dapat mencegah terjadinya kebakaran pada suatu tempat atau proyek dapat
dilakukan pencegahan sebagai berikut :
 Di tempat-tempat kerja dimana tenaga kerja dipekerjakan akan kami sediakan:
1. Alat-alat pemadam kebakaran.
2. Saluran air yang cukup dengan tekanan yang besar.
 Pengawas dan sejumlah/beberapa tenaga kerja telah dilatih untuk menggunakan alat
pemadam kebakaran.
 Alat pemadam kebakaran, telah diperiksa pada jangka waktu tertentu oleh orang yang
berwenang dan dipelihara sebagaimana mestinya.
 Alat pemadam kebakaran seperti pipa-pipa air, alat pemadam kebakaran yang dapat
dipindah-pindah (portable) dan jalan menuju ke tempat pemadam kebakaran harus
selalu dipelihara.
 Peralatan pemadam kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat dan
dicapai.
 Sekurang kurangnya sebuah alat pemadam kebakaran harus tersedia di tempat-tempat
sebagai berikut :
 di setiap gedung dimana barang-barang yang mudah terbakar disimpan. b) di tempat-
tempat yang terdapat alat-alat untuk mengelas.
 Beberapa alat pemadam kebakaran dari bahan kimia kering harus disediakan :
1. Di tempat yang terdapat barang-barang/benda-benda cair yang mudah terbakar.
2. Di tempat yang terdapat oli, bensin, gas dan alat-alat pemanas yang menggunakan
api.
3. Di tempat yang terdapat aspal dan ketel aspal.
 Alat pemadam kebakaran harus dijaga agar tidak terjadi kerusakan- kerusakan teknis.
 Jika pipa tempat penyimpanan air (reservoir, standpipe) dipasang di suatu gedung, pipa
tersebut harus :
1. Dipasang di tempat yang strategis demi kelancaran pembuangan.
2. Dibuatkan suatu katup pada setiap ujungnya.
3. Mempunyai sambungan yang dapat digunakan Dinas Pemadam Kebakaran
c. Perlengkapan keselamatan kerja
Berbagai jenis perlengkapan kerja standar untuk melindungi pekerja dalam
melaksanakan tugasnya antara lain sebagai berikut :
 Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda keras selama

13
mengoperasikan atau memelihara AMP.
 Safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena licin atau
melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya.
 Kaca mata keselamatan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata pada lokasi
pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material keras lainnya.
 Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator telah tertutup
rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai.
 Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang berhubungan
dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau mengencangkan baut dan
sebagainya.
 Penutup telinga, diperlukan pada waktu mengerjakan pekerjaanyang berhubungan
dengan alat yang mengeluarkan suara yang keras/bising, misalnya pemadatan tanah
dengan stamper dan sebagainya.
d. Pedoman untuk pelaku utama konstruksi
Pedoman untuk manajemen puncak
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian manajemen puncak untuk mengurangi
biaya karena kecelakaan kerja, antara lain :
 Mengetahui catatan tentang keselamatan kerja dari semua manajer lapangan.
Informasi ini digunakan untuk mengadakan evaluasi terhadapprogram keselamatan kerja
yang telah diterapkan.
 Kunjungan lapangan untuk mengadakan komunikasi tentang keselamatan kerja dengan
cara yang sama sebagaimana dilakukan pelaksanaan monitoring dan pengendalian
mengenai biaya dan rencana penjadwalan pekerjaan.
 Mengalokasikan biaya keselamatan kerja pada anggaran perusahaan dan
mengalokasikan biaya kecelakaan kerja pada proyek yang dilaksanakan.
 Mempersyaratkan perencanaan kerja yang terperinci sehingga dapat memberikan
jaminan bahwa peralatan atau material yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan
dalam kondisi aman.
 Para pekerja yang baru dipekerjakan menjalani latihan tentang keselamatan kerja dan
memanfaatkan secara efektif keahlian yang ada pada masing masing divisi (bagian)
untuk program keselamatan kerja.

14
Pedoman untuk manajer dan pengawas
Untuk para manajer dan pengawas, hal-hal berikut ini dapat diterapkan untuk
mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanan pekerjaan bidang
konstruksi :
 Manajer berkewajiban untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja konstruksi
sehingga harus menerapkan berbagai aturan, standar untuk meningkatkan K3, juga
harus mendorong personil untuk memperbaiki sikap dan kesadaran terhadap K3
melalui komunikasi yang baik, organisasi yang baik, persuasi dan pendidikan,
menghargai pekerja untuk tindakan-tindakan aman, serta menetapkan target yang
realistis untuk K3.
 Secara aktif mendukung kebijakan untuk keselamatan pada pekerjaan seperti dengan
memasukkan masalah keselamatan kerja sebagai bagian dari perencanaan pekerjaan
dan memberikan dukungan yang positif.
 Manajer perlu memberikan perhatian secara khusus dan mengadakan hubungan yang
erat dengan para mandor dan pekerja sebagai upaya untuk menghindari terjadi
kecelakaan dan permasalahan dalam proyek konstruksi. Manajer dapat melakukannya
dengan cara
1. Mengarahkan pekerja yang baru pada pekerjaannya dan mengusahakan agar mereka
berkenalan akrab dengan personil dari pekerjaan lainnya dan hendaknya memberikan
perhatian yang khusus terhadap pekerja yang baru, terutama pada hari-harinya yang
pertama.
2. Melibatkan diri dalam perselisihan antara pekerja dengan mandor, karena dengan
mengerjakan hal itu, kita akan dapat memahami mengenai titik sudut pandang pari
pekerja. Cara ini bukanlah mempunyai maksud untuk merusak (“merongrong”)
kewibawaan pihak mandor, tetapi lebih mengarah untuk memastikan bahwa pihak
pekerja itu telah diperlakukan secara adil (wajar).
3. Memperlihatkan sikap menghargai terhadap kemampuan para mandor tetapi juga harus
mengakui suatu fakta bahwa pihak mandor itu pun (sebagai manusia) dapat membuat
kesalahan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara mengizinkan para mandor untuk
memilih para pekerjanya sendiri (tetapi tidak menyerahkan kekuasaan yang tunggal
untuk memberhentikan pekerja).
Pedoman untuk mandor
Mandor dapat mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanaan
pekerjaan bidang konstruksi dengan :

15
 Memperlakukan pekerja yang baru dengan cara yang berbeda, misalnya dengan tidak
membiarkan pekerja yang baru itu bekerja sendiri secara langsung atau tidak
menempatkannya bersama-sama dengan pekerja yang lama dan kemudian
membiarkannya begitu saja.
 Mengurangi tekanan terhadap pekerjanya, misalnya dengan tidak memberikan target
produktivitas yang tinggi tanpa memperhatikan keselamatan dan kesehatan pekerjanya.
Selanjutnya manajemen puncak dapat membantu para mandor untuk mengurangi
kecelakaan kerja dengan cara berikut ini :
1. Secara pribadi memberikan penekanan mengenai tingkat kepentingan dari keselamatan
kerja melalui hubungan mereka yang tidak formal maupun yang formal dengan para
mandor di lapangan.
2. Memberikan penekanan mengenai keselamatan kerja dalam rapat pada tataran
perusahaan.
3. Pedoman untuk pekerja
Pedoman yang dapat digunakan pekerja untuk mengurangi kecelakaan dan gangguan
kesehatan dalam pelaksanaan pekerjaan bidang konstruksi antara lain adalah :
 Permasalahan pribadi dihilangkan pada saat masuk lingkungan
 Tidak melakukan pekerjaan bila kondisi kesehatan kurang
 Taat pada aturan yang telah ditetapkan.
 Memahami program keselamatan dan kesehatan kerja.
 Memahami lingkup kerja yang diberikan

A. Prosedur Pengendalian K3
Setelah seluruh bahaya K3 di tempat kerja telah diidentifikasi dan dipahami,
Perusahaan menerapkan pengendalian operasi yang diperlukan untuk mengelola resiko-
resiko terkait bahaya-bahaya K3 di tempat kerja serta untuk memenuhi peraturan
perundang-undangan dan persyaratan lainnya terkait dengan penerapan K3 di tempat
kerja.
Keseluruhan pengendalian operasi bertujuan untuk mengelola resiko-resiko K3 untuk
memenuhi Kebijakan K3 Perusahaan.

16
Prioritas pengendalian operasi ditujukan pada pilihan pengendalian yang memiliki
tingkat kehandalan tinggi selaras dengan hierarki pengendalian resiko/bahaya K3 di
tempat kerja.
Pengendalian operasi akan diterapkan dan dievaluasi secara bersamaan untuk mengetahui
tingkat keefektivan dari pengendalian operasi serta terintegrasi (tergabung) dengan
keseluruhan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.
Beberapa pengendalian operasi K3 Perusahaan mencakup antara lain:
1. Umum :
o Perawatan dan perbaikan fasilitas/mesin/alat reguler.
o Kebersihan dan perawatan tempat kerja.
o Pengaturan lalu lintas manusia/barang, dsb.
o Pemasokan dan Perawatan Fasilitas Kerja/Fasilitas Umum.
o Perawatan suhu lingkungan kerja.
o Perawatan sistem ventilasi dan sistem instalasi listrik.
o Perawatan sarana tanggap darurat.
o Kebijakan terkait dinas luar, intimidasi, pelecehan, penggunaan obat-
obatan dan alkohol.
o Program-program kesehatan dan pengobatan umum.
o Program pelatihan dan pengembangan pengetahuan.
o Pengendalian akses tempat kerja.
2. Pekerjaan Bahaya Tinggi :
o Penggunaan prosedur, instruksi kerja dan cara kerja aman.

17
o Penggunaan peralatan/mesin yang tepat.
o Sertifikasi pelatihan tenaga kerja keahlian khusus.
o Penggunaan izin kerja.
o Prosedur pengendalian akses keluar masuk tenaga kerja di tempat kerja
bahaya tinggi.
o Pengendalian untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :
o Pembatasan area-area penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di
tempat kerja.
o Pengamanan pemasokan dan pengendalian akses keluar masuk
penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3).
o Barikade sumber radiasi.
o Isolasi pencemaran biologis.
o Pengetahuan penggunaan dan ketersediaan perlengkapan darurat.
4. Pembelian Barang, Peralatan dan Jasa :
o Menyusun persyaratan pembelian barang, peralatan dan jasa.
o Komunikasi persyaratan pembelian barang kepada pemasok.
o Persyaratan transportasi/pengiriman bahan berbahaya dan beracun (B3).
o Seleksi dan penilaian pemasok.
o Pemeriksaan penerimaan barang/peralatan/jasa.
5. Kontraktor :
o Kriteria pemilihan kontraktor.
o Komunikasi persyaratan kepada kontraktor.
o Evaluasi dan penilaian kinerja K3 berkala.
6. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar :
o Pengendalian akses masuk.
o Pengetahuan dan kemampuan mengenai izin penggunaan
peralatan/perlengkapan/mesin/material di tempat kerja.
o Penyediaan pelatihan/induksi yang diperlukan.
o Pengendalian administratif rambu dan tanda bahaya di tempat kerja.
o Cara pemantauan perilaku dan pengawasan aktivitas di tempat kerja.

1
Penetapan kriteria operasi K3 Perusahaan mencakup beberapa hal sebagai berikut :
1. Pekerjaan Bahaya Tinggi :
o Penggunaan peralatan/perlengkapan yang telah ditentukan beserta

prosedur/instuksi kerja penggunaannya.


o Persyaratan kompetensi keahlian.
o Petunjuk individu mengenai penilaian resiko terhadap kejadian yang
muncul tiba-tiba dalam pekerjaan.
2. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :
o Daftar bahan berbahaya dan beracun (B3) yang disetujui.
o Penentuan Nilai Ambang Batas (NAB).
o Penentuan Nilai Ambang Kuantitas (NAK).
o Penentuan lokasi dan kondisi penyimpanan.
3. Area Kerja Bahaya Tinggi :
o Penentuan APD (Alat Pelindung Diri).
o Penentuan persyaratan masuk.
o Penentuan persyaratan kondisi kesehatan/kebugaran.
4. Kontraktor :
o Persyaratan kriteria kinerja K3.
o Persyaratan pelatihan maupun kompetensi keahlian terhadap personel di
bawah kendali kontraktor.
o Persyaratan pemeriksaan peralatan/perlengkapan/bahan/material
kontraktor.
5. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar :
o Pengendalian dan pembatasan akses masuk dan akses keluar tempat kerja.
o Persyaratan APD (Alat Pelindung Diri).
o Induksi K3.
o Persyaratan tanggap darurat.

2
7 PROSEDUR PEMERIKSAAN PENERAPAN K3

7.1 Pengukuran dan Pemantauan K3 di Tempat Kerja


Perusahaan membangun metode sistematis untuk pengukuran dan pemantauan
kinerja K3 secara teratur sebagai satu kesatuan bagian dari keseluruhan sistem manajemen
Perusahaan. Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi-informasi berkaitan dengan
bahaya K3, berbagai macam pengukuran dan penelitian berkaitan dengan resiko K3, jam
lembur tenaga kerja serta penggunaan peralatan, mesin, perlengkapan, bahan, material
beserta cara-cara penggunaannya di tempat kerja.
Pengukuran kinerja K3 dapat berupa pengukuran kualitatif maupun pengukuran
kuantitatif kinerja K3 di tempat kerja. Pengukuran dan Pemantauan bertujuan antara lain
untuk :

1. Melacak perkembangan dari pertemuan-pertemuan K3, pemenuhan Tujuan K3 dan


peningkatan berkelanjutan.

2. Memantau pemenuhan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya


berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.

3. Memantau kejadian-kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).

4. Menyediakan data untuk evaluasi keefektivan pengendalian operasi K3 atau untuk


mengevaluasi perlunya modifikasi pengendalian ataupun pengenalan pilihan
pengendalian baru.

5. Menyediakan data untuk mengukur kinerja K3 Perusahaan baik secara proaktif


maupun secara reaktif.

6. Menyediakan data untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan kerja Perusahaan.

7. Menyediakan data untuk menilai kompetensi personil K3.


Perusahaan mendelegasikan tugas pemantauan dan pengukuran kinerja K3 kepada
Ahli K3 Umum Perusahaan atau Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja termasuk anggota-anggota di bawah kewenangan Ahli K3 Umum Perusahaan. Hasil
dari pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dianalisa dan digunakan untuk

3
mengidentifikasi tingkat keberhasilan kinerja K3 ataupun kebutuhan perlunya tindakan
perbaikan ataupun tindakan-tindakan peningkatan kinerja K3 lainnya.
Pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dan metode
pengukuran reaktif di tempat kerja. Prioritas pengukuran kinerja K3 menggunakan metode
pengukuran proaktif dengan tujuan untuk mendorong peningkatan kinerja K3 dan
mengurangi kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja. Termasuk dalam pengukuran proaktif
kinerja K3 antara lain :
1. Penilaian kesesuaian dengan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang
berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.

2. Keefektivan hasil inspeksi dan pemantauan kondisi bahaya di tempat kerja.

3. Penilaian keefektivan pelatihan K3.

4. Pemantauan Budaya K3 seluruh personil di bawah kendali Perusahaan.

5. Survey tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.

6. Keefektivan hasil audit internal dan audit eksternal Sistem Manajemen K3.

7. Jadwal penyelesaian rekomendasi-rekomendasi penerapan K3 di tempat kerja.

8. Penerapan program-program K3.

9. Tingkat keefektivan partisipasi tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.

10. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.

11. Penilaian aktivitas kerja yang berkaitan dengan resiko k3 Perusahaan.

Termasuk dalam pengukuran reaktif kinerja K3 antara lain :

1. Pemantauan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).

2. Tingkat keseringan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).

3. Tingkat hilangnya jam kerja akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(PAK).

4. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pemerintah.

5. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pihak ke tiga yang berhubungan dengan


Perusahaan.

4
Perusahaan menyediakan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan
pemantauan dan pengukuran kinerja K3 seperti alat pengukur tingkat kebisingan,
pencahayaan, gas beracun dan alat-alat lainnya sesuai dengan aktivitas operasi perusahaan
yang berkaitan dengan K3. Perusahaan juga menggunakan komputer dan program-program
komputer sebagai alat untuk menganalisa hasil pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di
tempat kerja.
Keseluruhan alat-alat yang digunakan dalam pemantauan dan pengukuran kinerja
K3 dikalibrasi secara berkala dan disesuaikan pengaturan nilai besaran satuannya sesuai
dengan standar nilai besaran satuan yang berlaku baik Internasional maupun secara lokal.
Perusahaan tidak menggunakan alat-alat yang tidak dikalibrasi dengan tepat ataupun yang
sudah mengalami kerusakan untuk melaksanakan pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di
tempat kerja. Kalibrasi dan perawatan alat ukur pemantauan dan pengukuran kinerja K3
dilaksanakan oleh personil ahli terhadap pelaksanaan kalibrasi dan perawatan alat-alat ukur
yang digunakan.

7.2 Pengertian Audit Program K3


Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi,
sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan
tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa
subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik
yang telah disetujui dan diterima. Audit Sistem adalah sebuah proses yang sistematis dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti untuk menentukan bahwa sebuah sistem
informasi berbasis komputer yang digunakan oleh organisasi telah dapat mencapai tujuannya.
Audit (K3) adalah pengujian kritis secara sistematis terhadap penerapan Manajemen
K3 diseluruh kegiatan perusahaan, dengan tujuan untuk meminimisasi kerugian. Audit
merupakan alat untuk mengukur besarnya keberhasilan pelaksanaan dan penerpan SMK3 di
tempat kerja, pemeriksaan secara sistimatik, dilakukan secara independen, dilakukan oleh
Badan Audit independen minimal 1 kali/3 tahun.
Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja(SMK3) merupakan
kegiatan rutin yang harus dilaksanakan oleh manajemen perusahaan.Hasil dari audit akan
memberikan gambaran mengenai keberhasilan tingkat implementasi SMK3 dan

5
rekomendasi mengenai kekurangan yang perlu diperbaiki atau keberhasilan yang perlu
dipertahankan atau lebih di tingkatkan .
Menurut Arens dan James, “Audit adalah suatu proses dengan apa seseorang yang
mampu dan independen dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari ketserangan
yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan
melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan”.
Audit digunakan untuk meninjau dan menilai kinerja dan efektivitas Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Audit internal dilaksanakan oleh
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk mengetahui dimana Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah diterapkan dan dipelihara secara tepat.
Pelaksanaan audit didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktivitas operasional
perusahaan dan hasil audit (audit-audit) sebelumnnya. Hasil penilaian resiko juga menjadi
dasar dalam menentukan frekuensi pelaksanaan audit internal pada sebagian aktivitas
operasional perusahaan, area ataupun suatu fungsi atau bagian mana saja yang memerlukan
perhatian manajemen Perusahaan terkait resiko K3 dan Kebijakan K3 Perusahaan.

7.3 Tujuan Audit Program K3

1. Memperkuat program dan standar organisasi

2. Mengingatkan manajer pada setiap tingkatan untuk mendorong perbaikan kinerja

3. Laporan audit dapat mengupayakan perbaikan dan perhatian terhadap kondisi


substandard

4. Mendapat informasi pada saat yang tepat sebelum kejadian yang merugikan terjadi,
sehingga dapat melakukan kontrol utk perbaikan pada tingkat awal

5. Identifikasi terhadap kelemahan program

6. Memberi kesempatan pada kelompok atau individu untuk saling mengenal dan saling
memperkuat

7. Memperkuat kemampuan manajemen

8. Meningkatkan keterlibatan manajemen dalam pelaksanaan program

9. Fokus pada kinerja sebagai motivasi manajemen. Memberi kesempatan pada upaya dan
kontribusi setiap pekerja dalam melaksanakan prinsip sistem manajemen K3

6
7.4 Jenis Audit Program K3

Dalam pelaksanaan Audit terbagi atas dua jenis, yaitu Audit Internal dan Audit Eksternal.

1. AUDIT INTERNAL

a) Pemeriksaan oleh perusahaan sendiri tanpa menghilangkan obyektifitas

b) Pelaksanaan tidak terlalu formal

c) Bertujuan untuk menilai/ melakukan evaluasi terhadap program

d) Memberi masukan kepada manajemen dalam rangka mengembangkan sistem


manajemen K3

e) Mempersiapkan untuk pelaksanaan audit eksternal yang akan dilaksanankan oleh


konsultan pihak luar.

CONTOH : Process Safety Management Audit (PSM Audit Team),


Environmental, Health and Safety Management System Audit (SMLK3 Audit
Team).

Pelaksanaan audit internal didasarkan pada kegiatan-kegiatan berikut, antara lain :

1. Pembukaan audit.

a) Menentukan tujuan, ruang lingkup dan kriteria audit.

b) Pemilihan auditor dan timnya untuk tujuan objektivitas dan kenetralan


audit.

c) Menentukan metode audit.

d) Konfirmasi jadwal audit dengan peserta audit ataupun pihak lain yang
menjadi bagian dari audit.

2. Pemilihan petugas auditor.

a) Auditor harus independen, objektif dan netral.

b) Auditor tidak diperkenankan melaksanakan audit terhadap pekerjaan/tugas


pribadinya.

c) Auditor harus mengerti benar tugasnya dan berkompeten melaksanakan


audit.

7
d) Auditor harus mengerti mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perusahaan.

e) Auditor harus mengerti mengenai peraturan perundang-undangan dan


persyaratan lainnya yang berkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Kerja di tempat kerja.

f) Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai kriteria audit beserta


aktivitas-aktivitas di dalamnya untuk dapat menilai kinerja K3 dan
menentukan kekurangan-kekurangan di dalamnya.

3. Meninjau dokumen dan persiapan audit.

a) Dokumen yang ditinjau meliputi :

 Struktur organisasi dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan


kesehatan Kerja.

 Kebijakan K3.

 Tujuan dan Program-Program K3.

 Prosedur audit internal Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Perusahaan.

 Prosedur dan Instruksi Kerja K3.

 Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko.

 Daftar peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang


berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.

 Laporan insiden, tindakan perbaikan dan pencegahan.

b) Persiapan audit internal meliputi hal-hal sebagai berikut antara lain :

 Tujuan audit.

 Kriteria audit.

 Metodologi audit.

 Cakupan maupun lokasi audit.

 Jadwal audit.

 Peran dan tanggung jawab peserta/anggota audit internal.

8
4. Pelaksanaan audit

a) Tata cara berkomunikasi dalam audit internal.

b) Pengumpulan dan verifikasi informasi.

c) Menyusun temuan audit dan kesimpulannya.

d) Mengomunikasikan kepada peserta audit mengenai :

 Rencana pelaksanaan audit.

 Perkembangan pelaksanaan audit.

 Permasalahan-permasalahan dalam audit.

 Kesimpulan pelaksanaan audit.

5. Persiapan dan komunikasi laporan audit.

a) Tujuan dan cakupan audit.

b) Informasi mengenai perencanaan audit (anggota audit internal, jadwal audit


internal serta area-area/lokasi-lokasi audit internal).

c) Identifikasi referensi dokumen dan kriteria audit lainnya yang digunakan


pada pelaksanaan audit internal.

d) Detail temuan ketidaksesuaian.

e) Keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan penerapan Sistem


Manajemen Keselamatan Kerja Perusahaan :

 Konfirmasi penyusunan perencanaan penerapan K3 di tempat kerja.

 Penerapan dan pemeliharaan.

 Pencapaian Kebijakan dan Tujuan K3 Perusahaan.

f) Komunikasi kepada semua pihak mengenai hasil audit internal termasuk


kepada pihak ke tiga yang berhubungan dengan Perusahaan untuk dapat
mengetahui tindakan perbaikan yang diperlukan.

6. Penutupan audit dan tindak lanjut audit.

a) Menyusun pemantauan tindak lanjut audit internal.

b) Penyusunan jadwal penyelesaian tindak lanjut audit internal.

9
2. AUDIT EKSTERNAL

a) Audit yang dilakukan oleh badan independen atau konsultan

b) Pemeriksaan dilakukan secara formal

c) Tujuan audit untuk menilai secara obyektif terhadap sistem manajemen K3

Penilaian oleh badan independen akan memperoleh pengakuan baik secara nasional
maupun internasional.

CONTOH : Audit SMK3 Depnaker, Audit OHSAS 18001.

7.5 Langkah – Langkah Pelaksanaan Audit Program K3 di Tempat Kerja


Langkah-langkah Audit :
1. Audit Pendahuluan
Audit pendahuluan dilakukan dalam rangka mempersiapkan audit lebih dalam.
Audit ini lebih ditekankan pada usaha untuk memperoleh informasi latar
belakang tentang objek audit. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan
berkaitan dengan pelaksanaan audit ini, antara lain:
a) Pemahaman auditor terhadap objek audit Objek audit meliputi keseluruhan
perusahaan dan/atau kegiatan yang dikelola oleh perusahaan tersebut
dalam rangka mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuannya, objek audit
menetapkan berbagai program yang pelaksanaannya dijabarkan ke dalam
berbagai bentuk kegiatan. Auditor harus mengkomunikasikan dengan
atasan pengelola objek atau pemberi tugas audit tentang pemahamannya
terhadap berbagai program/aktivitas objek audit untuk menghindari
terjadinya kesalahpahaman. Komunikasi ini lebih efektif jika dilakukan
secara tertulis, dengan meminta tanggapan pemberi tugas audit tentang
hal-hal berikut:
 Informasi yang mendukung tujuan audit.
 Informasi yang mengarahkan ruang lingkup audit
 Informasi yang mengarah pada tujuan audit
b) Penentuan tujuan audit. Tujuan audit harus mengacu pada alasan mengapa
audit harus dilakukan pada objek audit dan didasarkan pada penugasan
audit. Dalam merumuskan tujuannya, auditor dapat melakukannya dengan
cara sebagai berikut:
10
 Mengidentifikasi tujuan yang ada, yang mungkin mempunyai arti
penting pada pemberi tugas.
 Mempertimbangkan tujuan audit yang telah ditetapkan pada masa
sebelumnya.
 Membahas dengan pemberi tugas dan pengelola objek audit
c) Penentuan ruang lingkup dan tujuan audit. Ruang lingkup audit
menunjukkan luas (area) dari tujuan audit. Penentuan ruang lingkup audit
harus mengacu pada tujuan audit yang telah ditetapkan. Secara garis besar
ruang lingkup auditmanajemen terdiri atas: Bidang keuangan
Ketaatan kepada peraturan dan kebijakan perusahaan Ekonomisasi
Efisiensi Efektivitas. Tujuan audit adalah target yang akan diaudit. Ada
tiga elemen penting dalam setiap tujuan audit, yaitu:Kriteria Penyebab
Akibat
d) Review terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan
dengan objek audit Review(penelaahan) ini bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang peraturan-peraturan yang berhubungan dengan objek
audit baik bersifat umum maupun yang berhubungan khusus dengan
berbagai program/aktivitas yang diselenggarakan pada objek audit.
Dengan penelaahan ini auditor dapat memahami batas-batas wewenang
objek audit dan berbagai program yang dilaksanakan dalam mencapai
tujuannya.
e) Pengembangan kriteria awal dalam audit
Kriteria adalah norma atau standar yang merupakan pedoman bagi setiap
individu maupun kelompok dalam melakukan aktivitasnya di dalam
perusahaan. Faktor yang mempengaruhi kriteria yang akan digunakan
dalam audit antara lain: Tujuan dari kegiatan yang diaudit, Pendekatan
audit, Aktivitas tujuan audit. Karakteristik kriteria yang baik antara lain:
 Realistis
 Dapat dipercaya
 Bebas dari pengaruh kelemahan manusia
 Mengarah pada temuan-temuan dan kesimpulan untuk memenuhi
kebutuhan informasi pemberi tugas audit

11
 Dirumuskan secara jelas dan tidak mengandung arti ganda yang dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda
 Dapat dibandingkan
 Diterima semua pihak
 Lengkap
 Memastiksn adanya rentang waktu pada saat suatu kejadian/kegiatan
berlangsung
f) Kesimpulan Hasil Audit Pendahuluan
Drai hasil audit pendahuluan, auditor harus membuat kesimpulan atas hasil
audit pendahuluan yang telah dilakukan. Kesimpulan ini akan menjadi
dasar dalam menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam
tahapan audit selanjutnya.
2. Pengujian dan Review SPM
Sistem pengendalian manajemen merupakan sistem yang digunakan untuk
mengumpulkan, menganalisis informasi, mengevaluasi dan memanfaatkannya
serta berbagai tindakan yang dilakukan olehmanajemen dalam melakukan
pengendalian. Suatu sistem pengendalian manajemen harus dapat menjamin
bahwa perusahaan telah melaksankan strateginya dengan efektif dan efisien.
Karakteristik sistem pengendalian manajemen yang baik mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a) Pernyataan tujuan perusahaan. Tujuan suatu perusahaan harus dinyatakan
dengan jelas dan disosialisasikan ke berbagai tingkatan manjemen untuk
dipahami. Tujuan dapat menunjukkan untuk apa perusahaan didirikan dan
apa yang ingin dicapai.
b) Rencana perusahaan yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Rencana yang merupakan penjabaran dari tujuan perusahaan, harus
disusun untuk mencapai sasaran perusahaan baik jangka pendek maupun
jangka panjang, yang biasanya juga diikuti dengan penentuan strategi
untuk mengimplementasikannya. Rencana biasanya disusun berdasarkan
pencapaian terbaik perusahaan pada waktu sebelumnya untuk menentukan
pencapaian terbaik berikutnya.
c) Kualitas dan kuantitas SDM yang sesuai dengan tanggung jawab yang
dipikul dan adanya pemisahan fungsi yang memadai.

12
Perencanaan yang telah ditetapkan perusahaan harus didukung oleh
ketersediaan SDM yang memadai dalam merealisasikan rencana tersebut.
d) Sistem pembuatan kebijakan dan praktik yang sehat pada masing-masing
unit organisasi. Untuk mendukung praktik yang sehat, berbagai kebijakan
yang dibuat perusahaan harus dikomunikasikan kepada seluruh pihak yang
berkepentingan agar terjadi komunikasi timbal balik antar kedua kelompok
kepentingan utama yaitu pihak perusahaan yang diwakili oleh manajemen
(direksi) dan karyawan.
e) Sistem penelaahan yang efektif pada setiap aktivitas untuk memperoleh
keyakinan bahwa kebijakan dan praktik yang sehat telah dilaksanakan
dengan baik. Sistem review menyangkut bagaimana pihak-pihak yang
berwenang melakukan review terhadap berbagai aktivitas/kegiatan yang
dilakukan. Elemen sistem review yang baik, pelaksanaan supervisi harus
dilaksanakan secarai memadai.
3. Audit Lanjutan
Audit ini bertujuan untuk memperoleh bukti yang cukup untuk mendukung
tujuan audit yang sesungguhnya, yang telah ditetapkan berdasarkan hasil review
dan pengujian pengendalian manajemen. Pada tahap ini auditor harus mampu
mengungkap lebih lanjut dan menganalisis semua informasi yang berkaitan
dengan tujuan audit, sehingga akhirnya dapat disusun suatu kesimpulan audit
dan dibuat rekomendasi yang dapat diterima oleh objek audit. Langkah-langkah
audit pada tahap ini meliputi:
a) Mengumpulkan tambahan informasi latar belakang objek audit yang
diperlukan. Langkah ini menekankan pada usaha untuk mendapatkan data
yang lebih lengkap alam menganalisis aktivitas yang diaudit sebagai dasar
pembuatan kesimpulan audit.
b) Memperoleh bukti-bukti yang relevan, material, dan kompeten.
Dari sudut pandang auditor, bukti adalah fakta dan informasi yang dapat
digunakan sebagai dasar pembuatan kesimpulan audit. Agar dapat
digunakan sebagai dasar pembuatan kesimpulan audit, semua bukti yang
diperoleh dalam audit harus memenuhi kriteria:
 Relevan
 Material
 Kompeten
13
 Cukup
c) Membuat ringkasan atas bukti yang telah diperoleh dan
mengelompokkannya ke dalam kelompok kriteria, penyebab, dan akibat.
Bukti-bukti yang telah diperoleh dalam audit kemudian diringkas dan
dikelompokkan sesuai dengan elemen tujuan audit yang meliputi : kriteria,
penyebab, dan akibat.
d) Menyusun kesimpulan atas dasar ringkasan bukti yang telah diperoleh dan
mengidentifikasi bahwa akibat yang ditimbulkan dari ketidaksesuaian
antara kondisi dan kriteria cukup penting dan material. Kesimpulan ini
merupakan pemantapan temuan hasil audit. Pengembangan temuan
merupakan pengumpulan dan sintesa informasi khusus yang bersangkutan
dengan program/aktivitas yang diaudit, dievaluasi dan yang dianalisis
karena diperkirakan akan menjadi perhatian dan berguna bagi pengguna
laporan. Pengembangan temuan harus dilanjutkan terus selama temuan
tersebut diyakini memberikan informasi yang mendukung keakuratan
kesimpulan audit.
4. Pelaporan (Ekonomisasi, Efisiensi, daan Efektivitas)
Bagian akhir dari proses audit manajemen adalah pelaporan hasil audit. Ada
dua cara penyajian laporan audit manajemen, yaitu :
a) Cara penyajian yang mengikuti arus informasi yang diperoleh selama
tahapan-tahapan audit.
b) Cara penyajian yang mengikuti arus informasi yang menitikberatkan
penyajian kepada kepentingan para pengguna laporan hasil audit ini.
Laporan memuat kesimpulan audit tentang elemen-elemen atas tujuan
audit dan rekomendasi yang diberikan untuk memperbaiki berbagai
kekurangan yang terjadi serta rencana tindak lanjut dalam
mengaplikasikan rekomendasi tersebut.

7.6 Keuntungan Audit Program K3

1. Memperkuat program dan standar organisasi.

2. Mengingatkan manajer pada setiap tingkatan untuk mendorong perbaikan kinerja.

3. Laporan audit dapat mengupayakan perbaikan dan perhatian terhadap kondisi


substandard.

14
4. Mendapat informasi pada saat yang tepat sebelum kejadian yang merugikan terjadi,
sehingga dapat melakukan kontrol utk perbaikan pada tingkat awal.

5. Identifikasi terhadap kelemahan program.

6. Memberi kesempatan pada kelompok atau individu untuk saling mengenal dan saling
memperkuat.

7. Memperkuat kemampuan manajemen.

8. Meningkatkan keterlibatan manajemen dalam pelaksanaan program.

9. Fokus pada kinerja sebagai motivasi manajemen.

10. Memberi kesempatan pada upaya dan kontribusi setiap pekerja dalam
melaksanakan prinsip sistem manajemen K3.

1
5
DAFTAR PUSTAKA

Husen, A. 2009. Manajemen Proyek, Perencanaan, Penjadwalan, dan Pengendalian Proyek.


Yogyakarta : Penerbit Andi, 2009.
Menaker Republik Indonesia. 1993. Pola Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. s.l., Jakarta : Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia,
1993.
Sayuti, A. J. 2013. Manajemen Kantor Praktis. Bandung : Alfabeta

Suhardi, B. 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri : Jilid 2. Jakarta :
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Suma'mur. 1989. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : PT. Gunung
Agung, 1989.
http://hima-k3.ppns.ac.id/arti-simbol-k3/

https://richardokiki.wordpress.com/2015/04/14/undang-undang-dan-peraturan-yang-
mengatur-pelaksanaan-k3/

Adzim, H. I. (2013). Pengukuran dan Pemantauan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


di Tempat Kerja. Retrieved from Ahli K3 Umum:
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/pengukuran-dan-
pemantauan-k3.html
Jumianthy, S. (n.d.). Makalah Audit dan Inspeksi Program K3. Retrieved from academia.edu:
https://www.academia.edu/9045553/Makalah_Audit_dan_Inspeksi_Program_K3
Adzim, H. I. (2013). Pengukuran dan Pemantauan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
di Tempat Kerja. Retrieved from Ahli K3 Umum:
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/pengukuran-dan-
pemantauan-k3.html
https://hasrilweb.wordpress.com/2017/06/03/makalah-prosedur-pelaksanaan-k3-pada-
pekerjaan-konstruksi-bangunan/
Depnaker. (1981). Pedoman K3 Konstruksi Bangunan.
Erizal. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Retrieved from
http://web.ipb.ac.id/~erizal/manpro/menerapkan_k3.pdf
Sanjaya, R. (2013). PENGERTIAN K3 (KEAMANAN, KESEHATAN dan KESELAMATAN
KERJA). Retrieved from http://navale-engineering.com/2013/02/pengertian-k3-
keamanan-kesehatan-dan.html
Anizar. (2009). Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha
Ilmu. 1
6
Australian/New_Zealand_Standard. (2004). Australian Standard/ New Zealand Standard
4360:2004 Risk Management. Retrieved from
https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=LQMgVfuSFseIuAT6mYDQ
Aw#q=Australian%2FNew+Zealand+Standard.+2004.+Australian+Standar
d%2FNew+Zealand+Standard+4360:2004+%E2%80%9CRisk+Managemen
t%E2%80%9D

Irawan, S. (2015). Penyusunan Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
(HIRARC) di PT. X. Volume III, No 1, hlm. 15-18.

Occupational_Safety_and_Health_Administration. (2010). Job Safety Analysis Process.


Retrieve from https://www.osha.gov/SLTC/etools/oilandgas/job_safety_analysis_process.
html
Pemerintah_Republik_Indonesia. (1970). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja. Retrieve from
https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=OAYgVYL_EYiRuATt6IGg
Dw#q=uu+no+1+th+1970+tentang+kesehatan+kerja
Standar OHSAS 18001 : 2007 Occupational Health and Safety Management Systems.

http://www.qyusiconsulting.com/apa-pengertian-ohsas-180012007/

http://sertifikat-iso.com/pengertian-iso-45001-dan-manfaat-penerapannya

International Organization for Standardization. ISO 14001 Key Benefits. ISO Central Secretariat
: Geneva. 2015.

1
7

Anda mungkin juga menyukai