Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

INFARK SEREBRI

Pembimbing :
dr. Rita Sibarani, M. Ked (Neu), Sp. S

Oleh :
Faturrahmi Burhan 140100170
Mohammad Haekal 140100158
Ivana Garcia 140100141
Syarifah Fauziah 140100051

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT PUTRI HIJAU
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul “Infark Serebri”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing, dr. Rita Sibarani, M. Ked (Neu), Sp. S yang telah meluangkan
waktu dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 28 November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................... 1
1.2 TUJUAN PENULISAN ....................................................................... 2
1.3 MANFAAT PENULISAN .................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 DEFINISI............................................................................................. 3
2.2 ETIOGI ................................................................................................ 3
2.3 PATOFISIOLOGI ............................................................................... 4
2.4 KLASIFIKASI..................................................................................... 5
2.5 MANIFETASI KLINIS ....................................................................... 6
2.6 DIAGNOSIS ........................................................................................ 7
2.7 PENATALAKSANAAN .................................................................... 12
2.8 KOMPLIKASI.................................................................................... 20
2.9 PROGNOSIS ...................................................................................... 21
BAB 3 STATUS PASIEN ................................................................................ 22
BAB 4 FOLLOW UP ....................................................................................... 36
BAB 5 DISKUSI KASUS ................................................................................. 40
BAB 6 KESIMPULAN .................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 45

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Infark serebri adalah kematian neuron-neuron, sel glia dan sistem
pembuluh darah yang disebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi yang
berkepanjangan. Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau
sekelompok gangguan cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan
intracerebral dan perdarahan subarahnoid. Menurut Caplan, stroke adalah segala
bentuk kelainan otak atau susunan saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran
darah, istilah stroke digunakan bila gejala yang timbul akut.1
Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di negara Amerika
dan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan. Menurut American
Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan
500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Sedangkan angka kematian
penderita stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun. Angka
kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian
menurun hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut
karena kontrol yang baik terhadap faktor resiko penyakit stroke.2
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan
prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitia yang
minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke
pada daerah urban sekitar 0,5% (Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit
stroke pada daerah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Data
survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI menunjukkan bahwa
penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.2
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan
yang tepat pada penderita infark serebri merupakan hal yang sangat penting, dan
pengetahuan tentang infark serebri sangat berguna untuk menentukan pengobatan
penyakit tersebut agar dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.

1
2

1.1 TUJUAN

Tujuan dari Laporan Kasus ini adalah untuk menguraikan teori-teori


tentang infark serebri serta memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.2 MANFAAT

Manfaat dari Laporan Kasus ini adalah diharapkan dapat


mengembangkan kemampuan dan pemahaman tentang Infark Serebri.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Infark Cerebri adalah pembentukan daerah nekrosis di otak yang
disebabkan oleh iskemia yang berkepanjangan.3

2.2 ETIOLOGI
Infark cerebri dapat disebabkan oleh3 :
1. Trombosis otak
Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses oklusi pada
satu pembuluh darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami artherosklerosis yang mula-mula akan
menyempitkan lumen pembuluh darah (stenosis) yang kemudian dapat
berkembang menjadi sumbatan (oklusi) yang menyebabkan terjadinya infark
2. Emboli otak
Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler dan
tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah.
Penyebab emboli otak pada umumnya berhubungan dengan kelainan
kardiovaskuler antara lain :
a. Fibrilasi atrial
b. Penyakit katub jantung
c. Infark miokard
d. Penyakit jantung rematik
e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra / ekstra cranial
3. Pengurangan perfusi sistemik umum
Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik. Pengurangan perfusi
ini dapat disebabkan karena :
a. Kegagalan pompa jantung
b. Proses perdarahan yang masif
c. Hipovolemik

3
4

2.3 PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling
terkait, yaitu3:
1. Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang menyebabkan
terjadinya kekurangan aliran darah ke bagian otak yang terserang.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak
• Keadaan pembuluh darah, menyempit akibat stenosis atau ateroma
maupun tersumbat oleh trombus/embolus
• Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat menyebabkan oksigenasi ke otak menurun
• Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung, dan lepasnya
embolus dari jantung yang dapat menimbulkan iskemia otak
• Tekanan perfusi yang sangat menurun akibat sumbatan di proksimal
pembuluh arteri cerebri, seperti sumbatan pada arteri karotis, atau
vertebrobasiler
Infark cerebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan
jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka
metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron
akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika
oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan
bersifat reversibel.
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga
terjadi nekrosis sel neuron, glia dan sel otak yang lain.
Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP
dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila
sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler
akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport
oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan
5

melepaskan glutamat dan aspartat yang menyebabkan influx natrium dan kalsium
ke dalam sel.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit,
sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada
keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan
sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan
terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas
terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan
kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik
terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan
glikolisis dalam keadaan iskemia.

2.4 KLASIFIKASI
The Oxford Community Stroke Project classification (OCSP) juga dikenal
sebagai Banford atau Oxford klasifikasi mengelompokkan infark cerebri ke dalam
4 kelompok yaitu4,5:
1. Infark Sirkulasi Anterior Total (TACI)
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi
anterior total, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya
CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
2. Infark Sirkulasi Anterior Parsial (PACI)
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi
anterior parsial, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun
(misalnya CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
3. Infark Lacunar (LACI)
6

Infark lacunar adalah jenis infark yang dihasilkan dari oklusi salah satu arteri
penetrasi yang menyediakan darah ke struktur-struktur otak bagian dalam.
Lacunes (bahasa latin untung ruang kosong) disebabkan oleh oklusi satu arteri
penetrasi mendalam yang muncul langsung dari konstituen Lingkaran Willis,
arteri cerebellar, dan arteri basilar. Lesi yang sesuai terjadi pada inti yang
mendalam dari otak (37% putamen, 14% thalamus, dan 10% caudatus) serta pons
(16%) atau posterior limb dari kapsul internal yang (10%), jarang terjadi pada
substansia putih, anterior limb kapsul internal dan cerebellum.
4. Infark Sirkulasi Posterior (POCI).
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi
posterior, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT
Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Adapun manifestasi klinis yang dijumpai pada keempat kelompok infark
serebri tersebut yaitu :5
1. TACI (Infark Sirkulasi Anterior Total)
• Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kolateral sisi lesi)
• Hemianopia (kolateral sisi lesi)
• Gangguan fungsi luhur, misalnya afasia, gangguan visuospasial,
hemineglect, agnosia, apraxia.
2. PACI (Infark Sirkulasi Anterior Parsial)
• Defisit motorik / sensorik + hemianopia
• Defisit motorik / sensorik + gejala fungsi luhur
• Gejala fungsi luhur + hemianopia
• Defisit motorik / sensorik murni
• Gangguan fungsi luhur saja
3. LACI ( Infark Cerebri Lacunar)
• Pure motor stroke/hemiparesis
Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata
Gejala: Hemiparesis/hemiplegia yang mempengaruhi wajah, lengan, tungkai
7

• Ataxic hemiparesis
Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata, red nucleus,
lentiform nucleus
Gejala: merupakan kombinasi gejala cerebelar dan gejala motoris
• Dysarthria/clumsy hand
Lokasi: basis pontis, anterior limb kapsula interna, corona radiata, basal ganglia,
thalamus, cerebral peduncle
Gejala: gejala utama adalah disartria dan kelemahan tangan, yang terlihat jelas
saat pasien menulis
• Pure sensory stroke
Lokasi: contralateral thalamus, capsula interna, corona radiata, midbrain
Gejala: mati rasa, kesemutan dan sensasi tidak nyaman pada salah satu sisi tubuh
• Mixed sensorimotor stroke
Lokasi: thalamus and adjacent posterior internal capsule, lateral pons
Gejala: kombinasi hemiparesis/hemiplegia dengan gangguan sensoris ipsilateral
4. POCI (Infark Sirkulasi Posterior)
• Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral, dan gangguan motorik,
sensorik kontralateral
• Gangguan motorik / sensorik bilateral
• Gangguan gerakan konjungat mata ( horisontal et vertical)
• Disfungsi serebral
• Isolated hemianopia atau buta kortikal.

2.6 DIAGNOSIS6
Diagnosis infark serebri ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang
dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan
adanya gejala defisit neurologi yang mendadak, tanpa trauma kepala, serta faktor
resiko lainnya.
Pada anamnesis dapat ditemukan gangguan global yang berupa gangguan
kesadaran, sedangkan gangguan fokal yang muncul mendadak, dapat berupa :
8

- Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas, kelumpuhan


otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses
menelan, wicara dan sebagainya
- Gangguan fungsi keseimbangan
- Gangguan fungsi penghidu
- Gangguan fungsi penglihatan
- Gangguan fungsi pendengaran
- Gangguan fungsi Somatik Sensoris
- Gangguan Neurobehavioral yang meliputi gangguan atensi, gangguan
memori, gangguan bicara verbal, gangguan mengerti pembicaraan,
gangguan pengenalan ruang, maupun angguan fungsi kognitif lain.
Pada pemeriksaan fisik pada pasien dengan infark serebri dapat dijumpai
penurunan nilai GCS, kelumpuhan saraf kranial, kelemahan motorik, defisit
sensorik, gangguan otonom, serta gangguan neurobehavior.
9

Pada anamnesis pasien dapat digunakan beberapa kriteria atau algoritma


untuk membedakan stroke, antara lain :
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada
10

b. Penetapan jenis stroke berdasarkan kriteria Siriraj Skor

Pemeriksaan penunjang pada pasien yang diduga mengalami infark serebri


dapat dilakukan pemeriksaan radiografi untuk menetapkan secara pasti letak dan
penyebab dari stroke.
Pemeriksaan Radiologi yang dilakukan antara lain :
a. CT Scan
Pada CT scan, gambaran infark terlihat normal pada 12 jam pertama.
Manifestasi pertama terlihat tidak jelas dan terlihat gambaran pembekuan
putih pada salah satu pembuluh darah, seperti kehilangan gambaran abu-abu-
putih, dan sulcus menjadi datar (effacement). Setelah itu, gambaran yang
timbul secara progresif menjadi gelap pada area yang terkena infark, dan area
ini akan menjalar ke ujung otak, yang melibatkan gray matter dan white
matter. Kemungkinan region yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan
menggunkan CT scan atau karena bagian dari otak (brainstem, cerebellum)
dengan menggunakan CT scan tidak menunjukkan bayangan yang jelas.
CT scan menunjukkan nilai positif pada stroke iskemik pada beberapa pasien
dengan serangan stroke sedang sampai dengan berat setelah 2 sampai dengan
7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda iskemik sulit didapatkan pada 3
11

sampai dengan 6 jam kejadian. Tanda-tanda infark pada computed


tomography yaitu grey matter mengalami isodense dengan white matter,
kehilangan basal ganglia dan hyperdense artery. Infark timbul apabila otak
tidak menerima suplai darah yang cukup maka otak akan mati. Infark dapat
berbentuk sangat kecil dan bulat. Infark lakunar biasa ditemukan pada bagian
intrakranial seperti (ganglia basalis, thalamus, kapsula interna dan batang
otak).
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Stroke dapat mengakibatkan penumpukan cairan pada sel jaringan otak
segera 30 menit setelah terjadi serangan. Dengan efek visualisasi (MRI
angiogram) dapat pula memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas.
Pemeriksaan MRI - Infark pada stroke akut dapat dijumpai :
Akut : Low signal (hypointense) pada area T1, high signal (hyperintense)
pada spin density dan/atau T2. Biasanya diikuti distribusi vascular. Massa
parenkim berubah.
Sub akut : Low signal pada T1 , high signal pada T2 . Diikuti distribusi
vascular. Revaskularisasi dan rusaknya blood-brain barrier.
Old : Low signal pada T1 , high signal pada T2, kehilangan jaringan dengan
infark yang luas.
Dengan menggunakan CT scan dan MRI dapat diketahui serangan stroke
disebabkan oleh iskemik atau perdarahan. Defisit neurologi bervariasi
berdasarkan pembuluh darah yang mengalami penyumbatan atau kerusakan otak
yang terjadi.
Pemeriksaan darah lengkap perlu untuk mencari kelainan pada cairan
darah sendiri.
12

2.7 PENATALAKSANAAN7,8
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.

1. Penatalaksanaan Umum

a. Airway and breathing


Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah
efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya
herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat
pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien
harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan
analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah
adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun
GERD.
b. Circulation
Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang
mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan
gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target
gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap
13

gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk


mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien

Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih


maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal
hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien
stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45
derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah

Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak.
Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat
berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti
hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim
(sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau
pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke
non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan
untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari
220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa
adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi
(tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus
ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV
selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan
14

atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg.
Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan
menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal
15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5
mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah
nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih
185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang
dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga
dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6
jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi
adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk
mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang
selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat
infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5
mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
15

Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam


karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.
g. Pengontrolan edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik
dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-
PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA
pada tahun 1996.9
16

Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke


Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal
100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah
onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara
keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan.
Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan
dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah
onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan
pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.
Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.9
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala
besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi
pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara
objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group
(MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu
satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan.9
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut.9
1) Warfarin
17

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.


Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10
mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama
ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang
terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir
di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit.
Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter
garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood
Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan
antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk
menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan
untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).

c. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)


1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari
50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)
18

memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol


225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat
terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen.
Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung
pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin
pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik,
muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara
lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah.
Hal ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-
eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat
intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak
dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada
tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen
merusak pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang
mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke
dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13
19

persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan


penggunaan tiklopidin.
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis
terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik.
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa
efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi
jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia
aplastik.

d. Terapi Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang


iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi
sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade
iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah
penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada
binatang percobaan maupun pada manusia.

e. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi


pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark
serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di
daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis
interna yang sedang hingga berat maka kombinasi Carotid
20

endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and


opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan
aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah
stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah
vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat
prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
2) Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen
pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan
dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk
terjadi restenosis lebih besar.

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau non neurologis.
Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan tekanan
intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang,
dan transformasi hemoragik. Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi
(contoh: pneumonia), gangguan jantung, gangguan keseimbangan elektrolit,
edema paru, hiperglikemia reaktif.6
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan biasanya
parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang berulang terjadi
pada 20-80% kasus. Penggunaan antikonvulsan sebagai profilaksis kejang pada
pasien stroke tidak terbukti bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama
dengan penanganan kejang pada umumnya. 6
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark selalu
disertai komponen perdarahan berupa petekie. Dengan menggunakan CT Scan 5%
dari kejadian infark dapat berkembang menjadi transformasi perdarahan. Lokasi,
ukuran dan etiologi stroke dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi ini.
Penggunaan antitrombotik, terutama antikoagulan dan trombolitik meningkatkan
21

kejadian transformasi perdarahan. Terapi pasien dengan infark berdarah


tergantung pada volume perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya.6

2.9 PROGNOSIS
Penanganan dini terhadap pasien stroke sangat mempengaruhi prognosis.
Penanganan yang cepat dan tepat dapat menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas. Pencegahan terhadap berbagai faktor resiko stroke harus tetap
dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke berulang. 2
BAB 3

STATUS PASIEN
3.1 Anamnesis
Identitas Pribadi
No. Rekam Medis : 02.47.67
Nama : AR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 46 tahun (lahir 1/06/1972)
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Gg. Adil Dusun V Sei Rotan
Status : Menikah
Pekerjaan : TNI AD
Tanggal Masuk : 23 November 2018

3.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


3.2.1. Keluhan
Keluhan Utama : Sulit bicara
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit dan memberat pada 3 jam SMRS.
Pasien mengaku ingin berbicara tapi sulit untuk
mengatakannya. Pasien merasa cara berbicaranya
berubah namun masih mengerti apa yang
dibicarakan orang lain. Gejala datang tiba-tiba di
pagi hari dan tidak didahului penurunan kesadaran
sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan lemah
pada tangan sebelah kanan. Hal ini dialami pasien
+ 2 hari yang lalu. Lemah diawali rasa kebas pada
tangan. Keluhan sakit kepala hebat, muntah
menyembur, dan kejang sebelumnya tidak
dijumpai. Pasien menyangkal adanya gangguan

22
23

penglihatan, gangguan penciuman ataupun telinga


berdenging. Riwayat demam tidak dijumpai.
Riwayat batuk, pilek tidak dijumpai. Riwayat
trauma sebelumnya tidak dijumpai. BAK dan BAB
dalam batas normal. Riwayat merokok dijumpai
pada pasien sejak usia remaja. Pasien mengaku
menghabiskan + 1 bungkus rokok per hari.
Riwayat hipertensi dijumpai sejak 5 tahun yang
lalu dan tidak rutin minum obat. Riwayat stroke
dijumpai pada adik kandung pasien.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi


Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas

3.2.2 AnamnesaTraktus
Traktus Sirkulatorius : Nyeri dada (-), hipertensi (-)
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai gangguan, sesak (-), batuk (-)
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan, BAB normal
Traktus Urogenitalis : Tidak dijumpai kelainan, BAK normal
Penyakit Terdahulu :DM (-), HT (-), Penyakit Jantung (-),
Hiperkolesterolemia (-), Stroke (-)
Intoksikasi dan Obat-obatan : Tidak jelas

3.2.3 Anamnesa Keluarga


Faktor Familier : Adik kandung pasien memiliki riwayat penyakit
stroke.
Lain-lain :-

3.2.4 Anamnesa Sosial


Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak diketahui
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SLTA
24

Pekerjaan : TNI AD
Perkawinan : Sudah Menikah

3.3 Pemeriksaan Jasmani


3.3.1 Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,7°C
Kulit : akral hangat, CRT <2”
Leher : dalam batas normal
Persendian : tidak dijumpai pembengkakan
3.3.2 Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : Normocephali, simetris, bulat
Pergerakan : Dalam batas normal, bebas
Kelainan Panca Indera : Tidak dijumpai kelainan
Rongga Mulut dan Gigi : Tidak dijumpai kelainan
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak dijumpai
Dan Lain-lain :-

3.3.3 Rongga Dada dan Abdomen


Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris Fusiformis Simetris
Palpasi : SF ka=ki, kesan normal Soepel, H/L tidak teraba
Perkusi : Sonor Timpani
Auskultasi : SP vesikuler, ST (-), SJ normal Peristaltik (+)
25

3.4 Pemeriksaan Neurologis


3.4.1 Sensorium : Compos mentis
3.4.2 Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi a. temporalis (+), a. carotis (+),
Perkusi : Cracked pot sign (-)
Auskultasi : Desah (-)
Transilumnasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.3. Perangsangan Meningeal


Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

3.4.4 Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah proyektil : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)

3.4.5 Saraf Otak/Nervus Kranialis


Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : + +
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Hiposmia : - -

Nervus II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Visus : tdp tdp
26

Lapangan Pandang
Normal : + +
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : + +
Fundus Okuli
• Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan

• Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan

• Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan

• Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan

• Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Gerakan Bola Mata : Normal Normal
Nistagmus : - -
Pupil
Lebar : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk : bulat bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya tidak Langsung: (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate : - -
Fenomena Doll’s Eye : tdp tdp
Strabismus : (-) (-)

Nervus V Kanan Kiri


Motorik
Membuka dan menutup mulut : dalam batas normal dalam batas normal
27

Palpasi otot masseter dan temporalis : dalam batas normal dalam batas normal
Kekuatan gigitan : dalam batas normal dalam batas normal
Sensorik
Kulit : dalam batas normal dalam batas normal
Selaput lendir : dalam batas normal dalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Refleks Masseter : tdp tdp
Refleks bersin : tdp tdp

Nervus VII Kanan Kiri


Motorik
Mimik : asimetris asimetris
Kerut Kening : (+) (+)
Menutup Mata : lemah (+)
Meniup Sekuatnya : (+) (+)
Memperlihatkan Gigi : terbatas terbatas
Tertawa : (+) (+)
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : tdp tdp
Produksi Kelenjar Ludah : normal normal
Hiperakusis : tdp tdp
Refleks Stapedial : tdp tdp

Nervus VIII Kanan Kiri


Auditorius
Pendengaran : (+) (+)
Test Rinne : tdp tdp
Test Weber : tdp tdp
Test Schwabach : tdp tdp
28

Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)

Nervus IX, X
Pallatum Molle : Medial
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (+)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : tdp
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : tdp
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : (+) (+)
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : (+) (+)

Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial

3.4.6 Sistem Motorik


Trofi : Eutrofi
Kekuatan Otot : ESD : 55554 ESS: 55555
EID : 55555 EIS : 55555
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring): Mampu - mampu - mampu
29

Gerakan Spontan Abnormal


Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetotis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan Lain-lain : (-)

3.4.7 Tes Sensibilitas


Eksteroseptif : nyeri (+), raba (+), suhu normal
Proprioseptif : dalam batas normal
Fungsi Kortikal untuk Sensibilitas
• Stereognosis : (+)

• Pengenalan Dua Titik : tidak dilakukan pemeriksaan

• Grafestesia : (+)

3.4.8 Refleks Kanan Kiri


Refleks Fisiologis
Biceps : (++) (++)
Triceps : (++) (++)
Radioperiost : (++) (++)
APR : (++) (++)
KPR : (++) (++)
Strumple : (++) (++)
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
30

Chaddock : (-) (-)


Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)

3.4.9 Koordinasi
Bicara : Sulit berbicara dengan jelas
Menulis : Sulit menulis
Percobaan Apraksia : Dalam batas normal
Mimik : Sudut bibir kiri tertarik
Test Telunjuk-Telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Telunjuk-Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diadokhokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Tumit-Lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.10 Vegetatif
Vasomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sudomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo-Erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.11 Vertebra
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
31

Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Dalam batas normal
Pinggang : Dalam batas normal

3.4.12 Tanda Perangsangan Radikuler


Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)

3.4.13 Gejala-GejalaSerebelar
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan Lain-lain : (-)

3.4.14 Gejala-Gejala Ekstrapiramidal


Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan Lain-lain : (-)

3.4.15 Fungsi Luhur


Kesadaran Kualitatif : Compos mentis
Ingatan Baru : Baik
Ingatan Lama : Baik
Orientasi
32

Diri : normal
Tempat : normal
Waktu : normal
Situasi : normal
Intelegensia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Daya Pertimbangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reaksi Emosi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Afasia
Ekspresif : (-)
Reseptif : (-)
Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia Jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
DisorientasiKanan-Kiri : (-)

3.5 Kesimpulan Pemeriksaan


Keluhan Utama : Sulit Berbicara
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit dan memberat pada 3 jam SMRS.
Pasien mengaku ingin berbicara tapi sulit untuk
mengatakannya. Pasien merasa cara berbicaranya
berubah namun masih mengerti apa yang
dibicarakan orang lain. Gejala datang tiba-tiba di
pagi hari dan tidak didahului penurunan kesadaran
sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan lemah
pada tangan sebelah kanan. Hal ini dialami pasien
+ 2 hari yang lalu. Lemah diawali rasa kebas pada
tangan. Keluhan sakit kepala hebat, muntah
menyembur, dan kejang sebelumnya tidak
33

dijumpai. Pasien menyangkal adanya gangguan


penglihatan, gangguan penciuman ataupun telinga
berdenging. Riwayat demam tidak dijumpai.
Riwayat batuk, pilek tidak dijumpai. Riwayat
trauma sebelumnya tidak dijumpai. BAK dan BAB
dalam batas normal. Riwayat merokok dijumpai
pada pasien sejak usia remaja. Pasien mengaku
menghabiskan + 1 bungkus rokok per hari.
Riwayat hipertensi dijumpai sejak 5 tahun yang
lalu dan tidak rutin minum obat. Riwayat stroke
dijumpai pada adik kandung pasien.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas

Status Presens
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperature : 36,7°C

STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal : (-)

Nervus Kranialis
N. I : normosmia
N. II,III : refleks cahaya +/+, pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : gerakan bola mata (+)
34

N. V : buka tutup mulut (+)


N. VII : sudut mulut asimetris
N. VIII : pendengaran normal
N. IX, X : pallatum molle simetris, uvula medial
N. XI : mengangkat bahu (+/+)
N. XII : Lidah dijulurkan medial

Refleks Fisiologis Kanan Kiri


B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : -/- -/-
Kekuatan Motorik : ESD : 55554 ESS: 55555
EID : 55555 EIS : 55555

3.6. Diagnosis
DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Hemiparese dekstra + Disartria
DIAGNOSIS ETIOLOGI : ischemic e.c thrombosis, hipertensi
DIAGNOSIS ANATOMIK : Intraserebri
DIAGNOSIS BANDING : 1. Infark serebri
2. Transient Iskemik Attack
3. Cerebral Venous Thrombosis
DIAGNOSA KERJA : Hemiparese dekstra + Disartria e.c Infark
Serebri
35

3.7. Penatalaksanaan
3.7.1. Penatalaksanaan Awal
1. IVFD Rsol 20 gtt/i

2. Valsartan 1x80 mg

3. Amlodipin 1x10mg

3.8. Rencana Pemeriksaan


1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Elektrolit

Hasil Lab Tanggal 23 November 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Hemoglobin 14,38 13 – 16 g/dL
Eritrosit 5.37 4.50 – 6.50 x 106/µL
Leukosit 9.530 5 – 10 x 103/µL
Hematokrit 42.5 40 – 48 %
Trombosit 328.300 150 – 400 x 103/µL
MCV 80.6 81 99 fL
MCH 27.3 27.0 – 31.0 pg
MCHC 33.8 31.0 – 37.0 g/dL
RDW 17.6 11.5 – 14.5 %
• Limfosit 30.14 15.20 – 43.30 %
• Monosit 8.70 5.50 – 13.70 %
• Neutrofil 57.61 43.50 – 73.50 %
• Eosinofil 3.15 0.80 – 8.10 %
• Basofil 0.40 0.20 – 1.50 %
Kimia Klinik
Asam urat 7.7 < 7 mg/dL
Glukosa Sewaktu 102 < 200 mg/dL
BAB 4

FOLLOW UP

Tanggal 24 November 2018 :


S Sulit berbicara (+) lemah pada tangan kanan (+)
O Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperature : 36,5°C

Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : Gerakan bola mata (+)
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut tidak simetris
N. VIII : Dalam batas normal
N. IX, X : Uvula medial (+)
N. XI : Mengangkat bahu (+/+)
N. XII : Lidah istirahat medial, lidah saat dijulurkan medial

STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal :-
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD : 54444 / 54444 ESS: 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555 EIS : 55555 / 55555

A Infark Serebri

36
37

P 1. Bed Rest
2. IVFD RSol 20gtt/i
3. Apfor 1 x 100mg
4. Valsartan 1 x 80mg (pagi)
5. Amlodipin 1 x 10mg (malam)
6. Allupurinol 1 x 300mg
7. Neurodex 1 x 1

R/ - Lipid profile
- Pantau hemodinamik

Tanggal 26 November 2018 :


S Sulit bicara (+) sudah mulai berkurang, lemah pada tangan kanan (+) sudah mulai
berkurang, sulit menggenggam (+)
O Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperature : 36,5°C

Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : Gerakan bola mata (+)
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut tidak simetris
N. VIII : Dalam batas normal
N. IX, X : Uvula medial (+)
N. XI : Mengangkat bahu (+/+)
N. XII : Lidah istirahat medial, lidah saat dijulurkan medial

STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal :-
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD : 55544 / 55544 ESS: 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555 EIS : 55555 / 55555
38

A Infark Serebri
P 1. Bed Rest
2. IVFD RSol 20gtt/i
3. Apfor 1 x 100mg
4. Valsartan 1 x 80mg (pagi)
5. Amlodipin 1 x 10mg (malam)
6. Allupurinol 1 x 300mg
7. Neurodex 1 x 1

LIPID PROFILE
- Cholestrol total : 169 mg/dL (<200 mg/dL)
- HDL Cholestrol : 38 mg/dL (>40 mg/dL)
- LDL Cholestrol : 100 mg/dL (<100 mg/dL)
- Trigliserida : 152 mg/dL (<150 mg/dL)

Tanggal 27 November 2018 :


S Sulit bicara (+) sudah mulai berkurang, sulit menggenggam (+)
O Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperature : 36,6°C

Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : Gerakan bola mata (+)
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut tidak simetris
N. VIII : Dalam batas normal
N. IX, X : Uvula medial (+)
N. XI : Mengangkat bahu (+/+)
N. XII : Lidah istirahat medial, lidah saat dijulurkan medial

STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
39

Rangsang Meningeal :-
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD : 55544 / 55544 ESS: 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555 EIS : 55555 / 55555

A Infark Serebri
P 1. Bed Rest
2. IVFD RSol 20gtt/i
3. Apfor 1 x 100mg
4. Valsartan 1 x 80mg (pagi)
5. Amlodipin 1 x 10mg (malam)
6. Allupurinol 1 x 300mg
7. Neurodex 1 x 1

R/ PBJ
BAB 5

DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Definisi:
Infark serebri adalah kematian neuron- Pasien laki-laki, Tn. A, 46
neuron, sel glia dan sistem pembuluh tahun datang ke IGD Rumah
Sakit Putri Hijau Kesdam I
darah yang disebabkan kekurangan
BB Medan dengan keluhan
oksigen dan nutrisi. Berdasarkan sulit bicara sejak 3 hari
penyebabnya Infark dapat dibagi SMRS. Pasien mengaku
menjadi 3, yaitu: ingin berbicara tapi sulit
untuk mengatakannya.
1. Infark anoksik, disebabkan Pasien merasa cara
kekurangan oksigen, walaupun berbicaranya berubah
aliran darahnya 
normal, namun masih mengerti apa
misalnya asphyxia 
 yang dibicarakan orang lain.
Gejala datang tiba-tiba di
pagi hari dan tidak didahului
2. Infark hipoglikemik, terjadi bila
penurunan kesadaran
kadar glukosa darah dibawah sebelumnya. Pasien juga
batas kritis 
untuk waktu yang mengeluhkan lemah pada
lama, misalnya koma tangan sebelah kanan. Hal
hipoglikemik 
 ini dialami pasien + 2 hari
yang lalu. Lemah diawali
3. Infark iskemik, terjadi gangguan rasa kebas pada tangan.
aliran darah yang menyebabkan Keluhan sakit kepala hebat,

berkurangnya aliran oksigen muntah menyembur, dan
kejang sebelumnya tidak
dan nutrisi

 dijumpai.
Manifestasi klinis:
1. TACI (Infark Sirkulasi Anterior Pada pasien gejala yang
Total) ditemukan antara lain:
• Hemiparesis dengan atau tanpa 1. Kesulitan berbicara
gangguan sensorik (kolateral sisi 2. Kelemahan lengan
lesi) kanan atas
• Hemianopia (kolateral sisi lesi)
• Gangguan fungsi luhur,
misalnya afasia, gangguan
visuospasial, hemineglect,
agnosia, apraxia.

2. PACI (Infark Sirkulasi Anterior


Parsial)

40
41

• Defisit motorik / sensorik +


hemianopia
• Defisit motorik / sensorik +
gejala fungsi luhur
• Gejala fungsi luhur +
hemianopia
• Defisit motorik / sensorik
murni
• Gangguan fungsi luhur saja

3. LACI ( Infark Cerebri Lacunar)


• Pure motor stroke/hemiparesis
• Lokasi: posterior limb kapsula
interna, basis pontis, corona
radiata
• Gejala: Hemiparesis/hemiplegia
yang mempengaruhi wajah,
lengan, tungkai
• Ataxic hemiparesis
• Lokasi: posterior limb kapsula
interna, basis pontis, corona
radiata, red nucleus, lentiform
nucleus
• Gejala: merupakan kombinasi
gejala cerebelar dan gejala
motoris
• Dysarthria/clumsy hand
Lokasi: basis pontis, anterior limb
kapsula interna, corona radiata, basal
ganglia, thalamus, cerebral peduncle
Gejala: gejala utama adalah disartria
dan kelemahan tangan, yang terlihat
jelas saat pasien menulis
• Pure sensory stroke
4. Lokasi: contralateral thalamus,
capsula interna, corona radiata,
midbrain
5. Gejala: mati rasa, kesemutan
dan sensasi tidak nyaman pada
salah satu sisi tubuh
• Mixed sensorimotor stroke
6. Lokasi: thalamus and adjacent
posterior internal capsule, lateral
pons
7. Gejala: kombinasi
42

hemiparesis/hemiplegia dengan
gangguan sensoris ipsilateral

4. POCI (Infark Sirkulasi


Posterior)
• Disfungsi saraf otak, satu atau
lebih sisi ipsilateral, dan
gangguan motorik, sensorik
kontralateral
• Gangguan motorik / sensorik
bilateral
• Gangguan gerakan konjungat
mata ( horisontal et vertical)
• Disfungsi serebral
• Isolated hemianopia atau buta
kortikal

Diagnostik:
1. Anamnesa 1. Anamnesa
Pasien biasanya menjelaskan Kesulitan bicara sejak 2
suatu rasa berat dan kekakuan hari SMRS, dan
pada otot. Kelemahan dimulai memberat dalam 2 ajm
dari paha dan betis, yang smrs. Kemudian
kemudian menyebar ke tangan keluhan dirasakan
dan leher. Predominan berupa lemah pada
kelemahan proksimal; otot-otot tangan kanan yang
distal mungkin bisa terlibat diawali dengan rasa
setelah latihan-latihan yang kebas.
melelahkan. Paralisis komplet
jarang dan masih ada sedikit sisa 2. Pemeriksaan fisik
gerakan. Keterlibatan otot napas • Kekuatan motorik
jarang. Kelemahan terjadi dijumpai menurun:
selama istirahat setelah suatu ESD: 55544/55544
latihan berat atau selama puasa. ESS: 55555/55555
2. Pemeriksaan fisik EID: 55555/55555
Paralisis yang terjadi pada EIS: 55555/55555
penyakit ini umumnya berlokasi • Refleks fisiologis :
di bahu dan panggul meliputi dalam batas normal
juga tangan dan kaki, bersifat • Refleks patologis: -
intermiten, serangan biasanya • Pemeriksaan fisik lain:
berakhir sebelum 24 jam, -sudut mulut asimetris
kekuatan motorik menurun, -disartria (+)
refleks fisiologi positif, refleks
patologis negatif, dan
pemeriksaan lain biasanya
dalam batas normal.
43

3. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap
- Elektrolit
- Foto Head CT-Scan

Tatalaksana
- IVFD Rsol 20 gtt/i
Target managemen pada infark akut - Valsartan 1x80 mg
adalah untuk menstabilkan pasien dan - Amlodipin 1x10mg
menyelesaikan evaluasi dan
pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan
laboratorium dalam jangka waktu 60
menit setelah pasien tiba.
Selanjutnya diberikan Penatalaksanaan
umum yaitu :
1. Pemantauan dan penanganan
Airway, Breathing, dan Circulation
2. Kontrol kadar gula darah
3. Kontrol Tekanan darah
4. Pemantauan dan penanganan
terjadinya kejang
Kemudian diberikan penanganan
khusus sesuai fase onset setelah
terjadinya maupun keadaaan
penyumbatan yang massif yaitu dengan
pemberian :
1. Terapi Trombolitik
2. Anti koagulan
3. Anti platelet
4. Neuroprotektif
5. Pertimbangan untuk dilakukan
pembedahan
BAB 6

KESIMPULAN

Pasien laki-laki, Tn. A, 46 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Putri Hijau
Kesdam I BB Medan dengan keluhan sulit bicara sejak 3 hari SMRS dan juga
kesulitan untuk menulis. Pasien didiagnosa dengan Infark Serebri. Pasien
memiliki factor resiko Hipertensi. Pasien kemudan diberikan tatalaksana IVFD
Rsol 20 gtt/i, Valsartan 1x80 mg, dan Amlodipin 1x10mg.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007.
Hal: 81-115.
2. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar
ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58
3. Norrving, B., 2014. Oxford textbook of stroke and cerebrovascular disease,
Oxford: Oxford University Press
4. Bamford JM (2000). "The role of the clinical examination in the
subclassification of stroke". Cerebrovasc. Dis. 10 Suppl 4: 2–4.
doi:10.1159/000047582
5. Raine T., Collins G., Hall C., Hjelde N., Dawson J., Sanders S., Eccles S.,
2018. Oxford handbook for the foundation programme, 5th edn, Oxford:
Oxford University Press
6. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jogjakarta: UGM
7. Guidline Stroke Tahun 2011 : PERDOSSI
8. Panduan Praktis Klinis 2016 : PERDOSSI
9. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67

45

Anda mungkin juga menyukai