(CVA)
A. Anatomi Fisiologi
B. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
C. Klasifikasi
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya
arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan
hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
1) Stroke trombolik
Yaitu stroke yang disebabkan karena tombosis di arteri karotis interna
secara langsung masuk ke arteri serebri media. Stroke jenis ini sering
dijumpai pada kelompok usia 60 - 90 tahun. Serangan gejala CVA
sekunder dari trombosis sering datang pada waktu tidur atau waktu
mulai bangun
2) Stroke embolik
Yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada
umumnya berasal dari jantung. Emboli biasanya mengenai pembuluh-
pembuluh kecil dan sering dijumpai pada titik bifurkasi dimana
pembuluh darah menyempit.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap
atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh
serangan TIA berulang.
D. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Emboli serebral
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Perdarahan Intraserebral
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, hal ini terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Keadaan ini pada umumnya terjadi pada usia di
atas 50 tahun sehingga akibat pecahnya pembuluh darah arteri otak.
Faktor Resiko Terjadinya Stroke
Menurut Muttaqin (2008), semua factor yang menentukan timbulnya manifestasi
stroke dikenal sebagai factor resiko stroke, adapun factor-faktor tersebut antara lain
sebagai berikut.
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan factor resiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah, maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit, maka aliran darah ke otak akan
terganngu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
2. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan menggangu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel-sel otak
3. Penyakit jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Factor
resiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah.
4. Gangguan aliran darah otak sepintas
Pada umumnya bentuk-bentuk gejalanya adalah hemiparesis, disartria,
kelumpuhan otot-otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak, hemiparestesi,
dan afasia.
5. Hiperkolesterolemi.
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein
(LDL), merupakan factor resiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis
(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar
High Density Lipoprotein (HDL) merupakan factor resiko untuk terjadinya
penyakit jantung koroner.
6. Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai factor resiko stroke adalah
tuberculosis, malaria,leus (sifilis), leptospirosis, dan infeksi cacing.
7. Obesitas
Obesitas merupakan factor resiko terjadinya penyakit jantung.
8. Merokok
Merokok merupakan factor resiko utama untuk terjadinya infark jantung.
9. Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal di mana suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
10. Lain-lain
Lanjut usia, penyakit paru-paru menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai factor resiko secara teori.
E. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 %
pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Muttaqin, 2008)
F. Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteti vena (masalah sistem karotis)
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
H. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi untuk
membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
2. Farmakologi
a. Antiplatelet
Obat antiplatelet seperti aspirin, clopidogrel, dan kombinasi dipiridamole
dengan aspirin memiliki peran yang besar dalam pencegahan sekunder
kejadian aterotrombotik. Terapi antiplatelet mimiliki efektivitas yang tinggi
dalam resiko kejadian vaskular dan direkomendasikan setelah warfarin
untuk stroke kardioembolik (Biller, 2009).
1) Aspirin
Mekanisme aksi dari aspirin yaitu menghambat fungsi platelet melalui
inaktivasi COX (Cyclooxygenase) secara irreversible. Meta analisis
memperlihatkan aspirin menurunkan resiko stroke, infark miokardium,
dan kematian vascular. U.S. Food and Drug Administration
merekomendasikan dosis aspirin 50-325 mg per hari pada pasien stroke.
Efek samping utama ketidaknyamanan pada lambung
2) Clopidogrel
Clopidogrel merupakan antagonis reseptor ADP (adenosine
diphosphate) platelet. Penelitian pada 19.000 pasien dengan penyakit
atherosclerosis vascular bermanisfestasi seperti stroke iskemik, infark
miokard, atau penyakit arteri perifer simptomatis, 75 mg clopidogrel
lebih efektif (8,7% penurunan resiko relative) daripada 325 aspirin
dalam menurunkan resiko stroke, miokard infark, atau penyakit arteri
perifer lainnya.
3) Ticlodipine
Ticlodipine mempunyai mekanisme menghambat jalur adenosine
diphosphate (ADP) dari membran platelet. Dosis yang direkomendasi
dari ticlodipine 250 mg dalam dua kali pemberian per hari. Ticlodipine
memiliki efek samping lebih banyak dibandingkan aspirin, termasuk
diare, mual, dispesia.
4) Dipiridamol dengan aspirin.
Dipiridamol merupakan cyclic nucleotide phosphodiesterase inhibitor.
The Second European Stroke Prevention Study (ESPS-2)
merandomisasi 6.602 pasien dengan riwayat TIA atau stroke untuk
ditatalaksana dengan aspirin (25 mg dua kali per hari), dipiridamol (200
mg dua kali per hari), kombinasi keduanya, atau plasebo. Peneliti
melaporkan peningkatan efek dipiridamol (37%) ketika dikombinasikan
dengan aspirin.
b. Antikoagulan
Percobaan randomisasi unfractionated heparin (UFH), low-molecular
weight heparin (LMWH), atau heparinoid untuk penatalaksanaan stroke
iskemik akut menunjukkan tidak ada keuntungan dalam menurunkan
morta;itas, morbiditas akibat stroke, rekurensi stroke atau prognosis stroke,
kecuali pada kasus trombosis vena (Biller, 2009).
c. Trombolitik
Terapi trombolisis menstimulasi jalur intrinsik fibrinolysis untuk
mngendalikan patologi trombosis National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS) rt-PA (recombinant tissue plasminogen
activator) Stroke Study Group menunjukkan terpai dengan intavena rt-PA
pada tiga jam setelah onset stroke iskemik meningkatkan hasil klinis dari
pengobatan selama 3 bulan (Biller, 2009).
3. Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
I. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
a. Edema serebri: deficit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
b. Infark miokard.
c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali pada
saat penderita mulai mobilisasi .
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vascular lain: penyakit vascular perifer.
Menurut Smaltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu
sebagai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan member oksigenasi.
b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
B. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran / keadaan umum : Komposmentis, ada juga yang mengalami
penurunan kesadaran / keadaan umum lemah
- TTV : TD biasanya hipertensi
1. Pemeriksaan kepala dan leher :
a. Kepala dan rambut
Bentuk kepala : simetris, pada pasien dengan cva hemoragik akan terlihat
bekas jahitan post op kraniotomi, pasien juga biasanya akan mengeluh nyeri
kepala akibat tekanan/peningkatan TIK
b. Wajah : pada pasien cva akan mengalami kelumpuhan pada salah satu
sisi wajah
2. Mata
Pada umumnya pasien cva akan mengalami gangguan penglihatan akibat
disfungsi saraf ke-II (optikus)
3. Hidung
Pada umumnya pasien cva akan mengalami gangguan pada indera penciuman
4. Telinga
Pada umunya pasien cva akan mengalami gangguan pendengaran
5. Mulut dan faring
Pada umunya pasien cva akan mengalami afasia (bicara tidak lancar) dan
disartria (bicara pelo/ cadel). Akan terjadi gangguan menelan akibat disfagia
6. Leher
Pada pasien cva dengan hipertensi kronis akan tampak bendungan pada vena
jugularis
7. Pemeriksaaan torak/ dada
a. Inspeksi torak
-Bentuk torak : simetris/ tidak, normal chest/ tidak
-Pernafasan : frekuensi pernapasan bradipnea/ takipnea
-Tanda kesulitan bernafas : sesak/ tidak
b. Pemeriksaan paru
-Palpasi getaran suara (vokal fremitus) : teraba sama/ tidak
-Perkusi : Terdengar sonor/ hipersonor/ dulnes
-Auskultasi : terdengar vesikuler/ tidak, ada suara tambahan/ tidak
8. Pemeriksaan jantuung
a. Inspeksi dan palpasi
- Palpasi : denyutan aorta teraba/ tidak
- Ictus cordis : ICS V mid clavikula sinistra tampak/ tidak
b. Perkusi
- Batas jantung : Ada/tidak pembesaran batas jantung, jika di lakukan
pemeriksaan foto thorax pada pasien cva dg hipertensi kronis akan tampak
pelebaran katup aorta.
c. Auskultasi
- Tedengar bunyi Lup Dup,S1 S2 tunggal/ terdapat bunyi tambahan seperti
mumur, gallop
9. Pemeriksaan ekstremitas
a. Kesimetrisan otot : simetris kiri kanan/ tidak
b. Pemeriksaan oedema : pada pasien dengan penyakit jantung kronis akan
terjadi penumpukan cairan di ekstremitas
c. Kekuatan otot : pada umumnya pasien cva akan mengalami kelemahan
anggota gerak
10. Pemeriksaan integumen (kulit)
Pada pasien cva yang mengalami kelumpuhan salah satu anggota badan/
mengalami penurunan kesadaran, maka akan mengalami resiko kerusakan
integritas kulit jika tidak di lakukan mobilisasi secara rutin untuk menghindari
terjadinya dekibitus.
Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kuslitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami komo maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian Saraf Kranial
1. Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan duan atau lebih objek dalam aria spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakain tanpa bantuan
karena ketidakmampuan uantuk mencocokkan pakaian kebagian tubuh.
3. Saraf III,IV dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
4. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot bawah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8. Saraf IX. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Hambatan komunikasi verbal
5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
6. Resiko kerusakan integritas kulit
7. Defisit perawatan diri
8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
9. Resiko kerusakan integritas kulit
10. Resiko cedera
11. Ketidak efektifan koping
12. Gangguan eliminasi urine
D. Intervensi
1. Nyeri akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam tingkat nyeri
berkurang yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Panjang episode nyeri
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Frekuensi nafas
5. Tekanan darah
6. Nadi
Intervensi:
1. Pemberian analgesik
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
b. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis dan frekuensi obat
analgesic yang diresepkan
c.Pilih rute intravena daripada rute intramuscular, untuk injeksi pengobatan
nyeri yang sering, jika memungkinkan
d. Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesic
narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan tanda-
tanda yang tidak biasanya
2. Manajemen lingkungan: kenyamanan
a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
b. Hindari paparan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu panas
maupun terlalu dingin
c.Monitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh terhadap adanya tanda-
tanda tekanan atau iritasi
3. Manajemen nyeri
a. Lakukan observasi nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
b. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif
c.Dukung istirahat /tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Asupan gizi
2 Asupan makanan
3 Asupan cairan
4 Energi
5 Rasio berat badan/tinggi bedan
6 Hidrasi
Intervensi:
1. Manajemen nutrisi
a. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi
kebutuhan gizi
b. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi mkanan yang dimiliki pasien
c. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
d. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
2. Manajemen energi
a. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan
konteks usia dan perkembangan
b. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai
keterbatasan yang dialami
c. Gunakan instrumen yang valid untuk mengukur kelelahan
d. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologis
maupun non farmakologis dengan tepat
e. Monitor intake/asupan nutrisi untuk emgetahui sumber energi yang
adekuat.
3. Terapi intravena
a. Verifikasi perintah untuk terapi
b. Instruksikan pasien tentang prosedur
c. Jaga teknik aseptik dengan ketat
d. Lakukan prinsip lima benar sebelum memulai infus atau pemberian
pengobatan
e. Monitor tanda vital
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Cara Berjalan
2 Geraakan Otot
3 Gerakan sendi
4 Berjalan
5 Bergerak dengan mudah
Intervensi :
1. Peningkatan Latihan
a. Lakukan sceening kesehatan sebelum memulai latihan untuk
mengidentifikasi resiko dengan menggunakan skala kesiapan latihan
fisik terstandart
b. Bantu pasien dalam mengekspresikan nilai kepercayaan dan
tujuannya dalam melakukan latihan otot
c. Memberikan informasi tentang jenis latihan yang bisa dilakukan
(ROM Aktif maupun ROM pasif)
d. Intruksikan untuk menggunakan pakaian yang dapat mencegah
kepanasan (pakaian yang ketat)
e. Bantu mengembangkan cara untuk meminimalkan efek prosedur,
emosi, tingkah laku, finansial atau hambatan, kenyamanan terhadap
latihan kekuatan otot
2. Terapi Latihan Ambulasi
a. Berikan pasien untuk mengenakan pakaian yang tidak mengekam
b. Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki yang mengfaslilitasi
pasien untuk berjalan dan mencegah cedera.
c. Bantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur untuk memfalitasi
penyesuaian sikap tubuh
d. Konsultasikan pada tim ahli fisik mengenai rencana ambulasi
sesuai kebutuhan
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Menggunakn bahasa lisan
2 Menggunakan bahasa isyarat
3 Menggunakan bahasa non verbal
4 Mengenali pesan yang diterima
5 Menggunakan bahasa tertulis
Intervensi :
1. Terapi validasi
a. Tentukan tagap gangguan kognisi klien (missal, mal orientasi,
bingung waktu, pengulangan gerakanatau vegetasi)
b. Dengarkan pasien dengan menunjukan empati
c. Hindari menggunakan kata kata (prasaan)
d. Hindari bertanya “ mengapa”
e. Gunakan sentuhan yang mendukung(sentuhan lembut pada bahu,
lengan, atau tangan)
Intervensi :
1. Aktifkan sistem medis darurat
2. Evaluasi setiap pasien yang tidak berespons untuk menentukan
tindakan yang tepat
3. Periksa tanda dan gejala serangan jantung
4. Lakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko infeksi
saat memberikan perawatan
5. Pastikan defribilasi cepat yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA
Press.
Nurrarif, Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2013. Nanda nic-noc jilid 2. Jakarta: media
Action
Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Strok Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Satyanegara, (2008), Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Syaifuddin. 2003. Anatomi fisiologi untuk mahasiwa keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta
Hardhi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan