Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui
lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena
kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Epistaksia adalah perdarahan hidung
yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum(kelainan sistemik).Epistaksis
bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun
berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri adalah
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (IASP,1999). Nyeri sebagai suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan
oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka (Engel,1970).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Laporan Pendahuluan Penyakit
1.2.2 Laporan Pendahuluan Nyeri
1.2.3 Asuhan Keperawatan

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Laporan Pendahuluan Penyakit
1.3.2 Laporan Pendahuluan Nyeri
1.3.3 Asuhan Keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Pendahuluan Penyakit


2.1.1 DEFINISI
Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan
adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.
Sering ditemukan sehari-hari, hampir sebagian besar dapat berhenti sendiri.
Harus diingat epitaksis bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari
suatu kelainan.
Ada dua tipe pendarahan pada hidung:

 Tipe anterior (bagian depan). Merupakan tipe yang biasa terjadi.


 Tipe posterior (bagian belakang).

Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus dan mata. Selain itu
pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat
mengakibatkan muntah.

2.1.2 ETIOLOGI
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu Lokal dan Sistemik
Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga,
(seperti karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada
gambar di halaman ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada
mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke
hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan infeksi atau
peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)
Sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung,
yang sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit
demam berdarah dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun
trombositipenic purpura.
Selain itu ada juga penyebab lainnya, diantaranya:
Trauma, Perdarahan hidung dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya
mengeluarkan ingus secara tiba-tiba dan kuat, mengorek hidung, dan trauma yang
hebat seperti terpukul, jatuh atau kecelakaan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
iritasi gas yang merangsang, benda asing di hidung dan trauma pada pembedahan.
Infeksi, Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis juga
dapat menyebabkan perdarahan hidung.
Neoplasma, Hemangioma dan karsinoma adalah yang paling sering
menimbulkan gejala epitaksis.
Kongenital, Penyakit turunan yang dapat menyebabkan epitaksis adalah
telengiaktasis hemoragik herediter.
Penyakit kardiovaskular, Hipertensi dan kelainan pada pembuluh darah di
hidung seperti arteriosklerosis, sirosis, sifilis dan penyakit gula dapat menyebabkan
terjadinya epitaksis karena pecahnya pembuluh darah.
1. Kelainan Darah
2. Trombositopenia, hemophilia, dan leukemia
3. Infeksi sistemik
4. Demam berdarah, Demam tifoid, influenza dan sakit morbili
5. Perubahan tekanan atmosfer
6. Caisson disease (pada penyelam)

2.1.3 PATOFISIOLOGI
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada
epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering
terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri
ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis
superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri
ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang
menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan
biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat
timbul iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat
menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus
cepat dilakukan.
WOC EPISTAKSIS

Infeksi Lokal Trauma Lokal, Tumor, Gaya Hidup Arbovirus


Aedes Infeksi Virus Dengue Permealilitas membran ↗

Nasal, Pembedahan, Perubahan

Inflamasi Tekanan Atmosfir/udara, Benda Asing


Agregasi Trombosit

Hipertermi Kerusakan Jaringan Mukosa Hidung


Kerusakan Endotel Pembuluh Trombositopeni

Darah terutama di hidung

Kerusakan Vaskular Ruptur Pembuluh darah Hidung

Pembuluh darah

EPISTAKSIS

Sistem Saraf Pusat Rejatan Hipovolemik dan Hipoksia


Darah di Hidung Psikososial

Nyeri Pendarahan
Bersihan Jalan napas Tidak Efektif Cemas
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang
bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang
dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak
cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang
hidung.
Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a.
etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama
pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid
posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.

2.1.5 KOMPLIKASI
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat
terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan
infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan
kematian. Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu
cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah
timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika
disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat
melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan,
vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri
maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.
Komplikasi yang dapat timbul:
Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
Deformitas (kelainan bentuk) hidung
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
Kerusakan jaringan hidung infeksi
2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita,
sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi
hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal. Jika diperlukan pemeriksaan radiologik
hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat
diatasi.

2.1.7 PENATALAKSANAAN
a) Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses
pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi,
lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan
darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung
bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui
mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang
sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter
untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa
hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali
sehari. Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan
pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon
hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3
hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:

 Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
 Mencegah berulangnya epitaksis

Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki
dulu keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
1) Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau
tampon jauh lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan
menunggu darah berhenti dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan
maka pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien
dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien. Sumber
perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari
bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi dengan
adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.
2) Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat
10% atau dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat
digunakan tampon anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline)
tampon ini dapat digunakan sampai 1-2 hari.
3) Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan
menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat
digunakan tampon Beelloqk.
2.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian

1. Biodata : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa,


pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya klien mengeluhkan sulit bernapas, keluar
darah dari hidung
4. Riwayat penyakit dahulu :

 Pasien pernah menderita penyakit akut dan pendarahan hidung


atau trauma
 Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
 Pernah menderita sakit gigi graham

5. Riwayat penyakit keluarga : adakah penyakit yang diderita oleh


keluarga yang mungkin berhubungan dengan penyakit klien sekarang
6. Riwayat psikososial
1. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih )
2. Interpersonal : berhubungan dengan orang lain

1. Pola nutrisi dan metabolisme

Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan


pada hidung

Pola istirahat dan tidur

Selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering


pilek
2. Pola persepsi dan konsep diri

Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan


konsep diri menurun

3. Pola sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena akibat pilek terus


menerus (baik purulent, serous atau mikoporulen)

7. Pemeriksaan fisik

1. Status kesehatan umum : keadaan umum, tanda-tanda vital dan


kesadaran.
2. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah
dan bengkak).
3. Data subyektif : mengeluh badan lemas
4. Data obyektif :
1. Gelisah
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Anemia
5. Tampak pendarahan mengucur dari hidung

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. PK Pendarahan b.d trauma minor atau mukosa hidung yang rapuh


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan napas
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun
pengeringan mukosa hidung
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Tujuan &Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. PK Perdarahan NOC : NIC :
b.d trauma
Pendarahan berhenti 3. Kaji sumber pendarahan
minor atau
mukosa hidung
Setelah dilakukan 4. Observasi TTV
yang rapuh
tindakan keperawatan
5. Antisipasi kekurangan HB
pendarahan dapat
DS : mengeluh badan
berhenti dengan kriteria
lemas 6. Hentikan pendarahan dan
hasil :
menghindari perluasan luka
DO : gelisah, penurunan
1. Luka sembuh atau
tekanan darah, 7. Keloala pemberian obat anti
kerin
peningkatan nadi, hemoragic
anemis, kadar Hb di
2. HB dalam rentang
bawah normal, tampak
normal
adanya pendarahan aktif
dari hidung.

2. Bersihan jalan
napas tidak
efektif
berhubungan
dengan obstruksi
NIC : airway management
jalan napas NOC
1. Pastikan kebutuhan
DS : dispneu Airway pantency oral/trakeal suctioning

DO:penurunan suara Setelah dilakukan 2. Berikan O2 sesuai indikasi


napas, orthopneu, tindakan keperawatan
3. Anjurkan pasien untuk
cyanosis, kelaianan pasien menunjukan
istirahat dan napas dalam
suara napas keefektifan jalan napas di
(rales,wheezing), batuk, buktikan :
4. Posisikan pasien untuk
tidak efektif atau tidak
memaksimalkan ventilasi
1. Menunjukan jalan
ada, produksi sputum,
napas yang paten
gelisah, perubahan 5. Keluarkan
(tidak merasa
frekuensi dan irama secret/mucus/darah dengan
tercekik, irama
napas batuk efektif atau suction
dan frek napas
dalam rentang 6. Auskultasi suara napas, catat
normal, tidak ada apabila ada suara napas
suara napas tambahan
abnormal).
7. Berikan bronkodilator bila
2. Saturasi O2 dalam
perlu
3. Cemas b.d batas normal
pendarahan yang
8. Monitor status hemodinamik
diderita.
9. Monitor respirasi dan status
DS :insomnia, kurang
O2
istirahat, berfokus pada
diri sendiri, takut, NIC :
gangguan tidur. NOC :
Penurunan kecemasan
DO : gemetar, Kontrol kecemasan
1. Gunakan pendekatan
peningkatan TD, RR
Setelah dilakukan yang menenangkan
dan nadi, bingung,
tindakan keperawatan 2. Nyatakan dengan jelas
bloking dalam
pembicaraan. kecemasan klien teratasi harapan terhadap
dengan kriteria hasil : prilaku pasien
3. Jelaskan semua
1. Klien mampu
prosedur dan apa yang
mengidentifikasi
dirasakan selama
dan
prosedur
mengungkapakan
4. Temani pasien untuk
gejala cemas.
memberikan keamanan
2. Menunjukan
dan mengurangi takut
tekhnik untuk
5. Berikan informasi yang
mengontrol
factual tentang
cemas.
diagnosis dan tindakan
3. TTV dalam
prognosis
rentang normal.
6. Libatkan keluarga
4. Postur tubuh,
untuk mendampingi
ekspresi wajah,
klien
bahasa tubuh dan
7. Intruksikan klien
aktifitas
mengunakan teknik
menunjukan
relaksasi
berkurangnya
8. Identifikasi tingkat
kecemasan.
kecemasan
9. Bantu pasien untuk
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan

10. Kelola pemberian obat anti


ansietas.

4. Nyeri akut b.d


infeksi saluran NOC :
napas atau
Pain control NIC :
pengeringan
mukosa.
Setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan
DS : laporan secara
1. Lakukan pengkajian
pasien tidak mengalami
verbal
nyeri secara
nyeri dengan kriteria
konprehensif termasuk
DO : posisi untuk hasil :
lokasi, karakteristik,
menahan nyeri, tingkah
1. Mampu mengontrol durasi, frekuensi,
laku berhati-hati,
nyeri kualitas dan factor
gangguan tidur, respon
prespitasi
autonom (perubahan
2. Melaporkan bahwa
2. Observasi reaksi
TTV), tingkah laku
nyeri berkurang
nonverbal dari
ekspresif (gelisah,
ketidaknyamanan
merintih, menangis 3. Mampu mengenali
3. Control lingkungan
,waspada ). nyeri
yang dapat
DO : posisi 4. Menyatakan rasa memperngaruhi nyeri
nyaman setelah nyeri 4. Kurangi factor
berkurang prespitasi nyeri
5. Kaji tipe dan sumber
5. TTV dalam rentang nyeri untuk
normal
menentukan intervensi
6. Berikan analgetik untuk
6. Tidak mengalami
mengurangi nyeri
gangguan tidur
7. Tingkatkan istirahat
8. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebabnyeri , berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
9. Monitor TTV sebelum
dan sesudah
pemberiananalgetik.

2.2.4 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah disusun.

2.2.5 EVALUASI
Evaluasi didapatkan dari keberhasilan intervensi dan implementasi
yang telas disusun dan dilaksanakan selama dalam masa perawatan pada
pasien. Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya :
S : Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0-1 (0-
10).
O : Pasien terlihat tidak meringis kesakitan, tanda-tanda vital sign pasien
normal.
A : Masalah teratasi.
P : Pertahankan posisi pasien.
2.3 Laporan Pendahuluan Nyeri
2.3.1 Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Judith
M. Wilkinson 2002).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan

2.3.2 Etiologi Nyeri


Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah
atau cidera
2. Iskemik jaringan,
3. Spasmus Otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau
tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya
terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika
otot teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap
dalam waktu yang lama.
4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tek anan
lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia
bioaktif lainnya.
5. Post operasi setelah dilakukan pembedahan

2.3.3 Patofisiologi dan pathway


Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan
di persiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain d ihantarkan ke
hypotalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive
pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (wahit
chayatin,N.mubarak,2007)
PATHWAY NYERI
Rangsangan Mekanik Rangsangan Termal/Pengatuh suhu
Rangsangan Kimia Cairan asam/ zat-
Tekanan,Tusukan SB = 45◦C – Nyeri. Karena zat kimia
Jarum,Irisan Pisau suhu jar. Akn M. kerusakan

Inflamasi

Pelepasan mediator kimia

Histamin Bradikinin
Prostatglandin

Merangsang Saraf Vasodilatasi Pembuluh darah


Rangsangan pada
sistem
saraf

Pe Permeabilitas Bxk darah mengalir ke T4 inflamasi Nyeri


(Dolor)
pembuluh darah
Kemerahan (Rubor) di area cedera
Disertai keluarnya sel
darah putih dan protein Panas (Kalor)
plasma
Bxk darah disalurkan ke T4 inflamasi
Penumpukan cairan ke di banding bagian yang normal
Ruang Intertisial

Udem disekitar area


cedera (Tumor)

Reseptor nyeri Dalam jaringan tubuh

Di Ubah Impuls
Pusat nyeri Korteks otak

Impuls kembali ke perifer dalam bentuk persepsi NYERI

2.3.4 Manifestasi Klinis


1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan meng hindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Nadi meningkat
8. Pernafasan meningkat
9. Depresi,frustasi

2.3.5 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Non farmakologi
a) Distraksi,mengalihkan perhatian klien terhadap sesuatu
Contoh : membaca,menonton tv , mendengarkan musik dan bermain
b) Stimulaisi kulit, beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
Kompres dingin
Counteriritan, seperti plester hangat.
Contralateral Stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan
dengan area yang nyeri.
2. Farmakologi
a) Nyeri ringan 1 (farmakologi 1)
Obat Dosis Jadwal
Aspirin 325-650 mg 4 jam sekali
Asetaminofet 325-650 mg 4-6 jam sekali
b) Nyeri ringan (farmakologi II)
 Ibuprofen 200 mg 4 - 6 jam
sekali
 Sodium awalan 440 mg selanjutnya 220 mg 8 - 12 Jam
sekali
 Ketoproten 12, 5 mg 4 - 6 jam
sekali
c) Nyeri Sedang ( farmakologi tingkat III)
 Asetaminofen 4 - 6 jam
sekali
 Ibuprofen 4 - 6 jam
sekali
 Sodium Naproksen 8 - 12 jam
sekali

d) Nyeri Sedang (farmakologi tingkat VI)


 Tramadol 50 - 100 mg 4 - 6 jam
sekali

e) Nyeri Berat (farmakologi tingkat VII)


Indikasi:
 Morfin bila terapi non narkotik tidak efektif. Dan ada riwayat terapi
narkotik untuk nyeri.

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak

2.3.7 Komplikasi

 Edema Pulmonal
 Hipovolemik
 Kejang
 Hipertermi
 Masalah Mobilisasi
 Hipertensi
2.4 MANAJEMEN KEPERAWATAN

2.4.1 Pengkajian

a. Pengkajian ( Nanda, 2005 )


I. Nyeri akut
i. Mengkaji perasaan klien
ii. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi
nyeri
iii. Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
II. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif.
Selain itu terdapat komponen yang harus di perhatikan dalam memulai
mngkaji respon nyeri yang di alami pasien :
i. Penentu ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika
pasien melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak
menemukan adanya cidera atau luka.
ii. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu:
a. P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah
kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
b. Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan
lain-lain.
c. R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan
lain-lain.
d. S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
e. T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.

iii. Respon fisiologis


a. Respon simpatik
- peningkatan frekuensi pernafasan
- dilatasi saluran bronkiolus
- peningkatan frekuensi denyut jantung
- dilatasi pupil
- penurunan mobilitas saluran cerna
b. Respon parasimpatik
- pucat
- ketegangan otot
- penuru nan denyut jantung
- mual dan muntah
- kelemahan dan kelelahan
iv. Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain
perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang sakit
mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis.
v. Respon afektif
Respon afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam
melakuk an pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri.

b. Pengkajian pola fungsi gordon


Pola kognitif dan perceptual
a. Nyeri (kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri

b. Skala nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat nyeri hebat

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut b.d cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
c. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyaman fisik
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
e. Defisit perawatan diri b.d gangguan mobilitas fisik
f. Ansietas b.d krisis situasional

2.4.3 Intervensi
a. Nyeri akut b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah
nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
a.adanya penurunan intensitas nyeri
b. ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
c.tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
- Kaji nyeri
Rasional : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor
pencetus,berat ringannya nyeri yang dirasakan.
- Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
Rasional : untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
- Berikan analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
- Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
b. Nyeri kronis b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri
berkurang dengan kriteria hasil :
a.tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
b.tidak ada posisi tubuh yang melindungi
c.tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
d.tidak kehilangan nafsu makan
e.frekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau
ringan
Intervensi :
-kaji KU,PQRST,TTV serta efek-efek penggunaan pengobatan jangka
panjang
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien, : mengetahui daerah
nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor pencetus,berat ringannya nyeri
yang dirasakan serta mengetahui efek penggunaan obat secara jangka panjang
-Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
Rasional : utk mengetahui tingkat nyeri pasien
-Ajarkan pola istirahat/tidur yang adekuat
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri secara adekuat
-kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

c. Intoleransi Aktifitas b.d kelelahan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah
dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
-Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
-Pasien tidak lemas
Intervensi :
-Kaji aktivitas dan mobilitas pasien
Rasional : untuk bisa mengetahui perkembangan dari pasien
-Bantu aktifitas pasien
Rasional : untuk memperlancar aktivitas pasien
-Berikan terapi sesuai program
Rasional : untuk memberikan pengobatan

d. Gangguan pola tidur b.d perubahan lingkungan(hospitalisasi)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan
tidur tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Kebutuhan tidur tercukupi
- Pasien tampak segar
- Tidak sering terbangun pada saat tidur
Intervensi :
- Kaji pola tidur pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan tidur pasien setiap hari
- Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang
- Batasi pengunjung
Rasional : agar pasien lebih nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak.

e. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan nafsu makan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan
nutrisi pasien tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Nafsu makan bertambah
- Pasien tampak lemas
Intervensi :
- Kaji nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
- Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya nutrisi tubuh
Rasional : membantu pasien dalam memperluas pengetahuan tentang nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui gizi yang seimbang
4. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan kondisi pasien
maka diharapakan :
a. pasien menunjukan wajah rileks
b.pasien dapat tidur atau beristirahat
c. pasien mengatakan skala nyerinya berkurang

2.4.4 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah disusun.

2.4.5 EVALUASI
Evaluasi didapatkan dari keberhasilan intervensi dan implementasi
yang telas disusun dan dilaksanakan selama dalam masa perawatan pada
pasien. Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya :
S : Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0-1 (0-
10).
O : Pasien terlihat tidak meringis kesakitan, tanda-tanda vital sign pasien
normal.
A : Masalah teratasi.
P : Pertahankan posisi pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Priska Natalia Darman


NIM : 2015.C.07a.0668
Ruang Praktek : Poli THT RS dr Dorris Sylvanus Palangka Raya
Tanggal Praktek : 18 Januari 2017
Tanggal & Jam Pengkajian : 19 Januari 2017 & 10.00 WIB

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn .P
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SLTA
Status Perkawinan : Sudah Kawin
Alamat : Jln Cempaka
Tgl MRS : 19 Januari 2017
Diagnosa Medis : Epistaksis

3.2 Riwayat Kesehatan / Perawatan


3.2.1 Keluhan Utama :
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan “nyeri seperti tertekan pada
hidung sebelah kanan dengan skala nyeri 5 (sedang) yang terjadi selama 10-15 menit”
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan pada tanggal 19 januari 2017 pukul 07.00 WIB, hidung
klien terbentur pintu rumah, terjadi perdarahan dan segera keluarga klien melakukan
tindakan tapon supaya perdarahan berhenti. Setelah perdarahan berhenti klien
merasakan nyeri, keluarga merasa khawatir, klien segera di bawa ke Poli THT dr.
Dorris Sylvanus.

3.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya :


Tn. P mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Dan ini
pertama kali pasien masuk RS. Dan tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :

Tn. P mengatakan didalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit
menular atau keturunan seperti asma, dm, dan alergi

3.3 Genogram
3.3.1 Gambar Genogram keluarga Tn P

Keterangan :

= Laki-laki = Meninggal

= Perempuan = Tinggal serumah


= Pasien

3.4 Pemeriksaan Fisik


3.4.1 Keadaan Umum
Klien tampak pucat, kesadaran comphos menthis, klien berbaring ditempat
tidur terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm ditangan sebelah kiri dan pasien tampak
gelisah.

3.4.2 Status mental :


Kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah pasien tampak meringis,
bentuk badan pasien ideal, cara berbaring dan bergerak pasien terlentang/bebas,
berbicara pasien lancar, suasana hati pasien tampak cemas, penampilan klien tampak
rapi. Fungsi kognitif klien tampak baik, klien menyadari perubahan waktu seperti
siang dan malam, klien dapat membedakan antara keluarga, perawat dan dokter dan
klien menyadari sedang dirawat di Rumah Sakit. Mekanisme pertahanan adaptif.
Tidak ada keluhan.

3.4.3 Tanda-tanda Vital


Saat dilakukan pengkajian tanda-tanda vital didapatkan hasil TTV Tn. P
sebagai berikut tekanan darah 110/70 mmHg, nadi yaitu 68x/ menit, pernapasan yaitu
20x/ menit baik dan dalam keadaan normal, suhu yang diukurdi axila menunjukkan
hasil 36,50C

3.4.5 Pernapasan(Breathing)
Bentuk dada klien tampak simetris, tidak ada batuk, tipe pernapasan pada
klien yaitu menggunakan dada dan perut. Irama pernapasan teratur, suara nafas
vesukuler dan tidak ada suara nafas tambahan. Tidak ada masalah keperawatan yang
muncul.
3.4.6 Kardiovaskular (Bleeding)
Tidak adanya nyeri dada, tidak ada kram kaki, tidak ada oedema, suara jantung
klien pun normal S1-S2 reguler dengan bunyi lup-dup, untuk CRT atau capillary
refill time pada pasien didapatkan hasilnya kurang dari 2 detik, conjungtiva merah
muda. tidak ada masalah keperawatan yang muncul.

3.4.7 Persyarafan (Brain)


Saat dilakukan pengkajian pada persyarafan di dapatkan data Tn. P sebagai
berikut, kesadaran pasien compos mentis, nilai GCS eye 4 membuka secara mata
spontan, verbal 5 dapat berorientasi dengan baik, motorik 6 mendengarkan perintah
dengan baik. Total nilai GCS 15 normal, pupil isokor, reflek cahaya kiri dan kanan
positif.

3.4.8 Uji Syaraf Kranial :


Nervus Kranial I (Olfaktori), klien dapat membedakan bau kopi dan teh.
Menunjukan bahwa penciuman klien normal, nervus kranial II(Optic), menunjukkan
klien dapat membaca dengan baik tanpa menggunakan kacamata, nervus kranial III
(Okulimotor), pupil klien dapat bereaksi dengan baik, nervus kranial IV(Troklear),
bola mata klien dapat bergerak ke atas dan ke bawah dengan normal, nervus kranial
V(Trigeminal), rahang klien dapat mengatup dengan baik, nervus Kranial
VI(Abdusen), kedua bola mata klien dapat bergerak ke kiri dan ke kanan, nervus
Kranial VII(Fasial), pasien dapat tersenyum dan mengerutkan dahi dan dapat
mengencangkan wajahnya, nervus Kranial VIII(Auditori), klien dapat mendengar saat
di ajak berbicara dan dapat merspon dengan baik, nervus kranial IX(Glosofaringeal),
klien dapat membedakan asin dan asam, nervus kranial X(Vagus), klien dapat
menunjukkan reflek muntah, nervus kranial XI(Aksesori), klien dapat menggerakkan
kepala dan bahu dengan baik, nervus kranial XII (Hipoglosal), lidah klien dapat
bergerak menyamping ke atas dan ke bawah.
3.4.9 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 1.200 ml sebanyak 1 kali dalam 24 jam, berwarna kuning,
berbau khas urine, dan tidak ada masalah saat urine dikeluarkan. Pada sistem ini klien
tidak memiliki keluhan sehingga tidak ada masalah keperawatan yang muncul.
3.4.10 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada system eliminasi alvi, pengkajian yang didapatkan yaitu: dari hasil
pemeriksaan mulut dan faring tampak bibir klien lembab, gigi lengkap dan tdak ada
karies gigi, tampak bersih, gusi tampak tidak ada peradangan, lidah tidak ada lesi dan
tampak bersih, mukosa tampak lembab, tonsil tampak normal tidak tampak adanya
pembesaran tonsil, tidak tampak hemoroid. Klien Buang Air Besar 2 x/hari, warna
kuning, konsistensi lembek, tidak ada masalah pada proses BAB. Pada pemeriksaan
fisik melalui pemeriksaan auskultasi pada abdomen didapatkan hasil bising usus 8
x/menit. Pada sistem ini klien tidak memiliki keluhan sehingga tidak ada masalah
keperawatan yang muncul.

3.4.11 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien bebas. tidak ada parese, hemiparase
lokasi pada dextra tangan kanan dan kaki kanan, tidak ada krepitasi, tidak terdapat
bengkak, tidak terdapat kekakuan. Ukuran otot simetris. Uji kekuatan otot pada
55
ekstermitas atas dan bawah menunjukan bahwa hasilnya Tidak ada peradangan,
55

tampak tulang belakang normal. Tidak ada masalah keperawatan yang muncul..

3.4.12 Kulit-kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik pada obat, makanan, dan kosmetik.
Suhu kulit terasa hangat, warna kulit tampak normal, turgor kulit baik, tekstur terasa
halus . Pada kulit klien tidak terdapat jaringan parut, macula, pustula, nodula,
vesikula, papula dan ulkus. Tekstur rambut klien halus. Bentuk kuku tampak simetris.
Tidak ada masalah keperawatan yang muncul.
3.4.13 Sistem Penginderaan
Sistem penginderaan meliputi mata, telinga dan hidung, hasil pemeriksaannya
adalah. Fungsi pengelihatan pasien baik. Bola mata bergerak normal. Hasil uji visus
tampak normal. Sklera tampak normal berwarna putih, kornea tampak bening,
konjungtiva tampak merah muda, klien tidak menggunakan alat bantu seperti
kacamata dan lainnya. Pendengaran berfungsi dengan baik. Hidung berbentuk
simetris. Tidak ada keluhan lainnya. Tidak ada masalah keperawatan.

3.4.14 Leher dan Kelenjar Limfe


Pada pemeriksaan daerah leher dan kelenjar limfe, tidak ditemukan adanya
massa, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe dan tiroid tidak teraba, dan mobilitas
leher pasien bergerak secara bebas.

3.4.15 Sistem Reproduksi


Tidak ada keluhan lainnya. Tidak ada masalah keperawatan.

3.5 Pola Fungsi kesehatan


3.5.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan “kesehatan itu sangat penting dan klien ingin cepat
sembuh, klien juga sudah mampu menerima keadaanya sekarang”.
3.5.2 Nutrisi Metabolisme
TB : 164 Cm Rumus IMT :BB sekarang/ (TB/100) ²

BB sekarang : 51 Kg = 51 /(164/100) ²

= 51/2.5
BB Sebelum sakit : 52 Kg
𝟓𝟏
=𝟐.𝟓

=19,0 (Normal)
Tinggi badan klien 164 cm, berat badan saat sakit 51 kg, berat badan sebelum
sakit 52 kg. Tidak ada diet khusus yang di berikan kepada klien. Klien tidak ada mual
dan tidak muntah dan tidak ada kesukaran menelan.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Kurang Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, lauk, sayur, buah Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 2000 cc/24 jam 2000 cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang,
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Tn. R. Tidak ada masalah keperawatan
nutrisi pada Tn. P.

3.5.3 Pola Istirahat dan Tidur


Klien mengatakan “ Sebelum sakit pasien dapat tidur pada malam hari 7-8
jam di rumah dan tidur siang hari 1-2 jam, sesudah sakit klien mengatakan tidur siang
1-2 jam, tapi pada malam hari dapat tidur 7-8 jam”. Tidak ada masalah keperawatan
pada pola istirahat dan tidur pada Tn.P

3.5.4 Kognitif
Klien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya, terlihat dari klien terus
bertanya tentang penyakitnya sekarang dan klien hanya menyerahkan segala
tindakan medis yang dilakukan. Masalah keperawatan yang muncul yaitu kurang
pengetahuan.
3.5.5 Konsep Diri
Pada konsep diri klien yang terdiri dari gambaran diri, ideal, identitas, harga
diri dan peran diri didapatkan hasil, gambar diri : klien menyukai semua anggota
tubuhnya. Ideal diri : pasien ingin cepat sembuh. Identitas diri : klien adalah seorang
laki-laki . Harga diri : klien tidak malu dengan keadaannya saat ini dan bisa menerima
keadaannya. Peran : klien sebagai kepala keluaga. Tidak ada masalah keperawatan
yang muncul pada konsep diri.

3.5.6 Aktivitas sehari-hari


Sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri, tetapi selama
sakit klien tidak mampu melakukan aktivitas yang berat. Tidak ada masalah
keperawatan.

3.5.7 Koping – Toleransi Terhadap Stress


Pada koping-toleransi terhadap stres, klien biasanya menceritakan kepada istri
jika ada masalah. Tn P. Dan keluarga memiliki koping yang baik dalam menghadapi
stress dan selalu berpikir positif pada setiap masalah dan menyelesaikan masalah dan
mengatasi stress untuk mencari sebuah solusi dan bagaimana cara mengatsi stress
dengan melakukan kegiataan yang positif dan melakukan kegiataan yang disukai Tn.
P Tidak ada masalah keperawatan.

3.5.8 Nilai - Pola – Keyakinan


Pada nilai-pola keyakinan didapatkan hasil pengkajian berupa klien beragama
Kristen. Klien juga tidak memiliki nilai-nilai yang bertentangan dengan tindakan
pengobatan dan perawatan. Pada pengkajian ini tidak ditemukan masalah
keperawatan.
3.6 Sosial - Spiritual
3.6.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik kepada istri, perawat dan dokter. Klien
mampu menjawab dengan baik dalam pertanyaan yang diajukan dan saat melakukan
pengkajian, Tn. P dapat melakukan komunikasi yang lancar dan mampu mengikuti
perintah.

3.6.2 Bahasa Sehari-hari


Pada saat pengkajian bahasa yang di gunakan Tn. P berkomunikasi sehari-hari
menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan lancar, Tn P berkomunikasi
menggunakan bahasa dayak/indonesia baik komunikasi dengan istri, perawat, dokter,
maupun di sekitar lingkungannya.

3.6.3 Hubungan dengan Keluarga


Klien juga memiliki hubungan dengan keluarga yang terjalin cukup baik dan
harmonis dibuktikan dengan isrti dan anak-anaknya yang selalu menjaga selama di
rumah sakit.Tidak ada masalah keperawatan.

3.6.4 Hubungan dengan teman/Petugas Kesehatan/Orang lain


Hubungan klien dengan keluarga tampak terjalin dengan baik dan dapat
berkomunikasi dengan baik juga kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Tn P
dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan baik dan tidak ada kendala
dalam berinteraksi dengan orang lain. Klien dapat bekerja sama dengan petugas
kesehatan dan pasien juga dapat mengikuti perintah.

3.6.5 Orang Berarti/Terdekat


Orang yang berarti dalam hidup klien yaitu istri, anak, orangtua, dan saudara-
saudaranya karena orang terdekat pasien itulah yang lebih mengerti dan peduli
terdahap Tn P bagaimanapun keadaan yang sedang di alami Tn P. Orang terdekat Tn
P selalu memberikan doa dan dukungan. Tidak ada masalah keperawatan.

3.6.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang


Saat sakit Tn P menggunakan waktu untuk istirahat di tempat tidur, sedangkan
sebelum sakit Tn P menggunakan waktu luang untuk membantu istri membersihkan
rumah, menonton TV, memasak dan mengurus kehidupan rumah tangga.
3.6.7 Kegiatan Beribadah
Saat sakit Tn P hanya dapat melakukan kegiatan beribadah seperti berdoa di
tempat tidur, sedangkan sebelum sakit Tn P kegiatan ibadahnya seperti ke Gereja
bersama istri.

3.7 Data Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 november 2015
3.7.1 Tabel Pemeriksaan Laboratorium
Pada tanggal 10 november 2015

No. Pemeriksaan Hasil Normal

1 Kolerterol total 210 mg/dl <200 mg/dl

2 Kolesterol HDL 57 mg/dl >40 mg/dl

3 Kolesterol LDL 132 mg/dl <180 mg/dl

Sumber: Hasil pemeriksaan laboratorium pasien di ruang H


3.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang didapatkan klien selama berada di RS yaitu :
3.8.1 Tabel Terapi Medis Tanggal 10 november 2015

No
Infus/Injeksi Dosis Indikasi Kontra Indikas
.

1 Inf. Nacl 0.9% 20 tpm Untuk mengembalikan Hipernatremia, asidosis,


keseimbangan hipokalemia
elektrolit pada
dehidrasi

Sumber: Indikasidankontraindikasidari ISO (InformasiSpesialiteObat)

Palangka Raya, 19 januari 2017

Mahasiswa,

Priska Natalia Darman


NIM : 2015.C.07a.0668
3.9 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil pengkajian maka dapat dilakukan
analisis data, yaitu.
3.9.1 Analisa Data
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Terbentur pintu rumah Nyeri

Pasien mengatakan ”nyeri”


Cidera Hidung
P : Nyeri
Terputusnya kontinuitas
Q : Seperti tertekan
jaringan
R : Bagian hidung sebelah kanan
Norrireseptor menerima
S : Sedang, skala nyeri 5
stimulus
T : 10-15 menit (timbul hilang).
Stimulus sampai ke
thalamus
DO:

- Klien tampak meringis


Respon nyeri terhadap
- Klien tampak memegang
stimulus
hidung yang sakit
- TTV
 TD : 110/70 mmHg
Nyeri
 N : 68x/mnt
 RR : 20x/mnt
 S : 36,50C
- Terpasang Infus Nacl
0,9% 20 tpm ditangan
sebelah kiri

DS: Kurangnya pengetahuan Cemas

Pasien mengatakan “susah tidur” Takut

DO: Cemas

- Klien tampak cemas


- Skala cemas : 8
- Klien tampak bingung
3.10 Prioritas Masalah
Berdasarkan analisis data di atas maka dapat diprioritaskan masalah
keperawatan adalah sebagai berikut.
1) Nyeri berhubungan dengan cidera hidung, klien mengatakan nyeri hidung
sebelah kanan, terpasang infus Nacl 0,9%, Tekanan darah : 110/70, pernafasan :
20x/mnt, nadi : 68x/mnt, Suhu : 36,50C
2) Cemas berhubungan Kurangnya pengetahuan klien mengatakan susah tidur,
klien tampak cemas.

Anda mungkin juga menyukai