PENDAHULUAN
buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business
1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana Sejarah Singkat Corporate Social Responsibility ?
1.2.2. Apa Pengertian Corporate Social Responsibility ?
1.2.3. Bagaimana Konsep Corporate Social Responsibility ?
1.2.4. Apa Dasar Pemahaman Corporate Social Responsibility Bagi
Perusahaan ?
1.2.5. Apa Manfaat Perusahaan Melakukan Corporate Social
Responsibility ?
1.2.6. Apa Arti Penting Corporate Social Responsibility ?
1.2.7. Bagaimana Argumentasi Pro dan Kontra Terhadap Corporate Social
Responsibility ?
1.2.8. Bagaimana Pendekatan Terhadap Penerapan Corporate Social
Responsibility: Voluntary Vs. Mandatory ?
1.2.9. Bagaimana Regulasi Corporate Social Responsibility di Indonesia ?
1.2.10. Bagaimana Pola Corporate Social Responsibility di Indonesia ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui dan memahami Sejarah Singkat Corporate Social
Responsibility.
1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami Pengertian Corporate Social
Responsibility.
1.3.3. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Corporate Social
Responsibility.
1.3.4. Untuk mengetahui dan memahami Dasar Pemahaman Corporate
Social Responsibility Bagi Perusahaan.
1.3.5. Untuk mengetahui dan memahami Manfaat Perusahaan Melakukan
Corporate Social Responsibility.
1.3.6. Untuk mengetahui dan memahami Arti Penting Corporate Social
Responsibility.
1.3.7. Untuk mengetahui dan memahami Argumentasi Pro dan Kontra
Terhadap Corporate Social Responsibility.
2
1.3.8. Untuk mengetahui dan memahami Pendekatan Terhadap Penerapan
Corporate Social Responsibility: Voluntary Vs. Mandatory.
1.3.9. Untuk mengetahui dan memahami Regulasi Corporate Social
Responsibility di Indonesia.
1.3.10. Untuk mengetahui dan memahami Pola Corporate Social
Responsibility di Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator.
Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan
lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo,
2004). Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan
masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya.
Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti
Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.
5
Terdapat dua jenis konsep CSR, yaitu dalam pengertian luas dan dalam
pengertian sempit. CSR dalam pengertian luas, berkaitan erat dengan tujuan
mencapai kegiatan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic activity).
Keberlanjutan kegiatan ekonomi bukan hanya terkait soal tanggungjawab sosial
tetapi juga menyangkut akuntabilitas (accountability) perusahaan terhadap
masyarakat dan bangsa serta dunia internasional. CSR dalam pengertian sempit
dapat dipahami dari beberapa peraturan dan pendapat ahli berikut:
1. Menurut (Widjaja & Yeremia, 2008) CSR merupakan bentuk
kerjasama antara perusahaan (tidak hanya Perseroan Terbatas) dengan
segala hal (stake-holders) yang secara langsung maupun tidak
langsung berinteraksi dengan perusahaan untuk tetap menjamin
keberadaan dan kelangsungan hidup usaha (sustainability) perusahaan
tersebut. Pengertian tersebut sama dengan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan, yaitu merupakan komitmen Perseroan untuk berperan
serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya (Widjaja & Yani, 2006). Menurut UUPT 2007 pengertian
CSR dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan tang-gungjawab sosial dan
lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan
sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
2. UUPM 2007, dalam penjelasannya pasal 15 huruf b disebutkan
tanggungjawab sosial perusahaan adalah tanggungjawab yang melekat
pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan
hubungan yang serasi,seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai,
norma, dan budaya masyarakat setempat. Tampak bahwa UUPT 2007
mencoba memisahkan antara tanggung jawab sosial dengan tanggung
jawab lingkungan, yang mengarah pada CSR sebagai sebuah
6
komitmen perusahaan terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan
dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan.
3. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-
5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil
dan Program Bina Lingkungan, konsep CSR dapat dipahami dalam
Pasal 2 bahwa menjadi ke-wajiban bagi BUMN baik Perum maupun
Persero untuk melaksanakannya.
4. World Business Council for Sustainable Development didefinisikan
sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi pada
pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan para
karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar serta public pada
umumnya guna meningkatkan kualitas hidup mereka.
5. Menurut (Kotler & Nance, 2005) mendefinisikannya sebagai
komitmen korporasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar melalui kebijakan praktik bisnis dan pemberian kontribusi
sumber daya korporasi.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa CSR merupakan social responsibility
dan perusahaan dalam hubungannya dengan pihak internal dan eksternal
perusahaan.
7
mendapat pengakuan publik dan akademisi sehingga Howard R Bowen
dinobatkan sebagai ”Bapak CSR”.
Akuntansi merespon perkembangan pertanggungjawaban sosial perusahaan
dengan melahirkan wacana baru tentang social responsibility accounting (SRA),
total impact accounting (TIA), dan sosio economic accounting (SEA). Latar
belakang pelakang perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial yaitu:
a. Decision Usefulness Studies
Teori ini memasukkan para pengguna laporan akuntansi yang lain selain
para investor ke dalam kriteria dasar pengguna laporan akuntansi sehingga suatu
pelaporan akuntansi dapat berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh
semua unsur pengguna laporan tersebut.
b. Economic Theory Studies
Studi ini berdasarkan pada economic agency theory. Teori tersebut
membedakan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan dan
menyiratkan bahwa pengelola perusahaan harus memberikan laporan
pertanggungjawaban atas segala sumber daya yang dimiliki dan dikelolanya
kepada pemilik perusahaan.
c. Sosial and Political Studies
Sektor ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, sosial, dan
kerangka institusional tempat ekonomi berada. Studi sosial dan politik mencakup
dua teori utama, yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.
Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial.
Teori tersebut menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari suatu komunitas. Pengungkapan sosial dan lingkungan dapat
secara khusus terdiri dari informasi yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan, aspirasi, dan image publik yang berkaitan dengan lingkungan,
penggunaan karyawan, isu konsumen, energi, kesamaan peluang, perdagangan
yang adil, tata kelola perusahaan dan sejenisnya. Pengungkapan sosial dan
lingkungan juga dapat terjadi melalui berbagai media seperti laporan tahunan,
iklan, kelompok terarah, dewan karyawan, buklet, pendidikan sekolah, dan
sebagainya.
8
Tema pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang dikemukakan
Hackston dan Markus. (1996) terdiri dari 7 tema yaitu: lingkungan, energi,
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan
umum. Ketujuh tema tersebut dijabarkan kedalam 78 item pengungkapan yang
telah disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan kondisi yang ada di
indonesia, yaitu sebagai berikut ini.
1. Lingkungan
Pengendalian polusi, pencegahan atau perbaikan kerusakan
lingkungan, konservasi sumber alam, menerima penghargaan yang
berkaitan dengan program lingkungan pengolahan limbah, mempelajari
dampak lingkungan.
2. Energi
Menggunakan energi lebih efesien, memanfaatkan barang bekas,
membahas upaya perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi,
pengungkapan peningkatan efisiensi energi produk, riset yang mengarah
pada peningkatan efisiensi energi produk, riset yang mengarah pada
peningkatan efisiensi, mengungkapkan kebijakan energi perusahaan.
2. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
Mengurangi polusi, iritasi atau resiko dalam lingkungan kerja,
mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau
mental, mengungkapkan statistik kecelakaan kerja, menaati peraturan
standar kesehatan dan keselamatan kerja, menetapkan suatu komite
keselamatan kerja.
3. Lain-lain tenaga kerja
Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu ditempat kerja,
mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja, mengungkapkan presentase
gaji untuk pensiun, mengungkapkan kebijakan penggajian dalam
perusahaan, mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam perusahaan,
mengungkapkan tingkat manajerial yang ada, mengungkapkan jumlah
staf, masa kerja dan kelompok usia.
9
4. Produk
Pengungkapan informasi pengembangan produk perusahaan,
pengungkapan informasi proyek riset, membuat produk lebih aman untuk
konsumen, melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk
perusahaan, pengungkapan peningkatan kebersihan/kesehatan dalam
pengolahan dan penyiapan produk, pengungkapan informasi atas
keselamatan produk perusahaan.
5. Keterlibatan masyarakat
Sumbangan tunai dan produk, pelayanan untuk mendukung
aktivitas masyarakat, pendidikan dan seni, tenaga kerja paruh waktu,
sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat, sebagai sponsor
untuk konferensi pendidikan, membiayai program beasiswa, membuka
fasilitas perusahaan untuk masyarakat.
Umum
Pengungkapan tujuan kebijakan perusahaan secara umum yang berkaitan
dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan
informasi yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan
selain yang telah disebutkan diatas.
10
Pemahaman CSR selanjutnya didasarkan oleh pemikiran bahwa bukan hanya
Pemerintah melalui penetapan kebijakan public (public policy), tetapi juga
perusahaan harus bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial. Bisnis
didorong untuk mengambil pendekatan pro aktif terhadap pembangunan
berkelanjutan. Konsep CSR juga dilandasi oleh argumentasi moral. Tidak ada satu
perusahaan pun yang hidup di dalam suatu ruang hampa dan hidup terisolasi.
Perusahaan hidup di dalam dan bersama suatu lingkungan. Perusahaan dapat
hidup dan dapat tumbuh berkat masyarakat dimana perusahaan itu hidup,
menyediakan berbagai infrastruktur umum bagi kehidupan perusahaan tersebut,
antara lain dalam bentuk jalan, transportasi, listrik, pemadaman kebakaran, hukum
dan penegakannya oleh para penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim).
Pola atau bentuk CSR juga berkembang dari yang bentuk charity principle
kepada stewardship principle (Anne, 2005). Berdasarkan charity principle,
kalangan masyarakat mampu memiliki kewajiban moral untuk memberikan
bantuan kepada kalangan kurang mampu. Jenis bantuan perusahaan ini sangat
diperlukan dan penting khususnya pada masa atau system Negara dimana tidak
terdapat system jaminan sosial, jaminan kesehatan bagi orang tua, dan tunjangan
bagi penganggur. Sedangkan dalam stewardship principle, korporasi diposisikan
sebagai public trust karena menguasai sumber daya besar dimana penggunaannya
akan berdampak secara fundamental bagi masyarakat. Oleh karenanya perusahaan
dikenakan tanggungjawab untuk menggunakan sumber daya tersebut dengan cara-
cara yang baik dan tidak hanya untuk kepentingan pemegang saham tetapi juga
untuk masyarakat secara umum
11
Sumber: (Anne, 2005)
Dengan demikian korporasi dewasa ini memiliki berbagai aspek
tanggungjawab. Korporasi harus dapat mengelola tanggungjawab ekonominya
kepada pemegang saham, memenuhi tanggungjawab hukum dengan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bertanggungjawab sosial
kepada para stakeholder (pemegang kepentingan).
12
peluang jika kita melakukan tanggung jawab sosial (termasuk manajemen
risiko hukum yang lebih baik) dan risiko jika tidak bertanggung jawab
secara sosial.
2. Meningkatkan praktek pengelolaan risiko dari organisasi.
3. Meningkatkan reputasi organisasi dan menumbuhkan kepercayaan publik
yang lebih besar.
4. Meningkatkan daya saing organisasi.
5. Meningkatkan hubungan organisasi dengan para stakeholder dan
kapasitasnya untuk inovasi, melalui paparan perspektif baru dan kontak
dengan para stakeholder.
6. Meningkatkan loyalitas dan semangat kerja karyawan, meningkatkan
keselamatan dan kesehatan baik karyawan laki-laki maupun perempuan
dan berdampak positif pada kemampuan organisasi untuk merekrut,
memotivasi dan mempertahankan karyawan.
7. Memperoleh penghematan terkait dengan peningkatan produktivitas dan
efisiensi sumber daya, konsumsi air dan energi yang lebih rendah,
mengurangi limbah, dan meningkatkan ketersediaan bahan baku.
8. Meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi melalui keterlibatan
politik yang bertanggung jawab, persaingan yang adil, dan tidak adanya
korupsi.
9. Mencegah atau mengurangi potensi konflik dengan konsumen tentang
produk atau jasa.
10. Memberikan kontribusi terhadap kelangsungan jangka panjang organisasi
dengan mempromosikan keberlanjutan sumber daya alam dan jasa
lingkungan.
11. Kontribusi kepada masyarakat dan untuk memperkuat masyarakat umum
dan lembaga.
13
2.6 Arti Pentingnya CSR
Berbagai macam faktor yang menjadi penyebab mengapa tanggung jawab
sosial menjadi begitu penting dalam lingkup organisasi, diantaranya adalah
(Sulistyaningtyas, 2006):
1. Adanya arus globalisasi, yang memberikan gambaran tentang hilangnya
garis pembatas diantara berbagai wilayah di dunia sehingga menhadirkan
universalitas. Dengan demikian menjadi sangat mungkin perusahaan
multinasional dapat berkembang dimana saja sebagai mata rantai
globalisasi;
2. Konsumen dan investor sebagai public primer organisasi profit
membutuhkan gambaran mengenai tanggung jawab organisasi terhadap
isu sosial dan lingkungannya;
3. Sebagai bagian dalam etika berorganisasi, maka dibutuhkan tanggung
jawab organisasi untuk dapat mengelola organisasi dengan baik (lebih
layak dikenal dengan good corporate governance);
4. Masyarakat pada beberapa negara menganggap bahwa organisasi sudah
memenuhi standard etika berorganisasi, ketika organisasi tersebut peduli
pada lingkungan dan masalah social;
5. Tanggung jawab sosial setidaknya dapat mereduksi krisis yang berpotensi
terjadi pada organisasi;
6. Tanggung jawab sosial dianggap dapat meningkatkan reputasi organisasi.
14
Program ini menjadi parameter kepedulian organisasi dengan
mengembangkan sayap sosial kepada publik. Kepedulian dan pengembangan
sayap ini bukan dalam kerangka membagi-bagi “harta” sehingga dapat
menyenangkan banyak pihak, tetapi lebih pada bagaimana memberdayakan
masyarakat, agar bersama-sama dengan organisasi dapat peduli terhadap ranah
sosial.
Dalam praktenya, perusahaan tidak hanya memfokuskan pada pemberian
bantuan secara financial. Sangat banyak data yang mencatat usaha perusahaan
yang berkontribusi dalam pembangunan fisik maupun sosial melalui program
CSR nya, berikut diantaranya (Rahmat, 2009):
15
Selain kepada anak-anak pekerja PT HM Sampoerna, beasiswa tersebut
juga diberikan kepada masyarakat umum. Selain itu,melalui program
bimbingan anak Sampoerna, perusahaan ini terlibat sebagai sponsor
kegiatan-kegiatan konservasi dan pendidikan lingkungan;
2.7. Argumentasi Pro Dan Kontra Terhadap CSR
Dalam menyikapi CSR, terdapat pendapat yang setuju dan juga yang
menolaknya. Argumentasi yang mendukung menyatakan bahwa CSR diperlukan
untuk hal-hal sebagai berikut (Anne, 2005):
1. Menyeimbangkan antara kekuatan korporasi dengan aspek
tanggungjawab;
2. Mengurangi adanya regulasi pemerintah (yang berlebihan);
3. Meningkatkan keuntungan jangka panjang;
4. Meningkatkan nilai dan reputasi korporasi;
5. Memperbaiki permasalahan sosial yang disebabkan oleh perusahaan.
Kemudian (Kotler & Nance, 2005) menambahkan dengan menekankan
pada aspek bisnis yaitu CSR dapat:
1. Meningkatkan penjualan dan pangsa pasar;
2. Memperkuat posisi merek dagang;
3. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan memelihara
karyawan;
4. Menurunkan biaya operasi;
5. Menarik minat investor dan para analis keuangan.
Sedangkan argumentasi yang menentang menyatakan bahwa pada
dasarnya CSR hanya (Anne, 2005):
1. Menurunkan efisiensi ekonomi dan keuntungan usaha;
2. Membuat biaya perusahaan lebih tinggi dibandingkan kompetitornya;
3. Menimbulkan biaya tersembunyi yang secara tidak langsung akan
dibebankan kepada stakeholder;
4. Mensyaratkan tambahan kemampuan sosial yang sebenarnya tidak
dimiliki oleh perusahaan; dan
16
5. Membebankan tanggungjawab kepada perusahaan yang seharusnya
dibebankan kepada individu
17
berkepentingan mengenai reputasi. Apabila yang digunakan pendekatan sukarela,
maka perusahaan-perusahaan semacam itu tentu tidak akan mengadopsi prinsip-
prinsip CSR ke dalam strategi bisnisnya, sedangkan mereka telah menguasai dan
mengeksploitasi sumber daya alam, yang seharusnya menjadi milik bersama
manusia untuk kepentingan mereka sendiri dalam bentuk keuntungan besar yang
diperoleh. Oleh karenanya pendekatan mandatory¸ yaitu adanya pengaturan oleh
perundang-undangan diperlukan terutama bagi suatu masyarakat, baik dari sisi
pelaku usaha dan konsumen yang masih memiliki tingkat kesadaran sosial dan
lingkungan yang rendah seperti Indonesia.
Argumentasi lain bahwa kalau yang digunakan pendekatan sukarela
(voluntary), maka peningkatan kepatuhan terhadap norma-norma kelestarian
lingkungan dan hak asasi manusia tidak akan maksimal apabila yang bekerja
adalah economic rationality (Kasahun, 2005). Bagi korporasi penerapan CSR
akan dilakukan sepanjang memberikan benefit kepada perusahaan. Salah satunya
adalah meningkatkan reputasi perusahaan.
18
perusahaan. Untuk itu, secara moral perusahaan sudah seharusnya ikut mengatasi
masalah sosial yang ada di masyarakat.
Regulasi yang terkait dengan CSR baik secara implisit maupun eksplisit
cukup banyak. Regulasi CSR secara implisit dapat dilihat dalam UU No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen; dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Regulasi yang secara eksplisit mengatur CSR di antaranya
adalah undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT)
tertanggal 16 Agustus 2007. Salah satu bab dan pasal penting yang perlu
dicermati adalah Bab V yang mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) yang memuat hanya satu pasal, yaitu Pasal 74 yang bunyi
lengkapnya adalah sebagai berikut.
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Aspek yang kurang menguntungkan dari CSR adalah perusahaan akan
menghadapi tuntutan kontribusi tanggung jawab sosial yang semakin besar.
Besarnya tuntutan tersebut bisa jadi jauh melampaui “sekedar” sumbangan uang
tunai atau barang. Para pemrotes dari kalangan stakeholders yang agresif akan
terus menyuarakan masalah ini, seperti karyawan, pemegang saham, dan beberapa
di antaranya juga pimpinan perusahaan. Mereka berjuang untuk menolak
19
pemberlakuan kewajiban CSR ini melalui Kadin. Akhirnya, Kadin “mewakili”
para pemrotes tersebut melakukan gugatan uji material pada Mahkamah
Konstitusi (MK) agar pemerintah mencabut UU No. 40 Tahun 2007, khususnya
pasal 74. Menanggapi hal ini, MK melalui putusannya tanggal 15 April 2009
menolak gugatan uji material--mengenai kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) bagi perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang dan/ atau
berkaitan dengan sumber daya alam--yang diajukan oleh Kadin. Putusan MK
bersifat final dan mengikat. Terkait dengan pemberlakuan UU No. 40 Tahun 2007
di atas dan sebagai pendorong agar perusahaan melakukan kewajiban TJSL atau
CSR, Pemerintah mengeluarkan regulasi berupa “instrumen pengurangan pajak”
bagi perusahaan yang menyelenggarakan TJSL atau CSR, yang berikutnya disebut
TJSL/CSR. Regulasi dimaksud berupa UU Pajak Penghasilan 36/2008 (UU PPh)
pasal 6 ayat (1) huruf a yang memberlakukan beberapa jenis sumbangan sosial
yang diakui sebagai biaya.
Regulasi lain yang secara eksplisit mengatur CSR adalah UU Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 dari UU tersebut menyatakan
bahwa setiap penanam modal di Indonesia wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (TSP) atau CSR, menghormati tradisi budaya masyarakat
sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal dan mematuhi semua ketentuan
peraturan perundang-undangan. Terkait dengan TSP atau CSR ini, Pemerintah
Provinsi Jawa Timur mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang selanjutnya disebut TSP.
Menurut Perda tersebut TSP adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap
perusahaan untuk menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai
dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat. Tujuan dikeluarkannya
Perda Nomor 4 tahun 2011 adalah untuk: 1) memberi kepastian dan perlindungan
hukum atas pelaksanaan program TSP di Jawa Timur; 2) memberi arahan kepada
semua perusahaan dan semua pemangku kepentingan di Jawa Timur dalam
menyiapkan diri memenuhi standar international. Standar internasional yang
dimaksud adalah ISO 26000 yang dirumuskan oleh International Organization
for Standardization (ISO) sejak bulan September 2004.
20
2.10 Pola CSR di Indonesia
Sebelum diterapkannya UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Pasal 74, penerapan CSR dipersepsi voluntary dan hanya “sekedar”
menampilkan sikap baik (do good, to look good). Padahal hakikat keberadaan
CSR tidak hanya bersifat sesaat, namun berkesinambungan dan untuk
kepentingan perusahaan dalam jangka panjang. Setelah diterapkan UU Nomor 40
tahun 2007, menyadarkan semua pihak (stakeholders) bahwa penyelenggaraan
CSR mencerminankan implementasi dari prinsip Good Coorporate Governance
(GCG) yang menerapkan prinsip keterbukaan, transparansi, akuntanbilitas,
kewajaran dan pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan. Adapun pola
penyelenggaraan CSR yang diterapkan oleh di perusahaan-perusahaan Indonesia
saat ini dibedakan menjadi 4 (empat) macam pola berikut (Susiloadi, 2008;
Siswoyo, et. al, 2010, Dharmawan, et. al, 2011).
1. Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial ke masyarakat tanpa perantara.
Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan bisa menugaskan salah satu
pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager
atau menjadi bagian tugas divisi human resources development atau
public relations.
2. CSR bisa dilakukan oleh yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan
atau groupnya. Perusahaan mendirikan yayasan atau organisasi sosial
sendiri di bawah perusahaan atau grupnya yang dibentuk secara terpisah
dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab
ke CEO atau dewan direksi. Model ini merupakan adopsi yang lazim
dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal,
dana rutin atau dana pribadi yang dapat digunakan untuk operasional
yayasan.
3. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui
kerjasama atau bermitra dengan pihak lain. Perusahaan
menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan instrasi pemerintah,
perguruan tinggi, LSM, atau lembaga konsultan baik dalam mengelola
21
dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosial. Contoh, perusahaan
yang telah melakukan pola ini adalah PT. Unilever, dan PT. Pertamina.
4. Beberapa perusahaan bergabung dalam konsorsium untuk bersama-sama
menjalankan CSR. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau
mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial
tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan
yang mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari
berbagai kalangan dan kemudian mengembangkan program yang
disepakati.
Dalam upaya menjamin agar pelaksanaan CSR dapat berjalan secara
berkesinambungan dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi, maka
dirasakan masih perlu adanya model CSR yang efektif untuk mencapai tujuan
yang diharapkan, adanya pengaturan SDM dan institusi yang terlibat untuk
melaksanakan CSR dengan benar, adanya peraturan dan kode etik yang jelas, dan
adanya dukungan sektor publik agar pelaksanaan CSR oleh perusahaan berjalan
dengan baik (Susiloadi 2008:129). Pelibatan peran perguruan tinggi dalam proses
sosialisasi, konsep dan implementasinya diperlukan mengingat perguruan tinggi
sebagai agen perubahan dalam masyarakat.
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Isu pelaksanaan CSR makin mendapat perhatian, khususnya di Indonesia
akibat munculnya berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh keteledoran
komunitas bisnis dalam menjaga tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan
dan komunitas sekitar. Kesuksesan implementasi CSR sangat ditentukan oleh
kesediaan dan kesadaran perusahaan bahwa permasalahan yang timbul dalam
masyarakat ada permasalahan dan tanggung jawab perusahaan juga. Hal ini
dikarenakan hanya perusahaan yang bertanggung jawab sosial-lah yang akan
memenangkan pertarungan memperebutkan SDM paling berkualitas dimasa yang
akan datang dengan memahami konsekuensi dari cara berbisnis yang bertanggung
jawab sosial terhadap cara mereka merekrut dan mempertahankan para pekerja.
Program CSR yang berkelanjutan diharapkan dapat memberikan alternatif
terobosan baru untuk memberdayakan masyarakat dalam mengatasi permasalahan
sosial dan lingkungan yang semakin kompleks dan rumit dalam dekade terakhir.
Adanya sinergi antara dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah untuk secara terus
menerus membangun dan menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera dan lingkungan yang berkualitas akan menentukan keberhasilan
pembangunan bangsa.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anne, L. T. (2005). Business and Society: Stake Holders, Ethics, Public Policy
(International, 11 ed.): Mc Graw Hill. Initiative, G. C. (2002).
Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan
dan Pemerataan. Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO.
Kasahun, Y. (2005). Putting Regulation Before Responsibility: The Limits of
Voluntary CSR. Univ Law School Public Law and Legal Theory Research
Paper Series.
Kotler, P., & Nance, L. (2005). Corporate Social Responsibility: Doing The Most
Good for Your Company and Your Cause: John Wiley & Sons Inc.
Komunikasi, Vol. 3 No. 1, 63-76.
Alexander GJ dan Buchloz RA. (1978) Corporate Social Responsibility And
Stock Market Performance, The Academy Of Management Journal 21
(3).
Ambadar, J. (2008) Corporate Social Responsibility dalam Praktik di
Indonesia. Edisi 1. Jakarta. Penerbit Elex Media Computindo.
Chih, Hsiang-Lin. (2007) Corporate Social Responsibility, Investor Protection,
and Earnings Management: Some International Evidence. Journal of
Business Ethics.
Castelo, B. dan Rodrigues. (2008) Factors Influencing Social Responsibility
Disclosure by Portuguese Companies, Journal of Business Ethics 83
(4).
Erica Yip, Chris, V. dan Steve C. (2011) Corporate Social Responsibility
Reporting and Earnings Management: The Role of Political Costs,
Business Horizons, Vol. 24.
24