Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari


kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan
hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko seperti faktor pejamu yang di
duga berhubungan dengan kejadian PPOK semakin banyaknya jumlah perokok
kususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam
ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja

Hasil survey penyakit tidak menular oleh direktorat jenderal PPM dan Pl di
5 rumah sakit provinsi di Indonesia (jawa barat, jawa tengah, jawa timur,
lampung dan sumatra selatan) pada tahun 2004 , menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma
brokial (33%), kangker paru (30%) dan lainya (2%) (depkes RI2004). Oleh
karena itu penulis menulis makalah yang berjudul “Asuhan keperawtan PPOK”
diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang
penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi
pasien PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam
pencegahan PPOK.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive


Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal CPOD
adalah asma bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering
di sebut dengan chronic Air flow Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung
Disease ( Somantri, 2008:49).
Penyakit paru obtruktif klinik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk kelompok penyakit paru yang berlansung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
fatofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, empisema paru dan asma bronkial
membentuk kesatuan yang disebut COPD, hubungan etiologi sekuensial antara
brongkitis kronik dan empisema tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara k-
2 penyakit itu dengan asma, hubungan ini nyata sekali dengan etiologi,
patogenesis dan pengobatan yang akan diberikan. (Siia dan Wilson, 2003:784)

2
2.2 Etiology

Ada 2 (dua) penyebab penyumbatan aliran udara pada penyakit emfisema,


asma dan bronkitis kronis (PPOM). Penyebabnya yaitu:
a. Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika
suatu peradangan berlangsung lama, bisa terjadi kerusakan yang menetap.
Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan
menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak
jaringan penghubung di dalam dinding alveoli. Merokok akan mengakibatkan
kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak
sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan
membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
b. Defisiensi protein alfa-1-antitripsin
Tubuh menghasilkan, yang memegang peranan penting dalam mencegah
kerusakan alveoli oleh neutrofil estalase. Ada suatu penyakit keturunan yang
sangat jarang terjadi, dimana seseorang tidak memiliki atau hanya memiliki
sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi pada awal usia pertengahan
(terutama pada perokok).
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD
(Mansjoer, 1999) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi udara
c. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
d. Riwayat infeksi saluran nafas.
e. Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

3
2.3 Patofisiologi

Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronik maupun


pada emfisema paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat
dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Pada bronkitis kronik sesak nafas
terutama disebabkan karena perubahan pada saluran pernafaasan kecil, yang
diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan
kadang terjadi obliterasai.
Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran
pernafasan besar juga berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus, sehingga saluran pernafasan lebih menyempit.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian
bawah paru akan tertutup. Pada penderita emfisema paru dan bronchitis kronik,
saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup.
Akibat cepatnya saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak,
akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari
kerusakannya, dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/ tidak ada, akan
tetapi perfusi baik. sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah
alveoli, tidak sama dan merata. Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh
lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan
polisitemia. terjadi HT pulmonal, yang dalam jangka lama dapat timbulkan kor
pulmonal.

4
2.4 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda umum PPOK, yaitu :


a. Batuk produktif
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukus yang
berlebihan di saluran nafas.
b. Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik.
Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak
selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen di udara.
c. Batuk kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi
hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari.
Batuk biasanya dengan pengeluaran sputum dalam jumlah kecil(<60ml/hari)
dan sputum biasanya jernih atau keputihan. Produksi sputum berkurang
ketika pasien berhenti merokok
d. Mengi

5
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
e. Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar
hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan
bernafas pada saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien
tidak mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang
terpakai. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
f. Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan
ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung tidak mampu
memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema padakaki, kaki
bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga dapatmenyebabkan edema
pada hati atau terjadinya penimbunan cairan pada abdomen (acites)
Adapun manifestasi klinis yang terdapat pada tiga jenis penyakit yang
tergolong PPOM, yaitu:
1. Asma

Manifestasi klinisnya adalah:


Tabel derajat berat asma.
No Manifestasi Klinis Skor 0 Skor1
1 Penurunan toleransi Ya Tidak
beraktivitas
2 Penggunaan otot Tidak Ada
nafas tambahan, Ada
adanya retraksi
interkostal
3 Wheezing Tidak Ada
Ada
4 Respiratory rate per <25 >25
menit
5 Pulse Rate permenit <120 >120

6
6 Teraba pulsus Tidak Ada
paradoksus Ada
7 Puncak Exspiratory >100 <100
Flow Rate (L/menit)

Keterangan: jika terdapat skor empat atau lebih, maka pasien diperkirakan
mengalami astma berat. Selanjutnya pasien harus diobservasi untuk
menentukan ada tidaknya respon dari terapi atau segera dikirim ke rumah sakit.
2. Bronkhitis kronis

Manifestasi klinik:
a. Penampilan umum: cenderung over weight, sianosis akibat pengaruh
sekunder polisitemia, edema (akibat CHV kanan), dan barrel chest.

b. Usia: 45-65 tahun

c. Pengkajian:

Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dipsnea dalam beberapa


keadaan, variable wheezing pada saat exspirasi, serta seringnya infeksi pada
sistem respirasi.

Gejala biasa timbul pada waktu yang lama.

d. Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan hematokrit lebih dari 60%.

e. Riwayat merokok positif (+).

3. Emfisema paru-paru

Manifestasi klinis:
a. Penampilan umum:

Kurus, warna kulit pucat, dan flattenet hemidiafragma.

Tidak ada tanda CHF (kongestive heart Failure)kanan dengan edema


dependent pada stadium akhir.

7
b. Usia : 65-75 tahun

c. Pengkajian fisik

Nafaas pendek persisten dengan peningkatan dispnea.

Infeksi sistem respirasi.

Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan suara


nafas dalam.

Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.

Jarang produksi sputum dan batuk.

d. Pemeriksaan jantung

Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal timbul pada stadium akhir.

Hematokrit <60%.

e. Riwayat merokok

Biasanya terdapat riwayat merokok, tapi tidak selalu ada.

2.5 Penatalaksanaan

Ada beberapa macam penatalaksanaan pada pasien dengan PPOM, yaitu:


1. Therapy Pengobatan
a. Infus NaCl 0,9% 500/24jam parallel dengan aminopilin 1amp + bricasma 1
amp dalam 29cc NaCl 0,9%?24 jam
b. Inpepsa 10cc 3x/hari
c. Medixion iv 6,5 mg 2x/hari
d. Carvit 500 mg/oral 1x/hari
e. Nebuliser (ventolin 1 amp: pulmicort, 1 amp: flixolixed)
f. Pantozol 40 mg iv 1x/hari
4. Bronkodilator

8
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preperat ini
melawan baik edeama mukosa maupun spasme muscular dan membantu baik
dalam mengurai.
Medikasi ini mencakup agonis β-adregenik (meteproteronol, isopreteronol)
dan metilxantil (teofilin aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui
mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral,
subkutan, intravena, per rectal dan inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan
melalui aerosol bertekanan nebulizer balon genggam, nebulizer dorongan
pompa, inhaler.
Bronkodilator mungkin meyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
yang termasuk takikardi, disritmia jantung, sdan perangsangan sistem saraf
pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti
mual dan muntah. Karena efek samping ini umum, dosis dapat disesuaikan
dengan cermat sesuai dengan toleransi pasien dan respon klinik.
5. Terapi Aerosol
6. Terapi ekserbasi akut. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai
infeksi :
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B.
Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun
hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih
kuat.
7. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
8. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
9. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

9
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
fungsi foal paru.
Fisioterapi.
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
Mukolitik dan ekspekteron.
10. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip
II dengan PaO2
11. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK:
1. Fisioterapi
2. Rehabilitasi psikis
3. Rehabilitasi pekerjaan

2.6 Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa cara,


yaitu:

1. Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur
anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari. Pencegahan
terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada
prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki
keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh,
misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.

10
3. Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan
cara yang lazim, diantaranya:
a. Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat, mengurangi
atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif
yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin
pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada
usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992).

b. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru


Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya
kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara
berkala:
Pemeriksaan foto rontgen toraks.
Pemeriksaan faal paru, paling tidak setahun sekali. Sangat dianjurkan bagi
mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau
segera berhenti merokok.

11
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Biodata
b. Riwayat penyakit
c. Pemeriksaan Fisik
 Dipnea/sesak napas
 Batuk kronik
 Adanya sputum kental
 Sianosis
 Bunyi wheezing, mengi
 Pemakaian otot bantu pernapasan
 Takikardi
 Gelisah
 Mengeluh anoreksia
 Berkurangnya ekspansi paru, pengembangan dinding thorax
 Lemah

d. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik/Penunjang


1. Peningkatan Hb (empisema berat)
2. Peningkatan eosinofil (asma)
3. Penurunan alpha 1-antitrypsin
4. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan
emfisema)
5. Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma
mendatar

12
6. EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat
dan atrial disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan
tinggi (brinkhitis dan emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi
yang kental atau berlebihan.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.
3. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang
sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.
3.3 Intervensi

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
1. Bersihan JalanNNOC: NIC:
Nafas tidak efektif a. Respiratory status : Airway Suction
Faktor yang Ventilation a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
berhubungan dengan:b. Respiratory status : suctioning.
a. Lingkungan : perokok Airway patency b. Berikan O2 ……l/mnt, metode………
pasif, mengisap aspa, Setelah dilakukan
c. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
merokok tindakan keperawatan dalam setelah kateter dikeluarkan dari
b. Obstruksi jalan nafas selama ……..pasien nasotrakheal
: spasme jalan nafas, menunjukkan keefektifan
AiAirway Managemen
sekresi tertahan, jalan nafas a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
banyaknya mukus,
C Kriteria Hasil : ventilasi
adanya jalan nafas
a. Mendemonstrasikan
b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
buatan, sekresi batuk efektif dan suara
c. Keluarkan sekret dengan batuk atau
bronkus, adanya nafas yang bersih, tidak suction
eksudat di alveolus, ada sianosis dan dyspneu
d. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
adanya benda asing (mampu mengeluarkan tambahan

13
di jalan nafas. sputum, bernafas dengan
e. Berikan bronkodilator bila perlu
c. Fisiologis: Jalan mudah, tidak ada pursed
f. Monitor status hemodinamik
napas alergik, asma, lips) g. Berikan pelembab udara Kassa basah
penyakit paru
b. Menunjukkan jalan nafas NaCl Lembab
obstruktif kronik, yang paten (klien tidak
h. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
hiperplasi dinding merasa tercekik, irama keseimbangan.
bronchial, infeksi, nafas, frekuensi
i. Monitor respirasi dan status O2
disfungsi pernafasan dalam rentang
j. Jelaskan pada pasien dan keluarga
neuromuskular normal, tidak ada suara tentang penggunaan peralatan : O2,
nafas abnormal) Suction, Inhalasi.
c. Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang
penyebab.
v
2. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Faktor yang
a. Self Care : ADL a. Observasi adanya pembatasan klien dalam
berhubungan : b. Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
a. Tirah Baring atau
c. Konservasi eneergi b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
imobilisasi Setelah dilakukan kelelahan
b. Kelemahan tindakan keperawatan
c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
menyeluruh selama …. Pasien adekuat
c. Ketidakseimbangan bertoleransi terhadap
d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
antara suplei oksigen aktivitas dengan dan emosi secara berlebihan
dengan kebutuhan Kriteria Hasil : e. Monitor respon kardivaskuler terhadap
d. Gaya hidup yang
a. Berpartisipasi dalam aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
dipertahankan. aktivitas fisik tanpa diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
disertai peningkatan
f. Monitor pola tidur dan lamanya
tekanan darah, nadi dan tidur/istirahat pasien
RR g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
b. Mampu melakukan Medik dalam merencanakan progran terapi

14
aktivitas sehari hari yang tepat.
(ADL’s) secara mandiri h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
c. Keseimbangan aktivitas yang mampu dilakukan
dan istirahat i. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
d. Mampu berpindah yang sesuai dengan kemampuan fisik,
dengan atau tanpa psikologi dan sosial
bantuan alat j. Bantu untuk mengidentifikasi dan
e. Level kelemahan mendapatkan sumber yang diperlukan
f. Energy psikomotor untuk aktivitas yang diinginkan
g. Status kardiopulmonary
k. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
adekuat aktivitas seperti kursi roda, krek
h. Sirkulasi status baik l. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
i. Status respirasi : yang disukai
pertukaran gas dan
m. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
ventilasi adekuat diwaktu luang
n. Bantu pasien/ keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
o. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
p. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
q. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
3. Gangguan nutrisi, NOC: NIC :
kurang dari
a. Nutritional status: Nutrition Managemen
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient a. Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan
b. Nutritional Status : food
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
: Ketidakmampuan and Fluid Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
untuk memasukkan
c. Nutritional Status : dibutuhkan pasien
atau mencerna nutrisi nutrient intake c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan

15
oleh karena faktor
d. Weight Control intake Fe, Vitamin C dan Protein
biologis, psikologis Setelah dilakukan
d. Berikan substansi gula
atau ekonomi. tindakan keperawatan
e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
selama….nutrisi kurang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
teratasi f. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
Kriteria hasil : dikonsultasikan dengan ahli gizi)
a. Adanya peningkatan BB
g. Ajarkan pasien bagaimana membuat
sesuai dengan tujuan catatan makanan harian.
b. BBI sesuai dengan tinggi
h. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
badan kalori
c. Mampu mengidentifikasi
i. Berikan informasi tentang kebutuhan
kebutuhan nutrisi nutrisi
d. Tidak ada tanda- tanda
j. Kaji kemampuan pasien untuk
malnutrisi mendaptakn nutrisi yang dibutuhkan
e. Menunjukkan penigkatan Nutrition Monitoring:
fungsi pengecapan dari
a. BB pasien dalam batas normal
menelan b. Monitor adanya penurunan BB
f. Tidak terjadi penurunan
c. Monitor lingkungan selama makan
BB yang berarti d. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
e. Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
k. Monitor intake nuntrisi

16
l. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral
m. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) adalah suatu kondisi dimana


aliran udara pada paru tersumbat secara terus-menerus. Gangguan yang penting
adalah bronkhitis kronis, a bronkhial( Arif Muttaqin, 2008: 156 ).

Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Penyebab COPD :

§ Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan emfisema.

§ Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia.

§ Polusi oleh zat- zat pereduksi.

§ Faktor keturunan.

§ Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

18
4.2 SARAN

§ Diharapkan Pembaca dapat mengerti tentang COPD dan mencegahnya dan deteksi dini
padapenyakitini.

§ Perawat dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikanpenanganan yang


tepatuntukmengatasipenyakit COPD.

§ Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu mencegah faktor pencetus seperti
asap rokok, polusi udara dan lain-lain agar tidak terkena PPOK. Karena mengingat
penderita akan mengalami sakit yang berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan
penderita.

19
DAFTAR PUSTAKA

Irman, S. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis
& NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.

Tamsuri, Anas. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta:


EGC.

http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-copd.html

http://yenibeth.wordpress.com/2009/03/20/askep-pada-copd/

http://nersgoeng.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-ppok.html

http://referatnaya.blogspot.com/2012/01/referat-interna-ppok.html

http://communityofnurse.blogspot.com/2013/10/bab-i-pendahuluan-1.html

20

Anda mungkin juga menyukai