Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan
sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal.
Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum
atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera
setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal,
sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan
produksi urin.
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal
akut (GGA) atau acute renal failure(ARF) merupakan salah satu sindrom
dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan
peningkatan insidens. Insidens di negara berkembang, khususnya di
komunitas, sulit didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah
sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada komunitas jauh melebihi
angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan
peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang
lebih ringan dapat terdiagnosis.Beberapa laporan di dunia menunjukkan
insidens yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada
pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari
seluruh dunia berkisar 25% hingga 80% (Lamaire, 2006).
Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah
sampai pada penyakit ginjal end stage renal disease (ESRD) atau penyakit
ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut, yaitu berkembang
sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari. Gagal ginjal
juga dapat kronik, yaitu terjadi perlahan dan berkembang perlahan, mungkin
dalam beberapa tahun. Di Amerika Serikat, sekitar 5% dari pasien yang
dirawat di rumah sakit mengalami ARF dan 30% dari pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif menderita ARF. Pada pasien ARF, 50% mengalami
oliguria dan 80% pasien ini meninggal. Dari kasus ARF intrinsik, 90% adalah
nekrosis tubular akut (Windu dkk, 2012).

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kegawat daruratan gagal ginjal akut
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada kegawat daruratan gagal ginjal
akut ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui konsep kegawat daruratan gagal ginjal akut
b. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada kegawat
daruratan gagal ginjal akut
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui definisi gagal ginjal akut
b. Mengetahui etiologi gagal ginjal akut
c. Mengetahui tanda dan gejala gagal ginjal akut
d. Mengetahui patofisiologi dan pathway gagal ginjal akut
e. Mengetahui penatalaksanaan gagal ginjal akut
f. Mengetahui asuhan keperawatan gagal ginjal akut ( Pengkajian,
Diagnosa, Keperawatan, Intervensi ).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak
dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular
dan glomerular. Hal ini dimanifestasikan dengan anuria (keluaran urin kurang
dari 50 ml per hari), oliguria (haluaran urin kurang dari 400 ml per hari), atau
volume urin normal (Smeltzer & Bare, 2002).
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi
ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini
dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea
nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat
keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin
dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari
ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.

B. Etiologi
Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu
sebagai berikut:
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal
dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang
menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
a. Penipisan volume
b. Hemoragi
c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang
nasogastrik)
e. Gangguan efisiensi jantung
f. Infark miokard
g. Gagal jantung kongestif
h. Disritmia
i. Syok kardiogenik
j. Vasodilatasi

3
k. Sepsis
l. Anafilaksis
m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan
vasodilatasi
2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau
tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a. Cedera akibat terbakar dan benturan
b. Reaksi transfusi yang parah
c. Agen nefrotoksik
d. Antibiotik aminoglikosida
e. Agen kontras radiopaque
f. Logam berat (timah, merkuri)
g. Obat NSAID
h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i. Pielonefritis akut
j. Glumerulonefritis
3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat
dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh
kondis-kondisi sebagai berikut :
a. Batu traktus urinarius
b. Tumor
c. BPH
d. Striktur
e. Bekuan darah.
C. Manifestasi Klinis
1. Perubahan keluaran urin (keluaran urin sedikit, mengandung darah dan
grafitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya 1,515-1,025)
2. Peningkatan BUN, kreatinin
3. Kelebihan volume cairan
4. Hiperkalemia
5. Serum kalsium menurun
6. Asidosis metabolik
7. Anemia

4
8. Letargi
9. Mual persisten, muntah dan diare
10. Nafas berbau urin

D. Fase Gagal Ginjal Akut


1. Fase inisiating
Dimulai dari adanya pencetus sampai timbulnya gejala oliguria.
2. Fase oliguria atau anuria : Jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/
hari, dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan.
Terdapat gejala uremia seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen,
haus, nafas kussmaul, kejang dan lainnya. Ditemukan hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia dan asidosis metabolik.
3. Fase diuretik : Poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2
minggu.
4. Fase penyembuhan atau pascadiuretik :Poliuria dan gejala uremia
berkurang. Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa
minggu, tetapi masih ada kelainan kecil. Paling lama terganggu adalah
daya mengkonsentrasi urine. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi
normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.
E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua
mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah
1. Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
2. Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama
disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi
penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor
kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
rennin - angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan
endothelin - I (ET - 1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral.
Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol

5
afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide
(NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh
angiotensin -II dan ET-1. Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute
kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
 Bladder outlet obstruction (post renal)
 Batu, trombus atau tumor di ureter
1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70
mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme
otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi
natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut
fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi
oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien –
pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL
sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada
kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal
jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul
keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit
ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap
tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah
ditutupnya arteri renalis.
2. Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus
penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu :
 Pembuluh darah besar ginjal
 Glomerulus ginjal
 Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut

6
 Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi
tubular akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada
gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan
nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan
tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:
 Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus
yang menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi
vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
 Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan
kerusakan sel endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan
peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan
ketersediaan nitric oxide yang berasal dari endotelial NO-
sintase.
 Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor
dan interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan
ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin
dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang
terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di
atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi
intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah
sepsis, iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous
dengan dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan
perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan nekrosis
tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih jarang ditemui dan
bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari
kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan
pembuluh darah.
Sepsis-associated AKI
Merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara
berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada
keadaan tidak terjadi hipotensi, walaupun kebanyakan kasus
sepsis yang berat terjadi kolaps hemodinamik yang memerlukan

7
vasopressor. Sementara itu, diketahui tubular injury berhubungan
secara jelas dengan AKI pada sepsis dengan manifestasi adanya
debris tubular dan cast pada urin.
Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG
karena terjadi vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat
peningkatan regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada
pembuluh darah. Jadi terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang
banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi renal pada sepsis
yang berlanjut akibat aktivasi sistem nervus simpatis, sistem
renin-angiotensus-aldosteron, vasopressin dan endothelin. Sepsis
bisa memicu kerusakan endothelial yang menghasilkan
thrombosis microvascular, aktivasi reaktif oksigen spesies serta
adesi dan migrasi leukosit yang dapat merusak sel tubular renal.
3. Gagal Ginjal Akut Post Renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal
dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat,
oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor,
batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan
retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal
terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter
bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah
1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai
oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis
ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24
jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari

8
normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan
faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.

F. Patwhay

Etiologi prarenal Etiologi intrarenal

Edema pulmonal & Renal nephritis, sklerosis


Syok hipovolemik glomerulus, nekrosis tubular
infiltrasi pada lapang
paru

Aliran darah ke ginjal me↓ Pe↓ laju GFR

Gangguan
pertukaran gas Penurunan fungsi filtrasi pada
glomerulus → berkelanjutan

GGA

Pe↑ reabsorbsi air Sekresi ion hidrogen & Pe↓ fungsi Pe↓ fungsi
pada ttubulus → produksi bikarbonat me↓ reabsorbsi pada reabsorbsi pada
retensi urine dalam tubula tubulus proximal tubulus proximal
VVV & distal & distal

Tekanan kapiler me↑ Disertai pe↓ Ph Terjadi pe↑ reabsorbsi Produksi Hb


→ volume interstitial darah & CO2 BUN & kreatinin, me↓ & disertai
me↑ → Edema kalium % kalsium, alkali hemodilus
fosfat & H2O

Preload me↓ → beban Sehingga paru Retensi urine → Suplai 02 me↓


jantung me↑ → mengkompensasi dgn kelebihan volume
hipertrofi ventrikel kiri lebih banyak cairan dalam tubuh
mengeluarkan CO2

Gangg. Perfusi
jaringan perifer
Bendungan atrium kiri Pernafasan dalam & Gangg.
me↑ → tekanan vena & terjadi perubahan pada Keseimbangan
kapiler pulmonal me↑ keseimbangan asam vol. Cairan
basa tubuh (Lebih)

Edema paru

Gangguan
keseimbangan
asam basa
(asidosis 9
metabolik)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam
24 jam setelah ginjal rusak.
f. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah,
Hb, Mioglobin, porfirin.
g. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal,
contoh: glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangan
kemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukan
kerusakan ginjal berat.
h. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal,
dan gagal ginjal kronik.
i. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan
ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
j. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun
sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan
bermakna.
k. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L
bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
l. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic
m. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
n. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada.
Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau
nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
o. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi.
Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah

10
sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna
merah diduga nefritis glomular
2. Darah
a. Hb : menurun pada adanya anemia.
b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan
hasil akhir metabolisme.
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama
dengan urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
sel darah merah).
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,
dan penurunan sintesis, karena kekurangan asam amino esensial.
3. CT Scan
4. MRI
5. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.

H. Penatalaksanaan Kegawatan
1. Penatalaksanaan pemberian hidrasi IV dengan larutan kristaloid
isotonik, hidrasi IV dengan solusi natrium bikarbonat, dan administrasi
N- acetylcysteine(NAC).
2. Penatalaksanaan untuk penurunan curah jantung
Deuretik sering di gunakan untuk meningkatkan eksresi natrium agen ini
secara langsung menghambat reabsorsi natrium didalam tubulus ginjal.
Kedua deuretik yang paling potensi sekarang adalah furosemit (lasix)
dan asam etakrinik. Agen ini menghambat reabsorsi natrium pada pars

11
asenden ansahele dan pada tubulus ginjal. Deuretik lain yang umum
adalah spironolakton (aldacton) yang meningkatkan natrium urine
dengan menghambat efek aldosteron di tubulus ginjal.
3. Penatalaksanaan untuk perubahan tahanan vaskular perifer
Penatalaksanaan diarahkan terutama untuk mengobati gangguan dasar
dengan terapi khusus yang tepat di tambah dengan penggantian cairan,
elektrolit dan koloid.
4. Penatalaksanaan untuk hipovolemik dan hemoragik
Terapi diarahkan pada penggantian air dan natrium atau darah bila
hemoragik menjadi penyebabnya. Respon terhadap pengobatan dapat
di nilai dengan perubahan dalam volume urine, berat jenis, tekanan
vena central, dan temuan-temuan fisik lainnya.
5. Penatalaksanaan untuk mempertahankan haluaran urine
Pemberian manitol yaitu bentuk turunan dari gula 6 rantai karbon,
manosa. Manitol didistribusi dalam cairan ekstraseluler dan secara
esensial tidak di metabolisme. Manitol bebas tervilter pada gloumerolus
dan tidak di reabsorsi oleh tubulus. Karena ukuran molekul yang kecil ,
maniitol memberi efek osmotik yang bermakna yang selanjutnya
neningkatkan aliran urine. Pemeriksaan yang lazim adalah 0,2 g/kg
diberikan secara IV sebagai larutan 25 % seelama 3-5 menit. Bila aliran
urine meningkat >40 ml/jam, pasien diaggap telah pulih dari gagal ginjal
dan volume urine kemudian di pertahankan 100 ml/gr dengan tambahan
manitol dan penggantian cairan sesuai indikasi. Setelah perbaikan
kekurangan volume, diberikan furosemid 200-1000 mg secara IV.
Puncak deuresis biasanya terjadi setelah 2 jam pemberian. Bila
pemberian furosemid efektif dalam meningkatkan volume urine ,
pemerian ini di ulang pada interval 4-6 jam untuk mempertahan laju
aliran urine sejalan pemberian cairan untuk mempertahankan urine.
6. Kontrol asidosis
Asidosis biasanya adapat di kontrol dengan mudah yaitu dengan
memberi pasien natrium bikarbonant 30-60 meq/hr tetapi tidak
memerlukan pengobatan kecuali HCO3 turun dibawah 12-15 meq/m.
7. Kontrol Hiperkalemia
Perubahan hiperkalemia ini cepat dapat pulihh dengan pemberian
kalsium Glukonas IV yang mempunyai efek antagonis langsung dalam

12
aksi kalium. Natrium polistiren sulfonat resim diberikan peroral 25 gr 4x
sehari dalam 10 ml sorbital 10 % dapat mengurangi kelebihan kalium
tubuh lebih lambat dan harus dilakukan bila hiperkalemia mulai terjadi.
Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen
kaalium, pemberian terapi kronik untuk asidosis, dan penggunaan
natrium polistiren sulfanat resim.

13
BAB III
STUDI KASUS

Ny. Z 58 tahun di bawake RS karena mengeluh sejak kemarin tidak bisa


BAK, kaki bengkak, sesak napas.Pasien juga mengeluh mual muntah, dan
lemas. Dua hari sebelumnya pasien muntah dan diare. TD: 160/100 mmHg, nadi
96 x/menit, S : 37,30 C, RR : 28 x/menit/ireguler. Hasil lab.Ureum 70mg/dl, gula
darah sewaktu 156 mg/dl, natrium meq/l, kalium 6,5 meq/l, kreatinin 4,5 mg/dl,
hasil AGD : PH 7.37, pCO2 31,1 mmHg, pO2 95,6 mmHg, HCO3 21,5 mmol/L,
SaO2 97,1%, BE -2,9.

1. Pengkajian
a. Nama, jenis kelamin pekerjaan, dan diagnose medis.
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Sejak kemarin tidak bisa BAK, kaki bengkak, dan sesak nafas.
 Riwayat sekarang
Pasien mengeluh sejak kemarin tidak bisa BAK, kaki bengkak,
sesak napas. Pasien juga mengeluh mual muntah, dan lemas. Dua
hari sebelumnya pasien muntah dan diare.
 Riwayat penyakit dahulu: tidak ada
 Pemeriksaan fisik
- TD: 160/100 mmHg,
- Nadi : 96 x/menit,
- S : 37,30 C,
- RR : 28 x/menit/ireguler.
 Pemeriksaan diagnostik
- Ureum 70mg/dl,
- Gula darah sewaktu 156 mg/dl,
- Natrium meq/l, kalium 6,5 meq/l,
- kreatinin 4,5 mg/dl,
- hasil AGD : PH 7.37, pCO2 31,1 mmHg, pO2 95,6 mmHg,
HCO3 21,5 mmol/L, SaO2 97,1%, BE -2,9.

14
2. Diagnose keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan fase diuresis dari gagal
ginjal akut.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan katabolisme protein.

3. Intervensi Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan fase diuresis dari gagal
ginjal akut.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam defisit volume cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- klien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembap, turgor
kulit normal, TTV dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600
ml/hari.
- Laboratorium: nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN
/ kreatinin menurun.
Intervensi Rasional
Monitoring status cairan Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan
(turgor kulit, membrane dari keadaan status cairan. Penurunan volume
mukosa, urine output). cairan mengakibatkan menurunnya produksi
urine, monitoring yang ketat pada produksi
urine < 600 ml/hari karena merupakan tanda-
tanda terjadinya syok hipovolemik.
Auskultasi TD dan Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik.
timbang berat badan. Perubahan berat badan sebagai parameter
dasar terjadinya defisit cairan.
Programkan untuk dialisis Program dialisis akan mengganti fungsi ginjal
yang terganggu dalam menjaga keseimbangan
cairan tubuh.
Kaji warna kulit, suhu, Mengetahui adanya pengaruh adanya
sianosis, nadi perifer, dan peningkatan tahanan perifer.
diaforesis, secara teratur
Kolaborasi: Jalur yang paten penting untuk pemberian
Pertahankan pemberian cairan secara cepat dan memudahkan perawat

15
cairan secara intravena. dalam melakukan kontrol intake dan output
cairan.

b. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan


dengan ketidakseimbangan cairandan elektrolit.
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi, denga kriteria :
- Mempertahankan curah jantung,
- TD dan denyut jantung normal
- Nadi ferifer kuat: sama dengan waktu pengisisn kapiler
Intervensi Rasional
Awasi TD dan frekuensi Deteksi dini terhadap kelebihan cairan
jantung
Observasi EKG Respon terhadap berlanjutnya gagal
ginjal
Auskultasi bunyi jantung. Deteksi dini untuk persiapan dialysis.
Kaji warna kulit, membran Deteksi dini terhadap vasokontriksi atau
mukosa dan dasar kuku. anemia, sianosis yang mungkin
berhubungan dengan Gagal ginjal.
Selidiki kram otot, kesemutan Indikator hipokalemia yang dapat
pada jari dan kejang otot. mempengaruh ikontraktilitas dan fungsi
jantung.
Pertahankan tirah baring dan Menurunkan konsumsi oksigen/kerja
dorong istirahat adekuat jantung.

Kolaborasi : Deteksi dini perubahan elektrolit darah


Pemeriksaan : Lab.K,Na, Ca. Memperbaiki curah jantung
Berikan tambahan oksigen Mengatasi Hipokalemia dan memperbaiki
iritabilitas jantung.
Memaksimalkan sediaan oksigen.
Memperbaiki asidosis
Berikan obat sesuai dengan
indikasi : Inotropik(digoksin)

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme


protein.
Tujuan :kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria ;

16
- Mempertahankan/meningktkan Berat badan
- Bebas oedema.

Intervensi Rasional
Kaji/catat pemasukan diet Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dari kebutuhan diet.
Berikan makanan sedikit Meminimalkan anoreksia dan mual
dan sering. Menghindari membran mukosa mulut
kering dan pecah.
Tawarkan perawatan Deteksi dini perpindahan keseimbangan
mulut, berikan permen cairan.
karet atau penyegar mulut
diantara waktu makan.
Timbang berat badan Menentukan kalori individu, dan kebutuhan
setiap hari. nutrisi.
Kolaborasi: konsul Kalori diperlukan untuk memenuhi kebut.
dengan ahli gizi. Energi, rendah protein disesuaikan
dengan fungsi ginjal yang menurun.
Berikan tinggi kalori, Mengatasi anemia, memperbaiki kadar
rendah protein, rendah normal serum , memudahkan absorbsi
garam. kalsium, diperlukan koenzim, pada
pertumbuhan sel.
Berikan obat sesuai
dengan indikasi; Fe, Ca,
Vit. D, Vit Bcompleks
Anti emetic.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak
dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular
dan glomerular. Hal ini dimanifestasikan dengan anuria (keluaran urin kurang
dari 50 ml per hari), oliguria (haluaran urin kurang dari 400 ml per hari), atau
volume urin normal (Smeltzer & Bare, 2002).
Di Amerika Serikat, sekitar 5% dari pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami ARF dan 30% dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif
menderita ARF. Pada pasien ARF, 50% mengalami oliguria dan 80% pasien
ini meninggal. Dari kasus ARF intrinsik, 90% adalah nekrosis tubular akut
(Windu dkk, 2012). Penyebabnya terbagi atas 3 yaitu
a. Pre renal
b. Intra renal
c. Post renal
Manifestasi klinis pada ARF seperti, pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung
kongestif atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia,
hematemesis dengan atau tanpa melena akibat gastritis atau tukak lambung,
kejang, kesadaran menurun sampai koma. Dalam menentukkan diagnose
dilakukan pemeriksaan diagnosis dan pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada
penatalaksanaan khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga
penyebab yang paling berbahaya pada penurunan fungsi ginjal adalah
penurunan curah jantung, perubahan tahanan vaskuler perifer, dan
hipovolemia.
B. Saran
Agar para pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat
memberikan asuhan keperawatan dan penatalaksanaan kepada pasien
dengan gagal ginjal akut dengan tepat dan benar. Penulis berharap
dikemudian hari dapat dikembangkan dan ditemukan metode atau cara yang
lebih modern dalam penanganan pasien gagal ginjal akut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hopfer Deglin, Judith & Hazard Vallerand, April. 2005. Pedoman Obat untuk
Perawat (Edisi 4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kunz Howard, Patricia & A Steinmann, Rebecca. 2003. Sheehy’s Emergency


Nursing Principles and Practice (Sixth Edition). USA : Mosby Elsevier.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran (Edisi Ketiga, Jilid Kedua).
Jakarta : Media Aesculapius FK UI.

M. Hudak, Carolyn & M. Gallo, Barbara. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan


Holistik (Edisi VI, Volume II). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan


Pendekatan NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha Medika.

ENA (Emergency Nurses Association). 2000. Emergency Nursing Core


Curriculum (Fifth Edition). Philadelphia : W.B Saunders Company.

19

Anda mungkin juga menyukai