Anda di halaman 1dari 9

Askep Edema Paru

Askep Edema Paru

BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Edema paru didefinisikan sebagai terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis didalam paru.
Kelainan ini dapat disebabkan oleh dua keadaan yaitu tekanan hidrostatik atau peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Pemahaman mengenai mekanisme ini membutuhkan tinjauan kembali
mengenai pembentukan dan reabsorpsi cairan paru serta struktur ultra paru.(Soeparman.1990)

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan edema paru atau ALO ?
2. Bagaimana etiologi dari edema paru atau ALO ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari edema paru atau ALO?
4. Bagaimana patofisiologis terjadinya edema paru atau ALO?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari edema paru atau ALO?
6. Apakah ada komplikasi pada edema paru atau ALO ?
7. Bagaimana dengan asuhan keperawatan pada edema paru atau ALO?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan adanya makalah edema paru atau ALO ini, yaitu :
1. Sebagai bahan pengetahuan tentang pengertian edema paru atau ALO.
2. Untuk memgetahui Etiologi dari edema paru atau ALO.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis terjadinya edema paru atau ALO.
4. Untuk mengetahui jalannya patologis dari edema paru atau ALO.
5. Untuk dapat mengerti bagaimana penatalaksanaan dari edema paru atau ALO.
6. Untuk dapat mengetahui bentuk komplikasi dari edema paru atau ALO.
7. Untuk dapat mengerti bagaimana bentuk asuhan keperawatan pada edema paru atau ALO.

BAB 2
PEMBAHASAN
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU

2.1 Definisi
a) Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru-paru baik dalam spasium
interstitial atau dalam alveoli. (Diane C. Baughman,Joann C Hackley.2000)
b) Edema paru merupakan penyebab utama timbulnya gagal pernafasan. Edema pulmo awalnya
akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru-paru dan jantung. (Charlene J Reeves, dkk.
2001)
c) Edema Paru merupakan suatu keaadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam
paru.(Muttaqin, Arif,2008)
Akumulasi cairan yang luas diinterstitium paru dapat terjadi karena ada gangguan keseimbangan
antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kapiler paru dan jaringan sekitarnya. Tekanan
hidrostatik menggerakkan cairan dari pembuluh darah ke interstitium, sedangkan tekanan onkotik
yang ditentukan oleh konsentrasi protein didalam darah, menggerakkan cairan kedalam pembuluh
darah. Tekanan yang seimbang dipertahankan oleh tekanan hidrostatik intrakapiler antara 8-12
mmHg dan tekanan onkotik protein plasma sebesar 25 mmHg.
Edema paru terjadi ketika hidrostatik kapiler paru meningkat melebihi tekanan onkotik, terjadi
peningkatan aliran cairan dan koloid dari pembuluh darah ke ruang interstitial dan alveoli. Cairan
yang terbentuk pada proses filtrasi dari kapiler ke ruang interstitial akan di drainase oleh sistim
limfatik. Pada peningkatan tekanan atrium yg kronik, terjadi hipertropi sistem limfatik, yang melindungi
paru dari edema,sehingga pada gagal jantung kronik, edema paru baru terjadi bila tekanan kapiler
paru > 25 mmHg karena adanya peningkatan kapasitas sistem limfatik. Pada gagal jantung akut,
edema paru dapat terjadi pada tekanan kapiler lebih rendah, sekitar 18 mmHg.

Perbedaan Edema Paru Kardiogenik dan Edema Paru Non Kardiogenik


A. Edema Paru Kardiogenik
Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan tekana vena pulmonalis,
tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan onkotik, terjadi rembesan cairan ke jaringan
interstitial dan pada kasus yang lebih berat terjadi edema alveolar. Pada tahap lanjut dapat terjadi
pembentukan pleural effusion yang akan lebih mengganggu fungsi respirasi. Tanda awal edema paru
adalah Dipsnoe d’effort dan ortopnoe. Pada rontgen foto thorax menunjukkan penebalan
peribronkhial, apikalisasi corakan pembuluh darah, dan garis kirley B. Lines. Pada edema paru yang
lebih buruk, alveoli terisi cairan. Gambaran rontgen foto thorax menunjukkan infiltrat diffuse pada
alveola. Ditemukan rhonchi dan wheezing yang disebabkan oleh paningkatan edema jalan nafas
kronik.
B. Edema Paru Non Kardiogenik
Pada edema paru non kardiogenik tekanan hidrostatik normal, peningkatan cairan paru terjadi karena
kerusakan lapisan kapiler paru dengan kebocoran protein dan makromolekul kedalam jaringan.
Cairan berpindah dari pembuluh darah ke jaringan paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan dengan
disfungsi lapisan surfaktan pada alveoli dan kecenderungan kolapsnya alveoli pada volume paru
yang rendah. Klinis bisa ditemukan dispnoe ringan sampai dengan gagal nafas. Auskultasi paru relatif
normal meskipun rontgen foto thorax menunjukkan infiltrat alveolar difus.

2.2 Etiologi
Penyebab ALO (Acute Lung Odem)dibagi menjadi 2,yaitu sebagai berikut :
 Etiologi Edema Paru Kardiogenik :
1. Gagal jantung
2. Hipertensi
3. Kardiomiopati
4. Gagal ginjal
 Etiologi Edema Paru Non Kardoigenik :
1. Trauma thorax
2. Contusio paru
3. Aspirasi
4. Emboli paru
5. Sepsis
6. Keadaan tenggelam

2.3 Manifestasi Klinis


1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan biasanya
didahului
dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
2. Awitan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan nafas), tangan menjadi dingin
dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati panic,
pasien mulai bingung, kemudian stupor.
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah dan
berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
7. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di
paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya
berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan,
kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup
saat inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian
pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan
cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah
basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan
hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Analisis gas darah
2 Foto rontgen thoraks
3 Pulse oksimetri
4 Elektrokardiografi

2.5 Patofisiologi

2.6 Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk mengurangi volume total yang bersirkulasi dan untuk
memperbaiki pertukaran pernafasan.
A. Oksigenasi:
1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan dipsnea.
2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda hipoksia
menatap.
3. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas.
4. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
5. Gas darah arteri (GDA).

B. Farmakoterapi :
1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan kontra indikasi
pada cedera faskuler serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok kardiogenik. Siapkan selalu
nalokson hidroklorida (narcan) untuk depresi pernafasan luas.
2. Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat.
3. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, di berikan dengan kewaspadaan tinggi
pada pasien dengan MI akut.
4. Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai berat badan

C. Perawatan sportif :
1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila kaki terjuntai di samping
tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung.
2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang konkrit
3. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur
4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di lakukan untuk
mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap pengobatan

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru,meliputi :
1. Gagal nafas
2. Asidosis respiratorik
3. Henti jantung

2.8 Pencegahan
1. Kenali tahap dini kapan tanda2 dan gejala2 yang ditunjukkan merupakan tanda dan gejala kongesti
pulmonal yaitu auskultasi bidang paru paru pasien dengan penyakit jantung
2. Hilangkan stress emosional dan terlalu letih untuk mengurangi kelebihan beban ventrikel kanan.
3. Berikan morfin untuk mengurangi ansietas, dipsneu dan preload.
4. Lakukan tindakan mencegah gagal jantung kongestif dan penyuluhan pasien.
5. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 25cm.
6. Tindakan bedah untuk menghilangkan atau meminimalkan defek valvular yang membatasi aliran
darah ke dalam dan keluar ventrikel kanan

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU

3.1 PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku /
bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.

b. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas

c. Riwayat penyakit sekarang


Adanya sesak nafas dan kelemahan,sianosis

d. Riwayat penyakit dahulu


pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh merasakan nyeri dada hebat
dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

e. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, hepatitis,dan hipertensi

B. Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi kesehatan
b. Pola Nutrisi
c. Pola Eliminasi
d. Pola Aktivitas- latihan
e. Pola Istirhat-Tidur
f. Pola Kognitif perseptual
g. Pola Konsep diri
h. Pola Peran Hubungan
i. Pola seksualitas-produksi
j. Pola Koping-toleransi stress
k. Pola nilai kepercayaan

PEMERIKSAAN FISIK
A.Data Objektif
a. Keadaan umum : k/u lemah
b. Kesadaran : Composmentis
c. TB : -
d. BB : -
e. TTV :
TD : >120/80 mmHg
N : >80x/mnt
RR : > 20x/mnt
S : >37,5oC

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


1. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak, bentukwajah.
Palpasi : ada benjolan atau tidak
2. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata
3. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
5. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
6. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.
7. Paru
Inspeksi : Bentuk dada asimetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama
Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing.
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau teknan darah bisa
meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas
dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi
pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang
besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan serta JVP
meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih
dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan
4. Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non kardiogenik
didapatkan Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan
auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.
8. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
9. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
10. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
11. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji etiologi edema paru. Pemeriksaan tersebut
diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas
darah.
2. Radiologi
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel vaskuler dan
vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat edema.
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru kardiogenik dan edem paru non
krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak
secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat
mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien.
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemik atau infark miokard
akut dengan edema paru.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial/area alveolar
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan intubasi endotrakeal
d. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru skunder terhadap
penumpukan cairan dalam alveoli
e. Menurunnya Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak seimbangan suplai
nutrisi dan kebutuhan oksigen

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Dx: Gangguan Ventilasi dan
pertukaran gas oksigenasi 1. BHSP pada 1. Dengan
berhubungan adekuat setelah pasien atau keluarga BHSP dapat
dengan dilakukan pasien memperoleh
akumulasi pemasangan pemberian
2. Observasi TTV
protein dan endotrakeal tindakan
3. Berikan
cairan dalam 2. peningkatan
oksigen yang
interstitial/ area kriteria hasil: RR dan Takikardia
dilembabkan dengan
alveolar merupakan indikasi
humidifier
 sesak adanya penurunan
napas 4. Berkolaborasi fungsi paru
berkurang, dengan dokter dalam
3. sehingga
tidak sianosis pemberian terapi
jalan napas buatan
5. Motivasi meniadakan
pasien untuk nafas mekanisme
dalam dan panjang pertahanan tubuh
untuk pelembapan
dan penghangatan
4. pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses terapi
5. nafas dalam
dapat membantu
membebaskan
jalan napas

Dx: Bersihan jalan napas


ketidakefektifa efektif setelah 1. BHSP pada 1. Dengan
n bersihan dilakukan fisioterapi pasien dan keluarga BHSP dapat
jalan nafas napas dan pasien mempermudah
berhubungan penghisapan sekret
2. Lakukan pemberian
dengan tindakan
fisioterapi napas dan
penumpukan Kriteria Hasil
penghisapan sekret 2. Sehingga
sekret
 Hilangnya secara kontinu dengan fisioterapi
dispnea 3. Berikan napas akan
oksigenasi sebelum melepaskan sekret
 Bunyi napas
dilakukan dari dinding
bersih/tidak ada
ronkhi penghisapan sekret alveoli sehingga
 Mengeluarka 4. Kaji dan memudahkan
n sekret tanpa catat karakteristik untuk dialkukan
kesulitan sputum penghisapan
5. Berkolabora 3. Sehingga
si dengan dokter menambah
dalam pemberian cadangan oksigen
terapi seperti sehingga pada
Morfin, furosemid, saat dilakukan
aminofilin. penghisapan
sekret klien tidak
mengalami
kekurangan
oksigen karena
dengan
menghisap sekret
oksigen juga ikut
terhisap
4. Untuk
mengidentifikasi
sputum
5. Pengobata
n yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

3.4 IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan yang dilaksanakan untuk mengatasi keluhan pasien berdasarkan intervensi yang
telah dibuat.

3.5 EVALUASI
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri
O : Data yang diambil dari hasil observasi
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien

BAB 3
PENUTUP
Edema paru biasa dibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edema paru non kardiogenik
terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang
interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Kelainan tersebut
bisa diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik (osmotik)
antara kapiler paru dan alveoli, dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler paru yang bisa
disebabkan berbagai macam penyakit. Sedangkan pada kardiogenik atau edem paru hidrostatik atau
edem hemodinamikkarenainfark miokars, hipertensi, penyakit jantung katup, eksaserbasi gagal
jantung sistolik/ diastolik dan lainnya. Pengobatan edema paru ditujukan kepada penyakit primer yang
menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif terutama
mempertahankan oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian oksigen dengan teknik-teknik
ventilator) dan optimalisasi hemodinamik (retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator
pulmonal).

DAFTAR PUSTAKA
1. J.Reeves, Charlene dkk.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Salemba
Medika
2. C.Baughman, Diane, C Hackley JoAnn.1996.Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
3. Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
4. Gleadle Jonathan 2006 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai