Anda di halaman 1dari 7

ILMIAH 5.

WAWANCARA PSIKIATRI

Resume: Hubungan Dokter Pasien,Teknik Dasar Wawancara, Memeriksa Pasien yang


Tidak Kooperatif

TITIP ELIA GUSTAMI

H1A013030

PEMBIMBING:

DR. ANDRI SUDJATMOKO, SP.KJ.

KEPANITRAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU
2018
Resume Wawancara Psikiatri

Tujuan dilakukannya pemeriksaan psikiatrik dengan baik termasuk


wawancara psikiatrik adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari pasien dan
keluarganya, sehingga dokter dapat mengetahui pasien secara keseluruhan, dan
dapat menentukan diagnosis serta pengobatan yang paling tepat kepada pasien.
Komponen utama dalam melakukan pemeriksaan psikiatri dengan baik
adalah dengan melakukan wawancara, observasi, dan pemeriksaan status mental
secara benar. Hal ini perlu didukung oleh kemampuan dokter sebagai ahli
psikiatri. Menangani pasien secara holistik dapat memudahkan dokter untuk
mendapat gambaran pasien secara keseluruhan, sehingga dokter dapat mengetahui
berbagai riwayat kehidupan pasien, dapat menggali faktor pencetus untuk
penyakitnya, dan faktor-faktor lain yang berkaitan seperti lingkungan. Dengan
adanya data yang lengkap, akan sangat membantu dokter dalam menentukan
langkah diagnosis dan terapi yang tepat. Pengobatan yang lengkap meliputi
pengobatan fisik, psikologis dan sosiobudaya yang tidak hanya tertuju pada obat-
obatan saja, namun juga terapi yang memang dibutuhkan pasien, yang sesuai
dengan penyebab timbulnya penyakit pada pasien, sehingga kemungkinan untuk
berulangnya penyakit akan semakin kecil.

A. Hubungan Dokter Pasien

Pemeriksaan dan pengobatan akan terjadi dengan lebih mudah, bila pasien
menganggap dokter itu sebagai seorang yang selalu siap untuk menolong, sabar
dan dapat di percaya.banyak pasien menganggap bahwa dokter hanya mengobati
penyakit badaniah dan karena itu pada umumnya mereka datang kepada dokter
juga dengan keluhan-keluhan badaniah.pada pertemuan pertama kali biasanya
pasien tidak menceritakan masalah tau perasaan yang sangat pribadi yang
merupakan rahasia pribadi. Hal berbeda-beda pada tiap pasien dan tergantung
pada kepribadian dan tanggungannya. Kita harus berusaha untuk melihat keadaan
secara objektif. Untuk ini perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berceritakah pasien itu secara terus terang dan terbukia dan sebagai orang
sakit yang menghendaki pertolongan?
2. Apakah pasien itu sangat tergantung dan mengharapkan suatu pertolongan
atau mungkin suatu obat “ajaib”. Mungkin ia hanya hanya mau meminta
persetujuan dan anjuran dari dokter untuk perbuatan dan pikirannya?
3. Apakah pasien marah-marah tau curiga?
4. Adakah kecenderungan exihibisionistik, bujukan atau provokasi?
5. Beberapa pasien mencoba menyogok atau berlaku manis untuk
mendapatkan perhatian lebih banyak.
6. Ada yang terang-terangan menuduh dokter atau menjadi sangat sarkastik.
7. Yang lain lagi suka berlelucon atau lekas mengeluarkan air mata.

B. Teknik Dasar Wawancara

Wawancara harus berjalan secara spontan.biarkanlah pasien, bila ia


mengambil inisiatif sendiri untuk melanjutkan dan menghubungakan ceritanya.
Wawancara juga harus fleksibel,tidak kaku atau secara obsesif mengikuti suatu
skema tertentu. Kita hatus mengetahui apa yang perlu di periksa sambil dalam
pikiran kita mempunyai gambaran skema pemeriksaan. Wawancara sendiri harus
di sesuaikan dengan keadaan dan perasaan pasien. Jangan mengharapkan terlalau
banyak dari wawancara pertama, tetapi pupuklah kepercayaan secara pelan-pelan.
Jangan terlalu mendesak,sebab bila satu kali pasien sudah merasa dalam keadaan
defensif,maka sukar baginya lagi untuk menceritakan sesuatu dengan hati terbuka.
Pertanyaan-pertanyaan harus di susun sedemikian rupa sehingga pasien tidak
salah paham atau menerimanya sebagai tuduhan.
Dengan pertanyaan-pertanyaan yang halus kita dapat memeriksa hal-hal
yang bersifat rahasia bagi pasien tanpa menimbulkan rasa cemas yang
berlebihan.jangan berdebat dengan pesien.karena ini merupakan dasar dari
konseling dan wawancara,maka setiap dokter atau petugas medis perlu memiliki
dan mengembangkan keterampilan mikro-konseling,di butuhkan antara lain
kemampuan:
1) Mendengarkan dengan empati (mendengarkan aktif)
Untuk dapat mendengarkan yang baik,di butuhkan beberapa hal di
bawah ini:
a) Kontak mata ( sesuaikan dengan budaya)
b) Memberikan perhatian misal dengan anggukan kepala
c) Lakukan bantuan agar klien meneruskan ceritanya, misal dengan
“Mm-hmm’, “ya”
d) Kurangi hal-hal yang menarik perhatian,misal TV,telepon bising
e) Jangan melakukan pekerjaan selain wawancara saat wawancara
f) Kenali perasaan pasien, misal “nampaknya anda sedih”
g) Jangan menginterupsi,jika tidak di perlukan
h) Jika tidak mengerti,ajukan pertanyaan
i) Jangan ambil alih pembicaraan dan menceritakan dri anda sendiri
j) Ulangi kembali pokok-pokok dalam diskusi secara ringkas
menggunakan kata-kata kita sendiri untuk menunjukan bahwa kita
mengerti benar apa yang di katakan pasien.
Faktor penting dari keterampilan mendengarkan yang baik adalah
kemampuan terapis untuk berempati. Empati memungkinkan individu memahami
diri dan dunianya. Empati disampaikan dengan menggunakan keterampilan
mendengarkan.beberapa teknik penting di bawah ini dapat digunakan:
Mengulangi frasa dengan kata sendiri,atau dengan apa yang di kata
pasien sendiri mengguanakan isi pembicraan yang di sampaikan pasien,namun di
ucapkan dengan kalimat terapis sendiri melalui mengulagi frasa dapat membuat
pasien merasa terapis sendiri melalui mengulangi frasa dapat membuat pasien
merasa terapis telah mendengarkannya, dengan membantu pasien menceritakan
masalah/situasi dengan jelas.
Merefleksikan perasaan: hal ini sama dengan mengulangi frasa, namun
fokusnya pada ekspresi perasaan oleh pasien. Refleksi emosi dapat membantu
pasien untuk menjadi sadar bagaimana perasaan mereka,dan untuk menggali
reaksi mereka terhadap berbagai peristiwa yang di ceritakannya.
2) Mengajukan pertanyaan
Mengajukan pertanyaan merupakan bagian ponting dalam
wawancara. Hal ini dapat membantu terapis mengerti keadaan pasien
dan menilai kondisi klinis.
Ketika bertanya:
a) Tanyakan hanya satu pertanyaan pada satu saat
b) Padanglah klien
c) ingkat dan jelas
d) Gunakan pertanyaan yang bertujuan dan pertanyaan terbuka
e) Gunakan pertanyaan untuk membantu pasien berbicara tentang
perasaan dan perilakunya
f) Gunakan pertanyaan untuk menggali dan memahami isu dan
meningkatkan kesadaran
g) Jangan mengajukan pertanyaan hanya untuk memenuhi
keingintahuan saudara
h) Pertanyaan terlalu banyak akan membuat orang merasa di
interogasi.
Ada tiga jenis pertanyaan utama:
1. Pertanyaan tertutup
Keterbatasan dari pertanyaan tertutup adalah klien memberikan
respons dengan jawaban satu kata.
2. Pertanyaan terbuka
Dengan pertanyaan terbuka di dapatkan jawaban lebih dari satu
kata.
3. Pertanyaan mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan adalah pertanyaan dimana terapis
menuntun pasien untuk memberikan jawaban yang mereka
inginkan.
3) Hening
a) Memberi waktu pada pasien untuk berpikir tentang apa yang akan
di katakan.
b) Memberi ruang pada pasien untuk merasakan perasaan yang di
alaminya.
c) Memberi kesempatan pada pasien berbicra sesuai iramanya.
d) Memberi waktu pada pasien untuk mengatasi ambivalensi antara
mengatakan atau tidak pada terapis.
e) Memberikan kebebasan pada pasien untuk melanjutkan bercerita
atau berhenti.
f) Perilaku non-verbal, Sebagian besar komunikasi dilakukan sevara
nonverbal.terapis perlu sadar akan apa yang di komunikasikannya
kepada pasien melalui pengamatan perilaku nonverbal.
4) Perilaku non-verbal antara lain:
a) Bahasa tubuh: gerak tangan, ekspresi wajah, postur, orientasi
tubuh, kedekatan tubuh/jarak, kontak mata, menjadi cermindan
menghilangkan pembatas (misalnya meja,bangku)
b) Paralinguistik: hembusan nafas, bersungut-sungut, berkeluh kesah,
perubahan tinggi nada, perubahan keras suara, kelancaran suara dan
senyum gugup.
C. Pemeriksaan Pasien Yang Tidak Kooperatif

Seseorang yang baru, tidak jarang putus asa bila menghadapi pasien yang
tidak dapat atau tidak mau berbicara atau tidak mau bekerja sama untuk
pemeriksaan. Dalam laporan kemudian di tulis: tak dapat di periksa. Pemeriksa itu
tidak sadar bahwa hal tidak mau brerbicara atau bekerja sama itu sudah
merupakan gejala yang penting. Reaksi pasien dalam keadaan seperti itu biasanya
kurang jelas, sebab itu untuk menemukan gejala dan untuk menilainya kita harus
mengikuti suatu skema pemeriksaan tertentu.
Skema yang diberikan oleh mayer-gross,slater dan roth adalah sebagai
berikut:
1. Reaksai umum dan sikap badan
2. Ekspresi muka
3. Mata
4. Reaksi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan pemeriksa.
5. Reaksi otot.
6. Reaksi emosi yang kelihatan.
7. Bicara.
8. Tulisan

Anda mungkin juga menyukai