SURAKARTA
Laporan Kasus
Disusun Oleh:
P1337430215036
TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata
kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) 2 atas mahasiswa Jurusan Radiodiagnostik dan
Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang yang bernama :
Nama : Yanuar Seso Adhe Widodo
NIM : P 1337430215036
Kelas : 2B
Dengan judul laporan “ TEKNIK PEMERIKSAN COLON IN LOOP DENGAN
INDIKASI FISTEL RECTOVAGINALIS DI INSTALASI RADIOLOGI RS PANTI
WALUYO SURAKARTA”.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “TEKNIK
PEMERIKSAN COLON IN LOOP DENGAN INDIKASI FISTEL RECTOVAGINALIS
DI INSTALASI RADIOLOGI RS PANTI WALUYO SURAKARTA”. Penulisan laporan
kasus tersebut bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan 2.
Dalam penulisan laporan kasus tersebut penulis menemui beberapa kendala, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Rini, S.Si, M.Kes selaku ketua jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi,
2. Ibu Siti Masrochah, S.ST, M.Si selaku ketua prodi D-IV Teknik Radiologi,
3. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis,
4. dr. Eka Fiestana, Sp.Rad selaku kepala Instalasi Radiologi RS Panti Waluyo Surakarta
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis,
5. DR. dr. JB Prasodjo, Sp.Rad(K) dan dr. Handry Tri H.,Sp.Rad. selaku dokter
Radiologi RS Panti Waluyo Surakarta
6. Bapak Safa Brurinda Karyana, S.ST selaku Clinical Instructure di Instalasi Radiologi
RS Panti Waluyo Surakarta yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu-ilmu
yang bermanfaat.
7. Mas Budi, Mbak Anisa, Mbak Monic, Mbak Ana, Mbak Rani dan Mbak Vivi yang
telah memberikan bimbingan praktik serta ilmu yang sangat berharga selama di
Instalasi Radiologi RS Panti Waluyo Surakarta,
8. Ibu Klumpuk dan Ibu Maryam yang telah memberikan bimbingan pelayanan dan
administrasi radiologi di Instalasi Radiologi RS Panti Waluyo Surakarta,
9. Teman sejawat Rahmatullah Edy yang telah menjadi sahabat bahkan saudara baru
selama penulis menimba ilmu praktik klinik di RS Panti Waluyo Surakarta.
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap laporan kasus
ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa dan dijadikan studi bersama.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Usus besar dimulai dari bagian Right Lower Quadrant. Usus besar
terdiri dari empat bagian besar, yaitu caecum, colon, rectum, dan anal
canal. Bagian akhir dari usus besar disebut dengan rectum. Anal canal
adalah bagian dari distal rectum yang akan berakhir di anus.(Bontrager,
2010)
4
1. Colon ascendence
Colon ascendence memanjang dari fleksura hepatica sampai ke
cecocolic junction. Dalam 90% subjek, colon ascendence terletakdi
retroperitoneal. Fungsi kolon ascendence adalah sebagai penyerap
air dan nutrisi yang belum sepenuhnya diserap oleh hati.
(Jayasekeran, 2013)
2. Colon transversum
Colon transversum terletak dibagian kanan abdomen kemudian
melintang ke bagian kiri abdomen. Colon transversum juga
melekat pada dinding abdomen. jaringan yang membuat colon
transversum melekat ke dinding abdomen disebut dengan
omentum. Colon transversum menuju ke bagianbawah limfa dan
berakhir pada colon desendence
3. Colon desendence
Colon desendence merupakan kelanjutan dari colon
transversum. colon desendence terletak di bagian kiri perut. colon
desendence berakhir pada colon desendence.
4. Colon sigmoid
Colon sigmoid merupakan bagian colon terakhir pada usus
besar. colon sigmoid letaknya di bagian sisi kiri bawah rongga
abdomen. juka dilihat, colon sigmoid akan membentuk huruf S dan
terhubung pada rectum dan colon descendence. Colon sigmoid
dilengkapi dengan lapisan otot yang kuat sehingga mampu
mendorong feses ke rectum.
c. Rectum
Rectum terletak pada rongga sacrococcygeal dan terhubung
dengan anal canal. Rectum mempunyai bagian tengah yang melebar
yang disebut dengan ampulla. Ampulla memiliki lipatan mukosa yang
disebut dengan “Valve of Huston”. Organ disekitar rectum yaitu vesica
urinary, prostat, vesika seminalis dan uretra pada laki-laki serta uterus,
serviks, dan vagina pada wanita. Anterior rectum adalah rectovesical
pouch pada laki-laki dan rectouterine pouch pada wanita. (Vinay and
Thomas, 2013)
5
d. Anal Canal
Anal canal adalah bagian terakhir dari usus besar. Anal canal
terletak diantara anus dan rectum.
2.1.2 Fisiologi
Fungsi dari tractus gastrointestinal sangat penting bagi kehidupan dan
kesehatan kita, fungsi yang tidak baik dari tractus gastrointestinal akan
berpotensi menjadi sumber penyakit dan bisa mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. Berikut ini adalah dua fungsi utama dari tractus
gastrointestinal.
a. Pencernaan
Tractus gastrointestinal bertanggung jawab atas pemecahan dan
penyerapan dari makanan danminuman yang dibutuhkan oleh tubuh.
banyak organ yang memilki tugas tertentu dalam sistem pencernaan.
Mulai dari memecah atau menghaluskan makanan secara mekanik
yang merupakan tugas dari gigi sampai memproduksi cairan empedu
yang merupakan tugas dari hati.
Produksi dari cairan empedu merupakan hal yang penting dari
pencernaan. Cairan empedu disimpan dalam kantung empedu saat
tidak ada proses pencernaan (puasa), dan akan di salurkan ke usus
halus saat ada proses pencernaan. Pancreatic juice atau getah pancreas
akan di ekskresikan ke tractus digestivus untuk memecah molekul
kompleks seperti protein dan lemak.
b. Absorbsi
Absorbsi terjadi di dalam usus halus, dimana nutrient secara
langsung akan disalurkan ke aliran darah. Setiap organ dalam sistem
digestivus berperan dalam proses absorbsi.(Boundless, 2016)
6
a. Penyebab
1. Cedera selama proses melahirkan
2. Penyakit Crohn atau penyakit peradangan usus lainnya
3. Pengobatan kanker atau radiasi di daerah pinggul
4. Operasi yang melibatkan vagina, perineum, rektum dan anus berikut
komplikasinya
5. Penyebab lainnya seperti infeksi anus atau rektum; diverkulitis; ulcerative
colitis; atau cedera vagina lain yang tidak disebabkan proses melahirkan
b. Gejala
1. Keluarnya gas, tinja atau nanah dari vagina
2. Segala sesuatu yang keluar dari vagina berbau tajam
3. Infeksi saluran kemih atau vagina kambuhan
4. Iritasi atau nyeri pada vulva, vagina serta area diantara vagina dan anus
(perineum)
5. Terasa nyeri ketika berhubungan seksual
c. Klasifikasi Fistula
Sejumlah faktor yang berhubungan dengan fistula rektovaginal dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan fistula termasuk ukuran, lokasi, dan
penyebab fistula. Faktor-faktor yang untukmengklasifikasikan fistula ke
fistula simple atau kompleks.
1. Simple rektovaginal fistula
Rendah atau pertengahan vagina septum<2,5 cm dengan diameter
2. Kompleks rektovaginal fistula
Tinggi rektovaginal septum> 2,5 cm dengan diameter
7
2.3.2 Tujuan
Tujuan pemeriksaan colon in loop adalah untuk mendapatkan
gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon (Bruce,2016)
2.3.3 Indikasi dan Kontra Indikasi
a. Indikasi
1. Tumor
2. Hemoroid interna
3. Ileus
4. Colitis
5. Divertikel
6. Polip
7. Volvulus
8. Enteritis
b. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari pemeriksaan colon in loop adalah jika
pasien terindikasi curiga perforasi dan curiga obstruksi. Pasien tidak
boleh diperiksa dengan menggunakan media kontras barium sulfat.
Sebagai alternative media kontras yang bersifat water-soluable bisa
digunakan dalam pemeriksaan. Juga perlu diperhatikan apakah pasien
melakukan pemeriksaan sigmoidoscopy atai colonoscopy
sebelum,pemeriksaan colon in loop.
b. Persiapan alat
Alat dan bahan yang haus disiapkan untuk pemeriksaan colon in
loop yaitu :
8
1. Pesawat sinar-x yang dilengkapi dengan fluoroscopy
2. Kaset danfilm sesuai kebutuhan
3. Marker
4. Standart irrigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan
rectal tube
5. Handscoon
6. Klem
7. Spuit
8. Tempat untuk mengaduk kontras
9. Kantung barium disposable
10. Media kontras BaSO4 = 12-25 %weight/volume untuk single
kontras dan 75-95% weight/volume untuk double kontras,
banyaknya menyesuaikan panjang pendeknya colon sekitar 600-
800 ml dengan perbandingan 1:8
11. Air hangat
12. Vaseline/ jelly
9
Gambar 2.4 Kanula Rectum
c. Persiapan pasien
Persiapan pasien yang perlu dilakukan sebelum pemeriksaan adalah:
a. 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
serat.
b. 18 jam sebelum pemeriksaan pasien minum tablet dulcolax
c. 4 jam sebelum pemeriksaan pasien diberi dulcolax capsul per anus
selanjutnya dilavement
d. Kemudian pasien puasa sampai dilakukan pemeriksaan
e. 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25-1
mg/oral untuk mengurangi pembentukan lender. 15 menit sebelum
pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan untuk mengurangi
peristaltic usus.
f. Kemudian dilakukan foto pendahuluan (plain foto)
2.3.5 Teknik pemasukan media kontras
a. Metode kontras tunggal
Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media
kontras. Kontras dimasukan melalui anus, kemudian mengisi
rectum, colon sidmoid, colon descendence, colon transversum,
colon ascendence, dan caecum.
10
b. Metode kontras ganda 1 tingkat
Colon diisi dengan BaSO4 sebagian kemudian diisikan udara
untuk mendorong BaSO4 agar melapisi colon.
c. Metode kontras ganda 2 tingkat
1. Tahap pengisian
Colon diisi dengan BaSO4 sampai kedua fleksura terisi atau
sampai pertengahan colon transversum.
2. Tahap pelapisan
Menunggu 1-2 menit agar barium melapisi bagian mucosa
colon
3. Tahap pengosongan
Pasien diminta untuk melakukan BAB
4. Tahap pengembangan
Dipompakan udara kedalam colon sebanyak 1800-2000 ml,
pengisisan udara tidak boleh berlebihan karena dapat
menimbulkan komplikasi. Contohnya brakikardi, wajah pucat,
reflux fagal, dan keringat dingin.
2.3.6 Teknik Pemeriksaan Radiografi
a. Foto Polos Abdomen
Tujuan pemotretan ini adalah untukmelihat persiapan dari
pasien, apakah usus sudah terbebas dari fecal dan udara. Untuk
medeteksi kelainan-kelainan anatomi dan menentukan factor
eksposi pada pengambilan radiograf selanjutnya.
1. Faktor Teknik
a) Menggunakan kaset ukuran 35 cm x 43 cm diatur
memanjang sesuai dengan tubuh.
b) Menggungakkan grid. Grid bergerak atau grid statis
2. Proteksi
Membuka lapangan penyinaran sesuai lebar objek yang
diperiksa
3. Posisi Pasien
a. Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan
b. Kedua lengan diletakkan diatas dada atau disamping tubuh
11
c. Dari kepala sampai kaki pasien berada dalam saru sumbu
lurus
4. Posisi Objek
a. Mengatur MSP pasien di pertengahan meja pemeriksaan
atau grid
b. Mengatur posisi tubuh dan kolimasi sehingga batasatas
berada pada proccecus xipodeus dan batas bawah berada
pada sympisis pubis.
12
5. Kriteria Radiograf
1) Menampakkan organ abdomen secara keseluruhan
2) Kedua crista illica simetris kanan dan kiri
13
Gambar 2.7 Proyeksi Antero Posterior
4) Central ray
Central ray diatur tegak lurus denganmeja pemeriksaan. Central
point diatur pada MSP setinggi garis yang menghubungkan kedua
crista iliaca. FFD diatur setinggi 100 sentimeter
5) Kriteria radiograf
a) Usus besar harus tampak dalam gambaran dan terisi degnan
kontras, termasuk fleksura lienalis danfleksura hepatica masuk
dalam gambaran
b) Ala ilium tampak simetris
c) Factor eksposi harus dapat menampakan usus besar yang terisi
dengan media kontras dan udara
14
c. Proyeksi Postero Anterior
1) Faktor teknik
a) Menggunakan kaset ukuran 35 cm x 43 cm
b) Menggunakan grid statis atau grid bergerak
c) Beda potensial tabung yang digunakan adalah 100-125 kV
untuk single contras dan 90-100 kV untuk double contras
2) Proteksi radiasi
Menggunakan gonad shielding jika memungkinkan. Dalam artian
jika gonad shielding tidak menutupi organ yang akan diperiksa.
Kemudian membuka lapangan kolimasi sesuai dengan lebar objek
yang diperiksa,
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan prone diatas meja pemeriksaan. Kemudian MSP
diatur agar tegak lurus dengan meja pemeriksaan. Pastikan tidak ada
rotasi pada tubuh pasien,
15
5) Kriteria radiograf
a) Usus besar harus tampak dalam gambaran dan terisi degnan
kontras, termasuk fleksura lienalis danfleksura hepatica masuk
dalam gambaran
b) Pada posisi PA, colon transversum terlihat jelas terisi dengan
kontras
c) Ala ilium tampak simetris
d) Factor eksposi harus dapat menampakan usus besar yang terisi
dengan media kontras dan udara
e) Tidak ada pergerakan dari pasien
16
Kemudian membuka lapangan kolimasi sesuai dengan lebar objek
yang diperiksa,
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan prone diatas meja pemeriksaan, kemudian tubuh
pasien dirotasikan sehingga MSP tubuh pasien membentuk sudut
35-45 derajat terhadap meja pemeriksaan. Kemudian atur tangan
kiri dan kaki kiri fleksi untuk fiksasi.
17
Gambar 2.12 Radiograf proyeksi PA Posisi RAO
e. Proyeksi PA Oblique posisi Left Anterior Oblique
1) Faktor teknik
a) Menggunakan kaset ukuran 35 cm x 43 cm
b) Menggunakan grid statis atau grid bergerak
c) Beda potensial tabung yang digunakan adalah 100-125 kV
untuk single contras dan 90-100 kV untuk double contras
2) Proteksi radiasi
Menggunakan gonad shielding jika memungkinkan. Dalam artian
jika gonad shielding tidak menutupi organ yang akan diperiksa.
Kemudian membuka lapangan kolimasi sesuai dengan lebar objek
yang diperiksa,
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan prone diatas meja pemeriksaan. Kemudian
pasien dirotasikan ke arah kiri sehingga MSP tubuh pasien
membentuk sudut 35-45 derajat dengan meja pemeriksaan.
Kemudian tangan kanan dan kaki kanan di fleksikan untuk fiksasi.
18
Gambar 2.13 Posisi LAO
4) Central ray
Central ray diatur tegak lurus dengan meja pemeriksaan. Central
point diatur pada MSP setinggi garis yang menghubungkan kedua
crista iliaca, kemudian ditarik garis kekanan sebesar 2,5 sentimeter.
FFD diatur setinggi 100 sentimeter
5) Kriteria radiograf
a) Fleksura lienalis harus terlihat tanpa superposisi dengan organ
yang lain,
b) Colon descendence tergambar dengan baik
c) Ala ilium kanan mengalami elongasi, dan ala ilium kiri
mengalami foreshortening
d) Vertebrae tampak parallel dengan tepi kanan dan kiri radiograf.
19
f. Proyeksi AP Oblique posisi Right & Left Posterior Oblique
1) Faktor teknik
a) Menggunakan kaset ukuran 35 cm x 43 cm
b) Menggunakan grid statis atau grid bergerak
c) Beda potensial tabung yang digunakan adalah 100-125 kV
untuk single contras dan 90-100 kV untuk double contras
2) Proteksi radiasi
Menggunakan gonad shielding jika memungkinkan. Dalam artian
jika gonad shielding tidak menutupi organ yang akan diperiksa.
Kemudian membuka lapangan kolimasi sesuai dengan lebar objek
yang diperiksa,
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan. Kemudian
pasien dirotasikan ke arah kiri atau kanan sehingga MSP tubuh
pasien membentuk sudut 35-45 derajat dengan meja pemeriksaan.
20
b) Colon ascendence, dan colon rectosigmoid tergambar dengan
baik
c) Rectal ampulla tergambar pada radiograf
d) Ala ilium kiri mengalami elongasi, dan ala ilium kanan
mengalami foreshortening
e) Vertebrae tampak parallel dengan tepi kanan dan kiri radiograf.
Right Posterior Oblique
a) Fleksura lienalis harus terlihat tanpa superposisi dengan organ
yang lain,
b) Colon descendence tergambar dengan baik
c) Ala ilium kanan mengalami elongasi, dan ala ilium kiri
mengalami foreshortening
d) Vertebrae tampak parallel dengan tepi kanan dan kiri radiograf.
21
g. Proyeksi lateral
1) Faktor teknik
a) Menggunakan kaset ukuran 24 cm x 30 cm
b) Menggunakan grid statis atau grid bergerak
c) Beda potensial tabung yang digunakan adalah 100-125 kV
2) Proteksi radiasi
Menggunakan gonad shielding jika memungkinkan. Dalam artian
jika gonad shielding tidak menutupi organ yang akan diperiksa.
Kemudian membuka lapangan kolimasi sesuai dengan lebar objek
yang diperiksa,
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan recumbent diatas meja pemeriksaan. Mengatur
agar MCP tubuh pasien tergaklurus dengan meja pemeriskaan.
Mengatur kedua kaki agar fleksi, kemudian mengatur tangan
didepan kepala pasien, memastikan tidak ada rotasi pada pasien,
dengan kedua shoulder superposisi dan kedua hip joint superposisi.
22
5) Kriteria radiograf
a) Media kontras tergambar mengisi rectosogmoid
b) Tidak ada rotasi pada pasien
c) Factor eksposi bidamenampakan media kontrasyang mengisi
rectumdan colon sigmoid
23
tangan pasien di depan kepala pasien dan kaki pasien diposisikan
fleksi.
4) Central ray
Central ray diatur horizontal tegak lurus terhadap kaset. Central
point diatur pada MSP setinggi garis yang menghubungkan kedua
crista iliaca. FFD diatur setinggi 100 sentimeter
5) Kriteria radiograf
Right Lateral Decubitus
a) Fleksura lirnalis dan colon desendence terlihat jelas pada
radiograf
24
b) Factor eksposi dapat menampakan usus besar yang terisi dengan
media kontras dan udara.
Left Lateral Decubitus
a) Fleksura hepatica, colon ascendence dan caecum terlihat jelas
pada radiograf
b) Factor eksposi dapat menampakan usus besar yang terisi dengan
media kontras dan udara.
25
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan prone diatas meja pemeriksaan. Kemudian
mengatur MSP pasien agar tegak lurus dengan meja pemeriksaan.
kemudian mengatur kedua tangan disamkping tubuh pasien,.
26
Gambar 2.23 Radiograf PA Axial
27
Gambar 2.24 AP Axial CR 30-40 cephalad
4) Central ray
Central ray diatur menyudut 30-40 derajat cephalad. Central point
diatur pada MSP setinggi 5 cm dibawah garis yang menghubungkan
kedua SIAS,. FFD diatur setinggi 100 sentimeter
5) Kriteria radiograf
a) Tampak gambaran rectosigmoid yang mengalami elongasi dan
terbebas dari superposisi terhadap sigmoud loops
b) Factor eksposi dapat menampakan outline dari rectosigmoid
28
BAB III
29
rawat jalan. Setelah tidak ada reaksi BAB, pasien datang ke radiologi untuk
dilakukan pemeriksaan.
30
Posisi Obyek : MSP berada pada pertengahan meja. Kedua
tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Batas
atas kaset pada processus xyphoideus dan batas bawah kaset pada
simpisis pubis.
Titik bidik : Pada MSP (mid sagital plane) tubuh setinggi krista
iliaka
31
Posisi Obyek : MSP berada pada pertengahan meja. Kedua
tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Batas
atas kaset pada processus xyphoideus dan batas bawah kaset pada
simpisis pubis.
Arah sinar : Vertikal tegak lurus
Titik bidik : Pada MSP (mid sagital plane) tubuh setinggi
krista iliaka
Faktor eksposi : 80 kV 200 mA 0.8 s
Eksposi : Ekspirasi tahan nafas
32
Posisi Obyek : Tubuh dirotasikan ke kiri 30˚ - 40˚ dari meja
pemeriksaan, tangan kiri untuk tumpuan kepala, tangan kanan
menyilang diatas dada dan berpegangan pada pinggiran meja
pemeriksaan, kaki kiri lurus ke bawah dan kaki kanan ditekuk
serta pantat ditarik sedikit ke atas.
5. Post Evakuasi
Pada dasarnya proyeksi foto post evakuasi sama dengan foto polos
abdomen, namun foto post evakuasi dilakukan setelah media kontras
dievakuasi. Tujuannya untuk mengetahui kontraksi kolon secara
keseluruhan. Pengambilan foto di lakukan dengan proyeksi Antero
Posterior ( AP ) :
Titik bidik :Pada MSP (mid sagital plane) tubuh setinggi krista
iliaka
33
3.3 Hasil Radiograf
34
Post Evakuasi
Lateral
35
3.4 Evaluasi Hasil Radiograf
Adapun hasil bacaan Dokter Radiolog sebagai berikut ( Lampiran 4 ) :
Foto Polos : Tak tampak dilatasi dan distensi usus
Colon In Loop :
Kontras dimasukan lewat anus melalui kateter. Tampak kontras mengisi rectumm
, colon sigmoid, sampai colon descendens.
Pasase kontras lancar
Full Barium :
Kaliber , dinding dan haustrasi colon normal
Tak tampak filling defect,indentasi dan additional shadow
Tak tampak ekstravasasi kontras
Tak tampak track kontras diluar colon kearah anterior – posterior
Kesan :
Tak tampak ekstravasasi kontras
Tak tampak track kontras diluar colon kearah anterior – posterior
3.5 Pembahasan
Dari pengamatan penulis pemeriksaan colon in loop di RS Panti Waluyo
Surakarta terdapat perbedaan dengan prinsip dasar dari pemeriksaan colon in
loop.
Menurut Bruce (2016) pemeriksaan colon in loop harus menggunakan pesawat
sinar x yang dilengkapi dengan fluoroskopi karena dapat melihat pergerakan dari
kolon. Namun di RS Panti Waluyo Surakarta hanya menggunakan pesawat sinar -
x saja dengan tujuan meminimlisir dosis radiasi yang diterima pasien maupun
pekerja. Hasil radiograf sudah cukup untuk menegakkan diagnosa.
Proyeksi yang digunakan selama pemeriksaan juga berbeda. Menurut John
(2018) proyeksi rutin untuk pemeriksaan colon in loop antara lain ; AP atau PA ,
RAO , LAO , RPO , RAO , Lateral Rectum, R dan L Lateral Decubitus, dan PA
Post Evakuasi. Adapaun proyeksi spesial yaitu ; AP atau LPO Axial dan PA
Atau RAO Axial. Di RS Panti Waluyo Surakarta pemeriksaan colon in loop
dengan indikasi Fistel Rectovaginalis hanya mengguakan proyeksi AP , Lateral,
RPO dan LPO, AP Post Evakuasi.
Pemasukan media kontras juga berbeda dengan dasar teori,kontras dimasukan
hanya menggunakan kateter dan spuit tanpa menggunakan irigator untuk
mencegah kontras refluks. Dengan menggunakan spuit pemasukan media kontras
36
dapat di kontrol. Pemeriksaan berjalan dengan lancar namun terdapat beberapa
pengulangan foto dikarenakan gambaran yang di ahsilkan kurang jelas.
Menurut radiolog pemeriksaan colon in loop pada pasien dengan indikasi
Fistel Rectovaginalis belum dapat menegakkan diagnosa. Karena letak fistel
yang terdapat di dalam anus. Kemungkinan kontras masuk pada saluran yang
kecil sangat kecil. Sehingga sulit untuk menegakkan diagnosa. Jika memang fistel
tersebut harus kelihatan radiolog menyarakan untuk melakukan pemeriksaan
MRI.
37
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1 Teknik pemeriksaan colon in loop di RS Panti Waluyo Surakarta hanya
menggunakan pesawat sinar - x saja dengan tujuan meminimlisir dosis
radiasi yang diterima pasien maupun pekerja. Hasil radiograf juga sudah
cukup untuk menegakkan diagnosa. Pemasukan media kontras tidak
menggunakan irigator namun hanya menggunakan spuit agar pemasukan
kontras dapat di kontrol. Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan
colon in loop dengan indikasi Fistel Rectovaginalis yaitu AP. Lateral,
RPO dan LPO, AP Post Evakuasi
4.1.2 Teknik pemeriksaan colon in loop dengan indikasi Fistel Rectovaginalis
belum dapat menegakkan diagnosa. Karena letak fistel yang terdapat di
dalam anus. Kemungkinan kontras masuk pada saluran yang kecil sangat
kecil. Sehingga sulit untuk menegakkan diagnosa.
4.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan pada laporan kasus ini yaitu untuk
mahasiswa praktik agar dapat memahami dengan seksama teknik pemeriksaan
colon in loop dengan indikasi Fistel Rectovaginalis untuk bekal saat penanganan
pasien kedepannya.
Sebaiknya dalam pemeriksaan colon in loop menggunakan pesawat sinar x
yang di lengkapi dengan flouroscopy agar gambaran radiograf yang di hasilkan
lebih informatif sehingga mudah untuk menegakkan diagnosa.
38
DAFTAR REFERENSI
Bruce W. Long. 2016. Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning and Procedure. Volume
2. Edisi 13. Elsevier. USA
John P. Lampignano. 2018. Radiographic Positioning and Related Anatomy. Edisi 8. Mosby.
USA
Bontrager, Kenneth L dan John P Lampignano. 2010. Radiographic Positioning and Related
Anatomy. Mosby.USA
Marieb, Elaine N. and Hoehn, Katja. 2007. Human Anatomy and Physiology 7th Edition.
Benjamin Cummings.
Miller-Keane Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Health, 7th
edition. @2003 by Saunders, an imprint of Elsevier.
Taylor, Tim. Anatomy and Physiology Instructor. Innerbody.com. Howtomedia inc. diakses
pada 19 juli 2017. 19:19.
Kapoor, Vinay Kumar. Gest, Thomas R, ed. Large Intestine Anatomy. Medscape. WebMD
LLC. Diakses pada 20 juli 2017. 20:05
Wagener, Slike et al. 2013. Hirschsprung Disease Information for Parents. Oxford Redcliff
Hospital NHS Trust.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
40
Lampiran 3
Lampiran 4
41
42