Anda di halaman 1dari 6

NAMA : AMALIA DAYANG MARINDU

KELAS : LMU

MATA KULIAH : BISNIS INTERNASIONAL

A. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan disuatu wilayah/kota.


Konsep distribusi pendapatan merupakan konsep yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena
cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan.
Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak
tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan
dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.

B. Distribusi dan Pemerataan Pendapatannya

Pada umumnya ada 3 macam indikator distribusi pendapatan yang sering digunakan dalam
penelitian.

1. Distribusi Ukuran
2. Kurva Lorenz
3. Koefisien Gini/ Rasio Gini

Masing-masing indikator tersebut mempunyai relasi satu sama lainnya. Semakin jauh kurva
Lorenz dari garis diagonal maka semakin besar ketimpangan distribusi pendapatannya. Begitu juga
sebaliknya, semakin berimpit kurva Lorenz dengan garis diagonal, semakin merata distribusi
pendapatan. Sedangkan untuk koefisien gini, semakin kecil nilainya, menunjukkan distribusi yang
lebih merata.

Kuznets (1995) dalam penelitiannya di negara-negara maju berpendapat bahwa pada tahap-
tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk,namun pada tahap-tahap
berikutnya hal itu akan membaik. Penelitian inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai
konsep kurva Kuznets U terbalik. Sementara itu menurut Oshima (1992) bahwa negara-negara
Asia nampaknya mengikuti kurva Kuznets dalam kesejahteraan pendapatan. Ardani (1992)
mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis
pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.

1. Distribusi ukuran

Distribusi ukuran adalah besar atau kecilnya pendapatan yang diterima masing-masing orang.
Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran
pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh
para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh
setiap individu atau rumah tangga. Perihal yang harus diperhatikan disini adalah
seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang seperti dari penghasilan dari bunga
simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah atau warisan. Berdasarkan pendapatan tersebut,
lalu dikelompokkan menjadi lima kelompok, biasa disebut kuintil (quintiles) atau sepuluh
kelompok yang disebut desil (decile) sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian
menetapkan proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok. Selanjutnya dihitung berapa
persen dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok, dan bertolak dari
perhitungan ini mereka langsung memperkirakan tingkat pemerataan atau tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan di masyarakat atau negara yang bersangkutan.

2. Kurva Lorenz

Sumbu horizontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan


dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok
terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 % dari jumlah total
penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 % kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu
yang paling ujung yang meliputi 100% atau seluruh populasi atau jumlah penduduk. Sumbu
vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase
jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada titik 100%, sehingga
kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama panjangnya. Gambar kurva Lorenz setiap titik yang
terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya
(persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi).
Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50% pendapatan yang
tepat didistribusikan untuk 50 % dari jumlah penduduk. Titik yang terletak pada posisi tiga
perempat garis diagonal melambangkan 75 % pendapatan nasional yang didistribusikan kepada
75 % dari jumlah penduduk.

Garis diagonal merupakan garis “pemerataan sempurna” (perfectequality) dalam distribusi


ukuran pendapatan. Persentase pendapatan yang ditunjukkan oleh titik-titik di sepanjang garis
diagonal tersebut persis sama dengan persentase penduduk penerimanya terhadap total penduduk.
Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase jumlah penduduk
penerima pendapatan tertentu dari total penduduk dengan persentase pendapatan yang benar-
benar mereka peroleh dari total pendapatan selama misalnya, satu tahun. Sumbu horisontal dan
sumbu vertikal dibagi menjadi sepuluh bagian yang sama; sumbu vertikal mewakili kelompok atau
kategori (jumlah-jumlah) pendapatan, sedangkan sumbu yang horisontal melambangkan
kelompok-kelompok penduduk atau rumah tangga yang menerima masing-masing dari kesepuluh
kelompok pendapatan tersebut. Titik A
menunjukkan bahwa 10 persen kelompok terbawah (termiskin) dari total penduduk hanya
menerima 1,8 persen total pendapatan (pendapatan nasional). Titik B menunjukkan bahwa 20%
kelompok terbawah yang hanya menerima 5%
dari total pendapatan, demikian seterusnya bagi masing-masing 8 kelompok lainnya.
Perhatikanlah bahwa titik tengah, menunjukkan 50% penduduk hanya menerima 19,8% dari total
pendapatan.

3. Indeks atau Rario Gini

Rasio gini adalah suatu koefesien yang berkisar dari angka 0 sampai 1 yang menjelaskan
kadar kemertaan distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil koefesiennya, pertanda semakin
baik atau merata distribusi. Dipihak lain, koefesien yang kian besar mengisyaratkan yang kian
timpang atau senjang.

C. Kriteria Bank Dunia

Didasarkan pada porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk yakni
40% penduduk berpendapatan terendah,
40% penduduk berpendapatan menengah, 20% penduduk berpendapatan tertinggi. Ketimpangan
dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila
40% penduduk berpendapatan terendah menikmati dari 12% pendapatan nasional.
Ketidakmerataan dianggap sedang bila 40% penduduk termiskin menikmati 12 hingga 17%
pendapatan nasional. Sedangkan 40% penduduk yang berpendapatan
terendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, maka ketimpangan dan kesenjangan
dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dianggap cukup merata.

D. Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan

1. Ketidakmerataan Pendapatan Nasional

Distribusi atau pembagian pendapatan antarlapis pendapatan masyarakat dapatditelaah dengan


mengamati perkembangan angka-angka rasio gini. Koefesiengini itu sendiri, perlu dicatat,
bukanlah merupakan indicator paling idealtentang ketidakmerataan distribusi pendapatan
antarlapis. Namun setidak-tidaknya ia cukup memberikan gambaran mengenai kecendrungan
umumdalam pola pembagian pendapatan.

2. Ketidakmerataan Pendapatan Spasial.

Ketidakmerataan distribusi antarlapisan masyarakat bukan saja berlangsungsecara nasional.


Akan tetapi hal itu dapat terjadi secara spasial. Di
Indonesia pembagian pendapatan relative lebih merata didaerah pedesaan daripada didaerah
perkotaan. Dibandingkan rasio gini antara desa dan kota untuk tahun-tahun yang sama, koefesien
lebih rendah untuk daerah pedesaan.

3. Ketidakmerataan Pendapatan Regional

Secara regional atau antarwilayah, berlangsung pula ketidakmerataandistribusi pendapatan


antarlaisan masyarakat. Bukan hanya itu, diantara wilayah-wilayah di Indonesia bahkan terdapat
ketidakmerataan
tingkat pendapatan itu sendiri. Jadi dalam perspektif antarwilayah, ketidakmerataanterjadi baik
dalam hal tingkat pendapatan masyarakat antar wilayah yang satudengan yang lain, maupun dalam
hal distribusi pendapatan dikalangan penduduk masing-masing wilayah.
Kemiskinan meliputi berbagai aspek. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal
kepemilikan lahan, sumber daya manusia, kekurangan gizi, pendidikan, pelayanan kesehatan,
pendapatan per kapita yang rendah, dan minimnya investasi. Masih banyak variable kemiskinan
yang melekat pada orang miskin. Dengan begitu, konsep kemiskinan perlu dikembangi karena
akan sangat berpengaruh bagi program pengurangan kemiskinandi daerah berdasarkan corak dan
karakteristik kemiskinan itu sendiri dan penyatuan gerak program pengurangan kemiskinan perku
dilakukan, mengingat selama ini banyak ukuran-ukuran kemiskinan yang dipakai. Misalnya, Scott
(1979:5) melihat kemiskinan dari sisi pendapatan rata-rata per kapita (income per capite) dan Sen
(1981:22) mengkaji kemiskinan dari sudut pandang kebutuhan dasar (basic needs).

Di Indonesia, ukuran kemiskinan yang terkenal adalah yang dibuat oleh Sayogyo (1977:10)
yaitu Parameter Kemiskinan. Parameter kemiskinan tersebut yang mengukur kemiskinan.
Misalnya pengonsumsi beras per kapita per tahun, yaitu di bawah 420 kg bagi daerah perkotaan
dan 320 kg bagi daerah pendesaan. Perbedaan ini dapat kita ketahui karena jumlah penduduk yang
berbeda di kedua tempat tersebut. Penduduk di perkotaan mempunyai kebutuhan yang relatif lebih
banyak dibandingkan penduduk di pendesaan sehingga mempengaruhi pola pengeluaran.
Selain itu, terdapat juga pandangan lain dalam melihat kemiskinan di Indonesia, misalnya
mengukur kemiskinan melalui tingkat pendapatan dan pola waktunya. Kemiskinan juga dapat
diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang
diperlukan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya.

Lembaga pengembangan sumber daya manusia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai


ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan hidup. Sementara itu, kemiskinan
relatif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup sesuai dengan yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemiskinan absolut ini umumnya
disejajarkan dengan kemiskinan relatif, yang artinya adalah keadaan perbandingan antara
kelompok pendapatan dalam masyarakat. Intinya membandingkan antara kolompok yang mungkin
tidak miskin dengan kelompok yang relatif kaya dengan mengginakan ukuran pendapatan.
Keadaan ini dikenal sebagai ketimpangan distribusi pendapatan.

Jadi disimpulkan bahwa distribusi pendapatan merupakan masalah perbedaan pendapat antara
individu yang paling kaya dengan individu yang paling miskin. Semakin besar jurang pendapatan
semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan. Jika ketidakseimbangan terus terjadi
antara kelompok kaya dan kaum miskin, maka perekonomian tersebut benar-benar
menggambarkan pertumbuhan yang tidak merata.

Anda mungkin juga menyukai