Anda di halaman 1dari 41

MODEL AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE

(ARIMA)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Ekonometrika

Disusun oleh

Aghnia Fauziah Sahar 1501412


Nabilah Amelia H 1501862

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peramalan adalah perkiraan atau prediksi tentang sesuatu yang akan terjadi
pada waktu yang akan datang yang didasarkan pada data yang ada pada waktu
sekarang dan waktu lampau (historical data). Peramalan bertujuan untuk
memberikan informasi dasar yang diperlukan dalam menyusun suatu perencanaan.
Perencanaan merupakan suatu usaha untuk menentukan suatu tindakan di masa
yang akan datang dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Perencanaan yang baik
harus didasarkan atas suatu ramalan yang baik. Sedangkan untuk mendapatkan
hasil ramalan yang baik maka diperlukan suatu metode peramalan yang baik pula.
Metode peramalan yang baik yaitu jika hasil ramalan tidak berbeda jauh dengan
kenyataannya, atau dengan kata lain metode tersebut menghasilkan penyimpangan
antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.
Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang
akan terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Pada
dasarnya terdapat dua jenis metode peramalan kuantitatif, yaitu:
a. Metode peramalan dengan menggunakan analisis pola hubungan antara
variabel yang diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, yang
disebut dengan metode korelasi atau sebab akibat (causal method). Metode ini
terdiri dari metode regresi dan korelasi, metode ekonometri, dan metode input-
output.
b. Metode peramalan dengan menggunakan analisis pola hubungan antara
variabel yang diperkirakan dengan variabel waktu (analisis time series/ deret
waktu). Metode ini terdiri dari metode smoothing, metode Box-Jenkins, dan
proyeksi trend dengan regresi.

Dalam makalah ini penulis lebih menitik beratkan pada analisis time series,
khususnya membahas tentang teknik peramalan dengan menggunakan metode
Box-Jenkins. Metode Box-Jenkins merupakan salah satu metode yang biasa
digunakan untuk melakukan peramalan jangka pendek. Untuk mendapatkan nilai
prediksi yang akan datang, metode Box Jenkins menggunakan nilai sebelumnya
dari suatu variabel dan atau nilai kesalahannya di masa lalu. Metode ini telah
banyak digunakan dalam peramalan, diantaranya untuk meramalkan Indeks Harga
Saham Gabungan, deviden BUMN, jumlah pemakaian energi listrik, banyaknya
hari hujan, jumlah sambungan telepon dan produksi pulsa, dan sebagainya.
Metode Box-Jenkins merupakan suatu metode yang dianggap paling
lengkap serta sistematis dalam hal pemilihan model peramalan. Ada beberapa
model peramalan yang biasa digunakan oleh para ahli ekonometrika, yaitu model
Autoregressive (AR), model Moving Average (MA), model Autoregressive
Moving Average (ARMA), dan model Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA), dimana keempat model tersebut menggunakan asumsi bahwa data
yang digunakan untuk peramalan harus bersifat stasioner dan error/ residual yang
dihasilkan merupakan proses white noise.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah


yang akan dibahas adalah:
a. Bagaimanakah cara menentukan model ARIMA ?

C. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:

a. Mengetahui cara menentukan model ARIMA


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Stasioneritas dan Nonstasioneritas Data

Suatu data pengamatan dikatakan stasioner apabila proses tidak mengalami


perubahan seiring dengan waktu yang berubah. Definisinya, misal terdapat
fungsi kepadatan peluang f(Zt) tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu. Dalam
runtun waktu stasioner berlaku,

1. 𝐸(𝑧𝑡 ) = 𝜇
2. 𝐶𝑜𝑣(𝑧𝑡 , 𝑧𝑡−𝑘 ) = 𝛾𝑘
Dimana 𝜇 adalah rata- rata dari proses runtun waktu dan 𝛾𝑘 disebut dengan
autokovarian lag ke-k.

Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada


data. Secara kasarnya data harus horisontal sepanjang sumbu waktu. Dengan
kata lain, fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata – rata yang konstan.
Salah satu contoh data yang tidak stasioner adalah data berpola trend.

Gambar 1. Plot Time Series yang stasioner dalam Varian

Gambar 2. Plot time series yang stasioner dalam


mean
Gambar 3. Plot time series yang tidak stasioner dalam mean dan varian

Plot autokorelasi dapat memperlihatkan stasioneritas data. Nilai – nilai


autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time-lag kedua
atau ketiga, sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai – nilai tersebut
berbeda signifikan dari nol untuk beberapa periode waktu.

Gambar 4. Plot ACF Time Series yang tidak stasioner dalam mean

Gambar 5. Plot ACF Time Series yang tidak stasioner dalam mean dan varian

Gambar 6. Plot ACF Time Series yang tidak stasioner dalam varian
Secara umum, ketidakstasioneran dalam suatu data time series meliputi
varians dan rata – rata. Proses stasioneritas data dalam varians dapat
dilakukan dengan transformasi Box-Cox, sedangkan proses stasioneritas data
dalam rata–rata dapat dilakukan dengan pembedaan (differencing).
1. Transformasi Box-Cox

Transformasi Box-Cox adalah salah satu metode untuk proses


stasioneritas data dalam varians yang dikenalkan oleh Box dan Tiao Cox.
Transformasi Box-Cox juga sering disebut dengan transformasi kuasa.
Secara matematis, transformasi Box-Cox dirumuskan sebagai berikut:

𝑍 λ ;λ≠0
𝑡
𝑇(𝑍𝑡 ){𝑙𝑛𝑍𝑡 ;λ=0

Notasi λ melambangkan parameter transformasi. Setiap nilai λ


mempunyai rumus transformasi yang berbeda. Transformasi dilakukan
jika belum diperoleh nilai λ = 1 yang artinya data telah stasioner dalam
varians. Berikut ini adalah nilai λ beserta formula transformasinya.
Nilai λ dan transformasinya.
λ Transformasinya
-1 1
𝑍𝑡
-0,5 1
√𝑍𝑡
0 ln𝑍𝑡
0,5 √𝑍𝑡
1 𝑍𝑡

2. Pembedaan (differencing)

Proses pembedaan (differencing) dilakukan setelah data stasioner


dalam varians. Proses pembedaan dilakukan jika data tidak stasioner
dalam rata- rata. Pembedaan dapat dilakukan untuk beberapa periode
sampai data stasioner. Proses pembedaan dilakukan dengan cara
mengurangkan suatu data dengan data sebelumnya. Notasi B (operator
backshift) digunakan dalam proses pembedaan. Penggunaan notasi B
dalam pembedaan adalah:

𝐵𝑍𝑡 = 𝑍𝑡−1
Dan secara umum dapat ditulis,

𝐵 𝑑 𝑍𝑡 = 𝑍𝑡−𝑑

Pembedaan periode pertama adalah sebagai berikut:

𝑍𝑡′ = 𝑍𝑡 − 𝑍𝑡−1

= 𝑍𝑡 − 𝐵𝑍𝑡

= (1 − 𝐵)𝑍𝑡

Pembedaan periode kedua adalah sebagai berikut:



𝑍𝑡" = 𝑍𝑡′ − 𝑍𝑡−1

= (𝑍𝑡 − 𝑍𝑡−1 ) − (𝑍𝑡−1 − 𝑍𝑡−2 )

= 𝑍𝑡 − 2𝑍𝑡−1 + 𝑍𝑡−2

= (1 − 2𝐵 + 𝐵 2 )𝑍𝑡

= (1 − 𝐵)2 𝑍𝑡

Pembedaan untuk periode ke-d adalah sebagai berikut:

𝑍𝑡𝑑 = (1 − 𝐵)𝑑 𝑍𝑡

B. Fungsi Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial


Dalam metode runtun waktu, alat utama untuk mengidentifikasi model dari
data yang akan diramalkan adalah dengan menggunakan Fungsi Autokorelasi
(FAK) dan Fungsi Autokorelasi Parsial (FAKP).

 Fungsi Autokorelasi (FAK)


Autokorelasi lag ke-k didefinisikan oleh:

Cov(zt , zt−k )
ρk =
√var(zt) √var(zt−k)

Fungsi autokorelasi (FAK) adalah himpunan semua autokorelasi untuk


berbagai lag. Ditulis {𝜌𝑘 ; k = 1,2,3,...} dengan 𝜌0 = 1.

Pada prakteknya jika dimiliki data 𝑍1 , 𝑍2 , 𝑍3 , … 𝑍𝑛 , maka 𝜇, 𝛾𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝜌𝑘


ditaksir oleh
𝑁
1
𝜇 = 𝑧̅ = ∑ 𝑧𝑡
𝑁
𝑡−1

𝑁
1
𝛾
̂𝑘 = 𝐶𝑘 = ∑(𝑧𝑡 − 𝑧̅ )(𝑧𝑡−𝑘 − 𝑧̅)
𝑛
𝑡−1

𝛾̂𝑘 𝐶𝑘
sedangkan autokorelasi lag ke-k ditaksir oleh 𝜌
̂𝑘 = 𝑟𝑘 = ̂0
= .
𝛾 𝐶0

Untuk lag yang cukup besar, Bartlett menyatakan bahwa variansi dari 𝑟𝑘
1
dirumuskan sebagai 𝑣𝑎𝑟(𝑟𝑘 ) ≈ 𝑁 (1 + 2 ∑𝑘𝑡=1 𝑟12 ), 𝑁 ≥ 50.

FAK dikatakan terputus setelah lag ke-k jika:

|rk | < 2 𝑆𝐸 (rk )

 Fungsi Autokorelasi Parsial (FAKP)


1 𝜌1 𝜌2 𝜌3 … 𝜌𝑁−1
𝜌1 1 𝜌1 𝜌2 … 𝜌𝑁−2
𝜌2 𝜌1 1 𝜌1 … 𝜌𝑁−3
𝑃𝑁 = 𝜌3 𝜌2 … 𝜌𝑁−4
𝜌1 1
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
[ 𝜌𝑁−1 𝜌𝑁−2 𝜌𝑁−3 𝜌𝑁−4 … 1 ]

Autokorelasi parsial lag ke-k dinotasikan oleh 𝜙𝑘𝑘 yang didefinisikan oleh:

|𝑃 ∗ |
𝜙𝑘𝑘 = |𝑃𝑘 |, di mana 𝑃𝑘∗ adalah 𝑃𝑘 dengan kolom terakhir diganti oleh
𝑘

𝜌1
𝜌2
[ ⋮ ].
𝜌𝑘

Fungsi autokorelasi parsial (FAKP) adalah himpunan autokorelasi parsial


untuk berbagai lag, ditulis {𝜙𝑘𝑘 , 𝑘 = 1, 2, … }. Untuk lag yang cukup besar,
1
Quinouille menyatakan bahwa 𝑣𝑎𝑟(𝜙𝑘𝑘 ) ≈ 𝑁. Jika |𝑟𝑘 | < 2𝑆𝐸(𝑟𝑘 ) untuk k > K,

maka fakp tidak berbeda secara signifikan dengan nol (terputus setelah lag ke-
K).

C. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)


1. Model Autoregressive (AR)

Model Autoregressive (AR) merupakan suatu model persamaan regresi yang


menghubungkan nilai – nilai sebelumnya dari suatu variable dependent (tak
bebas) dengan variabel itu sendiri. Model Autoregressive (AR) antara lain :

a. Model Autoregressive orde satu atau AR(1)

Model Autoregressive orde satu atau AR(1) secara matematis


didefinisikan sebagai:

𝑍𝑡 = 𝜙𝑍𝑡−1 + 𝑒𝑡

b. Model Autoregressive orde dua atau AR(2)

Model Autoregressive orde dua atau AR(2) secara matematis


didefinisikan sebagai:

𝑍𝑡 = 𝜙1 𝑍𝑡−1 + 𝜙2 𝑍𝑡−2 + 𝑒𝑡

c. Model Autoregressive orde p atau AR(p)

Model Autoregressive (AR) dengan orde p dinotasikan dengan


AR(p). Bentuk umum model AR(p) adalah:

𝑍𝑡 = 𝜙1 𝑍𝑡−1 + 𝜙2 𝑍𝑡−2 + ⋯ + 𝜙𝑝 𝑍𝑡−𝑝 + 𝑎𝑡

2. Model Moving Average (MA)


Moving Average proses stokastik berupa model runtun waktu statistik
dengan karakteristik data periode sekarang merupakan kombinasi linier dari
white noise periode-periode sebelumnya dengan suatu bobot 𝜃 tertentu.
a. Model Moving Average orde satu atau MA(1)
Model Moving Average orde satu atau MA(1) secara matematis
didefinisikan sebagai:
𝑧𝑡 = 𝑎𝑡 + 𝜃1 𝑎𝑡−1
b. Model Moving Average orde dua atau MA(2)
Model Moving Average orde dua atau MA(2) secara matematis
didefinisikan sebagai:
𝑧𝑡 = 𝑎𝑡 + 𝜃1 𝑎𝑡−1 + 𝜃2 𝑎𝑡−2
c. Model Moving Average orde q atau MA(q)
Model Moving Average (MA) dengan orde q dinotasikan dengan
MA(q). Bentuk umum model MA(q) adalah:
𝑧𝑡 = 𝑎𝑡 + 𝜃1 𝑎𝑡−1 + 𝜃2 𝑎𝑡−2 + ⋯ + 𝜃𝑞 𝑎𝑡−𝑞
3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)
Model Autoregressive Moving Average (ARMA) sering disebut model
campuran. Model ARMA merupakan model ARIMA tanpa proses
pembedaan atau ARIMA(p, 0, q).

Secara matematis model ARMA(p, q) ditulis sebagai berikut:

𝑍𝑡 = 𝜙1 𝑍𝑡−1 + 𝜙2 𝑍𝑡−2 + ⋯ + 𝜙𝑝 𝑍𝑡−𝑝 + 𝑎𝑡 + 𝜃1 𝑎𝑡−1 + ⋯ + 𝜃𝑞 𝑎𝑡−𝑞

4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan


model ARMA(p, q) nonstasioner. Pada model ARMA(p, q) nonstasioner,
proses pembedaan dilakukan agar stasioner. Setelah model ARMA
mengalami proses pembedaan sebanyak d kali hingga stasioner, maka
model ARMA(p, q) menjadi model ARIMA(p, d, q).
Model ARIMA(p, d, q) ditulis dalam persamaan berikut:

ϕ(B) Zt= θ(B)at

Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk (contoh ambil ARIMA


(p,1,q)) :

𝑍𝑡 = (1 + 𝜙1 )𝑍𝑡−1 + (𝜙2 − 𝜙1 )𝑍𝑡−2 + ⋯ + (𝜙𝑝 − 𝜙𝑝−1 )𝑍𝑡−𝑝 −


𝜙𝑝 𝑍𝑡−𝑝−1 + 𝑎𝑡 + 𝜃1 𝑎𝑡−1 + ⋯ + 𝜃𝑞 𝑎𝑡−𝑞

D. Prosedur Pemodelan ARIMA


Singkatan ARIMA berasal dari autoregressive integrated moving average. Box
dan Jenkins adalah orang yang memperkenalkan singkatan ARIMA pada tahun
1970. Oleh karena itu, pemodelan ARIMA juga dikenal dengan metode Box-
Jenkins. Secara umum, model ARIMA ditulis dengan ARIMA(p,d,q) yang
artinya model ARIMA dengan derajat AR(p), derajat pembedaan d, dan derajat
MA(q). Ada empat tahap yang harus dilewati untuk mendapatkan suatu model
peramalan yang tepat dengan menggunakan metode Box-Jenkins yaitu:
1. Tahap Identifikasi

Tahap ini digunakan untuk menduga apakah data mengikuti model AR


(Autoregressive), MA (Moving Average), atau ARMA (Autoregressive
Moving Average). Dalam melakukan peramalan, suatu data time series
harus memenuhi syarat stasioner. Jika data asli belum stasioner, maka
langkah pertama dari tahap ini adalah menstasionerkan data tersebut dengan
melakukan proses pembedaan (differencing).

Untuk mengetahui apakah suatu data time series telah stasioner dapat dilihat
dari plot time series. Jika n buah nilai dari suatu data time series memiliki
mean dan varians yang konstan dan tidak berfluktuasi terhadap waktu
pengamatan maka deret data tersebut dapat dikatakan stasioner. Selain
menggunakan plot time series, kestasioneran data juga dapat dilihat dari plot
autokorelasi. Jika autokorelasi berangsur-angsur berkurang secara perlahan
atau tidak habis sama sekali maka diindikasikan bahwa data tidak stasioner
sehingga perlu dilakukan pembedaan (biasanya tidak lebih dari sekali atau
dua kali) sampai diperoleh data yang stasioner (Judge et al, 1982). Dari plot
autokorelasi juga dapat dilihat ada tidaknya pola musiman dalam data
(Iriawan & Astuti, 2006).
Apabila kestasioneran telah diperoleh, langkah selanjutnya adalah
menentukan nilai-nilai p, d, dan q berdasarkan plot fungsi autokorelasi
(ACF) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF). Pada masing-masing plot
ACF dan PACF terdapat dua garis putus-putus dengan nilai ±1.96 x 1/√n.
Garis tersebut merupakan batas atas dan batas bawah pada selang
kepercayaan 95% untuk suatu deret acak. Orde dari proses Autoregressive
(AR) dan Moving Average (MA) dapat ditentukan dengan melihat
banyaknya nilai dari koefisien korelasi dan koefisien autokorelasi parsial
yang tidak berada dalam batas tersebut.

Tabel berikut dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan nilai p


dan q yang menunjukkan orde dari proses AR dan MA. Sedangkan nilai d
ditentukan berdasarkan banyaknya pembedaan yang dilakukan untuk
mendapatkan data time series yang stasioner.

Tabel Karakteristik ACF dan PACF


Model ACF PAC
F
AR (p) Dies down (turun cepat Cuts off after lag p
secara eksponensial / (terputus setelah lag
sinusoidal) p)
MA(q) Cuts off after lag q Dies down (turun cepat
(terputus setelah lag q) secara eksponensial /
sinusoidal)
ARMA(p,q Dies down after lag (q-p) Dies downafter lag (pq)
) (turun cepat setelah lag (q- (turun cepat setelah lag
p)) (p-q))

2. Tahap Estimasi

Setelah menentukan model yang akan digunakan dalam peramalan, maka


tahap berikutnya adalah mengestimasi parameter-parameternya. Parameter
merupakan karakteristik dari suatu populasi. Persamaan model AR, MA,
ARMA ataupun ARIMA pada dasarnya merupakan suatu bentuk regresi.
Oleh karena itu parameter dari model tersebut dapat diestimasi
menggunakan metode kuadrat terkecil sehingga diperoleh residual yang
minimum. Dengan demikian, untuk memperoleh estimasi terbaik dari model
AR, MA, ARMA ataupun ARIMA adalah dengan cara meminimumkan
jumlah kuadrat error.
3. Tahap Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik merupakan tahap untuk menguji kesesuaian dan


kecukupan model peramalan. Setelah diperoleh nilai estimasi dari parameter
model AR/ MA/ ARMA/ ARIMA, tahap selanjutnya adalah menguji
signifikansi dari masing-masing parameter secara parsial dan menguji
model secara keseluruhan. Suatu model dikatakan baik jika parameternya
signifikan dan error/ residual yang dihasilkan bersifat random (tidak
memiliki pola tertentu) dan merupakan proses white noise yang berarti
residual bersifat independen (tidak saling berkorelasi) dan berdistribusi
normal.

Untuk menentukan apakah error/ residual merupakan proses white noise


atau bukan dapat dilakukan pengujian terhadap nilai koefisien autokorelasi
dan autokorelasi parsial dari error/ residual dengan menggunakan salah satu
dari dua statistik berikut:

 Uji Box-Pierce : 𝑄 = 𝑛 ∑𝐾 2
𝑖=1 𝜌𝑖

𝜌2
 Uji Ljung-Box : 𝑄 = 𝑛(𝑛 + 2) ∑𝐾 𝑖
𝑖=1 𝑛−1

Dimana kedua statistik ini mengikuti distribusi Chi-Kuadrat dengan derajat


bebas (db) = K – k dimana K menunjukkan jumlah lag dan k menunjukkan
jumlah parameter model.
Hipotesis yang digunakan untuk dalam statistik uji Q
adalah:
H0 : ρi= 0 , dimana i = 1, 2, …, K
H1 : minimal ada satu lag yang ρi ≠ 0

Dengan daerah penolakan H0 adalah: Q > X 2(α, db)

Dengan membuat plot ACF dan PACF residual kita juga dapat
menyimpulkan bahwa error/ residual yang dihasilkan merupakan proses
white noise yaitu jika semua nilai ACF dan PACF tidak signifikan (tidak
ada satu lag pun yang keluar batas).
4. Tahap Peramalan

Jika hasil pengujian menyimpulkan bahwa model tentatif layak dan telah
memenuhi asumsi yang dipersyaratkan, maka model tersebut dapat
digunakan untuk memprediksi nilai-nilai time-series untuk waktu yang akan
datang.
Untuk melihat tingkat ketepatan model dalam peramalan maka dapat
digunakan perhitungan nilai MAPE (Means Absolute Percentage Error)
berikut:

𝑥 − 𝑥̂𝑡
∑𝑛𝑡=1 | 𝑡
𝑥𝑡 |
𝑀𝐴𝑃𝐸 = × 100%
𝑛

Dengan 𝑥𝑡 =nilai aktual, 𝑥̂𝑡 =nilai peramalan, dan n=jumlah peramalan.


Semakin kecil nilai MAPE maka semakin baik model peramalan tersebut
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Model, Pemilihan Model dan Forecast (Peramalan)


Pada penelitian ini untuk melakukan forecasting ada beberapa langkah yang terlebih
dahulu harus dilewati. Berikut penguraian langkah-langkahnya:
a) Uji Stasioneritas data yang akan kita ramal dengan melihat nilai ADF. Apabila data
belum stasioner maka lakukan differencing.
Dengan ADF: Pengujian dengan melihat nilai ADF dapat dilihat sebagai berikut:
Hipotesis

H0: data tidak stationer

H1: data stationer

Tingkat Singnifikansi :

α = 0,05

Daerah Kritis

Jika |ADF|> |t-statistik| maka tolak H0

b) Identifikasi model dengan melihat ACF dan PACF, kemudian selidiki dimana lag nya
terputus. Dari tahap ini akan dihasilkan beberapa calon model. Apabila tidak dapat
ditemukan calon model maka lakukan differencing.
c) Bandingkan model untuk memilih model terbaik:
1. Nilai Schwarz criterion yang kecil
2. Nilai Akaike info criterion (AIC) yang kecil
3. SSE yang kecil
4. Adjusted R squared yang besar

d) Setelah memperoleh calon model yg sudah lolos tahap c, makal lakukan Uji Diagnostik
dengan membuat plot ACF dan PACF residual kita juga dapat menyimpulkan bahwa
error/ residual yang dihasilkan merupakan proses white noise yaitu jika semua nilai
ACF dan PACF tidak signifikan (tidak ada satu lag pun yang keluar batas).
e) Apabila sudah lolos asumsi asumsi pada uji diagnostik, kemudian dapat dilanjutkan
pada tahap Forecast.

3.2 Identifikasi Model, Pemilihan Model dan Forecast dengan software EViews
Berikut adalah langkah-langkah mencari model, memilih model dan forecast dengan
software EViews
1. Klik kanan file excel, lalu open with eviews.

2. Selanjutkan akan muncul tampilan seperti di bawah ini. Klik next sampai finish.
3. Lalu akan muncul tampilan seperti di bawah ini

4. Langkah pertama dalam masalah ini adalah menguji stasioneritas, yaitu double klik kurs
lalu klik View, pilih unit root test, kemudian pada dialog yang baru klik Ok. Kemudian
akan muncul output seperti pada gambar.
5. Apabila data belum stasioner maka harus dilakukan differencing dengan cara
mengulangi langkah sebelumnya namum pilih 1st difference untuk differencing
pertama dan 2nd difference untuk differencing kedua pada test for unit root in.
kemudian akan diperoleh output seperti pada gambar.
6. Kemudian apabila data sudah stasioner, identifikasi model dengan cara klik View lalu
Correlogram. Selanjutnya pilih level jika tidak terjadi differencing, apabila pada data
tersebut mengalami differencing pilih 1st difference atau 2nd difference. Lalu klik Ok,
kemudian akan muncul output seperti pada gambar.
7. Apabila model belum teridentifikasi lakukan differencing lagi kemudian ulangi uji
stasioneritas dan langkah ke 6.
8. Setelah model teridentifikasi, maka cek semua model yang diperoleh dengan cara Quick
lalu Estimate Equation. Kemudian isi dialog seperti pada gambar sesuai dengan model
yang akan diuji kemudian klik OK, lalu akan muncul output.
9. Setelah melakukan pengecekan bandingkan nilai Schwarz criterion yang kecil,
nilai Akaike info criterion (AIC) yang kecil, SSE yang kecil dan Adjusted R
squared yang besar.
10. Apabila sudah diperoleh model yang dikehendaki maka lanjutkan dengan uji Diagnostik
hanya pada model tersebut.
11. Uji Diagnostik dengan klik View lalu Residual Diagnostic pilih Correlogram Q-
Statistic, akan muncul tampilan seperti dibawah.
Apabila data sudah signifikan maka data tersebut sudah lulus uji.
12. Apabila model sudah lolos semua uji maka dapat dilanjutkan dengan Forecast. Pertama
klik dua kali pada range data yang terdapat pada kotak workfile dan ubah nilai end date
menjadi 61 atau sesuai slot data yang diinginkan.

Kemudian klik Forecast kemudian isi sesuai gambar berikut lalu klik OK

Kemudian klik object kursf untuk melihat hasil forecast


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data, Identifikasi Model, dan Pemilihan Model


1. Data Kurs
Akan dilakukan forcasting terhadap data yang tersedia dari periode 1 sampai
dengan 248. Data yang diamati merupakan nilai tukar rupiah terhadap dolar US
yang diamati selama satu tahun, mulai tanggal 1 Mei 2011 sampai dengan 1 Mei
2012.

Kurs Tanggal
8508 5/2/2011
8511 5/3/2011
8516 5/4/2011
8523 5/5/2011
8534 5/6/2011
8505 5/9/2011
8510 5/10/2011
8503 5/11/2011
8493 5/12/2011
8512 5/13/2011
8510 5/18/2011
8501 5/19/2011
8492 5/20/2011
8518 5/23/2011
8525 5/24/2011
8541 5/25/2011
8533 5/26/2011
8522 5/27/2011
8505 5/30/2011
8494 5/31/2011
8497 6/1/2011
8494 6/3/2011
8463 6/6/2011
8486 6/7/2011
8478 6/8/2011
8480 6/9/2011
8475 6/10/2011
8488 6/13/2011
8495 6/14/2011
8492 6/15/2011
8541 6/16/2011
8552 6/17/2011
8535 6/20/2011
8560 6/21/2011
8557 6/22/2011
8558 6/23/2011
8559 6/24/2011
8576 6/27/2011
8580 6/28/2011
8554 6/30/2011
8520 7/1/2011
8479 7/4/2011
8497 7/5/2011
8489 7/6/2011
8492 7/7/2011
8481 7/8/2011
8479 7/11/2011
8506 7/12/2011
8519 7/13/2011
8495 7/14/2011
8494 7/15/2011
8512 7/18/2011
8515 7/19/2011
8497 7/20/2011
8496 7/21/2011
8484 7/22/2011
8485 7/25/2011
8478 7/26/2011
8447 7/27/2011
8466 7/28/2011
8465 7/29/2011
8439 8/1/2011
8418 8/2/2011
8445 8/3/2011
8441 8/4/2011
8495 8/5/2011
8490 8/8/2011
8512 8/9/2011
8487 8/10/2011
8502 8/11/2011
8498 8/12/2011
8498 8/15/2011
8483 8/16/2011
8490 8/18/2011
8515 8/19/2011
8509 8/22/2011
8501 8/23/2011
8503 8/24/2011
8534 8/25/2011
8535 8/26/2011
8496 9/5/2011
8530 9/6/2011
8531 9/7/2011
8528 9/8/2011
8528 9/9/2011
8560 9/12/2011
8579 9/13/2011
8686 9/14/2011
8715 9/15/2011
8728 9/16/2011
8761 9/19/2011
8935 9/20/2011
8831 9/21/2011
8943 9/22/2011
8691 9/23/2011
8930 9/26/2011
8870 9/27/2011
8930 9/28/2011
8880 9/29/2011
8779 9/30/2011
8880 10/3/2011
8915 10/4/2011
8895 10/5/2011
8880 10/6/2011
8923 10/7/2011
8910 10/10/2011
8895 10/11/2011
8900 10/12/2011
8865 10/13/2011
8849 10/14/2011
8801 10/17/2011
8816 10/18/2011
8811 10/19/2011
8796 10/20/2011
8824 10/21/2011
8839 10/24/2011
8821 10/25/2011
8826 10/26/2011
8846 10/27/2011
8784 10/28/2011
8791 10/31/2011
8849 11/1/2011
8930 11/2/2011
8938 11/3/2011
8917 11/4/2011
8895 11/7/2011
8888 11/8/2011
8851 11/9/2011
8930 11/10/2011
8960 11/11/2011
8910 11/14/2011
8950 11/15/2011
8985 11/16/2011
8995 11/17/2011
9010 11/18/2011
9025 11/21/2011
8990 11/22/2011
8990 11/23/2011
9053 11/24/2011
8960 11/25/2011
9054 11/28/2011
9139 11/29/2011
9124 11/30/2011
9040 12/1/2011
9057 12/2/2011
9020 12/5/2011
9038 12/6/2011
9038 12/7/2011
9040 12/8/2011
8995 12/9/2011
9040 12/12/2011
9045 12/13/2011
9045 12/14/2011
9089 12/15/2011
8990 12/16/2011
9043 12/19/2011
9069 12/20/2011
9059 12/21/2011
9028 12/22/2011
8970 12/23/2011
9045 12/27/2011
9119 12/28/2011
9114 12/29/2011
9023 12/30/2011
9079 1/2/2012
9114 1/3/2012
9134 1/4/2012
9117 1/5/2012
9114 1/6/2012
9142 1/9/2012
9144 1/10/2012
9154 1/11/2012
9164 1/12/2012
9134 1/13/2012
9129 1/16/2012
9162 1/17/2012
9114 1/18/2012
9030 1/19/2012
8910 1/20/2012
8940 1/24/2012
8973 1/25/2012
8950 1/26/2012
8935 1/27/2012
8940 1/30/2012
8955 1/31/2012
8977 2/1/2012
8848 2/2/2012
8950 2/3/2012
8943 2/6/2012
8953 2/7/2012
8943 2/8/2012
8865 2/9/2012
8948 2/10/2012
8978 2/13/2012
8992 2/14/2012
8995 2/15/2012
8950 2/16/2012
8983 2/17/2012
8990 2/20/2012
9000 2/21/2012
9014 2/22/2012
9025 2/23/2012
9025 2/24/2012
9064 2/27/2012
9112 2/28/2012
9040 2/29/2012
9053 3/1/2012
9062 3/2/2012
9084 3/5/2012
9117 3/6/2012
9144 3/7/2012
9117 3/8/2012
9087 3/9/2012
9114 3/12/2012
9119 3/13/2012
9147 3/14/2012
9147 3/15/2012
9132 3/16/2012
9122 3/19/2012
9114 3/20/2012
9134 3/21/2012
9127 3/22/2012
9135 3/26/2012
9142 3/27/2012
9134 3/28/2012
9142 3/29/2012
9134 3/30/2012
9117 4/2/2012
9099 4/3/2012
9112 4/4/2012
9113 4/5/2012
9122 4/9/2012
9119 4/10/2012
9124 4/11/2012
9127 4/12/2012
9128 4/13/2012
9127 4/16/2012
9132 4/17/2012
9131 4/18/2012
9136 4/19/2012
9138 4/20/2012
9138 4/23/2012
9147 4/24/2012
9148 4/25/2012
9144 4/26/2012
9144 4/27/2012
9144 4/30/2012
9147 5/1/2012

Dalam meramalkan data kurs rupiah dengan menggunakan metode Box-Jenkin’s


dengan mengikuti langkah-langkah yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya.
Setelah semua tahap lolos akan dilaksanakan peramalan rating untuk sepuluh
periode kedepan. Semua tahapan ini dilakukan dengan bantuan software EViews.

2. Identifikasi Model
 Uji Stasioner
Berdasarkan nilai ADF diperoleh sebagai berikut.

Null Hypothesis: KURS has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=15)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.931869 0.7769


Test critical values: 1% level -3.456840
5% level -2.873093
10% level -2.573002

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(KURS)
Method: Least Squares
Date: 05/16/18 Time: 16:24
Sample (adjusted): 5/04/2011 5/01/2012
Included observations: 246 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


KURS(-1) -0.009468 0.010160 -0.931869 0.3523
D(KURS(-1)) -0.347726 0.060138 -5.782092 0.0000
C 87.08957 89.74261 0.970437 0.3328

R-squared 0.127316 Mean dependent var 2.585366


Adjusted R-squared 0.120133 S.D. dependent var 43.51419
S.E. of regression 40.81683 Akaike info criterion 10.26819
Sum squared resid 404841.4 Schwarz criterion 10.31093
Log likelihood -1259.987 Hannan-Quinn criter. 10.28540
F-statistic 17.72565 Durbin-Watson stat 2.023615
Prob(F-statistic) 0.000000

HipotesisHH
H0 :Data runtun waktu kurs rupiah tidak stasioner.

H1 :Data runtun waktu kurs rupiah stasioner

Tingkat Singnifikansi :

α = 0,05

Daerah Kritis

Jika |ADF|> |t-statistik| maka tolak H0

Kesimpulan

Berdasarkan output diatas, karena |ADF| = |-0,938169| < |t-Statistic| = |-


2.873093| maka H0 diterima artinya data runtun waktu kurs rupiah tersebut tidak
stasioner.

Karena data tersebut tidak stasioner maka kita lakukan differencing sehingga data
tersebut stasioner.

 Uji Stasioner setelah differencing

Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -22.57367 0.0000


Test critical values: 1% level -3.456840
5% level -2.873093
10% level -2.573002

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


Hipotesis
H0
:Data
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
runtun
Dependent Variable: D(KURS,2)
waktu
Method: Least Squares
kurs
Date: 05/16/18 Time: 16:32
rupiah
Sample (adjusted): 5/04/2011 5/01/2012
tidak
Included observations: 246 after adjustments
stasioner

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. H1


:Data
D(KURS(-1)) -1.352416 0.059911 -22.57367 0.0000
runtun
C 3.496491 2.606291 1.341558 0.1810
waktu
R-squared 0.676208 Mean dependent var 0.000000 kurs
Adjusted R-squared 0.674881 S.D. dependent var 71.56507 rupiah
S.E. of regression 40.80582 Akaike info criterion 10.26362 stasioner
Sum squared resid 406288.1 Schwarz criterion 10.29212
Log likelihood -1260.426 Hannan-Quinn criter. 10.27510
F-statistic 509.5707 Durbin-Watson stat 2.026280
Prob(F-statistic) 0.000000

Hipotesis
Tingkat Singnifikansi :
H0
α = 0,05:Data

Daerah Kritisruntun
waktu
kurs
rupiah
tidak
stasioner.
Jika |ADF|> |t-statistik| maka tolak H0

Kesimpulan

Berdasarkan output diatas, karena |ADF| = |-22.57367| >|t-Statistic| = |-


2.873093| maka H0 ditolak artinya data runtun waktu kurs rupiah tersebut
stasioner.

 Identifikasi Model setelah differencing

Date: 05/16/18 Time: 16:38


Sample: 5/02/2011 5/01/2012
Included observations: 247

Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob

***|. | ***|. | 1 -0.352 -0.352 31.051 0.000


.|* | .|. | 2 0.092 -0.037 33.154 0.000
*|. | *|. | 3 -0.196 -0.201 42.863 0.000
.|* | .|. | 4 0.135 0.001 47.474 0.000
.|* | .|* | 5 0.113 0.191 50.718 0.000
.|. | .|. | 6 -0.021 0.070 50.830 0.000
*|. | .|. | 7 -0.073 -0.037 52.206 0.000
.|. | .|. | 8 -0.044 -0.050 52.695 0.000
.|* | .|. | 9 0.086 0.027 54.586 0.000
.|. | .|. | 10 0.057 0.062 55.441 0.000
*|. | .|. | 11 -0.069 -0.037 56.699 0.000
.|. | .|. | 12 -0.029 -0.023 56.918 0.000
.|. | .|. | 13 -0.024 -0.026 57.070 0.000
.|* | .|. | 14 0.076 0.009 58.598 0.000
.|. | .|. | 15 -0.031 -0.028 58.859 0.000
.|. | .|. | 16 -0.024 -0.027 59.010 0.000
.|. | .|. | 17 -0.064 -0.052 60.115 0.000
.|. | *|. | 18 -0.008 -0.077 60.133 0.000
.|. | .|. | 19 0.058 0.001 61.046 0.000
.|. | .|* | 20 0.039 0.075 61.466 0.000
*|. | .|. | 21 -0.074 -0.016 62.960 0.000
.|. | .|. | 22 -0.039 -0.045 63.375 0.000
.|. | .|. | 23 0.011 -0.011 63.411 0.000
.|. | .|. | 24 0.028 -0.025 63.620 0.000
*|. | *|. | 25 -0.102 -0.151 66.495 0.000
.|. | *|. | 26 -0.018 -0.089 66.585 0.000
.|. | .|. | 27 0.044 0.061 67.114 0.000
.|. | .|. | 28 0.053 0.066 67.899 0.000
*|. | .|. | 29 -0.066 -0.057 69.118 0.000
.|. | .|. | 30 -0.040 -0.041 69.576 0.000
.|. | .|. | 31 0.003 0.014 69.578 0.000
.|. | .|. | 32 0.027 -0.031 69.781 0.000
.|. | .|. | 33 0.051 0.010 70.528 0.000
.|. | .|* | 34 -0.004 0.080 70.534 0.000
.|. | .|. | 35 -0.016 0.064 70.609 0.000
.|. | .|. | 36 -0.023 -0.031 70.763 0.000

Berdasarkan output diatas, diperoleh calon model sebagai berikut :


1) ARIMA (1,1,0)
2) ARIMA (0,1,1)
3) ARIMA (1,1,1)
3. Pemilihan Model
a) ARIMA (1,1,0)

Dependent Variable: KURS


Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH)
Date: 05/16/18 Time: 19:56
Sample: 5/02/2011 5/01/2012
Included observations: 248
Convergence achieved after 10 iterations
Coefficient covariance computed using outer product of gradients
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8829.397 159.7811 55.25932 0.0000


AR(1) 0.987409 0.017417 56.69133 0.0000
SIGMASQ 1874.366 82.67014 22.67283 0.0000

R-squared 0.971756 Mean dependent var 8830.597


Adjusted R-squared 0.971525 S.D. dependent var 258.1316
S.E. of regression 43.55820 Akaike info criterion 10.41297
Sum squared resid 464842.7 Schwarz criterion 10.45547
Log likelihood -1288.208 Hannan-Quinn criter. 10.43008
F-statistic 4214.699 Durbin-Watson stat 2.670874
Prob(F-statistic) 0.000000

Inverted AR Roots .99

b) ARIMA (0,1,1)

Dependent Variable: KURS


Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH)
Date: 05/16/18 Time: 16:48
Sample: 5/02/2011 5/01/2012
Included observations: 248
Convergence achieved after 31 iterations
Coefficient covariance computed using outer product of gradients

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8830.607 18.43712 478.9581 0.0000


MA(1) 0.834609 0.035292 23.64867 0.0000
SIGMASQ 22905.81 4341.818 5.275626 0.0000
R-squared 0.654842 Mean dependent var 8830.597
Adjusted R-squared 0.652024 S.D. dependent var 258.1316
S.E. of regression 152.2704 Akaike info criterion 12.90603
Sum squared resid 5680641. Schwarz criterion 12.94853
Log likelihood -1597.347 Hannan-Quinn criter. 12.92313
F-statistic 232.4098 Durbin-Watson stat 0.544790
Prob(F-statistic) 0.000000

Inverted MA Roots -.83

c) ARIMA (1,1,1)

Dependent Variable: KURS


Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH)
Date: 05/16/18 Time: 16:50
Sample: 5/02/2011 5/01/2012
Included observations: 248
Convergence achieved after 43 iterations
Coefficient covariance computed using outer product of gradients

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8828.883 221.3507 39.88639 0.0000


AR(1) 0.995953 0.009574 104.0304 0.0000
MA(1) -0.361004 0.033339 -10.82814 0.0000
SIGMASQ 1647.827 80.01631 20.59364 0.0000

R-squared 0.975170 Mean dependent var 8830.597


Adjusted R-squared 0.974864 S.D. dependent var 258.1316
S.E. of regression 40.92482 Akaike info criterion 10.29375
Sum squared resid 408661.1 Schwarz criterion 10.35042
Log likelihood -1272.425 Hannan-Quinn criter. 10.31656
F-statistic 3194.218 Durbin-Watson stat 2.024024
Prob(F-statistic) 0.000000

Inverted AR Roots 1.00


Inverted MA Roots .36

Hasil perbandingan

Akaike Adj - R
Schwarz
Model info SSE
criterion
criterion

ARIMA 0,971525
(1,1,0) 10,41297 10,45547 43,55820

ARIMA 0,652024
(0,1,1) 12,90603 12,94853 152,2704

ARIMA(1,1,1) 10,29375 10,31656 40,9282 0,974864

Karena nilai model ARIMA(1,1,1) memenuhi syarat model yang cocok


dari model lainnya, maka pilih ARIMA(1,1,1). Kemudian akan diuji
diagnostik, dengan melihat ACF dan PACF dari model tersebut.

 Uji Diagnostik ARIMA (1,1,1)

Date: 05/16/18 Time: 17:01


Sample: 5/02/2011 5/01/2012
Included observations: 248
Q-statistic probabilities adjusted for 2 ARMA terms

Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob

.|. | .|. | 1 -0.024 -0.024 0.1450


.|. | .|. | 2 0.041 0.040 0.5673
*|. | *|. | 3 -0.139 -0.137 5.4332 0.020
.|* | .|* | 4 0.144 0.139 10.678 0.005
.|* | .|* | 5 0.166 0.186 17.677 0.001
.|. | .|. | 6 0.005 -0.021 17.684 0.001
*|. | *|. | 7 -0.083 -0.066 19.465 0.002
.|. | .|. | 8 -0.038 -0.012 19.837 0.003
.|* | .|. | 9 0.095 0.055 22.161 0.002
.|. | .|. | 10 0.068 0.028 23.371 0.003
.|. | .|. | 11 -0.065 -0.062 24.466 0.004
.|. | .|. | 12 -0.055 -0.013 25.272 0.005
.|. | .|. | 13 -0.025 -0.018 25.439 0.008
.|. | .|. | 14 0.058 0.003 26.344 0.010
.|. | .|. | 15 -0.034 -0.045 26.648 0.014
.|. | .|. | 16 -0.061 -0.037 27.655 0.016
*|. | .|. | 17 -0.087 -0.053 29.695 0.013
.|. | .|. | 18 -0.012 -0.034 29.736 0.019
.|. | .|. | 19 0.067 0.054 30.969 0.020
.|. | .|. | 20 0.034 0.056 31.288 0.027
*|. | .|. | 21 -0.085 -0.058 33.275 0.022
*|. | .|. | 22 -0.067 -0.040 34.515 0.023
.|. | .|. | 23 -0.017 -0.021 34.590 0.031
.|. | *|. | 24 -0.014 -0.070 34.647 0.042
*|. | *|. | 25 -0.120 -0.138 38.664 0.022
.|. | .|. | 26 -0.041 0.002 39.129 0.026
.|. | .|* | 27 0.044 0.096 39.683 0.031
.|. | .|. | 28 0.044 0.015 40.237 0.037
*|. | *|. | 29 -0.072 -0.080 41.696 0.035
*|. | .|. | 30 -0.069 -0.016 43.042 0.034
.|. | .|. | 31 -0.004 0.020 43.046 0.045
.|. | .|. | 32 0.051 -0.011 43.803 0.050
.|. | .|. | 33 0.070 0.052 45.220 0.048
.|. | .|* | 34 0.013 0.083 45.272 0.060
.|. | .|. | 35 -0.017 0.020 45.359 0.074
.|. | .|. | 36 -0.018 -0.055 45.455 0.091

Karena data diatas telah signifikan maka data tersebut sudah langsung
bisa dibawa ke proses forecasting.

B. Forecast
Setelah dilakukan identifikasi model dan model yang terpilih adalah ARIMA(1,1,1),
selanjutnya akan dilakukan proses forecast menggunakan software Eview. Berikut adalah
hasil dari forecast pada data runtun waktu kurs rupiah.

Dengan hasil peramalan rating untuk 10 periode kedapan adalah sebagai berikut pada
nomor 249 sampai dengan 258.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penguraian pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dalam
proses peramalan data nilai tukar rupiah terhadap dolar US untuk sepuluh periode
kedepan harus dilakukan identifikasi model, pemilihan model kemudian yang
terakhir adalah forecast (peramalan). Adapun hal pertama yang harus dilakukan
adalah uji stasioneritas data melalui grafik ataupun nilai ADF. Kemudian apabila
sudah stasioner, dapat dilihat beberapa calon model yang dapat kita pilih, dengan
melihat lag terputus pada ACF atau PACF. Setelah itu bandingkan nilai dari Akaike
info criterion, Schwarz criterion, SSE, dan Adjusted R squared dari setiap model
kemudian pilih model yang memiliki nilai Akaike info criterion, Schwarz criterion,
SSE terkecil dan nilai Adjusted R square terbesar. Apabila sudah terpilih kembali
calon model linearnya, terakhir adalah uji diagnostik model tersebut yang terdiri dari
uji normalitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

Hasil dari identifikasi model diperoleh model ARIMA(1,1,0), ARIMA(0,1,1), dan


ARIMA(1,1,1) dengan model akhir yang dipilih adalah ARIMA (1,1,1) karena telah
memenuhi semua asumsi yang diperlukan pada uji diagnostik. Pada tahap terakhir
yaitu permalan (forecast) diperoleh nilai peramalan nilai tukar rupiah terhadap dolar
US untuk sepuluh periode kedepan.

Anda mungkin juga menyukai