Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

TRAUMA TUMPUL MATA

Pembimbing :
Dr. Rossada Adiarti, Sp.M

Disusun Oleh :

Berlie Neonufa (112016368)


Nanang Agung Permadi (112016340)
Sulau Jalung (112016377)
Tristi Lukita Wening (112016238)

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya reflek memejam atau mengedip, mata
masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada
bola mata dan kelopak saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan
atau memberikan penyulit sehingga menggangu fungsi penglihatan.1,2

Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut:

- Trauma tumpul
- Trauma tembus bola mata
- Trauma kimia
- Trauma radiasi

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan dibawah ini secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata : kelopak, konjungtiva,
kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma pada mata memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.1,2

Trauma tumpul mata dapat merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda. Berdasarkan studi Schein pada the Massachusetts eye and ear infirmary, 8%
dari populasi yang mengalami trauma tumpul mata cukup berat adalah anak dibawah usia 15
tahun. Studi Israel menerangkan bahwa 47% dari 2500 kejadian trauma mata terjadi pada usia
dibawah 17 tahun. Laporan kasus kali ini menunjukkan bahwa para ahli mata harus lebih
waspada terhadap trauma yang tidak jelas dan adanya pergeseran bola mata.1,2

BAB II
2
ISI

DEFINISI

Trauma tumpul mata adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau
benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.1

ANAMNESIS

Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi. Kerusakan
jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat
bahkan sampai kebutaan. Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan
pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai :1

 Proses terjadinya trauma

 Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu

(Apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain)

 Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata

 Berapa besar benda yang mengenai mata

 Bahan benda tersebut

(Apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya)

Apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan :1

 Apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut?

 Kapan terjadi trauma itu?

 Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit?

 Apakah sudah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya?

PEMERIKSAAN
3
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektif maupun obyektif.

A. Pemeriksaan Subyektif

Pada setiap kasus trauma, kita harus memeriksa tajam penglihatan karena hal ini
berkaitan dengan pembuatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajaman penglihatannya
menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan
mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan refraksi yang sudah ada sebelum
trauma.1,2

B. Pemeriksaan Obyektif

Pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat diketahui adanya kelainan di
sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata, pembengkakan di dahi, di pipi, hidung dan
lain-lainnya. Pemeriksaan mata perlu dilakukan secara sistematik dan cermat.

Yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah :

 Keadaan kelopak mata

 Kornea

 Bilik mata depan

 Pupil

 Lensa dan fundus

 Gerakkan bola mata

 Tekanan bola mata.

Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop loupe, slit lamp dan oftalmoskop.

4
KELAINAN AKIBAT TRAUMA TUMPUL :
1. Kelainan Pada Orbita

Jarang sekali ditemukan kelainan orbita akibat trauma tumpul. Apabila terjadi kelainan
orbita, maka gejala yang mudah tampak ialah adanya eksoftalmos dan gangguan gerakan bola
mata akibat perdarahan di dalam rongga orbita. Kadang-kadang juga terjadi hematom kelopak
mata dan perdarahan subkonjungktiva.1,2

Fraktur rima orbita dapat diperkirakan pada perabaan yang terasa sebagai tepi orbita yang
tidak rata. Fraktur di bagian dalam orbita, akan menyebabkan emfisem atau terjadi enoftalmos
bahkan mungkin disertai kerusakan pada foramen optik dan mengenai saraf optik dengan akibat
kebutaan. Untuk memastikan adanya keretakan tulang orbita dilakukan pemeriksaan radiologi
orbita.1,2

5
2. Kelainan Pada Kelopak Mata

Trauma kelopak mata merupakan kejadian yang sering. Oleh karena longgarnya jaringan
ikat subkutan, maka adanya hematom dan edema kelopak mata kadang-kadang menunjukkan
gejala yang berlebihan dan menakutkan, sehingga mendorong penderita untuk lekas-lekas minta
pertolongan dokter.

Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah dibawah


kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul
kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras lainnya. Keadaan ini
memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat
berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di belakangnya.

Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk
kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kacamata
(racoon eyes). Racoon eyes ini merupakan keadaan sangat gawat, yang terjadi akibat pecahnya
arteri oftalmika dan merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka
darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat
menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak maka akan berbentuk gambaran hitam
pada kelopak seperti seseorang memakai kacamata.

6
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi darah
dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata.

Pada setiap trauma kelopak mata perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti mengenai luas
dan dalamnya lesi (luka), sebab lesi yang tampaknya kecil di kelopak mata kemungkinan disertai
suatu lesi yang luas di dalam rongga orbita bahkan sampai ke dalam bola mata.

3. Kelainan Pada Konjungtiva


A. Edema Konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap
kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema pada konjungtiva.

Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga
bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.

Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva
kemotik keluar melalui insisi tersebut.3

7
B. Hematoma Subkonjungtiva

Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva (hematoma subkonjungtiva), maka konjungtiva


akan tampak merah dengan batas tegas, yang pada penekanan tidak menghilang atau menipis.
Hal ini penting untuk membedakannya dengan hiperemi atau hemangioma konjungtiva. Lama
kelamaan perdarahan ini mengalami, perubahan warna menjadi membiru, menipis dan umumnya
diserap dalam waktu 2- 3 minggu.2,3

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada
kongjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat
akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii (hematoma kaca mata), atau pada keadaan
pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah
pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan
obat-obat tertentu.3

Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak
terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata.
Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva
akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan
menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.3

Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres air hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 2-3 minggu tanpa diobati.2,3

8
Epitel konjungtiva mudah mengalami regenerasi sehingga luka pada konjungtiva
penyembuhannya cepat. Robekan konjungtiva sebaiknya dijahit untuk mempercepat
penyembuhannya.2,3

4. Kelainan Pada Kornea

Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi kornea
sampai laserasi kornea. Bilamana lesi letaknya di bagian sentral, lebih-lebih bila mengakibatkan
kekeruhan kornea yang luas, dapat mengakibatkan pengurangan tajam penglihatan. Pada
umumnya bilamana lesi kornea itu tidak sampai merusak membran bowman atau stromanya,
maka kornea akan cepat sembuh tanpa meninggalkan sikatriks pada kornea. Pada lesi yang lebih
dalam pada lapisan kornea, umumnya akan meninggalkan sikatriks berupa nebula, makula atau
leukoma kornea.

A. Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema kornea
malahan ruptur membran descement. Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan
kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.

Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam
hipertonik 2-8%, glukose 4% dan larutan albumin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan
untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek
dan mingkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea.

Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan membrana descement
yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa sakit
dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular.3

B. Erosi Kornea

9
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekkan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek
epitel tersebut.

Pada erosi kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi perwarnaan
fluoresein akan berwarna hijau.

Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul kemudian.

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan
rasa sakit yang sangat. Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal untuk menghilangkan rasa
sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan epitel.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikelupas. Untuk mencegah
infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum luas neosporin, kloramfenikol
dan sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka
diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida.3

C. Erosi Kornea Rekuren

Erosi kornea rekuren, biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau
tukak merah erpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali diwaktu bangun
pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel
kornea. Sukarnya erpitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal

10
epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya membran basal yang rusak akan
kembali normal setelah 6 minggu.

Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel


tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya dengan
memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala
radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup
untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak
terjadi infeksi sekunder erosi kornesa yang mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh
dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid.3

5. Kelainan pada Uvea


A. Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil atau
iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler.
Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar.

Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya
kelelehan sfingter dan pemberian roboransia.

11
B. Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil
menjadi berubah.

Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.


Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama
dengan terbentuknya hifema.

Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan
melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

C. Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.

12
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah
bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang
terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Terapi yang dilakukan tergantung jumlah perdarahan, tekanan intraokular, serta


kejernihan kornea. Apabila hifema kurang dari setengah volume KOA dan kornea tampak jernih,
dapat dikelola dengan tirah baring dengan posisi kepala dielevasi 60 derajat, sebab hifema
biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Pada kasus hifema dapat diberikan koagulansia
untuk menghentikan pendarahan, SA (sulfas atropin) 1% digunakan untuk mencegah blok pupil
(efek midriasis) dan mengistirahatkan iris. Asetazolamid diberikan bila TIO meningkat, untuk
mencegah glaukoma. Steroid sistemik atau topikal digunakan untuk mencegah uveitis.
Koagulansia yang digunakan untuk menghentikan pendarahan juga berfungsi merapatkan
endotel pembuluh darah. Dapat digunakan asam traneksamat (menghambat aktivasi plasminogen
dan fibrinolisis) sebagai koagulansia.4

Operasi dilakukan bila TIO tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau >50 mmHg
selama 5 hari) untuk mencegah kerusakan saraf optik (atrofi N.II), juga apabila terjadi

13
pewarnaan kornea karena penimbunan pigmen darah kornea (hemosiderosis kornea), serta
apabila didapatkan sinekia anterior perifer. Apabila peningkatan TIO tidak segera diatasi dapat
terjadi perlekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekulum.

Teknik operasi yang bisa dikerjakan antara lain parasentesis sederhana, yaitu
mengeluarkan darah dari KOA. Selain itu bisa dilakukan irigasi aspirasi dan insisi luas bila
sudah ada jendalan (endapan) darah.4

6. Kelainan pada Lensa

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan subluksasi lensa atau luksasi
lensa (lensa mengalami perpindahan tempat). Zonula Zinn dan badan kaca dapat menonjol ke
dalam bilik mata depan sebagai hernia. Pada umumnya lensa yang mengalami dislokasi itu
beberapa tahun kemudian akan mengalami katarak.3

Bilamana trauma tumpul menimbulkan ruptur yang tidak langsung pada kapsul lensa
maka akan terjadi katarak. Baik subluksasi maupun luksasi lensa dapat menimbulkan glaukoma
sekunder atau iritasi mata.3

Dislokasi lensa ataupun katarak akibat trauma tumpul dapat menyebabkan pengurangan
tajam penglihatan sampai kebutaan, perlu penanganan dokter spesialis untuk dilakukan tindakan
pembedahan katarak.3

A. Dislokasi lensa

Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi pada
putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.3

B. Subluksasi lensa

Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa berpindah
tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula
zinn yang rapun (sindrom marphan).

Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.

14
Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi
cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilki mata tertutup. Bila sudut bilik mata
menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder.

Subluksasi dapat mengakiatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut bilik
mata oleh lensa yang mencembung.

Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti glaukoma atau uveitis maka tidak
dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.3

C. Luksasi lensa anterior

Bila seluruh zonula zinn disekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk
ke dalam bilk mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi
gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut
dengan gejala-gejalanya.

Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat,
muntah, mata merah dengan blefarospasme.

Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris
terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.

Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secapatnya dikirim pada dokter mata untuk
dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolmida untuk menurunkan tekanan
bola matanya.3

D. Luksasi lensa posterior

Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat
putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan
kaca dan tenggelam didataran bawah polus fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus.

Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat
normal dengan lensa +12,0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.

15
Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat
degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi
lensa.3

E. Katarak Trauma

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibta trauma perforasi ataupun tumpul terlihat
sesudah beberapa hari ataupun tahun.

Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dandapat pula dalam bentuk katarak
tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat perforasi epitel sehinga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma
tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan
terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur
makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanalitik. Lensa
dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan
mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi
aktif akan terlihat mutiara Elsching.

Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.

Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinkan terjadinya


ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau
sekunder.

Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan lain sebagainya maka segera
dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua.
Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi

16
tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak
lensa.3

F. Cincin Vossius

Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang merupakan
cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera setelah trauma,
yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah sesuatu trauma, seperti
suatu stempel jari.

Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa mata tersebut telah mengalami suatu trauma
tumpul.3-5

7. Kelainan Pada Retina Dan Koroid

A. Edema retina dan koroid

Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan sangat
menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya
melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Terdapat perbedaan edema retina yang
terjadi akibat oklusi arteri retina sentral dengan edema retina akibat trauma tumpul. Pada oklusi
retina sentral, terjadi edema retina namun tidak membuat edema makula sehingga pada keadaan
ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Sedangkan pada trauma tumpul, terjadi
edema retina dan juga edema makula, sehingga pada keadaan ini tidak akan ditemukan cherry
red spot.

17
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema
Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus posterior fundus
okuli berwarna abu-abu.

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat
juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel.3

B. Ablasi Retina

Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada penderita
ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti
retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi retina lainnya.

Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir menganggu
lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatan akan
menurun.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh
darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya dirawat
untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.3

18
8. Kelainan Pada Koroid

Ruptur Koroid

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat ruptur
koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di
sekitar papil saraf optic.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam penglihatan
akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat
akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorbsi maka akan terlihat bagian ruptur berwarna putih
karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.3

9. Kelainan Pada Saraf Optik

A. Avulsi Papil Saraf Optik

Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata
yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam

19
penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk
dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

B. Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan
dan edema sekitar saraf optik.

Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa
adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan
penglihatan warna dan lapang pandang. Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu sebelum
menjadi pucat.

Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma retina,
perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasma optik.

Pengobatan adalah dengan merawat pasien waktu akut dengan memberi steroid. Bila
penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.

10. Perubahan tekanan bola mata

Trauma mata dapat menyebabkan perubahan tekanan bola mata baik penurunan
peninggian tekanan bola mata. Bila tekanan menjadi rendah, yang pada perabaan dengan jari
terasa lunak sekali, menandakan adanya kerusakan dinding bola mata, yaitu terjadinya ruptur
bola mata.

Pada umumnya letak ruptur itu di tempat yang lemah di bagian sklera yang agak menipis
seperti di daerah badan siliar atau di kutub posterior bola mata. Bilamana tekanan bola mata
naik, terjadilah glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder dapat timbul segera, yaitu beberapa saat
setelah kejadian trauma disebabkan oleh banyaknya darah dalam bola mata atau hifema, dimana
sel-sel darah itu menyumbat jaringan trabekel dan saluran keluarnya.

11. Kelainan gerakkan kelopak mata

Mata yang sehat dapat membuka dan menutup dengan mudah, sedangkan bola matanya
dapat digerakkan ke segala arah. Pada trauma tumpul mata, ada kemungkinan terjadi gangguan

20
gerakkan kelopak mata berarti kelopak mata itu tidak dapat menutup atau tidak dapat membuka
dengan sempurna. Kelopak mata yang tidak dapat menutup sempurna dinamakan lagoftalmos,
disebabkan oleh kelumpuhan N VII. Kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan sempurna
disebut ptosis, hal ini disebabkan oleh adanya edema atau hematoma kelopak superior.

lagoftalmos

ptosis

Pada trauma tumpul mata dapat terjadi gangguan gerakkan bola mata yang disebabkan
oleh perdarahan rongga orbita atau kerusakan otot-otot mata luar.

21
PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur
bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum.
Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena
kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik
dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada mata. Analgetik,
antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan
minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat
depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata,
sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.

Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya
kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan
pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke
mata yang cedera harus steril. Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata,
sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun,
setiap cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga
meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius,
yaitu pada kasus hifema. Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti
edema dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam
beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilang
kannyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat
penyerapan darah.

Pada laserasi kornea, diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan
yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24
jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat
dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atauvitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan
jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara
dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan. Prognosis pelepasan retina
akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di retina, dan

22
pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif
untuk mencegah kondisi tersebut.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus
tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata
diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak
darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus
tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata
diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak
darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin.

Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera anterior
diharuskan berirah baring, dan harus diberikan tets steroid dan siklopegik pada mata yang sakit
selama 5 hari, mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya pendarahan sekunder,
glaucoma, ataubercak darah di kornea akibat pigmen besi. Beberapa penelitian mengisyaratkan
bahwa penggunaan asam amino kaproat oral untuk menstabilkan pembenukan bekuan darah
menurunkan resiko pendarahan ulang. Dosisiny adalah 100mg/kg setiap 4 jam sampai
maksimum 30g/h selama 5 hari. Apabila timbul glaucoma, maka penatalaksanaannya
mencangkup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% 2 kali sehari ; asetozolamide, 250mg peroral 4
kali sehari ; dan obat hiperosmotik (mannitol, glisetol dan sorbitol).

Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraocular tetap tinggi (>35 mmHg)
selama 7 hari atau 50mmHg selama 5 hari untuk mengindari kerusakan saraf optikus. Apabila
pasien mengidap haemoglobinopati, maka besar kemungkinannya cepat terjadi atropi optikus
glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal.
Instrument-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan disentral dan lavase
kamera anterior. Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan evakuasi
viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil dilimbus untuk enyuntikan bahan elastik dab sebuah
insisi yang lebih besar 180 derajat berlawanan agar hifema dapat didorong keluar

DAFTAR PUSTAKA
23
1. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi ke-10. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2010. h.176-7
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC;
2009. H. 372-80
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5. Jakarta: BP FKUI; 2015. H. 281-8
4. Suhardjo, Agni AN. Buku ilmu kesehatan mata. Edisi ke-3. Yogyakarta: BP FKUGM;
2017. H. 402-8
5. Eagle CR. Eye pathology. 2nd edition. Philadelphia: Lippincot Willians & wilkins; 2010.
P. 85-95

24

Anda mungkin juga menyukai