LP 2
LP 2
PENDAHULUAN
Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus dan mata. Selain itu
pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat
mengakibatkan muntah.
2.1.2 ETIOLOGI
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu Lokal dan Sistemik
Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga,
(seperti karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada
gambar di halaman ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada
mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke
hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan infeksi atau
peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)
Sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung,
yang sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit
demam berdarah dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun
trombositipenic purpura.
Selain itu ada juga penyebab lainnya, diantaranya:
Trauma, Perdarahan hidung dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya
mengeluarkan ingus secara tiba-tiba dan kuat, mengorek hidung, dan trauma yang
hebat seperti terpukul, jatuh atau kecelakaan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
iritasi gas yang merangsang, benda asing di hidung dan trauma pada pembedahan.
Infeksi, Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis juga
dapat menyebabkan perdarahan hidung.
Neoplasma, Hemangioma dan karsinoma adalah yang paling sering
menimbulkan gejala epitaksis.
Kongenital, Penyakit turunan yang dapat menyebabkan epitaksis adalah
telengiaktasis hemoragik herediter.
Penyakit kardiovaskular, Hipertensi dan kelainan pada pembuluh darah di
hidung seperti arteriosklerosis, sirosis, sifilis dan penyakit gula dapat menyebabkan
terjadinya epitaksis karena pecahnya pembuluh darah.
1. Kelainan Darah
2. Trombositopenia, hemophilia, dan leukemia
3. Infeksi sistemik
4. Demam berdarah, Demam tifoid, influenza dan sakit morbili
5. Perubahan tekanan atmosfer
6. Caisson disease (pada penyelam)
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada
epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering
terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri
ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis
superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri
ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang
menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan
biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat
timbul iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat
menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus
cepat dilakukan.
WOC EPISTAKSIS
Pembuluh darah
EPISTAKSIS
Nyeri Pendarahan
Bersihan Jalan napas Tidak Efektif Cemas
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang
bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang
dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak
cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang
hidung.
Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a.
etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama
pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid
posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.
2.1.5 KOMPLIKASI
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat
terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan
infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan
kematian. Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu
cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah
timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika
disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat
melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan,
vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri
maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.
Komplikasi yang dapat timbul:
Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
Deformitas (kelainan bentuk) hidung
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
Kerusakan jaringan hidung infeksi
2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita,
sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi
hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal. Jika diperlukan pemeriksaan radiologik
hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat
diatasi.
2.1.7 PENATALAKSANAAN
a) Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses
pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi,
lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan
darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung
bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui
mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang
sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter
untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa
hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali
sehari. Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan
pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon
hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3
hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:
Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
Mencegah berulangnya epitaksis
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki
dulu keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
1) Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau
tampon jauh lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan
menunggu darah berhenti dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan
maka pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien
dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien. Sumber
perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari
bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi dengan
adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.
2) Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat
10% atau dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat
digunakan tampon anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline)
tampon ini dapat digunakan sampai 1-2 hari.
3) Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan
menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat
digunakan tampon Beelloqk.
2.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
3. Pola sensorik
7. Pemeriksaan fisik
2. Bersihan jalan
napas tidak
efektif
berhubungan
dengan obstruksi
NIC : airway management
jalan napas NOC
1. Pastikan kebutuhan
DS : dispneu Airway pantency oral/trakeal suctioning
2.2.4 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah disusun.
2.2.5 EVALUASI
Evaluasi didapatkan dari keberhasilan intervensi dan implementasi
yang telas disusun dan dilaksanakan selama dalam masa perawatan pada
pasien. Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya :
S : Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0-1 (0-
10).
O : Pasien terlihat tidak meringis kesakitan, tanda-tanda vital sign pasien
normal.
A : Masalah teratasi.
P : Pertahankan posisi pasien.
2.3 Laporan Pendahuluan Nyeri
2.3.1 Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Judith
M. Wilkinson 2002).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan
Inflamasi
Histamin Bradikinin
Prostatglandin
Di Ubah Impuls
Pusat nyeri Korteks otak
2.3.7 Komplikasi
Edema Pulmonal
Hipovolemik
Kejang
Hipertermi
Masalah Mobilisasi
Hipertensi
2.4 MANAJEMEN KEPERAWATAN
2.4.1 Pengkajian
b. Skala nyeri
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat nyeri hebat
2.4.3 Intervensi
a. Nyeri akut b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah
nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
a.adanya penurunan intensitas nyeri
b. ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
c.tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
- Kaji nyeri
Rasional : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor
pencetus,berat ringannya nyeri yang dirasakan.
- Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
Rasional : untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
- Berikan analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
- Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
b. Nyeri kronis b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri
berkurang dengan kriteria hasil :
a.tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
b.tidak ada posisi tubuh yang melindungi
c.tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
d.tidak kehilangan nafsu makan
e.frekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau
ringan
Intervensi :
-kaji KU,PQRST,TTV serta efek-efek penggunaan pengobatan jangka
panjang
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien, : mengetahui daerah
nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor pencetus,berat ringannya nyeri
yang dirasakan serta mengetahui efek penggunaan obat secara jangka panjang
-Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
Rasional : utk mengetahui tingkat nyeri pasien
-Ajarkan pola istirahat/tidur yang adekuat
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri secara adekuat
-kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
2.4.4 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah disusun.
2.4.5 EVALUASI
Evaluasi didapatkan dari keberhasilan intervensi dan implementasi
yang telas disusun dan dilaksanakan selama dalam masa perawatan pada
pasien. Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya :
S : Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0-1 (0-
10).
O : Pasien terlihat tidak meringis kesakitan, tanda-tanda vital sign pasien
normal.
A : Masalah teratasi.
P : Pertahankan posisi pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Tn. P mengatakan didalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit
menular atau keturunan seperti asma, dm, dan alergi
3.3 Genogram
3.3.1 Gambar Genogram keluarga Tn P
Keterangan :
= Laki-laki = Meninggal
3.4.5 Pernapasan(Breathing)
Bentuk dada klien tampak simetris, tidak ada batuk, tipe pernapasan pada
klien yaitu menggunakan dada dan perut. Irama pernapasan teratur, suara nafas
vesukuler dan tidak ada suara nafas tambahan. Tidak ada masalah keperawatan yang
muncul.
3.4.6 Kardiovaskular (Bleeding)
Tidak adanya nyeri dada, tidak ada kram kaki, tidak ada oedema, suara jantung
klien pun normal S1-S2 reguler dengan bunyi lup-dup, untuk CRT atau capillary
refill time pada pasien didapatkan hasilnya kurang dari 2 detik, conjungtiva merah
muda. tidak ada masalah keperawatan yang muncul.
tampak tulang belakang normal. Tidak ada masalah keperawatan yang muncul..
BB sekarang : 51 Kg = 51 /(164/100) ²
= 51/2.5
BB Sebelum sakit : 52 Kg
𝟓𝟏
=𝟐.𝟓
=19,0 (Normal)
Tinggi badan klien 164 cm, berat badan saat sakit 51 kg, berat badan sebelum
sakit 52 kg. Tidak ada diet khusus yang di berikan kepada klien. Klien tidak ada mual
dan tidak muntah dan tidak ada kesukaran menelan.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Kurang Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, lauk, sayur, buah Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 2000 cc/24 jam 2000 cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang,
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Tn. R. Tidak ada masalah keperawatan
nutrisi pada Tn. P.
3.5.4 Kognitif
Klien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya, terlihat dari klien terus
bertanya tentang penyakitnya sekarang dan klien hanya menyerahkan segala
tindakan medis yang dilakukan. Masalah keperawatan yang muncul yaitu kurang
pengetahuan.
3.5.5 Konsep Diri
Pada konsep diri klien yang terdiri dari gambaran diri, ideal, identitas, harga
diri dan peran diri didapatkan hasil, gambar diri : klien menyukai semua anggota
tubuhnya. Ideal diri : pasien ingin cepat sembuh. Identitas diri : klien adalah seorang
laki-laki . Harga diri : klien tidak malu dengan keadaannya saat ini dan bisa menerima
keadaannya. Peran : klien sebagai kepala keluaga. Tidak ada masalah keperawatan
yang muncul pada konsep diri.
No
Infus/Injeksi Dosis Indikasi Kontra Indikas
.
Mahasiswa,
DO: Cemas