PENDAHULUAN
Hasil survey penyakit tidak menular oleh direktorat jenderal PPM dan Pl di
5 rumah sakit provinsi di Indonesia (jawa barat, jawa tengah, jawa timur,
lampung dan sumatra selatan) pada tahun 2004 , menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma
brokial (33%), kangker paru (30%) dan lainya (2%) (depkes RI2004). Oleh
karena itu penulis menulis makalah yang berjudul “Asuhan keperawtan PPOK”
diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang
penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi
pasien PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam
pencegahan PPOK.
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2
2.2 Etiology
3
2.3 Patofisiologi
4
2.4 Manifestasi Klinis
5
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
e. Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar
hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan
bernafas pada saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien
tidak mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang
terpakai. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
f. Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan
ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung tidak mampu
memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema padakaki, kaki
bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga dapatmenyebabkan edema
pada hati atau terjadinya penimbunan cairan pada abdomen (acites)
Adapun manifestasi klinis yang terdapat pada tiga jenis penyakit yang
tergolong PPOM, yaitu:
1. Asma
6
6 Teraba pulsus Tidak Ada
paradoksus Ada
7 Puncak Exspiratory >100 <100
Flow Rate (L/menit)
Keterangan: jika terdapat skor empat atau lebih, maka pasien diperkirakan
mengalami astma berat. Selanjutnya pasien harus diobservasi untuk
menentukan ada tidaknya respon dari terapi atau segera dikirim ke rumah sakit.
2. Bronkhitis kronis
Manifestasi klinik:
a. Penampilan umum: cenderung over weight, sianosis akibat pengaruh
sekunder polisitemia, edema (akibat CHV kanan), dan barrel chest.
c. Pengkajian:
d. Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan hematokrit lebih dari 60%.
3. Emfisema paru-paru
Manifestasi klinis:
a. Penampilan umum:
7
b. Usia : 65-75 tahun
c. Pengkajian fisik
d. Pemeriksaan jantung
Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal timbul pada stadium akhir.
Hematokrit <60%.
e. Riwayat merokok
2.5 Penatalaksanaan
8
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preperat ini
melawan baik edeama mukosa maupun spasme muscular dan membantu baik
dalam mengurai.
Medikasi ini mencakup agonis β-adregenik (meteproteronol, isopreteronol)
dan metilxantil (teofilin aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui
mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral,
subkutan, intravena, per rectal dan inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan
melalui aerosol bertekanan nebulizer balon genggam, nebulizer dorongan
pompa, inhaler.
Bronkodilator mungkin meyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
yang termasuk takikardi, disritmia jantung, sdan perangsangan sistem saraf
pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti
mual dan muntah. Karena efek samping ini umum, dosis dapat disesuaikan
dengan cermat sesuai dengan toleransi pasien dan respon klinik.
5. Terapi Aerosol
6. Terapi ekserbasi akut. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai
infeksi :
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B.
Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun
hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih
kuat.
7. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
8. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
9. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
9
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
fungsi foal paru.
Fisioterapi.
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
Mukolitik dan ekspekteron.
10. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip
II dengan PaO2
11. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK:
1. Fisioterapi
2. Rehabilitasi psikis
3. Rehabilitasi pekerjaan
2.6 Pencegahan
1. Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur
anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari. Pencegahan
terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada
prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki
keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh,
misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
10
3. Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan
cara yang lazim, diantaranya:
a. Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat, mengurangi
atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif
yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin
pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada
usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992).
11
BAB III
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Biodata
b. Riwayat penyakit
c. Pemeriksaan Fisik
Dipnea/sesak napas
Batuk kronik
Adanya sputum kental
Sianosis
Bunyi wheezing, mengi
Pemakaian otot bantu pernapasan
Takikardi
Gelisah
Mengeluh anoreksia
Berkurangnya ekspansi paru, pengembangan dinding thorax
Lemah
12
6. EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat
dan atrial disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan
tinggi (brinkhitis dan emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema)
13
di jalan nafas. sputum, bernafas dengan
e. Berikan bronkodilator bila perlu
c. Fisiologis: Jalan mudah, tidak ada pursed
f. Monitor status hemodinamik
napas alergik, asma, lips) g. Berikan pelembab udara Kassa basah
penyakit paru
b. Menunjukkan jalan nafas NaCl Lembab
obstruktif kronik, yang paten (klien tidak
h. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
hiperplasi dinding merasa tercekik, irama keseimbangan.
bronchial, infeksi, nafas, frekuensi
i. Monitor respirasi dan status O2
disfungsi pernafasan dalam rentang
j. Jelaskan pada pasien dan keluarga
neuromuskular normal, tidak ada suara tentang penggunaan peralatan : O2,
nafas abnormal) Suction, Inhalasi.
c. Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang
penyebab.
v
2. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Faktor yang
a. Self Care : ADL a. Observasi adanya pembatasan klien dalam
berhubungan : b. Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
a. Tirah Baring atau
c. Konservasi eneergi b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
imobilisasi Setelah dilakukan kelelahan
b. Kelemahan tindakan keperawatan
c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
menyeluruh selama …. Pasien adekuat
c. Ketidakseimbangan bertoleransi terhadap
d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
antara suplei oksigen aktivitas dengan dan emosi secara berlebihan
dengan kebutuhan Kriteria Hasil : e. Monitor respon kardivaskuler terhadap
d. Gaya hidup yang
a. Berpartisipasi dalam aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
dipertahankan. aktivitas fisik tanpa diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
disertai peningkatan
f. Monitor pola tidur dan lamanya
tekanan darah, nadi dan tidur/istirahat pasien
RR g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
b. Mampu melakukan Medik dalam merencanakan progran terapi
14
aktivitas sehari hari yang tepat.
(ADL’s) secara mandiri h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
c. Keseimbangan aktivitas yang mampu dilakukan
dan istirahat i. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
d. Mampu berpindah yang sesuai dengan kemampuan fisik,
dengan atau tanpa psikologi dan sosial
bantuan alat j. Bantu untuk mengidentifikasi dan
e. Level kelemahan mendapatkan sumber yang diperlukan
f. Energy psikomotor untuk aktivitas yang diinginkan
g. Status kardiopulmonary
k. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
adekuat aktivitas seperti kursi roda, krek
h. Sirkulasi status baik l. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
i. Status respirasi : yang disukai
pertukaran gas dan
m. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
ventilasi adekuat diwaktu luang
n. Bantu pasien/ keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
o. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
p. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
q. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
3. Gangguan nutrisi, NOC: NIC :
kurang dari
a. Nutritional status: Nutrition Managemen
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient a. Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan
b. Nutritional Status : food
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
: Ketidakmampuan and Fluid Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
untuk memasukkan
c. Nutritional Status : dibutuhkan pasien
atau mencerna nutrisi nutrient intake c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
15
oleh karena faktor
d. Weight Control intake Fe, Vitamin C dan Protein
biologis, psikologis Setelah dilakukan
d. Berikan substansi gula
atau ekonomi. tindakan keperawatan
e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
selama….nutrisi kurang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
teratasi f. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
Kriteria hasil : dikonsultasikan dengan ahli gizi)
a. Adanya peningkatan BB
g. Ajarkan pasien bagaimana membuat
sesuai dengan tujuan catatan makanan harian.
b. BBI sesuai dengan tinggi
h. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
badan kalori
c. Mampu mengidentifikasi
i. Berikan informasi tentang kebutuhan
kebutuhan nutrisi nutrisi
d. Tidak ada tanda- tanda
j. Kaji kemampuan pasien untuk
malnutrisi mendaptakn nutrisi yang dibutuhkan
e. Menunjukkan penigkatan Nutrition Monitoring:
fungsi pengecapan dari
a. BB pasien dalam batas normal
menelan b. Monitor adanya penurunan BB
f. Tidak terjadi penurunan
c. Monitor lingkungan selama makan
BB yang berarti d. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
e. Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
k. Monitor intake nuntrisi
16
l. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral
m. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Penyebab COPD :
§ Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan emfisema.
§ Faktor keturunan.
18
4.2 SARAN
§ Diharapkan Pembaca dapat mengerti tentang COPD dan mencegahnya dan deteksi dini
padapenyakitini.
§ Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu mencegah faktor pencetus seperti
asap rokok, polusi udara dan lain-lain agar tidak terkena PPOK. Karena mengingat
penderita akan mengalami sakit yang berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan
penderita.
19
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis
& NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.
http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-copd.html
http://yenibeth.wordpress.com/2009/03/20/askep-pada-copd/
http://nersgoeng.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-ppok.html
http://referatnaya.blogspot.com/2012/01/referat-interna-ppok.html
http://communityofnurse.blogspot.com/2013/10/bab-i-pendahuluan-1.html
20